BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh

BAHAYA MEROKOK BAGI KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. dari para penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan

Pengertian Rokok dan Bahaya Merokok bagi Kesehatan Manusia

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pekerja berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 3. UU No 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok biasanya berbentuk silinder terdiri dari kertas yang. agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujungnya yang lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. a. Perokok aktif adalah orang yang memang sudah merokok.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengalaman secara turun-temurun. Seiring berkembangnya dunia pengobatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Ditinjau dari sistematika ternak,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

BAB 1 PENDAHULUAN. Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbunga, dan berbuah sepanjang tahun. Buahnya berbentuk bulat, diameter 1-1,5

SISTEM DIGESTIVA (PENCERNAAN) FISIOLOGI PENCERNAAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bentuk-bentuk sediaan tembakau sangat bervariasi dan penggunaannya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2-5% dari berat badan pada orang dewasa normal yang terletak pada kwadran

Ilmu Pengetahuan Alam

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi banteng liar (Bibos banteng) (Batan, 2006). Banteng-banteng liar

BAB I PENDAHULUAN. berskala menengah dan kecil (home industry) dan memproduksi rokok kretek.

S E L. Suhardi, S.Pt.,MP

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tikus putih yang memiliki nama ilmiah Ratus novergicus adalah hewan

PENYULUHAN KESEHATAN BAHAYA DAMPAK ROKOK BAGI KESEHATAN ANAK-ANAK TANJUNG DALAM KECAMATAN LEMBAH MASURAI KABUPATEN MERANGIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hati merupakan organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Berat rata

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran kortikosteroid mulai dikenal sekitar tahun 1950, dan preparat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam memproduksi daging. Mampu tumbuh cepat sehingga dapat menghasilkan

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman Organisme Kehidupan

BAB II DATA ANALISA. melakukan tinjauan pustaka melalui media buku, karya tulis, survey, artikel

Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis. Oleh Rosiana Putri, , Kelas A. Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari.

I. PENDAHULUAN. dan menghadapi hal-hal darurat tak terduga (McGowan, 2001). Lutan. tahan dan fleksibilitas, berbagai unsur kebugaran jasmani saling

Sistem Peredaran Darah Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. inaktivitas fisik, dan stress psikososial. Hampir di setiap negara, hipertensi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kolesterol merupakan lemak yang penting namun jika terlalu berlebihan dalam

TINJAUAN PUSTAKA. : Chiroptera. Spesies : Pteropus vampyrus Gambar 1 Pteropus vampyrus (Kunz dan Jones 2000).

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di negara-negara berkembang. Direktorat Pengawasan Narkotika,

SISTEM LIMFOID. Organ Linfoid : Limfonodus, Limpa, dan Timus

BAB I PENDAHULUAN. jika dihitung tanpa lemak, maka beratnya berkisar 16% dari berat badan

SATUAN ACARA PENYULUHAN BAHAYA MEROKOK

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

CREATIVE THINKING. MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN Panca Indra

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP DAYA TAHAN JANTUNG PARU

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. struktur parenkhim masih normal. Corpusculum renalis malpighi disusun oleh komponen

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. - carboxyphenyl) diethylamino xanthenylidene] -

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merah kecoklatan yang memiliki berat sekitar 1,4 kg atau sekitar 2,5% dari massa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang meliputi persentase hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jaringan Hewan. Compiled by Hari Prasetyo

HISTOLOGI SISTEM LIMFATIS

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Rokok adalah salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lipid adalah senyawa berisi karbon dan hidrogen yang tidak larut dalam air tetapi

Selama berabad-abad orang mengetahui bahwa penyakit-penyakit tertentu tidak pernah menyerang orang yang sama dua kali. Orang yang sembuh dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Organ Hati Hati adalah organ terbesar dalam tubuh, yaitu sekitar 2.5% dari berat badan orang dewasa (Rodney dan Tanner 2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.

TINJAUAN PUSTAKA. Ekstra Tinggi) adalah pendistribusian arus listrik dari sumber energi menuju

BAB 1 PENDAHULUAN. Volume maksimum oksigen (VO 2

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup di dunia dengan segala aktivitas yang dijalankannya seharihari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung CO (Carbon monoksida) yang mengurai kadar oksigen dalam

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. asap dan ditelan, terserap dalam darah, dan dibawa mencapai otak, penangkap pada otak akan mengeluarkan dopamine, yang menimbulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. volume darah dan elastisitas pembuluh darah (Gunawan,Lany, 2007).

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rokok 2.1.1 Asal Usul Rokok Rokok pertama kali ditemukan oleh suku bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad 16, ketika bangsa Eropa menemukan benua Amerika, sebagian dari para penjelajah Eropa mencoba menghisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke Eropa. Kebiasaan merokok mulai muncul dikalangan bangsawan Eropa. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual, di Eropa orang yang merokok untuk kesenangan. Abad 17 Masehi, para pedagang Spanyol masuk ke negara Turki, dan pada saat itu kebiasaan untuk merokok mulai menyebar dan meluas sampai ke negara Asia (Jaya, 2009). Menurut Jaya (2009) rokok di Indonesia dibedakan berdasarkan bahan pembungkus, bahan baku, proses pembuatannya, dan pengunaan filter pada rokok. Berdasarkan bahan pembungkusnya rokok dibagi menjadi rokok klobot (daun jagung), rokok kawung (daun aren), rokok sigaret (kertas), rokok cerutu (daun tembakau). Berdasarkan bahan baku rokok dibagi menjadi rokok putih (bahan bakunya daun tembakau), rokok kretek (bahan bakunya daun tembakau dan cengkeh) dan rokok klembak (bahan bakunya daun tembakau, cengkeh dan kemenyan). Berdasarkan proses pembuatannya rokok dibagi menjadi Sigaret Kretek Tangan (SKT) yaitu rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan atau alat bantu sederhana, Sigaret Kretek Mesin (SKM) yaitu rokok yang proses pembuatannya menggunakan mesin. Sederhananya, material rokok dimasukkan ke dalam mesin pembuat rokok. Keluaran yang dihasilkan mesin pembuat rokok berupa rokok batangan. Sedangkan berdasarkan penggunaan filter pada rokok dibagi menjadi 5

6 rokok filter (RF) yaitu rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus dan rokok non filter (RNF) yaitu rokok pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus. Bentuk rokok seperti kronus merupakan bentuk rokok yang dimiliki Indonesia sejak zaman Mataram sampai zaman mulai diproduksi rokok kretek dan hingga sekarang untuk kretek tangan dan jenis rokok lainnya. Bentuk ujung rokok kronus yang dibakar sebagai dapur membesar, sedangkan ujung rokok yang diisap menyempit, bahkan tidak berisi tembakau atau cengkeh yang digunakan sebagai filter atau penyaring bahan yang berbahaya di dalam asap rokok yang diisap. Akibat adanya penyempitan rokok maka dengan berbagai proses fisik dan kimia terbentuk partikulat, semakin lama semakin tinggi sehingga dapat berbentuk seperti filter penyaring (Sitepoe, 2000). 2.1.2 Kandungan dan Bahaya Rokok Rokok mengandung kurang lebih 4000 elemen, 200 diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Setiap merek rokok memiliki kadar kandungan zat kimia yang berbeda-beda. Beberapa jenis racun yang terkandung dalam sebatang rokok yaitu : Aceton, Naftalene, Arsenik, Tar, Methanol, Vinil Chlorida, Fenol Butane, Potassium Nitrat, Polonium-201, Ammonia, Hidrogen Sianida, Nikotin, Cadmium, Karbon monoksida. Racun utama pada rokok adalah Tar, Nikotin, dan Karbon Monoksida. Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat menempel pada paru-paru. Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini bersifat karsinogen, dan mampu memicu kanker paruparu yang mematikan. Karbon monoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu mengikat oksigen. Dampak negatif dan bahaya rokok bagi kesehatan secara umum menyebabkan antibodi menurun dan gangguan fungsi sel-sel pertahanan tubuh sehingga tubuh tidak peka lagi terhadap perubahan disekitarnya, juga terhadap infeksi. Selain itu, racun yang terdapat pada rokok terutama Nikotin juga menjadi ancaman pada organ tubuh yaitu pada otak, mulut dan tenggorokan, jantung, paru-paru, hati, perut, ginjal dan kandung kemih, dan reproduksi pada pria dan wanita (Jaya, 2009). 6

7 Nikotin dalam asap rokok tidak hanya masuk ke dalam tubuh perokok aktif tapi juga masuk ke dalam tubuh perokok pasif. Nikotin dalam asap rokok dengan cepat diabsorpsi dari paru-paru ke dalam darah dan hampir sama efisiensinya apabila diberikan secara intravena. Senyawa ini mencapai otak dalam waktu 8 detik setelah inhalasi. Nikotin dalam jangka waktu lama terakumulasi dalam pembuluh darah dan mengakibatkan terjadinya penyempitan pembuluh darah. Selain itu, kemungkinan Nikotin sudah termetabolisme di dalam hati, karena pembuluh darah saling berkaitan membawa darah yang terikat dengan senyawa Nikotin masuk ke dalam pembuluh darah hati dan menetralisir senyawa yang masuk ke dalam hati (Gilman et al., 1991). 2.1.3 Rokok Herbal Rokok herbal terbuat dari ramuan herbal yang diolah menjadi campuran tembakau. Campuran ini mampu menetralkan kandungan Tar dan Nikotin dalam produk rokok herbal sehingga kandungan Tar dan Nikotin yang terdapat dalam rokok herbal rendah. Namun perbandingan antara Tar dan Nikotin sangat berbeda, kandungan Nikotin yang terdapat dalam rokok herbal hampir mencapai 0% sedangkan nilai Tar menunjukkan nilai yang tinggi. Tingginya angka Tar dalam produk bukan diukur berdasarkan berat material asap rokok serta kandungan racun yang terdapat dalam rokok herbal seperti standar pengukuran internasional, melainkan diukur dari kandungan herbal yang menjadi komposisi baku rokok herbal itu sendiri. Adapun kandungan yang terdapat di rokok herbal ini adalah daun sirih (Piper betle Lynn.), kayu siwak, madu, teh hijau (Green tea), jati Belanda, bunga Rosella, dan Srigunggu / Sengugu (Anonimus, 2010). 2.1.4 Rokok Mild Berdasarkan bahan baku atau isi rokok, rokok mild merupakan rokok putih yang bahan bakunya adalah daun tembakau dan memiliki filter. Rokok mild merupakan rokok jenis light yang mengandung Tar dan Nikotin yang lebih 7

8 rendah. Namun bukti-bukti penyelidikan dari berbagai institusi kesehatan seperti National Cancer Institute dan Harvard School of Public Health, Amerika Serikat menunjukkan bahwa kandungan Nikotin yang dihisap oleh perokok dari rokok jenis light tidak berbeda dibanding dengan rokok biasa (Razak, 2007). 2.1.5 Kandungan Rokok Herbal dan Rokok Mild Rokok yang umum dikonsumsi memiliki campuran yang tidak dicantumkan, namun komposisi pada rokok herbal dicantumkan dan campuran yang digunakan. Berbeda halnya dengan rokok mild, yang dikatakan memiliki Nikotin yang rendah namun pada dasarnya, Nikotin yang rendah merupakan hal yang berbahaya karena dengan mengkonsumsi Nikotin dapat membawa kecanduan walau hanya dengan mengkonsumsi dengan kadar yang rendah. Berdasarkan komposisi yang terdapat pada bungkus rokok, perbedaan kandungan rokok dan asap rokok dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini: Tabel 2.1 Kandungan Rokok Herbal dan Rokok Mild No. Sampel Yang Digunakan Komposisi Tar Nikotin 1. Rokok Herbal 45,6 mg 0,1 mg 2. Rokok Mild 14 mg 0,8 mg Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa kadar Tar dari rokok herbal lebih banyak daripada rokok mild. Jika dibandingkan berdasarkan kadar Tar antara rokok herbal dan rokok mild dapat disimpulkan bahwa rokok herbal merupakan rokok yang berbahaya karena rokok yang mengandung tar lebih banyak, lebih berbahaya. Hal ini dikarenakan di dalam Tar dijumpai kanserogenik: polisiklik hidrokarbon aromatis yang memicu kanker paru. Tar ini berasal dari tembakau, cengkeh, pembungkus rokok, dan bahan organik lain yang dibakar, sebab Tar hanya dijumpai pada rokok yang dibakar (Sitepoe, 2000). Namun pada rokok herbal, walaupun jumlah Tar yang dikandung lebih banyak daripada rokok mild, tingginya angka Tar dalam produk rokok herbal ini bukan diukur berdasarkan berat material asap rokok serta kandungan racun yang 8

9 terdapat dalam rokok herbal, seperti standar pengukuran internasional, melainkan diukur dari kandungan herbal yang menjadi komposisi baku rokok herbal itu sendiri. Secara standar internasional, jika nilai Tar menunjukkan angka yang tinggi maka akan menimbulkan efek nafas yang terasa berat, sesak dan sakit di dada, sebaliknya dalam rokok herbal tingginya angka Tar justru memberikan efek terapi kesehatan, yaitu dengan membantu mengurangi racun yang terdapat di dalam paru-paru. Sedangkan kadar Nikotin pada rokok herbal lebih sedikit daripada rokok mild, hal ini dikarenakan Nikotin rendah pada rokok herbal dibuat untuk membantu mengurangi kecanduan merokok pada perokok (Aninomous, 2010). Jumlah Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menyebabkan proses ketergantungan (ketagihan) pada perokok, hal ini dikarenakan Nikotin bersifat toksis terhadap jaringan syaraf, juga menyebabkan tekanan darah sistolik dan diastolik mengalami peningkatan (Sitepoe, 2000). 2.2 Organ Hati 2.2.1 Anatomi Dan Histologi Hati Hati terdiri dari sejumlah besar lobulus hepatika yang tampak berbentuk heksagonal. Masing-masing berdiameter sekitar 1 mm dan mempunyai vena intralobular sentral kecil. Di sekitar tepi lobulus terdapat kanal portal, masingmasing berisi satu cabang arteri hepatika, dan satu duktus empedu kecil. Ketiga struktur ini bersatu dan disebut triad porta (Watson, 1995). Komponen struktural utama hati adalah sel-sel hati, atau hepatosit. Sel-sel epitelnya berkelompok membentuk lempeng-lempeng yang saling berhubungan. Pada sediaan mikroskop cahaya, tampak satuan struktural yang disebut lobulus hati. Pada daerah perifer tertentu, lobuli dipisahkan oleh jaringan ikat yang mengandung duktus biliaris, pembuluh limfe, saraf, dan pembuluh darah. Daerah ini, yaitu celah portal, dijumpai pada sudut-sudut lobulus. Hepatosit berbentuk polihedral, dengan 6 atau lebih permukaan, dan berdiameter 20-30 µm. Permukaan masing-masing hepatosit berkontak dengan dinding sinusoid, melalui 9

10 celah Disse, dan dengan permukaan hepatosit lain. Permukaan hepatosit yang menghadap celah Disse mengandung banyak mikrovili yang menonjol ke dalam celah antara vili tersebut dengan sel-sel dinding sinusoid yang dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Junqueira dkk., 1997). a b c d e f g Gambar 2.1 Histologi Hati. Keterangan: a. Sel Kupffer, b. Sel hati, c. Sinusoid, d. Bile kanalikuli, e. Hepatic artery perifer, f. Duktus biliaris, g. Hepatic portal vein Hepatosit memiliki banyak retikulum endoplasma kasar dan halus. Retikulum endoplasma kasar yang terdapat di dalam hepatosit membentuk agregat yang tersebar dalam sitoplasma, agregat ini seringkali disebut badan basofilik yang mensintesis protein seperti albumin darah dan fibrinogen. Sedangkan retikulum endoplasma halus dari hepatosit bertanggung jawab atas proses oksidasi, metilasi, dan konjugasi yang diperlukan untuk menonaktifkan atau mendetoksifikasi berbagai zat sebelum diekskresi tersebar secara difusi di dalam sitoplasma dan memiliki sistem labil yang segera bereaksi terhadap perubahan dalam lingkungan (Junqueira dkk., 1997). Sitoplasma hepatosit bersifat eosinofilik, terutama karena banyaknya mitokondria dan sejumlah retikulum endoplasma halus. Hepatosit yang terletak pada jarak berbeda dari triad portal menampakkan ciri struktural, histokimia, dan biokimia yang bervariasi. Permukaan setiap sel hati berkontak dengan dinding 10

11 sinusoid melalui celah Disse, dan dengan permukaan hepatosit lain. Tempat 2 hepatosit saling bertemu terbentuk celah tubular diantaranya yang dikenal sebagai kanalikulus biliaris. Kanalikuli merupakan bagian pertama dari sistem saluran empedu, yang dibatasi oleh membran plasma 2 hepatosit dan memiliki sedikit mikrovili pada bagian dalamnya (Junqueira dkk., 1997). Hati memiliki kemampuan regenerasi yang besar. Daya regenerasi hati setelah mengalami luka sangat tinggi. Proses regenerasi tergantung pada sifat luka, tetapi sel-sel hati yang masih ada mempunyai daya hipertrofi dan hiperplasia. Duktus biliaris juga aktif berpoliferasi (Leeson dkk., 1996). Hilangnya jaringan hati akibat tindakan bedah atau oleh kerja substansi toksik memicu mekanisme yang merangsang sel-sel hati membelah, sampai massa jaringan aslinya pulih kembali. Akan tetapi, apabila kerusakan tersebut terjadi berulangulang atau terus menerus akan terbentuk banyak jaringan ikat bersama regenerasi sel hati. Kelebihan jaringan ikat berakibat kacaunya struktur hati, suatu keadaan yang dikenal sebagai sirosis. Pada keadaan tersebut fungsi hati terganggu karena jaringan parut (kolagen) tidak hanya mengambil tempat hepatosit fungsional tetapi juga mengacaukan sistem vaskular hati dan sistem saluran empedu (Junqueira dkk., 1997). Struktur mikroskopis dari hepar meliputi lobulus hati, sinusoid hati, parenkim hati, dan kanalikuli biliaris. a. Lobulus hati Pembagian lobulus hati sebagai unit fungsional dibagi menjadi tiga zona, yaitu zona I merupakan zona aktif, sel-sel paling dekat pembuluh, akibatnya zona ini yang pertama kali dipengaruhi oleh perubahan darah yang masuk. Zona I merupakan daerah mikroanatomi fungsional di sekitar triad portal tempat darah mengandung konsentrasi tertinggi dari nutrisi, oksigen, hormon, dan bahan kimia yang tidak termetabolis dibawa dalam sirkulasi hepatik. Zona II merupakan zona intermedia, sel-selnya memberi respons terhadap darah. Letak zona II ini berada di antara zona I dan zona III. Deskripsi lama dari mikro anatomi hepatik 11

12 didasarkan pada pola histologis non fungsional, sedangkan deskripsi zonal dari acinus didasarkan pada struktur mikro fisiologis (Douidar et al., 1992). Zona III merupakan zona pasif, aktivitas sel-selnya rendah dan tampak aktif bila kebutuhan meningkat. Lobulus hati sebagai kesatuan histologis berbentuk prisma poligonal, diameter 1-2 mm, penampang melintang tampak sebagai heksagonal dengan pusatnya vena sentralis dan sudut-sudut luar lobuli terdapat kanalis porta (Gambar 2.2) (Leeson dkk., 1996 & Junqueira dkk., 1997). Zona III merupakan daerah sekitar vena hepatik yang berisi sel-sel yang kurang aktif dalam sintesis protein dan sintesis glikogen. Zona III ini mengandung konsentrasi tinggi dari enzim biotransformasi dari sistem oksidase campuran (Douidar et al., 1992). Gambar 2.2 Skema Lobulus Hati, Asini Hati, dan Lobulus Porta. Lobulus hati terdiri dari vena sentralis (CV), dan memiliki garis yang menghubungkan celah portal (PS). Zona-zona asinus hati diberi angka Romawi I, II, dan III. (Junqueira dkk., 1997) Darah pada zona I mengandung oksigen, nutrisi, dan hormon. Sel zona I memiliki konsentrasi tinggi dari enzim sintesis glikogen yang sama tinggi dengan konsentrasi mitokondria pada siklus Krebs. Lebih banyak sintesis protein pada zona I. Sel zona III menerima darah dengan kadar tekanan oksigen yang rendah dan sedikit aktif pada sintesis glikogen dan protein. Sistem glikogen dapat berubah konsentrasi diantara zona I dan zona III dalam mempertahankan nutrisi, 12

13 bentuk lemak, dan tingkat keracunan dengan tingginya konsentrasi dari sistem enzim biotransformasi pada zona III (Douidar et al., 1992). b. Sinusoid hati Sinusoid hati merupakan pembuluh yang melebar secara tidak teratur, terdiri atas sel-sel endotel bertingkat yang membentuk lapisan tidak utuh. Diameter tingkat kira-kira 100 nm dan berkelompok membentuk lempeng penyaring (Junqueira dkk., 1997). c. Parenkim hati Parenkim atau sel-sel hati tersusun dalam rangkaian lempeng-lempeng, atau lembaran-lembaran bercabang-cabang dan beranastomosis membentuk labirin dan diantaranya terdapat sinusoid. Lempeng-lempeng ini secara radial bermula dari tepi lobulus menuju ke vena sentralis sebagai pusatnya. Sel hati berbentuk poligonal dengan enam atau lebih permukaan, berukuran sekitar 20-35 µm. Inti bulat atau lonjong dengan permukaan teratur dan besarnya bervariasi dari sel satu dengan lainnya. Masing-masing inti berbentuk vesikuler dengan granula kromatin tampak jelas dan tersebar dengan satu atau lebih anak inti (Lesson dkk., 1996). d. Kanalikuli Biliaris Kanalikuli biliaris kadang-kadang tampak pada sajian HE sebagai rongga kecil di antara sel hati yang bersebelahan, tetapi dapat lebih baik diperlihatkan dengan pulasan khusus, misalnya reaksi Gomori untuk fosfatase alkali atau dengan impregnasi perak. Kanalikuli biliaris berbentuk jala-jala tiga dimensi di antara sel-sel hati. Dinding kanalikuli biliaris terdiri atas sel-sel hati. Pada bagian perifer lobulus, sel-sel parenkim yang membentuk dinding kanalikuli biliaris secara bertahap diganti dengan sel kecil jernih dengan inti gelap dan organel yang tidak sempurna. Sel ini disebut sel duktus (Lesson dkk., 1996). Di dalam hati, vena porta membawa darah yang kaya dengan bahan makanan dari saluran cerna, sedangkan arteri hepatika membawa darah yang kaya 13

14 oksigen dari sistem arteri. Arteri dan vena hepatika ini bercabang menjadi pembuluh-pembuluh yang lebih kecil membentuk jaringan kapiler di antara sel-sel hati yang membentuk lamina hepatika. Jaringan kapiler tersebut kemudian mengalir ke dalam vena kecil di bagian tengah lobulus, yang mempunyai vena hepatik. Pembuluh ini membawa darah dari kapiler portal dan darah yang mengalami dioksigenasi yang telah dibawa ke hati oleh arteri hepatika sebagai darah yang telah dioksigenasi (Watson, 1995). Selain dari sel-sel hati, sinusoid vena dilapisi oleh dua tipe sel yang lain yaitu sel endotel khusus dan sel Kupffer besar, yang merupakan makrofag jaringan, yang mampu memfagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah sinus hepatikus. Lapisan endotel sinusoid vena mempunyai pori yang sangat besar, beberapa diantaranya berdiameter hampir 1 µm. Di bawah lapisan ini, terletak di antara sel endotel dan sel hati, terdapat ruang jaringan yang sangat sempit yang disebut ruang Disse yang menghubungkan pembuluh limfe di dalam septum interlobularis. Ruang Disse memiliki mikrovili dari hepatosit yang mengakibatkan cairan darah dengan mudah mengalir dan menapis melalui dinding endotel dan berkontak langsung dengan permukaan hepatosit yang memungkinkan pertukaran makromolekul dengan mudah dari lumen sinusoid ke sel hati dan sebaliknya. Secara fisiologis banyak makromolekul yang dicurahkan ke dalam hepatosit oleh darah dan mengkatabolisasi molekul tersebut (Guyton & Hall 1997 dalam Dewi, 2010). 2.2.2 Metabolik Hati dan Kerusakannya Hati terletak di tempat strategis di antara vena porta dan vena cava inferior. Darah yang datang dari vena-vena usus halus yang penuh dengan sari makanan dan adakalanya mengandung bahan toksik yang dibentuk oleh bakteri kolon dan bahkan berisi bakteri yang sudah mati maupun masih hidup, dan semua darah dari limpa yang berisi hasil pemecahan hemoglobin dan zat-zat beracun, harus melalui hati sebelum mencapai sirkulasi vena cava inferior. Oleh karena itu hati membersihkan darah sebelum zat-zat toksik tersebut mencapai organ tubuh yang 14

15 peka misalnya otak, mengolah makanan melalui pemecahan karbohidrat yang diabsorbsi sebagai glukosa dan disimpan dalam hati sebagai glikogen, dan mensintesa protein untuk membuat protein khusus seperti albumin dan fibrinogen yang berfungsi untuk pembekuan darah (Sibuea dkk., 1992). Perubahan struktur yang terjadi pada kerusakan hati dapat berupa inflamasi (hepatitis), degenerasi dan penimbunan intaseluler, nekrosis, fibrosis, dan sirosis. Inflamasi merupakan jejas pada hepar karena masuknya sel radang akut atau kronik. Reaksi granuloma dapat dicetuskan oleh benda asing, organisme, atau akibat langsung toksin dari obat (Crawford 2005 dalam Amalina, 2009). Degenerasi dan penimbunan intraseluler cedera karena toksik dapat menyebabkan pembengkakan dan edema hepatosit. Pada degenerasi hidropik tampak sel-sel yang sitoplasmanya pucat, bengkak dan timbul vakuola di dalam sitoplasma, karena penimbunan cairan. Hepatotoksik dan obat juga dapat menyebabkan penimbunan tetesan lipid (steatosis). Hati secara mikroskopis terlihat gambaran vakuola lemak kecil dalam sitoplasma di sekitar inti (mikrovesikular steatosis), yang dapat berlanjut membentuk vakuola besar yang mendesak inti ke tepi sel (makrovesikular steatosis). Dalam hati, penimbunan lemak ringan dapat tidak berpengaruh pada penampakan makro. Pada manusia bila penimbunan progresif, hepar membesar dan bertambah kuning, pada keadaan ekstrim, hati dapat seberat 3-6 kg dan berubah menjadi hepar yang kuning, lunak, dan berminyak (Robins & Kumar 1995 dalam Amalina, 2009). Steatosis atau perlemakan hati, sering merupakan tanda awal dari hepatotoksisitas. Hal ini terkait dengan penurunan konsentrasi lipid plasma dan lipoprotein plasma seperti yang ditunjukkan oleh studi dengan karbon tetraklorida. Karbon tetraklorida dapat mengganggu sintesis protein untuk menyalurkan trigliserida dari hati. Mekanisme yang sama seperti ini mungkin terlibat dalam kerusakan lemak hati lainnya (Douidar et al., 1992). 15

16 Nekrosis, adalah kematian sel atau jaringan pada organisme hidup. Inti menjadi lebih padat (piknotik) yang dapat hancur bersegmen-segmen (karioreksis) dan kemudian sel menjadi kariolisis. Lesi mungkin bersifat nekrosis fokal yaitu kematian sebuah sel atau kelompok kecil sel dalam satu lobus; nekrosis zonal yaitu kerusakan sel hepar pada satu lobus. Nekrosis zonal dapat dibedakan menjadi nekrosis sentral, midzonal, dan perifer. Nekrosis masif, yaitu nekrosis yang terjadi pada daerah yang luas. Nekrosis pembentukan jembatan (bridging necrosis), yaitu dengan jejas inflamasi yang lebih berat, nekrosis hepatosit dapat menjangkau lobus yang berdekatan dengan cara porta ke porta, porta ke sentral, atau sentral ke sentral (Crawford 2005 dalam Amalina, 2009). Fibrosis terjadi sebagai respon terhadap radang atau akibat langsung toksin pada jaringan. Fibrosis yang berkepanjangan menyebabkan sirosis. Pada sirosis, morfologi hati tampak makronoduler, mikronoduler, atau campuran. Bila berlangsung progresif, hati menjadi berwarna coklat, tidak berlemak, mengecil, terkadang berat hati kurang dari 1 kg (Crawford 2005 dalam Amalina, 2009). Sirosis, jaringan hati yang diregenerasi umumnya serupa dengan jaringan yang hilang. Tetapi bila kerusakan itu terjadi berulang-ulang atau terus-menerus pada organ ini, maka terbentuk jaringan ikat bersama regenerasi sel hati. Kelebihan jaringan ikat ini berakibat kacaunya struktur hati (Junqueira dkk., 1997). Penyebab sirosis pada manusia antara lain adalah konsumsi minuman beralkohol secara kronis. Sirosis hati ditandai oleh adanya septa kolagen yang tersebar disebagian besar hati (Lu, 1995). 16