MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 9 Juli 1991

dokumen-dokumen yang mirip
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA. Jakarta, 9 Juli Nomor : MA/Kumdil/213/VII/K/1991

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

PROSEDUR BERACARA DI TINGKAT PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

Praktek Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN 1991 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN KETENTUAN PERALIHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

TATA CARA PEMERIKSAAN ADMINISTRASI PERSIDANGAN

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

BAB VII PERADILAN PAJAK

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

2 untuk mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek)

P U T U S A N Nomor 271/Pdt/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA L A W A N D A N

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG

PEDOMAN TEKNIS ADMINISTRASI DAN TEKNIS PERADILAN TATA USAHA NEGARA EDISI 2008

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG KOMISI BANDING PATEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 03 TAHUN 1973 TENTANG PERKARA KASASI PERDATA

SURAT EDARAN Nomor : 1 Tahun 1991 Tentang PETUNJUK PELAKSANAAN KETENTUAN PERALIHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

FORMULIR ADMINISTRASI KEPANITERAAN PENGADILAN AGAMA

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

P U T U S A N NOMOR :380/PDT/2015/PT. BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA,

PEDOMAN PENDAFTARAN GUGATAN TERHADAP KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DAN TINDAKAN KONKRIT/FAKTUAL (GUGATAN UMUM) DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN, PEMERIKSAAN, DAN PENYELESAIAN BANDING MEREK

P U T U S A N Nomor : 52/PDT/2012/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

PEDOMAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DI LINGKUNGAN PERADILAN UMUM BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) HUKUM ACARA TATA USAHA NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

بسم اهلل ار حمن ار حممم

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN

SURAT EDARAN Nomor : 03 Tahun 1973

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR BERACARA DALAM PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene

P U T U S A N No. 237 K/TUN/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

PENGADILAN AGAMA JAKARTA BARAT Jl. Pesanggrahan Raya No.32 Kembangan Jakarta Barat Telp./Fax. (021) sd. 95

P U T U S A N NOMOR : 41/PDT/2015/PT. BDG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara. dan lain-lain Badan Kehakiman menurut undang-undang.

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAMBI NOMOR: 01/ G/ TUN/2003/PTUN.JBI

STANDAR PELAYANAN PERADILAN PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAKARTA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SURAT KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN NEGERI KALIANDA. NOMOR : W9.U4/Kp.01.1/156/XI/2016 T E N T A N G STANDART PELAYANAN PERADILAN

P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2012/PTA.Btn. BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M E L A W A N

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PUTUSAN. NOMOR <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA.Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 116/Pdt/2014/PT.Bdg.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1995 TENTANG KOMISI BANDING MEREK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PUTUSAN. Nomor 1758/Pdt.G/2013/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

P U T U S A N Nomor 100/Pdt.G/2013/PTA.Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

PEDOMAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

P U T U S A N No. 172 K/TUN/2000 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA.Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

REKAPITULASI TEMUAN PELAKSANAAN KEGIATAN BIMBINGAN TEKNIS POLA BINDALMIN DAN HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TAHUN 2009 TEMUAN - TEMUAN

PUTUSAN. Nomor 34/Pdt.G/2016/PTA Plg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DALAM PERKARA PERDATA PELAYANAN PERKARA PRODEO

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Talak

TERBANDING, semula PENGGUGAT;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO

STANDAR PELAYANAN PADA BADAN PERADILAN AGAMA (KMA

TENTANG TATA BERACARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

UPAYA HUKUM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

Tugas Pokok dan Fungsi. Andrie Irawan, SH., MH Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PUTUSAN SELA NOMOR : 52/C/PK/PJK/2007

R I N G K A S A N. setiap perkara perdata yang diajukan kepadanya dan Hakim berkewajiban membantu

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

STANDAR PELAYANAN PERKARA PERMOHONAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 1991 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BEBERAPA KETENTUAN DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 9 Juli 1991 Nomor : M.A./Kumdil/213/VII/K/1991 Kepada Yth: 1. Sdr. Ketua Pengadilan Tinggi tata usaha negara 2. Sdr. Ketua Pengadilan Negeri tata usaha negara di Seluruh Indonesia SURAT EDARAN NOMOR 2 TAHUN 1991 Agar terdapat kesamaan penafsiran oleh para Hakim terhadap beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor: 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, khususnya mengenai Hukum Acara, maka dipandang perlu untuk memberikan Petunjuk Pelaksanaan (JUKLAK) mengenai beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara kepada para Hakim Tinggi dari para Hakim dalam Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara sebagai berikut: I. PENELITIAN ADMINISTRATIF OLEH STAF KEPANITERAAN 1. Petugas yang berwenang untuk melakukan penelitian administratif adalah Panitera, Wakil Panitera dan Panitera Muda Perkara, sesuai dengan pembagian tugas yang diberikan. 2. Pada setiap surat gugatan yang masuk haruslah segera dibubuhi stempel dan tanggal pada sudut kiri atas halaman pertama yang menunjukkan mengenai: a. Diterimanya surat gugatan yang bersangkutan; b. Setelah segala persyaratan dipenuhi dilakukan pendaftaran nomor perkaranya setelah membayar panjar biaya perkara; c Perbaikan formal surat gugatan (jika memang ada). 3. Surat gugatan tidak perlu dibubuhi meterai tempel, karena hal tersebut tidak disyaratkan oleh Undang-undang.

4. Nomor register perkara di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara harus dipisahkan antara perkara pemeriksaan tingkat banding dan perkara yang diajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagai instansi tingkat pertama (vide Pasal 48 jo. Pasal 51 ayat 3). 5. Di dalam kepala surat, alamat kantor Pengadilan Tata Usaha Negara atau Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara harus ditulis secara lengkap termasuk kode posnya, walaupun mungkin kotanya berbeda. Misalnya: Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya Jalan...No... Di Sidoarjo Kode Pos... Tentang hal ini harus disesuaikan dengan penyebutan yang telah ditentukan dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 1960 Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1990. 6. a. Identitas Penggugat harus dicantumkan secara lengkap dalam surat gugatan sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 56 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986. Dalam identitas tersebut harus dicantumkan dengan jelas alamat yang dituju secara lengkap agar memudahkan pengiriman turunan surat gugatan dan panggilan-panggilan kepada pihak yang bersangkutan. b. Untuk memudahkan penanganan kasus-kasus dan demi keseragaman model surat gugatan maka dalam surat gugatan harus disebutkan terlebih dahulu nama dari pihak Penggugat Pribadi (in persoon) dan baru disebutkan nama kuasa yang mendampinginya, sehingga dalam register perkara akan tampak jelas siapa pihak-pihak yang berperkara senyatanya. c. Penilitian administratif supaya dilakukan secara formal tentang bentuk dan isi gugatan sesuai dengan Pasal 56, dan tidak menyangkut segi materiil gugatan. Namun dalam tahap ini Panitera harus memberikan petunjuk-petunjuk seperlunya dan dapat meminta kepada pihak Penggugat untuk memperbaiki yang dipandang perlu. Sekalipun demikian, Panitera tidak berhak menolak pendaftaran perkara tersebut dengan dalih apapun juga yang berkaitan dengan materi gugatan. 7. a. Pendaftaran perkara di tingkat pertama dan banding dimasukkan dalam register setelah yang bersangkutan membayar uang muka atau panjar biaya perkara, yang ditaksir oleh Panitera sesuai Pasal 59 sekurang kurangnya sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah). b. Dalam perkara yang diajukan melalui pos, Panitera harus memberitahu tentang pembayaran uang muka kepada Penggugat dengan diberi waktu paling lama 6 (enam) bulan bagi Penggugat itu untuk memenuhinya dan kemudian diterima di Kepaniteraan Pengadilan terhitung sejak tanggal dikirimkannya surat pemberitahuan tersebut. Setelah lewat tenggang waktu 6 (enam) bulan tersebut dan uang muka biaya perkara belum diterima di Kepaniteraan, maka perkara Penggugat tidak akan didaftar. c. Walaupun gugatan yang dikirim melalui pos selama masih belum dipenuhi pembayaran uang muka biaya perkara dianggap sebagai surat biasa, akan tetapi kalau sudah jelas merupakan suatu surat gugatan, maka haruslah tetap

II. disimpan di Panitera Muda Bidang Perkara dan harus dicatat dalam buku Pembantu Register dengan mendasar pada tanggal diterimanya gugatan tersebut, agar dengan demikian ketentuan tenggang waktu dalam Pasal 55 tidak terlampaui. 8. Dalam hal Penggugat bertempat tinggal jauh dari Pengadilan Tata Usaha Negara dimana ia akan mendaftarkan gugatannya, maka tentang pembayaran uang muka biaya perkara dapat ditempuh dengan cara: a. Panjar biaya perkara dapat dibayarkan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara mana gugatan diajukan yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Ongkos kirim ditanggung Penggugat di luar panjar biaya perkara. b. Panjar biaya perkara dikirimkan langsung kepada Pengadilan Tata Usaha Negara di mana is mendaftarkan gugatannya. 9. a. Dalam hal suatu pihak didampingi oleh kuasa, maka bentuk Surat Kuasa harus memenuhi persyaratan formal dari Surat Kuasa Khusus dengan materai secukupnya, dan Surat Kuasa Khusus yang diberi cap jempol haruslah dikuatkan (waamerking) oleh pejabat yang berwenang. b. Surat Kuasa Khusus bagi Pengacara/Advokat tidak perlu dilegalisir. c. Dalam pemberitaan kuasa dibolehkan adanya subsitusi tapi dimungkinkan pula adanya kuasa insidental. d. Surat Kuasa tidak perlu didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara. 10. Untuk memudahkan pemeriksaan perkara selanjutnya maka setelah suatu perkara didaftarkan dalam register dan memperoleh nomor perkara, oleh staf Kepaniteraan dibuatkan resume gugatan terlebih dahulu sebelum diajukan kepada Ketua Pengadilan, dengan bentuk formal yang isinya pada pokoknya adalah sebagai berikut: a. Siapa subjek gugatan, dan apakah Penggugat maju sendiri ataukah diwakili oleh Kuasa. b. Apa yang menjadi objek gugatan, dan apakah objek gugatan tersebut termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara yang memenuhi unsur-unsur Pasal 1 butir 3. c. Apakah yang menjadi alasan-alasan gugatan, dan apakah alasan tersebut memenuhi unsur Pasal 53 ayat (2) butir a.b. dan c. d. Apakah yang menjadi petitum atau isi gugatan, yaitu hanya pembatalan Keputusan Tata Usaha Negara saja, ataukah ditambah pula dengan tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi. Untuk penelitian syarat-syarat formal gugatan, panitera atau staf Kepaniteraan dapat memberikan catatan atas gugatan tersebut. PROSEDUR "DISMISSAL" 1. a. Ketua Pengadilan berwenang memanggil dan mendengar keterangan para pihak sebelum menentukan Penetapan Dismissal apabila dipandang perlu. b. Tenggang waktu yang ditentukan menurut Pasal 55 sejak tanggal diterimanya Keputusan Tata Usaha Negara oleh Penggugat, atau sejak diumumkannya keputusan tersebut, dengan ketentuan bahwa tenggang

waktu itu ditunda (schors) selama proses peradilan masih berjalan menurut Pasal 62 jo. Pasal 63. c. Dalam pada itu diminta agar ketua Pengadilan tidak terlalu mudah menggunakan Pasal 62 tersebut kecuali mengenai Pasal 62 ayat (1) butir a dan e. 2. Pemeriksaan Dismissal dilakukan oleh Ketua, dan Ketua dapat juga menunjuk seorang Hakim sebagai Raporteur (Raportir). 3. Penetapan Dismissal ditandatangani oleh Ketua dan Panitera Kepala/Wakil Panitera (Wakil Ketua dapat pula menandatangani Penetapan Dismissal dalam hal Ketua berhalangan). Pemeriksaan Dismissal dilakukan secara singkat dalam rapat permusyaratan. Pemeriksaan gugatan perlawanan terhadap penetapan Dismissal juga dilakukan dengan acara singkat (Pasal 62 ayat 4). 4. Dalam hal adanya petitum gugatan yang nyata-nyata tidak dapat dikabulkan, maka dimungkinkan ditetapkan dismissal terhadap bagian petitum gugatan tersebut. Ketentuan tentang perlawanan terhadap Ketetapan Dismissal juga berlaku dalam hal ini. III. PEMERIKSAAN PERSIAPAN (PASAL 63) 1. Tujuan pemeriksaan persiapan adalah untuk mematangkan perkara. Segala sesuatu yang akan dilakukan dari jalan pemeriksaan persiapan tersebut diserahkan kepada kearifan dan kebijaksanaan Ketua Majelis. Oleh karena itu dalam pemeriksaan persiapan memanggil Penggugat untuk menyempurnakan gugatannya dan/atau tergugat dimintai keterangan/penjelasan tentang keputusan yang digugat, tidak selalu harus didengar secara terpisah (Pasal 63 ayat 2a dan b). 2. a. Pemeriksaan persiapan dilakukan di ruangan musyawarah dalam sidang tertutup untuk umum, tidak harus di ruangan sidang, bahkan dapat pula dilakukan di dalam kamar kerja Hakim tanpa memakai toga. b. Pemeriksaan persiapan dapat pula dilakukan oleh Hakim Anggota yang ditunjuk oleh Ketua Majelis sesuai dengan Kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Ketua Majelis. c. Maksud Pasal 63 ayat (2) b tidak terbatas hanya kepada Badan/Pejabat Tata Usaha Negara, yang digugat, tetapi boleh juga terhadap siapa saja yang bersangkutan dengan data-data yang diperlukan untuk mematangkan perkara itu. 3. a. Dalam tahap pemeriksaan maupun selama pemeriksaan di muka persidangan yang terbuka untuk umum dapat dilakukan pemeriksaan setempat. b. Dalam melakukan pemeriksaan setempat tidak perlu harus dilaksanakan oleh majelis lengkap, cukup oleh salah seorang Hakim Anggota yang khusus ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan setempat Penugasan tersebut dituangkan dalam bentuk Penetapan. c. Apabila dipandang perlu untuk menentukan dikabulkan atau tidaknya permohonan penundaan itu, oleh majelis yang bersangkutan dapat pula mengadakan pemeriksaan setempat.

IV. 4. Majelis Hakim yang menangani suatu perkara berwenang sepenuhnya untuk memberikan putusannya terhadap perkara tersebut, termasuk pemberian putusan menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard) untuk seluruhnya atau sebagian gugatan, meskipun perkara itu telah lolos dari dismissal proses. UPAYA ADMINISTRATIF (PASAL 48 BESERTA PENJELASANNYA). Sehubungan dengan kerancuan penggunaan istilah "keberatan" dalam beberapa peraturan dasar dan instansi lembaga Yang bersangkutan perlu dijelaskan sebagai berikut: 1. Yang dimaksud upaya administratif adalah: a. Pengajuan surat keberatan (bezwaarschrift yang ditujukan kepada Badan/Pejabat Tata Usaha negara yang mengeluarkan Keputusan (penetapan/beschiking) semula. b. Pengajuan surat banding administratif (administratif bereop) yang ditujukan kepada atasan pejabat atau instansi lain dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara Yang mengeluarkan keputusan yang berwenang memeriksa ulang Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan. 2. a. Apabila peraturan dasarnya hanya menentukan adanya upaya administratif berupa pengajuan surat keberatan, maka gugatan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan diajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara. b. Apabila peraturan dasarnya menentukan adanya upaya administatif berupa pengajuan surat keberatan dan/atau mewajibkan pengajuan surat banding administratif, maka gugatan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang telah diputus dalam tingkat banding administratif diajukan langsung kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam tingkat pertama yang berwenang. V. TENGGANG WAKTU (PASAL 55) 1. Penghitungan tenggang waktu sebagaimana dimaksud Pasal 55 terhenti/ditunda (gschorst) pada waktu gugatan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara yang berwenang. 2. Sehubungan dengan Pasal 62 ayat (6) dan Pasal 63 ayat (4) maka gugatan baru hanya dapat diajukan dalam sisa tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada butir 1. 3. Bagi mereka yang tidak dituju oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara tetapi yang merasa kepentingannya dirugikan maka tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dihitung secara kasuistis sejak saat is merasa kepentingannya dirugikan oleh Keputusan Tata Usaha Negara dan mengetahui adanya Keputusan tersebut. VI. PENUNDAAN PELAKSANAAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA YANG DIGUGAT (PASAL 67) 1. Setiap tindakan prosesual persidangan dituangkan dalam bentuk "Penetapan" kecuali putusan akhir yang harus berkepala "Putusan". 2. Penundaan yang dimaksud dalam Pasal 67 ayat (4) sub a dan b dapat dikabulkan dalam 3 (tiga) tahapan prosessual, yaitu:

a. Selama permohonan penundaan tersebut masih di tangan Ketua, Penetapan Penundaan dilakukan oleh Ketua dan ditandatangani oleh Ketua dan Panitera/Wakil Panitera. b. Setelah berkas perkara diserahkan kepada Majelis, maka Majelispun dapat mengeluarkan Penetapan penundaan tersebut baik selama proses berjalan setelah mendengar kedua belah pihak maupun pada putusan akhir, ditandatangani oleh Ketua Majelis dan Panitera kecuali pada Putusan akhir harus ditandatangani oleh Majelis lengkap. c. Pencabutan Penetapan penundaan yang dimaksud, dapat dilakukan: - Selama perkara masih di tangan Ketua, dilakukan oleh Ketua sendiri, kecuali putusan akhir yang harus ditandatangani oleh Ketua Majelis dan Panitera Pengganti. - Apabila perkara sudah di tangan Majelis pencabutannya dapat dilakukan oleh Majelis yang bersangkutan. d. Baik pengabulan penundaan Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat maupun pencabutannya dilakukan dengan menuangkannya dalam bentuk Penetapan kecuali yang dituangkan dalam putusan akhir. e. Di dalam formulir Penetapan pengabulan Penundaan yang dilakukan oleh Ketua tersebut ditambahkan anak kalimat "Kecuali ada Penetapan lain di kemudian hari". 3. Cara penyampaian Penetapan Penundaan tersebut, mengingat sifatnya yang sangat mendesak itu dapat dilakukan dengan cara pengiriman telegram/telex ataupun dengan kurir agar secepatnya sampai kepada yang bersangkutan. Hal ini adalah perkecualian dari maksud Pasal 116. Dalam hal pengiriman dengan telegram/telex, cukup extract, Penetapannya saja yang kemudian harus disusul dengan pengiriman Penetapan selengkapnya via pos. 4. Apabila ada penetapan peundaan dimaksud yang tidak dipatuhi oleh Tergugat, maka ketentuan Pasal 116 ayat (1), (5) dan (6) dapat dijadikan pedoman dan dengan menyampaikan tembusannya kepada: Ketua Mahkamah Agung RI, Menteri Kehakiman RI., Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI (surat Menpan. Nomor B. 471/1/1991 tanggal 29 Mei 1991 tentang Pelaksanaan Putusan Tata Usaha Negara). VII. PEMBAKUAN AMAR PUTUSAN Sehubungan dengan maksud ketentuan Pasal 53 tentang petitum gugatan dan Pasal 97 ayat (7) tentang Putusan Pengadilan, maka untuk keseragaman bunyi amar putusan adalah sebagai berikut: 1. Mengabulkan gugatan penggugat. 2. Menyatakan batal keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan yang dikeluarkan oleh (nama instansi atau nama Badan/Pejabat Tata Usaha Negara, tanggal...nomor...perihal...) atau menyatakan tidak sah Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan yang dikeluarkan oleh (nama instansi atau nama Badan/Pejabat Tata Usaha Negara, tanggal...nomor...perihal...). VIII. PERDAMAIAN Kemungkinan adanya perdamaian antara pihak-pihak hanya dapat terjadi di luar persidangan.

Sebagai konsekuensi perdamaian tersebut, Penggugat mencabut gugatannya secara resmi dalam sidang terbuka untuk umum dengan menyebutkan alasan pencabutannya. Apabila pencabutan gugatan dimaksud dikabulkan, maka Hakim/Ketua Majelis memerintahkan agar panitera mencoret gugatan tersebut dari register perkara Perintah pencoretan tersebut, diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum. Demikian Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) mengenai beberapa ketentuan dalam Undangundang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara untuk diperhatikan dan dilaksanakan. Ketua Mahkamah Agung RI. u.b Ketua Muda Mahkamah Agung RI. Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, Ttd. INDROHARTO, SH. Tembusan: disampaikan kepada Yth. 1 Bapak Ketua Mahkamah Agung RI. 2 Bapak Ketua Kehakiman RI. 3 Bapak Wakil Ketua Mahkamah Agung RI. (1 dan 3 sebagai laporan). 4 Saudara-saudara Para Ketua Muda Mahkamah Agung RI. 5 Saudara-saudara Para Hakim Agung. 6 Saudara Panitera Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung RI. 7 Pertinggal.