BAB I PENDAHULUAN. Pajak memiliki peranan yang sangat besar dalam pembagunan Negara,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar kekuasaan belaka. Begitu pula dengan kewenangan negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) melakukan ekstensifikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah Self Assessment System yang berarti wajib pajak diberi kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pembangunan yang cukup pesat dalam kehidupan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pajak merupakan salah satu unsur penerimaan negara, yang memiliki peran

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejak diadakannya reformasi perpajakan tahun 1983, sebagaimana telah diubah

BAB I PENDAHULUAN. jalannya roda pemerintahan. Lembaga yang ditunjuk untuk mengelola pajak

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan membangun negara untuk lebih berkembang dan maju, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. beberapa sektor pajak masih perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang dipungut oleh pemeritah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di negara Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung terus-menerus

BAB I PENDAHULUAN. Republik. Negara kita Negara Indonesia ini mempunyai sebuah landasan atau sebuah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap masalah pembiayaan pembangunan. perpajakan yang memberikan jaminan kepastian hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dapat dilihat pada Anggaran Pendapatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Belanja negara(apbn) berasal dari sektor pajak, maka tidak dapat dipungkiri bahwa

BAB I PENDAHULUAN. negeri berupa pajak. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil dan makmur.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. selalu melakukan pembangunan guna kemajuan bangsa.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. internal adalah pajak. Dalam Undang-undang Perpajakan No. 28 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemitro (1990:2) dalam buku Perpajakan: Pendekatan

1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam upaya mewujudkan tujuan nasional yaitu mensejahterakan. masyarakat adil dan makmur, diperlukan pembangunan di segala sektor.

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pengeluaran Negara baik pengeluaran rutin maupun pembangunan, perpajakan yang baik guna menghimpun dana dari masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Pajak merupakan sumber penerimaan yang paling potensial di Indonesia.

BAB I 1.PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang sangat penting bagi

BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN PAJAK. semakin meningkat. Dalam upaya untuk mendapatkan dana dari pajak,

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara di dunia.. Sehingga tidak bisa dipungkiri tuntutan ekonomi dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pajak merupakan masalah yang tidak henti-hentinya dibicarakan

BAB I PENDAHULUAN. setiap proyek pembangunan negara yang dilaksanakan oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah mengandalkan sumber-sumber penerimaan negara. Nota Keuangan dan APBN Indonesia tahun 2015 yang diunduh dari

BAB I PENDAHULUAN. langsung kepada Kantor Wilayah. KPP Sumedang merupakan salah satu Kantor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan pembangunan Negara Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. langsung berhubungan dengan teori keahlian yang diterima diperkuliahan. Praktik

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG UPAYA HUKUM KEBERATAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur, diperlukan pembangunan di segala sektor.

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi ketergantungan Negara kita terhadap hutang luar negeri. Sektor pajak

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang

BAB V PENUTUP. menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Bahwa usaha jasa persewaan kendaraan roda 4 (empat) atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. merupakan usaha mengadakan perubahan-perubahan menuju keadaan yang lebih

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya. Pengaruh Kesadaran..., Dhio, Fakultas Ekonomi 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kemakmuran rakyatnya secara adil dan merata di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia sistem pemungutan pajak yang berlaku adalah Self Assessment

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dengan menghasilkan suatu peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar

BAB I PENDAHULUAN. negeri berupa ekspor dan juga dari penerimaan dalam negeri terutama dari sektor

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumber penerimaan negara terbesar adalah berasal dari sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. . Di indonesia salah satu satu penerimaan negara yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. syarat mutlak yang harus dilakukan oleh pemerintah, demi terwujudnya. kesejahteraan rakyat. Dalam melaksanakan pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak. Sehingga tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Wajib Pajak merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul ,

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. kontraprestasi yang langsung dapat digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya. Analisis Perhitungan..., Nurhasanah, Fakultas Ekonomi 2016

BAB I PENDAHULUAN. Kelangsungan hidup negara juga berarti kelangsungan hidup. cukup dalam membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya. Sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. belum satu satunya. Dari berbagai alasan pengenaan pajak, kebijakan pajak di

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mengandalkan berbagai pemasukan negara sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. operasional perusahaan. Terlebih lagi perusahaan yang berskala nasional dan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan kegiatannya, membutuhkan. ditempuh pemerintah adalah melalui pembangunan nasional.

UPAYA-UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DI INDONESIA Oleh : E. Rial. N, SH 1

BAB I PENDAHULUAN. langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan membutuhkan peningkatan dalam penerimaan pajak. pajak telah memberikan kontribusi terbesar dalam penerimaan negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya

KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SOSIALISASI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah membutuhkan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55/PMK.03/2016 TENTANG

APAKAH TARIF PAJAK BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGGUNA NORMA SUDAH ADIL? STUDI KASUS PEDAGANG ECERAN MINUMAN DI JAKARTA BARAT

Perpajakan 1. Pengantar, Pungutan Lain, Fungsi Pajak, Dasar Teori Pemungutan Pajak, Kedudukan Hukum Pajak, Hk. Pajak Materil dan Formil

BAB I PENDAHULUAN. termasuk Indonesia, menjadikan penerimaan dari sektor perpajakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang diberikan kepada Negara, hibah, wasiat, dan pajak.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pajak memiliki peranan yang sangat besar dalam pembagunan Negara, karena itulah pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan penerimaan pajak. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pajak. Berikut ini adalah tabel peranan pajak terhadap pendapatan negara dari tahun 2008 s.d 2012. No. Uraian Tabel 1.1 Tabel Peranan Pajak Terhadap Pendapatan Negara Pendapatan Negara Penerimaan pajak 1 Prosentase Penerimaan Pajak Terhadap Pendapatan Negara 1. 2008 981.609 658.700 67,10% 2. 2009 848.763 619.922 73,04% 3. 2010 992.392 743.325 74,90% 4. 2011 1.086.069 873.735 80,45% 5. 2012 1.344.476 1.011.735 75,25% Sumber: Departemen Keuangan Republik Indonesia (2013) Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pajak adalah melakukan reformasi perpajakan. Reformasi Perpajakan dimulai pada tahun 1984, dimana pada prinsipnya sistem pemungutan pajak diubah dari Official Assesment System menjadi Self Assessment System, sehingga wajib pajak diberikan kepercayaan sepenuhnya untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri pajak

2 terutangnya. Sehingga fungsi aparatur pajak, yang dalam praktik lebih dikenal dengan istilah fiskus, kini berkewajiban untuk melakukan pembinaan, penelitian, pengawasan dan menerapkan sanksi administrasi perpajakan. Reformasi Perpajakan yang terbaru adalah melalui reformasi perpajakan komprehensif pada tahun 2008 melalui Modernisasi Administrasi Perpajakan dan Amandemen Undang-undang Perpajakan, yaitu dengan diterbitkannya Undangundang Nomor 28 Tahun 2007 atas perubahan keempat Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (KUP); Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Atas perubahan keempat Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (PPh) dan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 atas perubahan ketiga Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN dan PPn BM). Dengan adanya reformasi perpajakan diharapkan potensi penerimaan pajak yang tersedia dapat dipungut secara optimal dengan menjunjung asas keadilan sosial dan memberikan pelayanan prima kepada Wajib Pajak. Pengertian wajib pajak menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan sedangkan fiskus yaitu aparatur perpajakan sebagai wakil negara, penggunaan kata fiskus tertuju pada Pejabat Pajak yang memiliki wewenang, kewajiban, dan larangan dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan.

3 Dengan adanya reformasi perpajakan, wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri pajak yang terutang, namun dalam pelaksanaannya sering terjadi perbedaan perhitungan antara wajib pajak dengan fiskus yang dapat menyebabkan terjadinya sengketa pajak. Perlunya suatu lembaga peradilan dalam penyelesaian sengketa pajak merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, yang terakhir diubah dengan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang KUP disebutkan bahwa, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Penyelesaian sengketa pajak pada awalnya diselesaikan melalui suatu lembaga yang disebut dengan Majelis Pertimbangan Pajak (MPP). Dalam praktiknya MPP sebatas menangani keberatan wajib pajak atas nilai pajak yang dibebankan oleh fiskus. Oleh karenanya lembaga ini dianggap kurang memadai untuk dapat menyelesaikan sengketa pajak secara komprehensif yang mencerminkan asas keadilan dan kepastian hukum. Kemudian Pemerintah bersama DPR telah membentuk suatu Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP), namun dalam pelaksanaannya penyelesaian sengketa pajak melalui BPSP masih terdapat ketidakpastian hukum yang dapat menimbulkan ketidakadilan. Karena, itu diperlukan suatu Pengadilan Pajak yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia dan mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak.

4 Untuk memenuhi harapan ini terbitlah Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang salah satunya berisi tentang upaya hukum banding di Pengadilan Pajak yang merupakan kelanjutan dari upaya hukum keberatan. Dalam arti, tidak ada banding sebelum melalui keberatan karena yang diajukan banding adalah surat keputusan keberatan sebagai bentuk penyelesaian sengketa pajak di tingkat Lembaga Keberatan. Bagi pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung. Dengan adanya self assessment system sering timbul kesetidakpahaman di antara fiskus dan wajib pajak yang dapat mengakibatkan semakin meningkatnya potensi sengketa pajak. Peningkatan potensi sengketa pajak juga dapat tercermin dalam peningkatan data jumlah berkas masuk ke Pengadilan Pajak terus meningkat setiap tahunnya yang dapat dilihat dalam grafik berikut ini : Sumber: http://www.setpp.depkeu.go.id (2013) Gambar 1.1 Data Jumlah Berkas Masuk, Jumlah Putusan dan Sisa Berkas (2004-2012)

5 Dapat dilihat dari gambar 1.1 mengenai data jumlah berkas masuk, jumlah putusan dan sisa berkas bahwa berkas masuk ke Pengadilan Pajak semakin meningkat tiap tahunnya. Banding merupakan upaya hukum yang dilakukan oleh Wajib Pajak, sebagai akibat dari perbedaan persepsi antara wajib pajak dengan fiskus di tingkat kedua. Upaya ini adalah sah dan dibenarkan oleh hukum dan ketentuan perundang-undangan khusus yang terletak dalam lingkup tata usaha negara. Banding merupakan suatu proses upaya hukum untuk mencari keadilan, kebenaran dan pemulihan hak Wajib Pajak/Pengguna jasa Kepabeanan/ Pabrikan yang difasilitasi oleh Undang-undang, sebagai akibat tidak disetujuinya keputusan yang diterbitkan pejabat di bidang perpajakan. Sekalipun pungutan pajak sudah diatur dalam perundang-undangan namun sebagaimana diketahui bahwa masalah yang sering dihadapi wajib pajak adalah masalah-masalah perbedaan penafsiran atas ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan dan implementasinya oleh aparat Direktorat Jenderal Pajak. Harus diakui dan dipahami bahwa segala sesuatunya tidak selalu berjalan sesuai dengan proses hukum yang diinginkan kedua belah pihak, baik pemerintah selaku pemungut pajak maupun masyarakat selaku wajib pajak. Perbedaan penafsiran ini seringkali menimbulkan sengketa pajak antara Direktorat Jenderal Pajak dan Wajib Pajak. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada bulan Mei 2013 dengan Kepala Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Bogor yaitu Bapak Suyitno bahwa sengketa pajak yang diselesaikan di Pengadilan Pajak kebanyakan adalah

6 menegenai Pajak Penghasilan. Penghasilan menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 Ayat (1) yaitu: Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Kemudian yang selanjutnya diartikan sebagai sasaran pengenaan pajak dan dasar untuk menghitung pajak terutang yaitu objek pajak dari pajak penghasilan ini sendiri sering terjadi perbedaan mengenai apa saja yang harus dikenakan sebagai objek pajak maupun bukan objek pajak. Terlebih peraturan mengenai pajak penghasilan ini juga tidak hanya ada di Undang-undang, namun juga pada Peraturan Menteri Keuangan dan juga Surat Edaran Dirjen Pajak sehingga masih banyaknya wajib pajak yang masih kurang memahami mengenai hal ini. Sebenarnya persengketaan menjadi hal yang lazim sepanjang masingmasing pihak memiliki argumentasi hukum berdasarkan pemahaman yang diketahuinya. Jika itu terjadi maka menyelesaikan permasalahan perpajakan melalui Pengadilan Pajak menjadi cara bijak yang bisa dilakukan agar keadilan dan kepastian dalam proses pungutan pajak tetap berjalan dengan baik. Karena itulah masyarakat diharapkan mampu memahami perkembangan-perkembangan kasus-kasus perpajakan dan mengetahui pula bagaimana kasus-kasus tersebut diputus oleh hakim Pengadilan Pajak. Proses penyelesaian sengketa pajak di Pengadilan Pajak juga masih memiliki beberapa kendala dalam pelaksanaannya, seperti hasil penelitian dalam thesis yang ditulis oleh Shaelendra Prabu Yudha tahun 2008 yang berjudul Penyelesaian Sengketa Pajak Berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun

7 2002 Tentang Pengadilan Pajak di Pengadilan Pajak yaitu terdapat kendala dalam penyelesaian sengketa pajak yaitu di bidang administratif dan bidang yudisial yaitu kewajiban untuk membayar 50 persen dari pajak terutang yang dianggap melanggar asas praduga tak bersalah. Dalam salah satu artikel salah satu website yaitu www.hukumonline.com yang berjudul Aturan Sanksi Denda Pajak Diuji ke MK juga menyebutkan bahwa pemohon yaitu wajib pajak merasa hak konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya sanksi denda administratif di tingkat keberatan 50 persen dan di tingkat banding. Berdasarkan uraian tersebut yang merupakan gambaran dari wewenang terhadap penyelesaian sengketa pajak oleh pengadilan pajak, terdapat masih banyaknya perbedaan penilaian pajak terutang antara Wajib Pajak dan Fiskus, kendala yang ada dalam proses penyelesaian sengketa pajak, berbagai macam upaya hukum di atas serta perubahan undang-undang dan dirasakan masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui juga memahami bagaimana proses penyelesaian sengketa pajak banding di Pengadilan Pajak, maka dalam rangka penulisan skripsi ini penulis mencoba menelusuri, meneliti dan menganalisis lebih mendalam tentang penyelesaian sengketa pajak penghasilan di Pengadilan Pajak yang dikhususkan pada beberapa wajib pajak yang ditangani oleh Konsultan Pajak Bapak Suyitno dan rekan, dengan mengambil judul Analisis Banding Sengketa Pajak Penghasilan Badan Di Pengadilan Pajak.

8 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apa penyebab Wajib Pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak? 2. Apa penyebab timbul perbedaan perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Badan antara Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak? 3. Apa yang menjadi dasar dan pertimbangan hakim dalam mengeluarkan suatu putusan banding atas sengketa Pajak Penghasilan (PPh) Badan di Pengadilan Pajak? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana bisa timbulnya suatu sengketa pajak sampai dengan dasar maupun pertimbangan hakim dalam mengeluarkan suatu putusan banding. Karena saat ini sebagai seorang profesional di dunia bisnis dan ekonomi tidak saja dituntut untuk memiliki pengetahuan dasar seperti pengetahuan pajak, hukum, ekonomi dan akuntansi, tetapi dituntut juga untuk dapat mengikuti perkembangan kasus-kasus perpajakan di Indonesia yang dihadapi para wajib pajak. 1.3.2. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui penyebab Wajib Pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak

9 2. Mengetahui penyebab timbul perbedaan perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Badan antara Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak 3. Mengetahui dasar dan pertimbangan Hakim dalam mengeluarkan suatu putusan banding atas sengketa Pajak Penghasilan (PPh) Badan di Pengadilan Pajak 1.4 Kegunaan Penelitian Hal penting dari sebuah penelitian adalah kemanfaatan yang dapat dirasakan atau diterapkan setelah terungkapnya hasil penelitian. Adapun kegunaan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1.4.1 Manfaat Teoritis Dengan tercapainya tujuan penelitian sebagaimana tersebut diatas maka hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang perpajakan terutama dalam masalah sengketa pajak di Pengadilan Pajak serta menjadi literatur bagi mahasiswa dan pihak lain untuk melakukan penelitian dengan topik yang sama dimasa yang akan datang. 1.4.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan pembaca dan menjadi referensi bagi pihak yang berkepentingan sehingga tidak hanya mengetahui tetapi juga memahami aturan-aturan hukum perpajakan di Indonesia sampai dengan banding di Pengadilan Pajak. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat dan membantu wajib pajak khususnya dan masyarakat pada umumnya dalam meningkatkan pengetahuannya terutama tentang implementasi ketentuan perpajakan sehingga dapat menghindari timbulnya suatu sengketa pajak.