PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP PEMBUNUHAN BERENCANA Studi Kasus Perkara Nomor : 273/Pid.B/2011/PN.PDG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA LEBIH DULU SECARA BERSAMA-SAMA. (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 180/Pid.B/2011/PN.

SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMBANTU KEJAHATAN TERHADAP NYAWA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

IMPLEMENTATION OF PROVISION OF LEGAL ASSISTANCE FREE OF CHARGE TO DEFENDANT IN COURT KLAS IA PADANG.

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

Kioge Lando, Kristiyadi. Abstrak. Abstract

PENGADILAN TINGGI MEDAN

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MUTILASI

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

I. PENDAHULUAN. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia

FUNGSI BARANG BUKTI BAGI HAKIM DALAM MEJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

V. PENUTUP. polri studi putusan No: 283/pid.B./2011/PN.MGL. Pertanggungjawaban atas

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

JURNAL PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PENJUAL MINUMAN KERAS OPLOSAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI KOTA YOGYAKARTA)

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

JURNAL PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMALSUAN SURAT (STUDI PUTUSAN NOMOR 53/PID.B/2015/PN.MTR)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

PERANAN VISUM ET REPERTUM PADA KASUS PEMBUNUHAN OLEH IBU TERHADAP ANAK (BAYI)

ABSTRAK ACHMAD IMAM LAHAYA, Nomor Pokok B , Tinjauan Yuridis Terhadap Penyertaan Tindak

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE PADA PROSES PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI ARTIKEL ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, sebagaimana yang telah diamanahkan oleh Undang-undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya maka penulis. menyimpulkan bahwa :

P U T U S A N Nomor : 33/Pid.B/2013/PN.M DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

KEKUATAN HUKUM SAKSI A DE CHARGE DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN DIPENGADILAN NEGERI KISARAN JURNAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

PENERAPAN ALAT BUKTI PETUNJUK OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Negeri Solok)

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN BAGI PENUNTUT UMUM DALAM MELAKUKAN PENUNTUTAN DILIHAT DARI PERAN KORBAN DALAM TERJADINYA TINDAK PIDANA

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMBUKTIKAN TERJADINYA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN HUBUNGAN KELUARGA. Oleh: Marwan Busyro * Abstrak

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3). Sebagai negara hukum tata. kehidupan bangsa dan bernegara harus sesuai dengan norma dan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan interaksi antara

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

Transkripsi:

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP PEMBUNUHAN BERENCANA Studi Kasus Perkara Nomor : 273/Pid.B/2011/PN.PDG 1 Alfathly Gezano, 1 Syafridatati, 1 Rianda Seprasia 1 Jurusan, Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta E-mail: alfathly.g3zano@gmail.com ABSTRACT Consideration of judges in applying the ceiminal provisions referring to the juridical considerations, facts trial, witness tetimony, the existing evidence and the judge s conviction. The crime of murder court decision based on the article violated the defendant as provided in Article 340 of the Criminal Code. The formulation of the problem is 1) How is the consideration of the judge in a criminal verdict against the crime of murder that occured in the region of Padang District Court of Class IA and 2) How does the application of the law to the crime of murder in the territory of the State Court Class IA Champaign. This research method is the juridical sociological research using qualitative analysis. It is shown that the consideration of the judge in determining a verdict in the criminal court had been based on legal facts were revealed in either trial testimony of victims, witness, defendant testimony, and physical evidence that resonable doubt in court. So the judge s rulling in applying the criminal verdict against AS are appropriate and prudent, because the judge has to consider the aggravating and mitigating factors defendant. The application of criminal law imposed by the judge is the death penalty. The implementation of this decision has fulfilled the requirements of Article 340 of the Criminal Code wich defendant found guilty of the crime of murder. Keyword : Consideration Judge, Murder, Crime, Decision Pendahuluan Seiring kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan bahkan multikompleks. Perilaku demikian apabila ditinjau dari segi hukum tentunya ada perilaku yang dapat dikategorikan sesuai dengan 1

norma dan ada perilaku yang tidak sesuai dengan norma. dengan norma dan dapat menimbulkan tindak pidana Terhadap perilaku yang sesuai seperti penganiayaan, norma (hukum) yang berlaku tidak menjadi masalah, akan tetapi terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat menimbulkan permasalahan di bidang hukum dan merugikan masyarakat. Di dalam kehidupan bermasyarakat saat ini sering dijumpai perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang biasanya dapat menimbulkan permasalahan di bidang hukum dan merugikan masyarakat, salah satunya adalah perilaku dendam yang tidak sesuai dengan norma dan dapat pengeroyokan, dan bahkan memicu terjadinya pembunuhan berencana yang dilakukan oleh seseorang sehingga dapat menimbulkan kematian atau hilangnya nyawa seseorang. Menurut Andi Hamzah dan A. Sumangalipu dalam bukunya yang berjudul PIDANA MATI DI INDONESIA, balas dendam atau pembalasan (revenge) adalah seseorang yang telah menyebabkan kerusakan dan malapetaka pada orang lain, menurut alasan tujuan pembalasan ini, wajib menderita menimbulkan masalah tindak sama dengan yang telah pidana dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dendam merupakan salah satu perilaku yang tidak sesuai ditimpakan kepada orang lain. Di dalam masyarakat primitif, tujuan pemidanaan lebih menonjol aspek pembalasan ini 2

sering terjadi, akibat perbuatan seseorang yang mengakibatkan tuntutan pembalasan terhadap orang lain, bahkan kesalahan tersebut dipertanggung jawabkan oleh kelompok atau clan. Pada Buku II Kitab Undangundang Hukum Pidana (KUHP), dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. terhadap kejahatan Mengenai menghilangkan menghilangkan nyawa orang dapat dilihat dalam Pasal 338 KUHP dan Pasal 340 KUHP yang menyebutkan : Pasal 338 KUHP yang menyebutkan bahwa : Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Pasal 340 KUHP yang menyebutkan bahwa : Barangsiapa dengan sengaja nyawa orang lain terutama dalam pembunuhan berencana, dendam merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya perbuatan tersebut, hal itu dapat dipahami dari bunyi atau unsurunsur Pasal 340 KUHP, ada kata dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu yang jelas-jelas adanya keterkaitan konflik antara pelaku dengan korban. Pada umumnya, para pakar hukum mengatakan bahwa 3

hukum pidana perlu menjaga ketentuan-ketentuan hukum agar selalu dipatuhi oleh masyarakat, mengatur tentang perbuatanperbuatan yang diancam pidana bagi yang melanggarnya. Penjatuhan pidana sebagai suatu nestapa kepada pelanggar hanya merupakan obat terakhir (ultimum remedium), yang hanya dijalankan jika usaha-usaha lain seperti pencegahan sudah tidak berjalan. Penjatuhan sanksi bagi yang melanggar hukum pidana, salah satunya yang paling berat ialah pidana mati, Masalah pidana mati ini telah diperdebatkan ratusan tahun lamanya oleh para sarjana hukum pidana dan para ahli melanggar hak asasi manusia. Landasan hukum pidana mati dalam ketentuan hukum pidana Indonesia terdapat didalam Pasal 10 KUHP, dimana jelas disebutkan salah satu bentuk hukum pidana pokok adalah pidana mati. Sampai sekarang penegak hukum tentap menjadikan dasar hukum untuk menuntut dan memutus seseorang yang dianggap pantas dijatuhkan hukuman mati. Sekitar tahun 2011 silam masyarakat kota Padang dikejutkan dengan berita pembunuhan terhadap salah satu mahasiswi Universitas Swasta di kota Padang. Kejadian tersebut berawal dari si pelaku yang kriminologi. Begitu juga saat meminta melakukan hubungan sekarang, pro dan kontra masalah pidana mati terus bergulir, karena dianggap intim dengan pacarnya, tetapi ditolak oleh korban dengan menepis tangan si pelaku dengan 4

keras, dan si korban mengatakan merupakan asas yang harus sesuatu yang membuat si pelaku diprioritaskan dalam merasa dendam kepada korban. Saat itu si pelaku dendam dan berencana menghabisi nyawa si korban dengan mengambil sulo yang berada di rumah si pelaku. Sesampainya di belakang korban, pelaku langsung memukul pundak si korban hingga pingsan. Saat itu si pelaku memperkosa si korban, akan tetapi si korban tersadar dan melakukan perlawanan, langsung saja si pelaku melayangkan sulo tersebut ke wajah korban. Korban meninggal dan jasadnya diletakkan di bawah batang kelapa yang ditutupi daun kelapa dan daun-daun kering. Sebagai konsekuensi ketentuan-ketentuan hukum, pembangunan. Asas kesadaran hukum berarti menyadarkan setiap warga untuk selalu taat kepada hukum, disamping itu mewajibkan pula bagi negara beserta aparatnya untuk menegakkan dan menjamin berlakunya kepastian hukum di Indonersia. Perumusan Masalah Dari uraian di atas, yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalalah : 1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap tindak pidana pembunuhan berencana yang terjadi di Wilayah Pengadilan Negeri Klas IA Padang (Studi Kasus maka asas kesadaran hukum 5

Perkara Pidana Nomor :273/Pid/B/2011/PN.PDG)? Pengadilan Negeri Klas IA Padang (Studi Kasus Perkara 2. Bagaimana penerapan hukum Pidana Nomor terhadap terjadinya tindak pidana pembunuhan berencana di Wilayah Pengadilan Negeri Klas IA Padang (Studi Kasus Perkara Pidana Nomor :273/Pid/B/2011/PN.PDG)? Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui penerapan hukum terhadap terjadinya tindak pidana pembunuhan berencana di Wilayah Pengadilan Negeri Klas I.A :273/Pid/B/2011/PN.PDG). Metode Penelitian Metode yang digunakan penulis dalam melakukan penulisan ini adalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis, yaitu suatu metode pendekatan masalah melalui peraturan dan teori yang ada kemudian dihubungkan dengan kenyataan atau fakta yang ada di masyarakat. Selain itu juga Padang (Studi Kasus Perkara menggunakan literatur-literatur Pidana Nomor kepustakaan, juga melakukan :273/Pid/B/2011/PN.PDG). 2. Untuk mengetahui putusan pidana yang dijatuhkan oleh hakim terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana di Wilayah penelitian lapangan di Pengadilan Negeri Klas IA Padang. Data ini diperoleh melalui penelitian di lapangan dengan 6

cara wawancara (Interview) dilakukan dengan wawancara yaitu dengan 3 (tiga) orang semi terstruktur dan terarah Hakim di Pengadilan Negeri dengan mengajukan Klas IA Padang. Data Sekunder diperoleh dari Pengadilan Negeri Klas IA Padang, yaitu berupa berkas perkara dalam bentuk putusan dan data lainnya dirasa perlu dalam penulisan ini. Dalam pengumpulan data sebanyak yang bermanfaat untuk penulisan ini ditempuh dengan cara : a. Studi dokumen atau bahan perpustakaan yaitu alat pengumpul data yang dilakukan melalui data tertulis, data diperoleh langsung dari lapangan berupa data tertulis seperti dokumen-dokumen. b. Wawancara untuk memperoleh data yang pertanyaan kepada Hakim di Pengadilan Negeri Klas IA Padang. Dari bahan-bahan dan data yang diperoleh dari data primer maupun dari data sekunder kemudian setelah terkumpul data tersebut dianalisa secara kualitatif, sehingga akan diperoleh suatu kesimpulan yang sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini Hasil Penelitian dan Pembahasan Menurut ketentuan putusan hakim sering pula disebut putusan pengadilan yang dalam, hal ini dapat terlihat dalam Pasal 1 ayat (11) KUHAP berbunyi: Putusan Pengadilan adalah 7

pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undangundang ini. Karena itu putusan yang dijatuhkan oleh hakim didasarkan pada bukti faktafakta hukum yang terungkap dalam persidangan. Sehubungan dengan putusan tersebut menurut ketentuan Pasal 183 Undang- bahwa terdakwa yang bersalah melakukannya. Putusan hakim merupakan faktor penting dalam menyelesaikan perkara pidana, karena merupakan puncak dari pada pergelaran perkara di pengadilan, untuk itu hakim dalam menjatuhkan amar putusan haruslah mengedepankan sikap kehati-hatian, agar putusanya benar-benar mencerminkan rasa keadilan bagi mereka yang berperkara. Undang Nomor 8 Tahun 1981 Sebagaimana diketahui tentang Hukum Acara Pidana menyebutkan : Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa hakim memiliki tiga bentuk putusan yang dalam sidang pengadilan yakni, putusan bebas (vrisjpraak) dapat diambil jika salah satu unsur pasal yang didakwakan tidak terbukti, putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alie rechtsvervolging) jika 8

perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum tetapi perbuatan alternatif atau subsidair. Timbulnya bentuk surat dakwaan ini seiring dengan tersebut bukanlah merupakan perkembangan dibidang tindak pidana, dan putusan pemidanaan (veroordeling) jika semua unsur dakwaan dapat diungkap fakta-faktanya dalam pengadilan. Menurut penulis surat kriminalitas yang semakin variatif baik dalam bentuk atau jenis kejahatannya. Misalnya terdakwa diduga melakukan pembunuhan, maka dakwaan Kesatunya : primair dakwaan yang disusun oleh JPU pembunuhan berencana, telah memenuhi syarat formal dan materiil seperti surat dakwaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a subsidair pembunuhan biasa, lebih subsidair penganiayaan yang mengakibatkan orang mati. Dakam dakwaan keduanya dan huruf b Undang-Undang primair mencuri dengan Nomor 8 Tahun 1981 tentang pemberatan, subsidairnya Hukum Acara Pidana. Dalam pencurian biasa, begitu Perkara No. selanjutnya. 273/Pid.B/2011/PN.PDG, JPU telah menyusun dakwaan dalam bentuk kombinasi, maksudnya pengabungan antara dakwaan komulatif dengan dakwaan Terdakwa dalam kasus ini berdasarkan surat dakwaan dan tuntutan JPU, di kenakan melanggar ketentuan Pasal 340 KUHP, dimana perbuatan 9

terdakwa telah memenuhi unsurunsur sebagai berikut : nyawa korban Mawar, adalah besi sulo sepanjang 50 cm diameter 16mm, maka siapapun dapat mengira bila besi tersebut dipukul dan Unsur barang siapa; Bahwa tentang unsur kesatu yaitu Barangsiapa, oleh pembuat Undang-undang adalah orang atau manusia, sebagai pendukung hak dan kewajiban yang dapat bertanggung jawab atas perbuatannya secara hukum. Unsur dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu; Bahwa unsur kedua yaitu Dengan Sengaja terhadap unsur tersebut pengadilan berpendapat dan berkesimpulan telah terbukti dengan alasan sebagai berikut; 1. Bahwa alat yang dipakai oleh terdakwa menghilangkan ditusukkan ketubuh manusia pasti berakibat kematian 2. Bahwa dari banyaknya pukula dan tusukan yang dilakukan terdakwa terhadap tubuh korban Mawar, seperti dimuat dalam surat Visum et Refertum, maka siapapun juga memperkirakan berakibat kematian 3. Bahwa dilihat dari tempat luka ditubuh korban Mawar, sebagai akibat dan tusukan besi sulo yang dilakukan terdakwa, terdapat beberapa luka terbuka pada daerah wajah, kepala, dada, lengan, punggung, perut, dan beberapa luka lecet, memar, 10

dan terbuka pada bagian tubuh korban. Maka siapapun dapat memperkirakan bahwa perbuatan tersebut berakibat kematian. Unsur menghilangkan nyawa orang lain Bahwa tentang unsur ketiga dengan direncanakan terlebih dahulu terhadap unsur tersebut tergambar dalam : 1. Pengakuan terdakwa dipersidangan dan cukup lama bagi terdakwa untuk tidak membunuh korban Mawar dengan besi sulo tesebut; 2. Pengakuan terdakwa tersebut dikuatkan oleh keterangan saksi-saksi seperti Rum menyatakan bahwa benar anaknya Mawar telah meninggal akibat pukulan dan tusukan dari benda tajam, dan dikuatkan pula oleh saksisaksi lainnya; dihubungkan dengan hasil rekonstruksi dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat oleh penyidik, terdapat tenggang waktu yang cukup lama bagi terdakwa untuk menghilangkan nyawa korban Mawar atau tidak, pada saat terdakwa hendak memukul kepala korban Mawar terdapat tenggang waktu yang 3. Berdasarkan hasil Visum et Refertum yang menyimpulkan bahwa korban telah meninggal akibat pukulan dan tusukan benda keras; Berdasarkan analisis penulis, maka penulis berpendapat bahwa penerapan hukum pidana materil pada perkara ini yakni Pasal 340 KUHP telah sesuai dengan peraturan perundang- 11

undangan yang berlaku. Dakwaan yang digunakan oleh JPU yang semulanya memakai 2. Pertimbangan Hakim dalam menerapkan ketentuan pidana mati terhadap pelaku tindak dakwaan kombinasi, namun dalam tuntutannya telah dapat pidana berencana pembunuhan Perkara membuktikan dakwaan kesatu primair, maka dengan demikian dakwaan subsidair tidak dipertimbangkan lagi dan No.273/Pid/B/2011/PN.PDG telah sesuai menurut ketentuan hukum yang berlaku, dimana Hakim telah sekaligus dikesampingkan. mempertimbangkan dengan Kesimpulan Berdasarkan uraian penulis di atas, maka penulis berkesimpulan sebagai berikut : 1. Penerapan hukum pidana oleh Majelis Hakim dalam Perkara No.273/Pid/B/2011/PN.PDG., kepada terdakwa Abu Santiang yang didakwa, di tuntut, dan di putus melanggar Pasal 340 KUHP sudah tepat, karena telah memenuhi unsur-unsur pasal dimaksud. baik dari pertimbangan yuridis, fakta-fakta yang terungkap di persidangan, keterangan saksi-saksi, alat bukti yang sah dan meyakinkan, serta kebijaksanaan Hakim yang mendukung dan sanksi pidana yang jatuhkan pada perkara tersebut diatas sudah maksimal, sehingga dapat menimbulkan efek jera dan memberikan rasa takut bagi terpidana pada khususnya, 12

dan khalayak pada umumnya, sebagaimana fungsi pidana pada mestinya. 2. Kepada setiap kaum Hawa agar dapat menjaga dan tidak mudah percaya kepada kaum Adam terhadap janji manis dan Saran Adapun saran yang dapat penulis berikan sehubungan dengan penulisan skripsi ini adalah : 1. Penulis mengharapkan kepada segenap aparat penegak hukum agar setiap pelaku kejahatan sekiranya ditindak dengan tegas dan diberikan sanksi yang bujuk rayu yang di berikan. 3. Penulis berharap agar tidak adanya pengajuan banding serta kasasi dalam perkara tindak pidana pembunuhan atau yang menyebebkan hilangnya nyawa orang lain. 4. Kepada aparatur hukum agar dapat memberikan sosialisasi kepada setiap warga yang dominan tidak mengetahui hukum secara tertulis, yang setimpal serta mampu bertujuan untuk membuat pada pelaku tindak pidana jera berdasarkan pada memberitahukan eksistensi atas berlakunya hukum serta sanksi atau ketentuan-ketentuan keterangan korban dan saksisaksi sehingga keputusan hakim dapat memenuhi keadilan. pidana yang ada dan berlaku di Indonesia. 5. Agar setiap warga Indonesia peduli atas sesama dan saling 13

menghormati dalam Lilik Mulyadi, 2006, Hukum Acara menjalani kehidupan seharihari, agar tidak timbul gejalagejala yang menyebabkan terjadinya tindak pidana, khususnya tindak pidana pembunuhan. Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan Permasalahannya, Bandung Moeljatno, 1993, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta DAFTAR PUSTAKA Adami Chazawi, 2000, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Raja Grafindo Persada, Malang. Andi Hamzah dan Sumangalipu A, 1984, Pidana Mati Di Indonesia Di Masa Lalu, Pompe dan Tjeenk Willink, 1982, Handboek Van Het Nederlandse Strafrecht, Zwolle, Ghalia Indonesia, Bandung. Soerjono Soekamto, 1997, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, Kini Dan Di Masa Depan, Ghalia Indonesia, Jakarta. Andi Hamzah, 1985, Tata Tentram Kerta Raharja, Ghalia Indonesia, Jakarta Bambang Waluyo, 2004, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta. 14