AHMAD MAIZIR, SYAEFURROSAD, ERNES A, NENENG A, N M RIA ISRIYANTHI. Unit Uji Bakteriologi

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II

UJI BANDING ANTAR LABORATORIUM TERHADAP TITER ANTIBODI AYAM PASCA VAKSINASI CORYZA DENGAN METODE HI (Haemaglutination Inhibition)

KAJIAN PENGUJIAN MUTU VAKSIN CORYZA DAN KEJADIAN PENYAKIT DI LAPANGAN ISTIYANINGSIH

RESPON TITER ANTIBODI PASCAVAKSINASI AVIAN INFLUENZA PADA AYAM YANG DIBERI EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb.)

UJI TANTANG DENGAN VIRUS IBD ISOLAT LAPANG PADA AYAM YANG MENDAPATKAN VAKSIN IBD AKTIF DAN INAKTIF KOMERSIL

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berproduksi secara maksimal adalah kelompok ayam pada peternakan tersebut

RESPON IMUN ANAK BABI PASCA VAKSINASI HOG CHOLERA DARI INDUK YANG TELAH DIVAKSIN SECARA TERATUR ABSTRAK

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging

RIWAYAT HIDUP. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2005 di SDN 1

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Perbandingan Titer Antibodi Newcastle Disease pada Ayam Petelur Fase Layer I dan II

GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2 WA ODE YUSRAN

Lilis Sri Astuti, Istiyaningsih, Khairul Daulay, Sarji, Deden Amijaya, Neneng Atikah, Meutia Hayati, Ernes Andesfha

Kajian Vaksin Avian Influesa (AI) pada Ayam Buras dengan Sistem Kandang Kurung di Gunung Kidul Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Tetelo yang merupakan salah satu penyakit penting pada unggas. Penyakit ini

EVALUASI HASIL PENGUJIAN UJI KEAMANAN VAKSIN GUMBORO AKTIF DI BBPMSOH TAHUN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya

RESPON ANTIBODI DAN PROTEKSI VAKSIN INAKTIF INFECTIOUS BRONCHITIS ISOLAT LOKAL PADA AYAM PETELUR

PEMBUATAN DAN STANDARISASI ANTIGEN AI H5N1 KOMERSIAL UNTUK MONITORING TITER ANTIBODI HASIL VAKSINASI AI DI INDUSTRI PETERNAKAN AYAM

SEROEPIDEMIOLOGI PASCA VAKSINASI NEWCASTLE DISEASE (ND) DENGAN 2 STRAIN ANTIGEN

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009).

Deteksi Respon Antibodi dengan Uji Hemaglutinasi Inhibisi dan Titer Proteksi terhadap Virus Avian Influenza Subtipe H5N1

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3

GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING KOMERSIAL DEVA PUTRI ATTIKASARI

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERMASALAHAN PENYAKIT SEBAGAI KENDALA USAHA PETERNAKAN ITIK (IMPORTANT DISEASES IN DUCK FARMING)

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PADA SERUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1 NOVIYANTI

INFEKSIUS CORYZA (SNOT) PADA AYAM DI INDONESIA

SURVEILANS DAN MONITORING SEROLOGI SE DI WILAYAH KERJA BBVET DENPASAR TAHUN

DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM

PROFIL TITER ANTIBODI Newcastle Disease (ND) dan Avian Influenza (AI) PADA ITIK PETELUR FASE STARTER DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU

PENGKAJIAN KUALITAS VAKSIN INFECTIOUS BRONCHITIS (IB) AKTIF di BEBERAPA PROVINSI di INDONESIA EMILIA, YUNI YUPIANA, NENI NURYANI, YATI SURYATI

Tingkat Perlindungan Vaksin Komersial AI H5N1 Clade terhadap Virus AI H5N1 clade Asal Itik pada Ayam SPF dalam Kondisi Laboratorium

DATA DAN KARAKTERISTIK VAKSIN BAKTERI UNTUK BABI YANG BEREDAR DI INDONESIA

PROFIL TITER ANTIBODI Avian Influenza (AI) dan Newcastle Disease (ND) PADA ITIK PEJANTAN DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU

BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Januari 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Maret 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. Kata kunci : Avian influenza (AI), vaksin kombinasi ND-AI, respons imun protektif, titer antibodi

Buletin ini dapat memantau tujuan khusus SIBI antara lain :

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

I. PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. rata-rata konsumsi daging sapi selama periode adalah 1,88

Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1

BBPMSOH telah mengikuti 6 uji profisiensi. internasional yang diselenggarakan oleh GD- Deventer, Belanda. nasional yang diselenggarakan oleh BSN-KAN

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

1 BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Indonesia dengan populasi mencapai lebih dari 110 juta ekor (Data Direktorat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

Waktu Vaksinasi Avian Influenza (AI) yang Tepat untuk Menghasilkan Respon Imunologis Protektif pada Ayam Ras Pedaging

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan ikan konsumsi air

HASIL DAN PEMBAHASAN

EFIKASI VAKSIN MYCOPLASMA GALLISEPTICUM UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT PERNAFASAN MENAHUN PADA AYAM BURAS DI LOKASI PENGEMBANGAN BIBIT TERNAK

PEMANTAUAN KUALITAS UDARA AMBIEN DENGAN METODE PASSIVE SAMPLER TAHUN 2016

Indonesia Medicus Veterinus Oktober (5) : pissn : ; eissn :

1. Penyakit Tetelo (ND=Newcastle Disease) Penyebab : Virus dari golongan paramyxoviru.

SALMONELLOSIS (PULLORUM)

METODELOGI PENELITIAN

TITER ANTIBODI PROTEKTIF TERHADAP NEWCASTLE DISEASE PADA BURUNG UNTA (STRUTHIO CAMELUS)

ANALISIS EKONOMI PERLAKUAN SEDIAAN ENROFLOKSASIN TERHADAP KOLIBASILOSIS PADA AYAM PEDAGING STRAIN COBB

PENGENDALIAN CORYZA INFEKSIUS PADA AYAM

MEKANISME ALUR LAYANAN KARANTINA

Ringkasan Hasil Penelitian Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) Terhadap Pelayanan Pertanahan Tahun 2016

ABSTRAK Uji coba vaksinasi ND-AI dan Gumboro dilakukan pada ayam pedaging berumur satu hari. Pengamatan patologi anatomi dilakukan pada periode dua

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM BOILER DI KECAMATAN MOYUDAN SLEMAN

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

PERBANDINGAN GAMBARAN TITER ANTIBODI PASCA VAKSINASI ANTRAKS DENGAN MENGGUNAKAN 2 VAKSIN PRODUKSI DALAM NEGERI

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

PROFIL TITER ANTIBODI Newcastle Disease (ND) dan Avian Influenza (AI) PADA ITIK PETELUR FASE GROWER DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan HASIL UJI RESIDU ANTIBIOTIKA PMSR BPMSPH TAHUN 2015

KETERSEDIAAN VAKSIN DALAM RANGKA PENGENDALIAN PENYAKIT STRATEGIS PADA RUMINANSIA BESAR

PEMERIKSAAN WIDAL SLIDE UNTUK DIAGNOSA DEMAM TIFOID. Agnes Sri Harti 1, Saptorini 2

TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND)

Meutia Hayati, Lilis Sri Astuti, Istiyaningsih, Ernes Andesfha, Irma Rahayuningtyas, Khairul Daulay, Deden Amijaya, Sarji, Neneng Atikah

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) pada Unggas Kondisi s/d 31 Mei 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi

PRODUKSI ANTIBODI POLIKLONAL ANTI H5N1 PADA MARMOT (Cavia porcellus) YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA H5N1 DAN H5N2 KUNTO WIDYASMORO

STANDAR PELAYANAN PUBLIK JANGKA WAKTU LAYANAN KARANTINA ( SERVICE LEVEL AGREEMENT )

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia (Dastkhosh et al,2014). WHO memperkirakan orang

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE HEMAGLUTINASI INHIBISI (HI) PADA KOLOSTRUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DETEKSI ANTIBODI BAKTERI GRAM NEGATIF (Escherichia coli dan Salmonella sp.) PADA TELUR AYAM KAMPUNG DENGAN Agar Gel Precipitation Test (AGPT)

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

I. PENDAHULUAN. yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat

Transkripsi:

EFEKTIFITAS VAKSIN INFECTIOUS CORYZA TERHADAP STATUS KEKEBALAN PADA PRE-VAKSINASI AYAM KAMPUNG, PRE- VAKSINASI DAN PASCA-VAKSINASI AYAM PETELUR DI 5 PROPINSI INDONESIA AHMAD MAIZIR, SYAEFURROSAD, ERNES A, NENENG A, N M RIA ISRIYANTHI Unit Uji Bakteriologi Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan, Gunungsindur, Bogor, Jawa ABSTRAK Status kekebalan pre-vaksinasi pada ayam kampung, pre-vaksinasi dan pasca-vaksinasi pada ayam petelur telah dikaji di unit uji Bakteriologi, Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan. Sampel serum disampling dari Kepulauan Riau, Nusa Tenggara, Sulawesi Utara, Denpasar, Kalimantan dengan jumlah total 500 serum. Hasil pengujian menggunakan Uji Haemaglutinasi Inhibition (HI), menunjukkan sampel yang mempunyai titer antibodi non protektif (<10) pada ayam layer pre-vaksinasi (<35 hari), terhadap H. paragallinarum serotipe A dan C, berturut-turut yaitu Kepulauan Riau (85% dan 90%), NTB (90% dan 95%), Sulawesi Utara (95% dan 90%), Denpasar (95% dan 95%), dan Kalimantan (90% dan 95%). Hasil titer antibodi pada ayam layer pasca-vaksinasi (>35 hari) yang protektif (>10 Unit) terhadap H. paragallinarum serotipe A dan C, berturut-turut yaitu Kepulauan Riau (71.67% dan 98.33%), NTB (96.6% dan 81.67%), Sulawesi Utara (90% dan 96.6%), Denpasar (96.67% dan 95%), dan Kalimantan (81.67% dan 75%). Sementara, hasil titer antibodi vaksin coryza pada ayam kampung yang protektif (>10 Unit) dan non protektif (<10 unit), berturut-turut terhadap H. paragallinarum serotipe A yaitu Kepulauan Riau (40% dan %), NTB, Sulawesi Utara (50% dan 50%), Denpasar (% dan 40%), dan Kalimantan (55% dan 45%), sedangkan hasil sampel yang protektif (>10 Unit) dan non protektif (<10 unit) terhadap H. paragallinarum serotipe C, berturut-turut yaitu Kepulauan Riau dan NTB (45% dan 55%), Sulawesi Utara (50% dan 50%), Denpasar dan Kalimantan (40% dan %). Pada ayam kampung yang tidak divaksin menunjukkan adanya titer proteksi yang cukup melindunginya dari infeksi coryza, kekebalan ini diduga didapat dari infeksi alami di lapangan. Sedangkan pada ayam layer terlihat adanya efektifitas vaksinasi antara sebelum dan sesudah vaksinasi. Agar program vaksinasi dapat mencapai hasil yang optimal diperlukan pengkajian lebih lanjut untuk mengetahui subtipe H. paragallinarum yang ada di lapangan sehingga dapat dipergunakan sebagai master seed vaksin yang sesuai.

Kata kunci : vaksin coryza, ayam layer, ayam kampung, titer antibodi non protektif, titer antibodi protektif ABSTRACT Immune status of pre-vaccination kampong (native) chicken, pre-vaccination and postvaccination laying hens have been studied in bacterial laboratory, National Veterinary Drug Assay Laboratory. Serum samples were obtained from the Riau Island, West Nusa Tenggara, North Sulawesi, Denpasar, West Kalimantan with a total of 500 serums. Test results using Haemaglutinasi Inhibition Test (HI) showed the serum samples that have a non-protective antibody titers (<10) in layer chickens pre-vaccination (<35 days) respectively against H. paragallinarum serotype A and C are Riau Islands (85% and 90%), NTB (90% and 95%), North Sulawesi (95% and 90%), blue (95% and 95%), and Borneo West (90% and 95%). The results of protective antibody titer ) (> 10 Units) of post-vaccination chickens layer (> 35 days), respectively against H. paragallinarum serotype A and C are Riau Islands (71.67% and 98.33%), NTB (96.6% and 81.67%), North Sulawesi (90% and 96.6%), Denpasar (96.67% and 95%), and Borneo West (81.67% and 75%). Meanwhile, The results of antibody titer of native chicken that are protective (> 10 units) and non-protective (<10 units), respectively against H. paragallinarum serotype A are namely Riau Islands (40% and %), NTB, North Sulawesi (50% and 50%), blue (% and 40%), and West Kalimantan (55% and 45%), whereas native chicken serum samples that are protective (> 10 units) and non-protective (<10 units) against H. paragallinarum serotype C are namely Riau Islands and NTB (45% and 55%), North Sulawesi (50% and 50%), Derby and West Kalimantan (40% and %), respectively. Native chicken that have not been vaccinated showed a sufficient protection against coryza infections as a result of natural immunity acquired in the field. Whereas, Effectiveness of before and after vaccination was successfully seen in hens layer. It is important to conduct further study to determine the subtype H. paragallinarum in the field in order to achieve optimal results and provide master seed for vaccine. Keywords: coryza vaccines, chicken, non protective antibody titer, protective antibody titer PENDAHULUAN Infectious Coryza merupakan penyakit saluran pernafasan bagian atas pada ayam yang bersifat akut yang disebabkan oleh bakteri Avibacterium paragallinarum, sebelumnya dikenal dengan Haemophilus paragallinarum (4). Penyakit ini umumnya ditandai gejala klinis adanya eksudat dari hidung, pembengkakan pada muka, lakrimasi, anoreksia, diare, sinusitis, conjungtivitis, penurunan berat badan dan produksi telur menurun (10-40%) (3,4), bersifat akut dan kadang-kadang berjalan kronis dengan masa inkubasi 1-3 hari dengan angka kematian rendah dan angka kesakitan tinggi (4).

Penyakit Infectious Coryza dapat dicegah dengan program vaksinasi. Pada umumnya vaksinasi pada ayam petelur dan pembibitan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada umur 6-9 minggu dan ulangannya dilakukan pada umur 12-18 minggu, dengan menggunakan vaksin inaktif bivalent serotipe A dan C, dan trivalent serotipe A, B dan C. Meskipun sudah banyak vaksin komersial yang beredar dan vaksinasi telah diterapkan, tetapi kasus Infectious Coryza di lapangan masih kerap terjadi terutama pada masa perubahan musim penghujan. Pengujian serologis untuk mendiagnosa Infectious Coryza yang paling baik saat ini dengan metode Haemaglutination Inhibition (HI) Test. Ayam vaksinasi dengan titer antibodi minimal 5 unit dapat menimbulkan kekebalan terhadap penyakit Infectious Coryza, sedangkan rentang waktu kekebalan vaksinasi Infectious Coryza dapat memberikan kekebalan pada ayam sampai umur 9 bulan pasca vaksinasi. Tujuan kegiatan adalah untuk memperoleh data tingkat kejadian penyakit coryza dengan memantau status kekebalan pada prevaksinasi ayam kampung, pre-vaksinasi dan post-vaksinasi pada ayam petelur di 5 propinsi di Indonesia sebagai upaya untuk mensukseskan program vaksinasi dan meningkatkan produktivitas peternakan ayam. Tujuan monitoring dan surveilance ini yaitu untuk memantau efikasi vaksin coryza terhadap tingkat kejadian penyakit coryza pada pre- vaksinasi dan post vaksinasi ayam petelur serta mengkaji status kekebalan pada ayam kampong dan ayam petelur yang belum divaksinasi coryza (umur < 35 hari). MATERI DAN METODE Pengambilan serum 50 sampel serum diambil pada setiap kabupaten yaitu dari ayam pre-vaksinasi coryza (umur < 35 hari) 10 sampel, ayam post vaksinasi coryza (umur > 35 hari) 30 sampel dan ayam kampung 10 sampel. Serum diambil dari 5 propinsi yaitu Kepulauan Riau (Kabupaten Bintan dan Tanjung Pinang), Nusa Tenggara (Kota Mataram dan Kabupaten Lombok ), Sulawesi Utara (Kabupaten Minahasa dan Kota Manado), Denpasar (Kabupaten Tabanan dan Bangli), Kalimantan (Kabupaten Singkawang dan Mempawah). Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 5 22 Desember 2011, dengan total sampel 500 serum. Pengujian dilakukan di laboratorium Unit Uji Bakteriologi, Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan. Haemaglutination Inhibition (HI) Test Sampel diuji secara serologis dengan menggunakan Haemaglutination Inhibition (HI) Test terhadap Haemophilus paragallinarum serotipe A dan C. Prosedur pengujian dan interpretasi hasil dilakukan berdasarkan acuan Farmakope Obat Hewan Indonesia, edisi 3, tahun

2007 (1) yaitu ayam mempunyai kekebalan terhadap coryza jika mempunyai titer antibodi lebih atau sama dengan 10. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji serologis dari 500 sampel yang diperoleh dari Propinsi Kepulauan Riau, NTB, Sulawesi Utara, Denpasar dan Kalimantan dapat dilihat pada table 1, 2 dan 3 dan grafik 1, 2 dan 3. Pada tabel 1 dan grafik 1 dapat dilihat hasil titer antibodi pada ayam petelur prevaksinasi (<35 hari), persentase tertinggi sampel yang non protektif (< 10 unit) terhadap H. paragallinarum serotipe A yaitu Sulawesi Utara dan Denpasar (95%), NTB dan Kalimantan (90%), Kepulauan Riau (85%), sedangkan persentase tertinggi sampel yang non protektif terhadap H. paragallinarum serotipe C yaitu NTB, Denpasar dan Kalimantan (95%), Kepulauan Riau dan Sulawesi Utara (90%). Tabel 1. Hasil titer antibodi coryza pada ayam petelur pre-vaksinasi (< 35 hari) H. Paragallinarum H. Paragallinarum No Asal Propinsi Jumlah Sampel serotipe A serotipe C 1 Kepulauan Riau 20 3 (15%) 17 (85%) 2 (10%) 18 (90%) 2 Nusa Tenggara 20 2 (10%) 18 (90%) 1 (5%) 19 (95%) 3 Sulawesi Utara 20 1 (5%) 19 (95%) 2 (10%) 18 (90%) 4 Denpasar Bali 20 1 (5%) 19 (95%) 1 (5%) 19 (95%) 5 Kalimantan 20 2 (10%) 18 (90%) 1 (5%) 19 (95%)

Persentase Titer Grafik 1. Persentase Titer Pada Ayam Petelur Pre Vaksinasi (<35 hari) 100 80 40 20 0 Kepri NTB Sulut Bali Kalbar H. Paragallinarum serotipe A 85 90 95 95 90 H. Paragallinarum serotipe C 90 95 90 95 95 Pada tabel 2 dan grafik 2 dapat dilihat hasil titer antibodi vaksin coryza pada ayam layer post vaksinasi (>35 hari), persentase tertinggi sampel yang protektif (>10 Unit) terhadap H. paragallinarum serotipe A yaitu NTB dan Denpasar (96.67%), Sulawesi Utara (90%), Kalimantan (81.67%) dan Kepulauan Riau (71.67%), sedangkan persentase tertinggi sampel yang protektif terhadap H. paragallinarum serotipe C yaitu Kepulauan Riau (98.33%), Sulawesi Utara (96.67%), Denpasar (95%), Kalimantan (75%), dan NTB (81.67%). Tabel 2. Hasil titer antibodi vaksin coryza pada ayam petelur pasca-vaksinasi (> 35 hari) H. Paragallinarum H. Paragallinarum Jumlah serotipe A serotipe C No Asal Propinsi Sampel 1 Kepulauan 43 59 17 (28.33) Riau (71.67%) (98.33%) 1 (1.67%) 2 Nusa Tenggara 58 49 2 (3.33%) (96.67%) (81.67%) 11 (18.33) 3 Sulawesi Utara 54 (90%) 6 (10%) 58 (96.67%) 2 (3.33%) 4 Denpasar Bali 58 (96.67%) 2 (3.33%) 57 (95%) 3 (5%) 5 Kalimantan 49 (81.67%) 11 (18.33) 45 (75%) 15 (25%)

Persentase Titer Grafik 2. Persentase Titer Pada Ayam Petelur pasca-vaksinasi (>35 hari) 100 80 40 20 0 Kepri NTB Sulut Bali Kalbar H. Paragallinarum serotipe A 71.67 96.67 90 96.67 81.67 H. Paragallinarum serotipe C 98.33 81.67 96.67 95 75 Pada tabel 3 dan grafik 3 dapat dilihat hasil titer antibodi vaksin coryza pada ayam kampung, persentase tertinggi sampel yang protektif (>10 Unit) dan non protektif (<10 unit) terhadap H. paragallinarum serotipe A yaitu Kepulauan Riau (40 dan %), NTB dan Sulawesi Utara (50 dan 50%), Denpasar ( dan 40%), Kalimantan (55 dan 45%), sedangkan persentase tertinggi sampel yang protektif (>10 Unit) dan non protektif (<10 unit) terhadap H. paragallinarum serotipe C yaitu Kepulauan Riau dan NTB (45 dan 55%), Sulawesi Utara (50 dan 50%), Denpasar dan Kalimantan (40 dan %). Tabel 3. Hasil titer antibodi coryza pada ayam kampung H. Paragallinarum H. Paragallinarum Jumlah serotipe A serotipe C No Asal Propinsi Sampel 1 Kepulauan Riau 20 8 (40%) 12 (%) 9 (45%) 11 (55%) 2 Nusa Tenggara 20 10 (50%) 10 (50%) 9 (45%) 11 (55%) 3 Sulawesi Utara 20 10 (50%) 10 (50%) 10 (50%) 10 (50%) 4 Denpasar Bali 20 12 (%) 8 (40%) 8 (40%) 12 (%) 5 Kalimantan 20 11 (55%) 9 (45%) 8 (40%) 12 (%)

Persentase Titer Grafik 3. Persentase Titer dan Pada Ayam Kampung 100 80 40 20 0 Kepri NTB Sulut Bali Kalbar Dari hasil tabel 1. di atas menunjukkan bahwa, persentase titer antibodi non protektif pada ayam pre-vaksinasi menunjukkan hasil yang tinggi, ini artinya kekebalan ayam petelur terhadap infeksi coryza sangat rendah oleh karena itu dibutuhkan vaksinasi coryza yang meningkatkan kekebalan ayam dan melindunginya dari infeksi coryza. Pada tabel 2. menunjukkan bahwa persentase titer antibodi protektif pada ayam petelur pascavaksinasi tinggi, artinya bahwa efikasi vaksin coryza hasilnya bagus. Pada tabel 3 menunjukkan bahwa antara titer protektif dan non protektif persentasenya relatif sama, artinya pada ayam kampung terjadi infeksi coryza secara alami sehingga terbentuk titer protektif yang cukup melindunginya dari infeksi coryza. Pada tabel 2., adanya perbedaan tingkat persentase titer protektif terhadap H. paragallinarum serotipe dengan serotipe yang berbeda (serotipe A dan C) walaupun tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan memungkinkan masih sering munculnya kasus coryza di lapangan, hal ini karena tidak adanya proteksi silang antar serotipe yang terdapat dalam vaksin. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Blackall (1995) bahwa ayam yang divaksinasi dengan vaksin berisi satu serotipe hanya akan memproteksi dari serangan bakteri yang homolog dengan serotipe tersebut. Namun demikian, meskipun antar serotipe tidak bisa saling proteksi silang, akan tetapi proteksi silang dapat terjadi antar subtipe dalam masingmasing serotipe. Faktor lain penyebab masih munculnya kasus coryza di lapangan karena serotipe vaksin yang digunakan tidak homolog atau tidak sesuai dengan bakteri yang ada di lapangan sehingga tidak menimbulkan kekebalan pada ayam seperti yang diinginkan. Penggunaan jenis vaksin antara coryza bivalent bacterin (vaksin mengandung serotipe A dan C) dan trivalent bacterin (serotipe A, B dan C) juga memiliki perbedaan level proteksi terhadap serangan coryza. Trivalent bacterin akan mempunyai tingkat proteksi lebih tinggi dibandingkan dengan bivalent bacterin (2). H. Paragallinarum serotipe A H. Paragallinarum serotipe A H. Paragallinarum serotipe C H. Paragallinarum serotipe C Titer antibodi yang dihasilkan pada ayam juga dapat dipengaruhi oleh faktor umur

dan daya tahan tubuh masing-masing ayam tersebut. Ayam yang sudah lama divaksinasi akan mempunyai tingkat kekebalan yang berbeda atau terjadi penurunan jika dibandingkan dengan ayam yang baru divaksinasi. Manajemen pemeliharaan yang kurang memperhatikan aspek sanitasi dan biosekuriti yang baik seperti tingkat kepadatan populasi, sarana air minum yang bisa memicu terjadinya kegagalan program vaksinasi, karena hal tersebut dapat menyebabkan daya tahan tubuh ayam melemah, sehingga ayam tidak mampu merespon timbulnya antibodi. Hal tersebut dapat menyebabkan munculnya penyakit infeksi sekunder, seperti komplikasi dengan Collibacillosis atau Mycoplasmosis yang dapat memperparah kondisi ayam tersebut. Beberapa solusi yang mungkin dapat diterapkan adalah harus menggunakan vaksin yang sesuai dengan serotipe agen penyebab kasus di lapangan serta menjaga dan menerapkan manajemen pemeliharaan yang baik dengan memperhatikan aspek sanitasi dan biosekuriti yang baik. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa program vaksinasi coryza sangat dibutuhkan untuk melindungi ayam dari infeksi coryza. Namun pada ayam kampung yang tidak divaksin menunjukkan adanya titer proteksi yang cukup melindunginya dari infeksi coryza, kekebalan ini diduga didapat dari infeksi alami di lapangan. Banyak faktor yang menyebabkan titer antibodi tidak menunjukkan tingkat kekebalan yang optimal, diantarnya dimungkinkan karena master seed vaksin yang digunakan tidak homolog dengan kuman bakteri yang ada di lapangan dan tidak terdapat proteksi silang antar serotipe dalam vaksin dengan kuman di lapangan. Dengan demikian agar program vaksinasi dapat mencapai hasil yang optimal diperlukan adanya pengkajian lebih lanjut untuk mengetahui subtipe H. paragallinarum yang ada di lapangan sehingga dapat dipergunakan sebagai master seed vaksin yang sesuai. DAFTAR PUSTAKA 1. Anonimus, 2007. Farmakope Obat Hewan Indonesia. Jilid 1 (Sediaan Biologik) Edisi 3. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian 2. Anonimus, 2009. Coryza: Yang Bocor Yang Bikin Repot, TROBOS No.120 Tahun IX. Hal. 25-32 3. Blackall, P.J. 1995. Vaccines against Infectious Coryza. World Poult. Sci. J. 51:17-26 4. Blackall, P.J. and E. V. Soriano. 2008. Infectious Coryza and Related Bacterial Infections. In: Diseases of Poultry. 12 th Edition. Saif T.M. et. Al(Eds). Blackwell Publishing. Pp.789-803. 5. Kusumaningsih,A. dan Poernomo S. 2000. Infeksius Coryza (Snot) pada Ayam di Indonesia. Wartazoa, 10(2): 72-76.