BAB III GAMBARAN UMUM PENGAWASAN PABEAN DAN PENETAPAN TINGKAT RISIKO DI BIDANG IMPOR A. PENGAWASAN DALAM REGISTRASI IMPORTIR

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 25/BC/2007 TENTANG

148/PMK.04/2011 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KE

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 88/PMK.04/2007 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR MENTERI KEUANGAN,

BAB 3 GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN UTAMA BEA DAN CUKAI TANJUNG PRIOK

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK

TATAKERJA PENGAWASAN PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR

TATAKERJA PENYELESAIAN BARANG IMPOR DENGAN PIB SECARA ELEKTRONIK MELALUI JARINGAN PERTUKARAN DATA ELEKTRONIK

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI S A L I N A N KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2009 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 145/PMK.04/2014 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.04/2007 TENTANG PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI

TATAKERJA PENYELESAIAN BARANG IMPOR DENGAN PIB SECARA ELEKTRONIK MELALUI JARINGAN PERTUKARAN DATA ELEKTRONIK

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

Menimbang : Mengingat :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2017 TENTANG

PETUNJUK TEKNIS PEMERIKSAAN FISIK BARANG IMPOR (Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai No.: SE-05/BC/2003 tanggal 31 Januari 2003)

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP - 07/BC/2003 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-15/BC/1999 TENTANG PETUNJUK UMUM PELAKSANAAN TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P- 05 /BC/2006

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 65/PMK.04/2007 TENTANG PENGUSAHA PENGURUSAN JASA KEPABEANAN

PROSEDUR EKSPOR DALAM MENDUKUNG KEGIATAN MIGAS. Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

-1- KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER-5 /BC/2011

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.04/2014

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-1- DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 139/PMK.04/2007 TENTANG PEMERIKSAAN PABEAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 24/BC/2007 TENTANG MITRA UTAMA DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59/PMK.04/2014 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG

SELAMAT DATANG PESERTA SOSIALISASI KETENTUAN DI BIDANG IMPOR DAN EKSPOR. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PMK.04/2012

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 30/BC/2010 TENTANG

BAB III OBJEK PENELITIAN Sejarah Singkat PT. Lentera Buana Jaya. PT. Lentera Buana Jaya adalah perusahaan yang bergerak di bidang

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER-08/BC/2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143/PMK.04/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-38/BC/2007

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 152/PMK.04/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-15/BC/2016 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: PER-16/BC/2016 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 30/BC/2009 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negar

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-40/BC/2008 TENTANG TATA LAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG EKSPOR

63/PMK.04/2011 REGISTRASI KEPABEANAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.04/2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 06/BC/2006

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

235/PMK.04/2009 PENIMBUNAN, PEMASUKAN, PENGELUARAN, DAN PENGANGKUTAN BARANG KENA CUKAI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 152/PMK.04/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203/PMK.04/2017 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

JANJI LAYANAN PADA KPPBC TMP B KUALANAMU NO. JENIS LAYANAN JANJI LAYANAN KETERANGAN SEKSI PENINDAKAN DAN PENYIDIKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PENGENAAN BEA KE LUAR TERHADAP BARANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ekspor impor Kepabeanan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 35/BC/2014 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 615/PMK.04/2004 TENTANG TATALAKSANA IMPOR SEMENTARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MASIH BERLAKUKAH STATUS IMPORTIR JALUR PRIORITAS SEIRING DENGAN PENETAPANNYA SEBAGAI IMPORTIR MITRA UTAMA?

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA

Kewajiban Pabean Atas Impor- Ekspor Tenaga Listrik

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.04/2016 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG KIRIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 399KMK.01/1996 TENTANG GUDANG BERIKAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERUBAHAN KETENTUAN MANIFES. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI

Transkripsi:

BAB III GAMBARAN UMUM PENGAWASAN PABEAN DAN PENETAPAN TINGKAT RISIKO DI BIDANG IMPOR Pengawasan Pabean sebagai satu metode untuk mencegah dan mendeteksi adanya pelanggaran kepabeanan. A. PENGAWASAN DALAM REGISTRASI IMPORTIR Registrasi Importir adalah kegiatan pendaftaran yang dilakukan oleh importir ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mendapatkan Nomor Identitas Kepabeanan (NIK). NIK adalah nomor identitas yang bersifat pribadi yang diberikan oleh DJBC kepada importir yang telah melakukan registrasi untuk mengakses atau berhubungan dengan sistem kepabeanan yang menggunakan teknologi informasi maupun secara manual. Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR) adalah surat pemberitahuan telah memenuhi syarat registrasi importir yang berisi NIK. 63 Tata Cara mendapatkan SPR : Untuk melakukan registrasi importir, importir mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan mengisi formulir isian yang meliputi data tentang : a. eksistensi b. identitas pengurus dan penanggung jawab 63 Info Registrasi Importir dalam Leaflet Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 124/PMK.04/2007 tentang Registrasi Importir dan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-34/BC/2007 tentang Tatalaksana Registrasi Importir.

c. jenis usaha, dan d. kepastian penyelenggaraan pembukuan Formulir isian disampaikan melalui situs resmi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian formulir isian, meliputi penelitian administrasi dan dapat dilakukan pemeriksaan lapangan. Hasil registrasi importir diberitahukan kepada importir paling lama 30 (tiga puluh) hari diterimanya Formulir Isian secara lengkap dan benar. Terhadap Importir yang tidak memenuhi ketentuan, diberikan pemberitahuan disertai alasan yang jelas melalui situs resmi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Setiap perubahan data mengenai alamat dan/atau identitas pengurus dan penanggung jawab dan/atau jenis usaha dalam formulir isian (pada waktu diajukan registrasi) wajib diberitahukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p.direktur Audit. B. PENGAWASAN PABEAN DALAM MEKANISME ARUS PENGELUARAN BARANG IMPOR A. 1. Pemberitahuan Pabean a. Saat Kedatangan Sarana Pengangkut Sarana Pengangkut dan muatannya yang memasuki daerah pabean diwajibkan memberitahukan kedatangannya, yaitu dengan cara membuat 50

pemberitahuan pabean. 64 Hal yang mendasari saat kedatangan sarana pengangkut melalui udara yaitu saat mendarat di landasan bandar udara. Pemberitahuan Pabean ini dapat diartikan sebagai pelaporan yang dilakukan paling lambat delapan jam sejak kedatangan sarana pengangkut melalui udara. b. Tata Cara dan Dokumen Sebelum sarana pengangkut tiba di pelabuhan tujuan, perusahaan pengangkutan atau agennya berkewajiban untuk : Menyerahkan Pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut (RKSP) secara tertulis dalam rangkap dua lembar atau melalui media elektronik kepada Pejabat manifest di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai pelabuhan tujuan. Pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut tersebut juga harus dilengkapi dengan : Manifest yaitu semua barang/muatan yang diangkut di dalam sarana pengangkut, dapat diketahui secara rinci mengenai jenis, jumlah, berat barang, nama consignee, notify party, alamat, carrier, dan lainnya. Pelabuhan asal Pelabuhan tujuan Rencana tanggal kedatangan Daftar penumpang dan atau awak sarana pengangkut 64 Ali Purwito, KEPABEANAN Konsep dan Aplikasi, Op.Cit. hal 48. 51

Buku petunjuk mengenai alur-alur perjalanan yang dilalui oleh pengangkut Setelah penyerahan Pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut, akan diberikan bukti penerimaan yang merupakan persetujuan pembongkaran barang impor. A. 2. Pembongkaran Pembongkaran adalah menurunkan muatan sarana pengangkut yang datang dari luar daerah pabean untuk selanjutnya dibawa ke tempat penimbunan sementara atau tempat penimbunan lainnya. Pembongkaran harus atas permohonan pemilik barang/pengusaha/agen sarana pengangkut dan mendapatkan izin dari kepala kantor pabean. Jangka waktu pelaksanaan pembongkaran adalah paling lambat delapan jam sejak kedatangan sarana pengangkut melalui udara. Jangka waktu pelaksanaan pembongkaran dibatasi dengan pertimbangan bahwa kelancaran arus barang akan terhambat apabila kegiatan tersebut tidak segera dilaksanakan. A. 3. Penimbunan Penimbunan diartikan sebagai kegiatan menyimpan barang untuk sementara waktu dengan tujuan untuk dipindahkan ke tempat lainnya. Barangbarang impor yang datang dari luar daerah pabean dan setelah dibongkar, harus ditimbun di tempat-tempat yang telah ditentukan. Adapun tempat-tempat penimbunan adalah Kawasan Pabean, Tempat Penimbunan Sementara, Gudang Berikat, Gudang Importir. 65 65 Ibid. hal 56. 52

B. Pemeriksaan Pabean Pemeriksaan pabean dimaksudkan sebagai pemeriksaan yang dilakukan berkaitan dengan pemasukan barang/impor. Pemeriksaan Pabean mencakup : Pemeriksaan Administrasi, yaitu penelitian yang berkisar atas kelengkapan dokumen-dokumen induk dan pelengkap, cara pengisian pemberitahuan kebenaran nilai pabean/tarif, biaya pengangkutan, asuransi dan lainnya. Pemeriksaan fisik atas barang dilakukan untuk mengetahui kebenaran pemberitahuan jenis, jumlah, tipe, bahan, dan sebagainya. Pemeriksaan yang dilakukan oleh Pejabat Pabean merupakan suatu sistem dan tata laksana dibidang pabean. Pemberitahuan menganut prinsip self assessment dan dikaji dalam sistem pemeriksaan. Pemeriksaan administrasi dapat dilaksanakan melalui sistem EDI (Electronic Data Interchange), atau dikenal dengan sistem pertukaran data elektronik. Adapun prosedur dalam pemeriksaan administrasi yang dilakukan adalah sebagai berikut : Pertama, memasukkan data-data importasi barang ke dalam disket, kemudian menyerahkan kepada pabean beserta dokumen pelengkap dan bukti pembayaran untuk diteliti. Kedua, importir mempunyai hubungan langsung (on line) melalui komputer dengan kantor Pelayanan Pabean di pelabuhan pembongkaran dan mentransfer data-data ke dalam Pemberitahuan Impor Barang melalui program aplikasi PIB dan mencetak (print out). 53

Ketiga, menggunakan jasa dari penyedia jasa EDI di tempat-tempat tertentu dan mempunyai hubungan (link) ke sistem komputer di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai. Secara cepat data-data tersebut akan direspons, berupa penolakan atau reject yang berarti bahwa PIB harus diperbaiki atau dilengkapi, perlu ditambah kalau ada kekurangan dokumen yang diperlukan. Jika diterima atau accepted, PIB tersebut akan diberikan nomor pendaftaran oleh Pejabat yang mengelola sistem tersebut. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui jumlah dan jenis barang impor yang diperiksa. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan melalui Hi Co Scan yaitu alat penerawang dengan teknologi tinggi, tanpa membuka peti kemas dan cukup memasukkan truk pengangkut peti kemas yang berisi barang-barang impor ke dalam ruang penerawang berdaya tinggi. Kegiatan ini merupakan kegiatan untuk mencocokkan antara yang diberitahukan dengan kenyataan fisik yang sebenarnya dan mencegah adanya : Uraian barang yang tidak benar (misdiscription) Barang yang tidak diberitahukan (unreported) Kesalahan pemberitahuan negara asal Barang yang termasuk dilarang/dibatasi Pemberitahuan klasifikasi barang dan nilai pabean yang tidak benar Pemeriksaan fisik atas barang impor yang dikemas dalam kemasan petikemas dengan tingkat pemeriksaan fisik 10% atau 30 % adalah : 54

a. Dalam hal jumlah petikemas 5(lima) atau kurang, pemeriksaan fisik sebesar 10 % (sepuluh persen) atau 30% (tiga puluh persen) dari seluruh jumlah kemasan yang diberitahukan, dengan jumlah minimal dua kemasan. b. Dalam hal jumlah kemasan lebih dari 5(lima), pemeriksaan fisik dilakukan sebesar 10% (sepuluh persen) atau 30% (tiga puluh persen) dari seluruh jumlah petikemas yang diberitahukan, dengan jumlah minimal 1(satu) peti kemas. 66 Pemeriksaan fisik 10%(sepuluh persen) atau 30% (tiga puluh persen) ditingkatkan menjadi 100% (seratus persen) dalam hal : 1. Jumlah atau jenis barang di packing list tidak jelas 2. Barang impor tidak dikemas dalam kemasan yang bernomor 3. Jumlah dan/atau nomor kemasan tidak sesuai dengan packing list 4. Jumlah dan/atau jenis barang yang diperiksa kedapatan tidak sesuai dengan packing list. Pemeriksaan fisik 100% (seratus persen) dilakukan terhadap : a. Pemeriksaan fisik karena jabatan b. Terhadap barang impor terkena Nota Hasil Intelijen c. Barang impor dalam bentuk curah 67 66 Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-07/BC/2007 tentang Pemeriksaan Fisik barang impor Pasal 9 67 Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-07/BC/2007 tentang Pemeriksaan Fisik barang impor Pasal 12 55

C. Pengeluaran Barang dari Kawasan Pabean Pengeluaran barang dimaksudkan sebagi pengeluaran dari Tempat Penimbunan Sementara atau tempat-tempat lainnya, dengan tujuan untuk ditimbun, disimpan atau dikeluarkan ke peredaran bebas. Pengeluaran dari Kawasan Pabean dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut : Pengeluaran barang dilakukan setelah importir menyerahkan pemberitahuan pabean Pengisian pemberitahuan diterapkan azas self assessment yaitu menghitung, melaporkan, dan membayar sendiri bea masuk serta pungutan dalam rangka impor yang harus dilunasi. 68 Pelaksanaan asas self assessment ini bertujuan untuk mempermudah importir dalam mengurus barang-barangnya, menyederhanakan prosedur penelitian administrasi dan kelancaran arus barang. Adapun yang menjadi skema arus pengeluaran barang impor sebagai berikut : 68 Ali Purwito, KEPABEANAN Konsep dan Aplikasi, Op.Cit. hal 65. 56

Skema Arus Pengeluaran Barang Impor 57

C. PENETAPAN TINGKAT RISIKO DAN PENENTUAN JALUR Penetapan tingkat risiko terbagi menjadi tiga, yaitu : Hi Risk, atau importasi yang dilakukan oleh Importir Umum dan Importir lain yang mempunyai tingkat risiko tinggi (High-Risk Importir). Medium risk, barang-barang yang diimpor masih mempunyai potensi risiko yang kemungkinan dapat merugikan pendapatan negara. Low risk, didasarkan kepada jenis barang yang diimpor, adanya pelanggaran dan pertimbangan lain berdasarkan atas profil importir. 69 Berdasarkan sejumlah parameter-parameter yang ada dalam profil importir (seperti saat importir mengajukan registrasi, dapat dilihat dari laporan keuangannya, asset yang dimiliki, bentuk usaha importir, kebenaran dari data yang dilaporkan oleh importir dan sebagainya) dan komoditi (seperti barang yang termasuk larangan dan pembatasan, kelengkapan dan autentiknya izin dari Departemen Teknis yang terkait dan sebagainya) dapat dilakukan penilaian dan pembobotan (proses scoring) oleh pihak Bea dan Cukai. Dengan skor yang telah ditetapkan oleh pihak Bea dan Cukai, Importir bisa masuk kedalam jalur merah dengan tingkat risiko tinggi (hi-risk). Importir dengan tingkat risiko tinggi ini tidak selamanya akan berada di dalam jalur merah, dengan track record yang baik, importir ini bisa naik menjadi risiko tingkat menengah (medium risk), dan jika hasil scoring menunjukkan hasil yang lebih baik lagi maka bisa masuk kedalam low-risk. Tetapi tidak menutup kemungkinan juga Importir yang telah berada di tingkat low-risk berada dalam low-risk terus. Hal ini dapat terjadi 69 Ali Purwito dalam Makalah yang berjudul Sistem Pemeriksaan Dalam Rangka Pengujian Kepatuhan Melalui Penetapan Kembali dan Audit Kepabeanan, hal 42-43. 58

apabila dia melakukan pelanggaran yang menyebabkan track record-nya menjadi buruk. Tingkatan risiko Importir ini bergerak dinamis sejalan dengan track record-nya saat melakukan impor. Penjaluran yang dilakukan ini merupakan output/hasil dari seleksi penetapan dan penilaian atas profil importir. Seleksi penjaluran sebagaimana dimaksud diatas adalah sebagai berikut : Importir berisiko tinggi yang mengimpor komoditi risiko tinggi dikenakan Jalur Merah. Importir berisiko tinggi yang mengimpor komoditi risiko rendah dikenakan Jalur Merah. Importir berisiko menengah yang mengimpor komoditi risiko tinggi dikenakan Jalur Merah. Importir berisiko menengah yang mengimpor komoditi risiko rendah dikenakan Jalur Hijau. Importir berisiko rendah yang mengimpor komoditi risiko tinggi dikenakan Jalur Hijau. Importir berisiko rendah yang mengimpor komoditi risiko rendah dikenakan Jalur Hijau. Importir berisiko tinggi atau menengah atau rendah yang mengimpor komoditi risiko sangat tinggi dikenakan Jalur Merah. 70 70 KEP-97/BC/2003 Tentang Profil Importir dan Profil Komoditi Untuk Penetapan Jalur dalam Pelayanan Impor. 59

Adapun gambaran umum penentuan tingkat risiko dan penetapan jalur di bidang impor adalah sebagai berikut : GAMBAR III.2 GAMBARAN UMUM PENENTUAN TINGKAT RISIKO DAN PENENTUAN JALUR DI BIDANG IMPOR Komoditi Importir (Registrasi Importir) Ditetapkan Pemerintah Hi-Risk Low-Risk Tingkat risiko Profiling Skor Tingkat Risiko Importir Low Medium Hi Low-risk Hi-risk TP (Very Hi- Risk) Komoditi Penjaluran Sumber : Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diolah lebih lanjut oleh Peneliti. 60

Profil Komoditi memiliki tiga tingkat risiko yang dibagi kedalam kategori : 1. Komoditi yang ditetapkan oleh Pemerintah, seperti misalnya tepung, gula, beras, dan sebagainya. Pertimbangan bahwa komoditi ini ditetapkan oleh Pemerintah karena bersifat sensitif yang merupakan kebutuhan banyak orang. 2. Komoditi yang masuk dalam tingkat Hi-Risk, seperti barang-barang elektronik (handphone, earphone, compressor, dan sebagainya). Pertimbangan komoditi dalam kategori Hi-risk karena masih terkait dengan sejumlah peraturan dari Departemen lain yang terkait, seperti misalnya untuk elektronik terkait dengan Departemen Perdagangan. 3. Komoditi yang masuk dalam tingkat Low Risk (selain komoditi yang ditetapkan oleh Pemerintah dan kategori Hi-Risk). Dalam penentuan profil importir akan dilakukan proses profiling yang akan menghasilkan skor. Berdasarkan profiling dan scoring akan diketahui tingkat risiko dari importir. Dari penentuan tingkat risiko importir dan komoditi ini akan digunakan untuk penentuan penjaluran yang ditetapkan oleh pihak Bea dan Cukai. Dalam Mekanisme Pengawasan dan Pelayanan pabean di bidang impor ini diterapkan sistem manajemen risiko sebagai suatu cara dalam mengupayakan pelayanan dan pengawasan agar dapat berjalan ideal. Output dari manajemen risiko ini adalah penjaluran yang ditetapkan oleh pihak Bea dan Cukai. Oleh karena itu, penetapan Tingkat Risiko ini erat kaitannya dengan penentuan jalur. Adapun penjaluran yang dimaksud adalah sebagai berikut : 61

1. Jalur Merah Jalur Merah adalah mekanisme pelayanan kepabeanan di bidang impor terhadap suatu importasi yang dilakukan melalui penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang. Berdasarkan KEP-07/BC/2003 kriteria penetapan jalur merah adalah sebagai berikut : 1. Importir baru; 2. Importir yang termasuk dalam kategori risiko tinggi; 3. Barang impor sementara; 4. Barang Operasional Perminyakan (BOP) golongan II; 5. Barang re-impor; 6. Terkena pemeriksaan acak; 7. Barang impor tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah; 8. Barang impor yang termasuk dalam komoditi berisiko tinggi dan/ atau berasal dari negara yang berisiko tinggi. 71 2. Jalur Hijau Jalur Hijau adalah mekanisme pelayanan kepabeanan di bidang impor yang diberikan kepada Importir yang mempunyai reputasi baik dan memenuhi persyaratan/kriteria yang ditentukan, sehingga terhadap importasinya hanya dilakukan penelitian dokumen. 3. Jalur Prioritas Jalur Prioritas adalah fasilitas dalam mekanisme pelayanan kepabeanan di bidang impor yang diberikan kepada importir yang mempunyai reputasi sangat baik dan memenuhi persyaratan/kriteria yang ditentukan untuk mendapatkan pelayanan khusus, sehingga penyelesaian importasinya dapat dilakukan dengan lebih sederhana dan cepat. 72 71 Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana di Bidang Impor Pasal 17 dalam hal penetapan jalur 72 Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan Di Bidang Impor Pasal 1 62