BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil survey yang dilakukan oleh peneliti, di PAUD X Bandung,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. aspek fisik, sedangkan perkembangan merupakan segala perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu rasa yang wajar dan natural (Setiawani, 2000).

BAB IV ANALISIS DATA. peneliti, maka peneliti menganalisis dengan analisis deskriptif komparatif.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB II TINJAUAN TEORI. proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan norma-norma yang. diharapkan oleh masyarakat pada umumnya (Casmini, 2007).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENANGANAN ANAK BERMASALAH DENGAN KASIH SAYANG

Setiap individu berhak mendapatk:an pendidikan yaitu dengan cara. orangtua tentang pentingnya sekolah, banyak orangtua memasukkan anak mereka

Pengaruh Perceraian Pada Anak SERI BACAAN ORANG TUA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung maupun tidak langsung seperti pada media massa dan media cetak. Seorang

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEJADIAN TEMPER TANTRUM PADA ANAK USIA TODDLER DI DUKUH PELEM KELURAHAN BATURETNO BANGUNTAPAN BANTUL

ANGKET SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyulitkan, masa bermain, disebut pula masa aesthetis, yaitu masa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

BAB III KONDISI PSIKIS DAN BEHAVIORAL REMAJA SULUNG DENGAN STATUS SEBAGAI ANAK SULUNG DALAM KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode

Lampiran 4. Lembar Permohonan Menjadi Responden

PROGRAM PENANAMAN DISIPLIN PADA ANAK USIA 4-6 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang

BAB V PENUTUP. terjadi tiga macam kekerasan, meliputi kekerasan psikis, fisik, dan. penelantaran rumah tangga namun kekerasan psikis lebih dominan.

BAB V PEMBAHASAN. anak menilai bahwa perilaku tantrum adalah suatu perilaku yang masih

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan fakta dilapangan. Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa bentuk

Developmental and Clinical Psychology

BAB I PENDAHULUAN. dalam kata lain sunat adalah memotong kulup atau khitan. Budaya (2012)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEJADIAN TEMPER TANTRUM PADA USIA TODDLER DI DUKUH PELEM KELURAHAN BATURETNO BANGUNTAPAN BANTUL

Checklist Indikator. PERKEMBANGANANAK Usia 1-2 tahun. Sumber: Konsep Pengembangan PAUD Non Formal, Pusat Kurikulum Diknas, 2007

Perkembangan dari Attachment (kelekatan) Kita harus memakai orang yang khusus di dalam kehidupan yang dapat membimbing anak-anak untuk merasakan rasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman, semakin banyak pula tuntutan yang harus dipenuhi oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS DATA. maupun pengamatan lapangan. Pada Bab ini peneliti akan menguraikan data

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER)

Checklist Indikator. PERKEMBANGANANAK Usia 0-1 tahun. Sumber: Konsep Pengembangan PAUD Non Formal, Pusat Kurikulum Diknas, 2007

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017

Prinsip dan prosedur dasar modifikasi perilaku

R E N Y N U R L I A N A F

DISIPLIN PADA ANAK SERI BACAAN ORANG TUA

BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua.

MODUL 25 TYPE A UMUR 4 6 BULAN (3 BULAN 16 HARI 6 BULAN 15 HARI)

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. mental. Hal ini seringkali membuat orangtua merasa terpukul dan sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

1. a. Seberapa sering kamu dan seluruh keluargamu menghabiskan waktu bersamasama? b. Apa saja yang kamu lakukan bersama dengan keluargamu?

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah (6-12 tahun) disebut juga sebagai masa anak-anak

Persepsi Orang Tua terhadap Pemecahan Masalah Temper Tantrum Anak Usia Dini di Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Pada awal tahun 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan

Mempersiapkan Diri Sebelum Berkomunikasi Dengan Anak, (2)

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

Perkembangan Emosi Pada Bayi

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. seseorang, dimana pada masa ini terjadi banyak perubahan, baik perubahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TEMPER TANTRUM PADA ANAK PRA SEKOLAH

Developmental and Clinical Psychology

HASIL PENELITIAN Uji validitas dan reliabilitas Uji signifikansi

Santi E. Purnamasari, M.Si., Psi. Fak. Psikologi UMBY

BAB II RINGKASAN CERITA. sakit dan mengantarkan adik-adiknya ke sekolah. Karena sejak kecil Lina

ANGKET/ KUISIONER PENELITIAN

LETTER OF CONSENT. Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Masalah Tingkah Laku Anak Berkebutuhan Khusus. Mohamad Sugiarmin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sibling Rivalry pada remaja akhir. Persaingan antar saudara kandung oleh Amijoyo dalam Kamus

Pusat Layanan Autisme Mansfield Australia

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan anak yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pendidikan dan

HYPNOPARENTING TERHADAP TEMPER TANTRUM PADA ANAK PRASEKOLAH DI TK ISLAM TERPADU BINA INSANI KECAMATAN MOJOROTO KOTA KEDIRI.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat

Bab 4 Kecakapan Komunikasi Dasar

KEJADIAN TEMPERTANTRUM DILIHAT DARI POLA ASUH DAN URUTAN ANAK DALAM KELUARGA. Ihda Mauliyah Dosen D3 Kebidanan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK

134 Perpustakaan Unika LAMPIRAN

MODUL PSIKOEDUKASI MENINGKATKAN REGULASI EMOSI PADA ANAK MENTAL RETARDASI. : Menjalin rapport dengan anak serta membuat peraturan-peraturan dengan

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

SURAT PERNYATAAN MENJADI RESPONDEN. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

Orang Tuamu T. nakmu, Tet. Ajaran dan Nasihat Tuhan.

BAB IV ANALISIS DATA. klien. Setelah data diperoleh dari lapangan dengan cara wawancara, observasi dan

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI. Rita Eka Izzaty

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Saat ini jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia semakin

Dibalik perjuangan seorang "PAPA"

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

SOLUTION FOCUSED BRIEF GROUP THERAPY (SFBGT)

#### Selamat Mengerjakan ####

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan

MENGENAL PERILAKU TANTRUM DAN BAGAIMANA MENGATASINYA UNDERSTANDING TANTRUM BEHAVIOR AND HOW TO SOLVE IT. Syamsuddin. Abstrak

PERILAKU TANTRUM ANAK USIA 5-6 TAHUN DITINJAU DARI USIA MENIKAH ORANG TUA DI DESA BENER, KECAMATAN KEPIL, KABUPATEN WONOSOBO

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Menurut hasil survey yang dilakukan oleh peneliti, di PAUD X Bandung, terdapat beberapa ibu yang memiliki anak berusia 5 tahun yang masih mengalami temper tantrum. Hasil wawancara kepada 10 orang ibu yang memiliki anak berusia 5 tahun, terdapat 7 orang anak yang masih memperlihatkan perilaku temper tantrum. Dari 7 orang anak tersebut, 4 orang anak yang memperlihatkan perilaku high anger temper tantrum dan 3 orang anak lagi tidak memperlihatkan perilaku high anger temper tantrum. Anak yang pertama adalah anak laki laki berusia 5½ tahun, bernama F. F sering menampilkan perilaku tantrum di depan warung jika F menginginkan sesuatu misalnya permen atau mainan. Ibu seringkali tidak mengijinkan F membeli mainan atau makanan yang F inginkan karena harganya mahal. Ibu berkata dengan nada yang tinggi kepada F, sehingga menyebabkan F berteriak dengan mengatakan mama pelit, mendorong ibunya, kemudian menangis sambil berlari ke arah neneknya. Neneknya menggendong F dan akhirnya membelikan apa yang diinginkannya. Alasan nenek membelikan makanan atau mainan tersebut karena neneknya merasa kasihan melihat cucunya menangis. Ibu tidak pernah 1

2 menghukum F atas perilaku F tersebut karena menurut ibu, S akan diam saat neneknya membelikan mainan atau makanan yang F inginkan. Anak yang kedua, adalah anak perempuan berusia 5 tahun bernama AN. AN mengalami tantrum saat AN menginginkan sesuatu dan dilarang oleh ibunya, AN berlari ke kamarnya sambil berteriak dan membanting pintu kamarnya. Ibu berusaha menjelaskan kepada AN, mengapa ibu tidak membelikan barang tersebut dengan suara yang halus, tetapi anak berteriak-teriak dengan wajah yang terlihat marah dan memukul ibunya. Menurut ibu, hal ini disebabkan karena ayahnya selalu menuruti apa yang diinginkan oleh AN Ketika ayahnya pulang dari kantor, anak akan minta dibelikan barang tersebut dan mengadukan ibunya kepada ayahnya karena ibu tidak menuruti keinginannya. Ibu tidak pernah menghukum S, ibu hanya memarahi dan menyentil telinga AN. AN juga seringkali menangis sambil memukul kakaknya ketika berebut mainan dengan kakaknya. Tindakan ibu untuk menangani hal ini, ibu biasanya memarahi kakaknya dan memberikan mainan tersebut kepada adiknya agar adiknya tenang dan tidak menangis lagi. Ibu melakukan hal ini karena ibu beranggapan bahwa kakaknya sudah besar. Ibu tidak pernah menghukum AN karena hal tersebut, ibu hanya memarahi kakak AN karena tidak mau mengalah kepada adiknya. Anak yang ketiga adalah anak laki-laki berusia 5 tahun bernama LA. LA memperlihatkan perilaku tantrum lebih dari tiga kali dalam sehari karena rumahnya berada di sebelah warung dan LA setiap hari bermain di depan warung tersebut. LA mengalami tantrum ketika berada di warung. LA menangis dengan

3 kencang di depan warung karena ibu tidak membelikan apa yang LA inginkan. Reaksi ibu melihat perilaku anaknya tersebut adalah membentak anaknya dengan mengatakan bahwa ibu tidak mempunyai uang untuk membeli apa yang diinginkan LA. LA tidak berhenti menangis dan ibu pun memukul tangan LA agar LA berhenti menangis. Tindakan ibu tersebut tidak membuat LA berhenti menangis melainkan membuat tangisan LA semakin kencang dan memukul ibunya. Ibu merasa malu karena banyak orang yang melihat LA menangis, dan akhirnya ibu terpaksa membelikan barang atau makanan yang diinginkan LA. Anak yang keempat adalah anak laki-laki berusia 5 tahun bernama FS. FS berteriak, marah-marah dan memukul ibunya, apabila dia menolak saat diminta oleh ibunya untuk belajar. Ibu merasa kesal karena FS tidak menuruti perintah ibu, sehingga ibu membentak FS, yang membuat anak menangis sambil mengumpat dengan suara keras. Ibu pernah mengunci FS di kamarnya karena telah memukul ibu, namun FS malah menangis dengan keras dan menendang pintu. Ibu membiarkan FS sampai FS tenang. Setelah FS tenang, ibu tidak memberikan penjelasan mengapa FS dikunci. Dari data-data di atas didapatkan bahwa di PAUD X Bandung terdapat ibuibu yang memiliki anak dengan perilaku high anger temper tantrum. Temper tantrum adalah luapan emosi yang meledak-ledak, impulsif, dan tidak terkontrol (Giesbrecht, Miller, & Müller, 2010). Kata temper merujuk pada dinamika afek/emosi yang dikeluarkan dari dalam diri (intensitas dan ledakan emosi), sedangkan kata tantrum merujuk pada bentuk perilaku eksternal/yang tampak

4 (perilaku tidak terarah dan aktif). Jadi, dapat dikatakan bahwa temper tantrum merupakan bentuk luapan kemarahan (Schaefer & Millman, 1982). Temper tantrum bisa terjadi pada setiap anak, biasanya diidentikkan dengan kemarahan yang dilakukan oleh anak kecil (Sanders, 1997). Temper tantrum pada anak merupakan perilaku normal dari pertumbuhan balita karena mereka terus menerus bereksplorasi dan mempelajari batasanbatasan di sekelilingnya (Octopus, 2006). Temper tantrum merupakan perilaku yang biasa ditampilan oleh 50-91% anak-anak usia dua hingga tiga tahun, tetapi frekuensi perilaku tersebut perlahan menurun ketika berada pada masa prasekolah (Potegal & Archer, 2004; Potegal & Davidson, 2003). Frekuensi dan durasi temper tantrum anak usia 4 sampai 6 tahun berkurang dibandingkan dengan anak usia 2 sampai 4 tahun (Frey, 2003). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Pakpahan (2008), ada 80 anak (51,3%) berusia 3 4 tahun yang mengalami temper tantrum, dan ada 76 anak (48,7%) berusia 5 6 tahun yang masih mengalami temper tantrum. Belden, Thomson, dan Luby (2008) menyebutkan bahwa ada tiga perilaku temper tantrum pada usia 3 sampai 5 tahun yang perlu segera ditangani, yaitu adanya perilaku agresi, merusak barang atau keduanya. Temper tantrum yang berhubungan dengan self-injurious, perilaku tantrum yang terjadi sebanyak 5 kali dalam sehari di rumah atau di sekolah, dan durasi perilaku tantrum lebih dari 25 menit dapat mengindikasikan masalah yang lebih serius. Potegal dan Davidson (2003) juga menyebutkan bahwa kasus-kasus tantrum yang ekstrim ketika

5 perilaku temper tantrum menjadi sering dan berkepanjangan atau meliputi perilaku merusak barang atau perilaku agresi yang serius dapat memprediksikan perilaku antisosial di masa yang akan datang. Survey yang dilakukan oleh Hayes (2003) menunjukkan kaitan antara temper tantrum dengan tindakan kriminal saat dewasa. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa kesulitan dalam pengendalian diri dan temper tantrum, pada anak-anak prasekolah dapat dikaitkan dengan serangan kasar saat anak tersebut sudah dewasa. Dalam beberapa studi juga mengatakan bahwa temper tantrum pada anak akan menyebabkan masalah disruptive behavior di masa yang akan datang (Hayes, 2003). Oleh karena itu, perilaku temper tantrum yang disertai dengan perilaku agresi seperti yang ditampilkan oleh keempat anak di PAUD X perlu segera ditangani. Perilaku temper tantrum diperlihatkan dengan mendengus dan menggeram dan ada yang menjerit dengan keras, sehingga mata anak menjadi merah, muntah, ataupun menjadi kaku seperti patung (Potegal & Davidson, 2003). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Potegal dan Davidson (2003), menyebutkan bahwa terdapat 13 perilaku tantrum, yaitu menangis (cry), berteriak tanpa katakata (scream), berteriak dengan kata-kata (shout), menggeletakkan atau menggulingkan badan di lantai (down), menendang (kick), memukul (hit), menarik atau mendorong (pull/push), pergi (away), kaki atau tangan menjadi kaku (stiffen), menghentakkan kaki (stamp), merengek (whine), melempar barang (throw), dan mencari kenyamanan dari orang lain (affiliate) misalnya memegang

6 kaki ibu. Potegal dkk (2003) kemudian melakukan analisis komponen untuk mengelompokkan perilaku temper tantrum berdasarkan emosi yang terlibat didalamnya, diantaranya adalah high anger, intermediate anger, low anger, distress, dan coping. Sebagai contoh, perilaku yang menunjukkan rasa marah yang besar (high anger) adalah menendang, memukul, dan berteriak; sedangkan perilaku yang menunjukkan distress adalah merengek, menangis, dan mencari rasa nyaman dari orangtua atau affiliate (memegang, memeluk, meminta bantuan). Perilaku temper tantrum tidak hanya terjadi di rumah, tetapi juga terjadi di tempat umum, dan di sekolah. Temper tantrum terjadi karena anak tidak mendapatkan apa yang diinginkan ataupun karena anak tidak dapat mengkomunikasikan apa yang dirasakannya kepada orang lain (Schaefer & Millman, 1981). Selain itu, jika anak mendapatkan sesuatu yang menyenangkan ketika anak melakukan temper tantrum, akan membuat anak menjadikan temper tantrum sebagai strategi untuk mengontrol lingkungan (Schaefer & Millman, 1981). Menurut Schaefer & Millman (1981), penyebab anak berusia 2 sampai 4 tahun mengalami tantrum karena pada masa ini anak cenderung menunjukkan perilaku negativistik dan menginginkan kemandirian. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa di UPN Veteran Jakarta (2008), temper tantrum yang masih terjadi pada masa early childhood disebabkan karena anak terlalu dimanjakan, apa yang anak inginkan selalu dituruti sehingga pada saat permintaan anak ditolak, anak akan tantrum. Orang

7 tua yang tidak konsisten juga akan menyebabkan anak mengulangi perilaku tantrum pada saat menginginkan sesuatu misalnya, orang tua seringkali mengancam akan menghukum anak tapi tidak pernah menghukum. Anak akan dibingungkan oleh orang tua dan menjadi tantrum ketika orang tua benar-benar menghukum. Sikap antara ayah dan ibu yang tidak sependapat dalam menerapkan pola asuh juga dapat menyebabkan anak akan melakukan tantrum untuk mendapatkan keinginannya dari orang tua. La Forge (1996) menyebutkan, jika orang tua membiarkan tantrum berkuasa atau bereaksi dengan hukuman-hukuman yang keras dan paksaan-paksaan, maka berarti orang tua sudah menyemangati dan memberi contoh kepada anak untuk bertindak kasar dan agresif. Dari survey yang dilakukan di PAUD X Bandung, perilaku temper tantrum masih terjadi pada anak yang berusia 5-10 tahun. Usia 5 tahun, merupakan masa dimana orang tua harus membangun kerja sama dengan figur otoritas lain seperti guru, kakek-nenek, pengasuh serta orang tua lain untuk menangani masalah perilaku anak dengan cara yang konsisten. Orang tua sering menjadi lebih menunjukkan encouraging pada perilaku yang sesuai dan discouraging pada perilaku yang tidak sesuai (Lamb, Ketterlinus, & Fracasso, 1992). Tujuannya bagi anak adalah memunculkan kemampuan untuk sepakat dengan tuntutan dan harapan orang tua. Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu di PAUD X Bandung, usaha-usaha ibu seperti memarahi, memukul, mengunci anak di kamar, tidak mengurangi perilaku high anger temper tantrum. Hal ini disebabkan oleh kurangnya

8 pengetahuan ibu mengenai temper tantrum dan kurang terampil dalam menanganinya, sehingga perilaku high anger temper tantrum tidak menurun. Lingkungan memperkuat perilaku high anger temper tantrum dengan cara memberikan apa yang diinginkan oleh anak saat anak menampilkan perilaku high anger temper tantrum. Ibu bukan memberikan hukuman pada anak saat anak menampilkan perilaku high anger temper tantrum, melainkan memberikan reward. Pemberian reward yang tidak tepat, yaitu saat ibu tidak memberikan sesuatu yang anak inginkan, tetapi akhirnya ibu membelikan apa yang diinginkan anak karena anak menampilkan perilaku high anger temper tantrum. Anak menggunakan perilaku high anger temper tantrum tersebut sebagai alat untuk mendapatkan keinginannya. Keberhasilan ini membuat anak mengulang usaha untuk mengendalikan lingkungan mereka. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menangani high anger temper tantrum, namun salah satu teknik yang efektif untuk menangani perilaku temper tantrum anak menurut Potegal dan Davidson (2003), yaitu time out. Hal ini disebabkan time out merupakan metode hukuman. Sebagai hukuman, time out dapat mengajarkan kepada anak bahwa setiap perilaku high anger temper tantrum berhubungan dengan konsekuensi yang tidak menyenangkan yaitu time out, sehingga perilaku tersebut dapat berkurang. Time out dapat menjadi sarana untuk membantu anak memperkuat hubungan antara perilaku dan konsekuensi, tidak menghadirkan emosi negatif dari orang tua, dan memberi waktu untuk berpikir secara rasional kepada orang tua sehingga mereka dapat mengendalikan situasi

9 dengan lebih bijak. Time out biasanya digunakan di rumah dan sekolah serta telah terbukti efektif pada berbagai bentuk perilaku di setting berbeda (Brantner & Doherty, 1983). Teknik time out merupakan teknik yang popular dilakukan oleh orang tua di negara barat kepada anak-anaknya. Di Indonesia, orang tua masih jarang menerapkan teknik tersebut di rumah. Orang tua di Indonesia lebih memilih menggunakan kekerasan dan ancaman sebagai hukuman terhadap perilaku anak yang bermasalah, sedangkan orang tua di negara barat lebih memilih menyuruh anak diam di suatu tempat untuk merefleksikan perilakunya. Setelah anak ditempatkan di tempat tersebut, orang tua akan mengajak anaknya berbicara mengenai perilaku anak yang bermasalah tersebut dan alasan mengapa anak ditempatkan di tempat khusus yang disediakan orang tua (Agnessia Shella, 2010). Ibu-ibu di PAUD X pun tidak pernah menggunakan teknik isolation time out untuk menangani perilaku high anger temper tantrum anak. Mereka lebih memilih membentak anak, memukul, atau memenuhi keinginan anak ketika perilaku high anger temper tantrum muncul. Hal ini disebabkan oleh ibu-ibu belum mengetahui mengenai teknik isolation time out. Berdasarkan data tersebut, peneliti akan menyediakan modul pelatihan isolation time out untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu yang memiliki anak berusia 5-10 tahun yang menunjukkan perilaku high anger temper tantrum. Peneliti anak memberikan pengetahuan mengenai high anger temper tantrum serta memaparkan akibat dari high anger temper tantrum di masa yang

10 akan datang dan memberikan pengetahuan mengenai isolation time out sebagai solusi untuk menurunkan perilaku tersebut. 1.1. Identifikasi Masalah Apakah modul pelatihan isolation time out dapat dihunakan untuk memberikan pengetahuan serta keterampilan mengenai teknik isolation time out untuk menurunkan high anger temper tantrum anak. Apakah terdapat penurunan high anger temper tantrum pada anak berusia 5-10 tahun jika ibu melakukan isolation time out sesudah diberikan pelatihan. 1.2.Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk merancang dan menguji cobakan modul isolation time out pelatihan isolation time out pada ibu yang memiliki anak berusia 5-10 tahun untuk menurunkan high anger temper tantrum anak di PAUD 'X' Bandung.

11 1.3.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah modul pelatihan isolation time out dapat digunakan untuk menurunkan high anger temper tantrum anak berusia 5-10 tahun di PAUD 'X' Bandung. 1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoritis Untuk memberikan informasi kepada bidang psikologi perkembangan mengenai teknik isolation time out yang dapat dilakukan untuk menurunkan high anger temper tantrum pada anak berusia 5-10 tahun di PAUD X Bandung. Untuk memberikan masukkan bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan teknik isolation time out untuk menurunkan high anger temper tantrum anak berusia 5 tahun atau lebih di PAUD X Bandung. I.4.2 Kegunaan Praktis Modul pelatihan isolation time out dapat memberikan pengetahuan kepada ibu, sehingga ibu terampil menggunakan cara-cara yang dapat menurunkan perilaku high anger temper tantrum anak usia 5-10 tahun.

12 Modul pelatihan isolation time out sebagai alat bantu ibu dalam mengevaluasi diri berkaitan terhadap penerapan isolation time out yang tepat kepada anak berusia 5-10 tahun yang mengalami high anger temper tantrum. Sebagai alat bantu ibu untuk mendapatkan pengarahan mengenai penerapan isolation time out yang tepat terhadap anak berusia 5-10 tahun yang mengalami high anger temper tantrum.