MENYATUKAN PENETAPAN 1 RAMADLAN, SYAWAL DAN DZULHIJJAH DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
Abdul Rachman dan Thomas Djamaluddin Peneliti Matahari dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT. A. Analisis terhadap Metode Hisab Awal Bulan Qamariah dalam

BAB IV PERBEDAAN DAN PERSAMAAN DALAM PENENTUAN AWAL BULAN SYAWAL 1992, 1993, 1994 M DAN AWAL ZULHIJAH 2000 M ANTARA NAHDLATUL ULAMA DAN PEMERINTAH

Proposal Ringkas Penyatuan Kalender Islam Global

IMKAN RUKYAT: PARAMETER PENAMPAKAN SABIT HILAL DAN RAGAM KRITERIANYA (MENUJU PENYATUAN KALENDER ISLAM DI INDONESIA)

BAB I PENDAHULUAN. dan hari raya Islam (Idul fitri dan Idul adha) memang selalu diperbincangkan oleh

PREDIKSI KEMUNGKINAN TERJADI PERBEDAAN PENETAPAN AWAL RAMADHAN 1433 H DI INDONESIA. Oleh : Drs. H. Muhammad, MH. (Ketua PA Klungkung)

Imkan Rukyat: Parameter Penampakan Sabit Hilal dan Ragam Kriterianya (MENUJU PENYATUAN KALENDER ISLAM DI INDONESIA)

Unifikasi Kalender Islam di Indonesia Susiknan Azhari

Abdul Rachman dan Thomas Djamaluddin Peneliti Matahari dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Kaedah imaging untuk cerapan Hilal berasaskan Charge Couple Device (CCD) Hj Julaihi Hj Lamat,

Seputar Perbedaan Ilmu Hisab dan Penentuan Hari Raya

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan pendapat mengenai penetapan awal bulan Qamariyah kerap

Tugas Penulisan Karya Tulis Ilmiah (Materi : Batasan dan Ragam KTI)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. baik secara nasional maupun internasional dalam halnya menentukan awal bulan

Kapan Idul Adha 1436 H?

PENGERTIAN DAN PERBANDINGAN MADZHAB TENTANG HISAB RUKYAT DAN MATHLA'

IMPLEMENTASI KALENDER HIJRIYAH GLOBAL TUNGGAL

KAJIAN ALGORITMA MEEUS DALAM MENENTUKAN AWAL BULAN HIJRIYAH MENURUT TIGA KRITERIA HISAB (WUJUDUL HILAL, MABIMS DAN LAPAN)

BAB I PENDAHULUAN. kandungan atau makna yang tersirat di dalam suatu nash. Mulai dari ibadah yang

Awal Ramadan dan Awal Syawal 1433 H

Hisab dan rukyat - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklop...

PENENTUAN AWAL BULAN QOMARIYAH DAN PERMASALAHANNYA DI INDONESIA. Wahyu Widiana Mahkamah Agung RI Absrak

PERBEDAAN IDUL FITRI: HISAB, RU YAH LOKAL, DAN RU YAH GLOBAL

MENGHITUNG WAKTU IJTIMAK

PENGERTIAN DAN PERBANDINGAN MADZHAB TENTANG HISAB RUKYAT DAN MATHLA' (Kritik terhadap Teori Wujudul Hilal dan Mathla' Wilayatul Hukmi) 1

ALMANAK KALENDER TAHUN 2017 LEMBAGA FALAKIYAH PWNU JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penetapan awal bulan kamariah, terdapat beberapa metode yang

BAB I PENDAHULUAN. segenap kaum muslimin, sebab banyak ibadah dalam Islam yang. sebagainya. Demikian pula hari-hari besar dalam Islam, semuanya

Oleh: Hafidz Abdurrahman

BAB I PENDAHULUAN. Matahari dan Bulan maupun kondisi cuaca yang terjadi ketika rukyat.

BAB IV ANALISIS PANDANGAN MUHAMMADIYAH DAN THOMAS DJAMALUDDIN TENTANG WUJU<DUL HILAL

IMKAN AL-RUKYAT MABIMS SOLUSI PENYERAGAMAN KELENDER HIJRIYAH

A. Analisis Fungsi dan Kedudukan Deklinasi Bulan dan Lintang Tempat dalam menghitung Ketinggian Hilal menurut Kitab Sullam an-nayyirain

BAB I PENDAHULUAN. hadirnya hilal. Pemahaman tersebut melahirkan aliran rukyah dalam penentuan

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN HISAB IRTIFA HILAL MENURUT ALMANAK NAUTIKA DAN NEWCOMB

Kilas Balik Penetapan Awal Puasa Dan Hari Raya Di Indonesia. Moh Iqbal Tawakal

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN SUSIKNAN AZHARI TENTANG UNIFIKASI KALENDER HIJRIAH DAN PROSPEKNYA MENUJU UNIFIKASI KALENDER HIJRIAH DI INDONESIA

Sistem Penanggalan Hijriyah/Islam

Perbedaan Penentuan Awal Bulan Puasa dan Idul Fitri diantara Organisasi Islam di Indonesia: NU dan Muhammadiyah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Penentuan Awal Bulan Qamariyah & Prediksi Hisab Ramadhan - Syawal 1431 H

BAB I PENDAHULUAN. karena itu para ahli hukum Islam menentukan lembaga-lembaga mana yang. berwenang melakukannya, prosedur dan mekanismenya.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN BUKIT WONOCOLO BOJONEGORO SEBAGAI TEMPAT RUKYAT DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaannya dengan penentuan awal bulan kamariah 1. Bahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. terbenam terlebih dahulu dibandingkan Bulan. 2. ibadah. Pada awalnya penetapan awal bulan Kamariah ditentukan

Hilal Ramadhan Monday, 25 July 2011

BAB I PENDAHULUAN. karena selain untuk menentukan hari-hari besar, penentuan awal bulan juga

FATWA MUI TENTANG PENENTUAN AWAL RAMADHAN, SYAWAL, DAN DZÛ AL-HIJJAH (UPAYA REKONSTRUKSI METODOLOGIS)

HISAB PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH MENURUT MUHAMMADIYAH (STUDI PENETAPAN HUKUMNYA) NASKAH PUBLIKASI

MENYATUKAN SISTEM PENANGGALAN ISLAM. Syamsul Anwar

HISAB PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH MENURUT MUHAMMADIYAH (STUDI PENETAPAN HUKUMNYA) SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. nampaknya semua orang sepakat terhadap hasil hisab, namun penentuan awal

LEBARAN KAPAN PAK?? Oleh : Mutoha Arkanuddin Koord. Rukyatul Hilal Indonesia (RHI)

BAB I PENDAHULUAN. muslimin, sebab banyak ibadah dalam Islam yang pelaksanaannya dikaitkan

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PENENTUAN KETINGGIAN HILAL PERSPEKTIF ALMANAK NAUTIKA DAN EPHEMERIS

BAB IV KONSEPSI PENYATUAN KALENDER HIJRIAH TERHADAP POLA SIKAP PP. MUHAMMADIYAH. A. Analisis Sikap PP. Muhammadiyah Terhadap Penyatuan Sistem

BAB I PENDAHULUAN. penentuan awal bulan kamariah 1 merupakan persoalan yang lebih. digunakan atau metode perhitungan yang dipakai.

OTORITAS DALAM PENETAPAN AWAL BULAN QAMARIYAH (KONFRONTASI ANTARA PEMIMPIN NEGARA DAN PEMIMPIN ORMAS KEAGAMAAN) ABSTRAK

MAKALAH ASTRONOMI KALENDER BULAN. Dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Astronomi. Dosen Pengampu: Arif Widiyatmoko, M.Pd.

Topik ini menggarisbawahi akan pentingnya kekaffahan seseorang dalam ber-islam agar mampu melihat persoalan tidak secara parsial, utamanya dalam

Wawancara Merdeka.com: Metode hisab dan Rukyat Bisa Disatukan karena Ilmu Astronomi Bisa Tentukan Awal Bulan Sesuai Dalil Rukyat

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 2 JUNI 2011 M PENENTU AWAL BULAN RAJAB 1432 H

INFORMASI ASTRONOMIS HILAL DAN MATAHARI SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 8 DAN 9 SEPTEMBER 2010 PENENTU AWAL BULAN SYAWWAL 1431 H

BAB IV ANALISIS PEDOMAN WAKTU SHALAT SEPANJANG MASA KARYA SAĀDOE DDIN DJAMBEK. A. Analisis Metode Hisab Awal Waktu Salat Saādoe ddin Djambek dalam

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan analisis dalam pembahasan disertasi ini, peneliti. 1. Matlak menurut fikih adalah batas daerah berdasarkan jangkauan

Fiqh Ulil Amri: Perspektif Muhammadiyah 1

ASTROFOTOGRAFI SEBAGAI TEKNIK RU'YAT MENURUT FIQH ASTRONOMI

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun sering kali ditemukan perbedaan dalam penentuan awal

BAB IV ANALISIS METODE HISAB AWAL WAKTU SALAT DALAM KITAB ILMU FALAK METHODA AL-QOTRU KARYA QOTRUN NADA

Modul Pelatihan HISAB - RUKYAT AWAL BULAN HIJRIYAH

BAB II TEORI VISIBILITAS HILAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara dengan sebagian besar penduduknya

BAB I PENDAHULUAN. tetapi terkait dengan penetapan awal bulan dalam kalender hijriah.

BAB III RESPONS ULAMA NU DAN MUHAMMADIYAH KUDUS TERHADAP UPAYA UNIFIKASI KALENDER HIJRIAH DI INDONESIA PERSPEKTIF ASTRONOMI

Polemik Ramadhan Ketinggian Hilal Harus 2 derajat?

BAB II TEORI-TEORI TENTANG KELAYAKAN TEMPAT RUKYAT AL-HILAL. Secara etimologis kata Rukyat berasal dari Bahasa Arab yaitu

Hisab dan Rukyat Setara: Astronomi Menguak Isyarat Lengkap dalam Al-Quran tentang Penentuan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah

BAB III KONSEP UNIFIKASI KALENDER HIJRIAH PEMIKIRAN SUSIKNAN AZHARI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan kelangsungan kegiatan peribadatan umat islam. Ketepatan dan

BAB IV ANALISIS HISAB WAKTU SALAT DALAM KITAB ILMU FALAK DAN HISAB KARYA K.R. MUHAMMAD WARDAN

DAFTAR PUSTAKA. Azhari, Susiknan Kalender Islam ke Arah Integrasi Muhammadiyah NU, Yogyakarta: Museum Astronomi Islam, 2012

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 23 JANUARI 2012 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AWAL 1433 H

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan agama yang lain adalah bahwasannya peribadatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemeluknya untuk berfikir terbuka, dan menolak setiap aturan, norma, yang menyalahi

TRIAL ITSBAT RUKYATUL HILAL BASED ON LAW NUMBER 3 OF 2006 ABOUT FIRST CHANGES LAW NUMBER 7 OF 1989 ABOUT RELIGION COURTS

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai penentuan arah kiblat, khususnya di Indonesia sudah

BAB I PENDAHULUAN. (hisab) maupun pengamatan hilal (rukyat). Sehingga tidak jarang. perdebatan umat dibanding persoalan penentuan waktu salat dan arah

DAFTAR PUSTAKA. Ahmad SS, Noor, Risalah Falakiyah Nurul Anwar, Kudus: TBS, t.t.

HISAB RUKYAT DALAM ASTRONOMI MODERN. T. Djamaluddin 1

PERUMUSAN GARIS TANGGAL KAMARIAH INTERNASIONAL BERDASARKAN KONJUNGSI

BAB IV ANALISIS KOMPARATIF METODE HISAB AWAL WAKTU SALAT AHMAD GHAZALI DALAM KITAB ANFA AL-WASÎLAH DAN NOOR AHMAD DALAM KITAB SYAWÂRIQ AL-ANWÂR

BAB I PENDAHULUAN. keislaman yang terlupakan, padahal ilmu ini telah dikembangkan oleh

Post

1 ZULHIJJAH 1430 HIJRIYYAH DI INDONESIA Dipublikasikan Pada Tanggal 11 November 2009

KONSEP DAN KRITERIA HISAB AWAL BULAN KAMARIAH MUHAMMADIYAH

Transkripsi:

MENYATUKAN PENETAPAN 1 RAMADLAN, SYAWAL DAN DZULHIJJAH DI INDONESIA Ahmad Wahidi Fakultas Syari ah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Email : Wafiqillah@yahoo.com Abstrak Determining to begin and to end fasting leads to disintegration conflict among muslims. In this paper, the root of the debate of the difference to determine qamariyah calendar will be discussed and to be found the solution quickly and accurately. There are two approaches that must be applied in integrating the beginning of qamariyah calendar in Indonesia; methodological approach and authority approach. However, the second approach should be implemented firstly to realize the integrity of the qamariyah calendar determination in order it can be accepted lawfully and scientifically. Penyatuan waktu untuk memulai dan mengakhiri ibadah puasa ramadlan mengarah pada konflik disintegrasi pada komunitas muslim. Dalam tulisan ini, akan diulas tentang akar perbedaan penetapan awal bulan qamariyah kemudian dicarikan sebuah solusi yang cepat dan akurat. Ada dua pendekatan yang harus dilakukan dalam upaya penyatuan awal bulan qamariyah di Indonesia yakni pendekatan metodologis dan authority (kekuasaan). Namun untuk percepatan terwujudnya persatuan penetapan awal bulan qamariyah maka pendekatan yang kedua harus diutamakan terlebih dahulu sebelum pendekatan pertama membuahkan hasil yang bisa diterima secara syar iyah dan ilmiah. Kata Kunci:Hisab rukyat, Dialektis Metodologis, Single Authority Seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman maka problematika di setiap sektor dan bidang se makin kompleks. Ini juga terjadi dalam bidang ilmu pe ngetahuan, dalam hal ini adalah ilmu falak terutama dalam ranah aplikatifnya. Dari empat materi dalam ilmu falak, 1 yang paling tumbuh subur problem atau per masalahan adalah penentuan awal bulan qamariyah te r utama awal Ramadlan, Syawal dan Dzulhijjah wa laupun sebenarnya tiga materi lainnya juga ada problem atau permasalahan. Boleh dikatakan bahwa problem penentuan awal bulan qamariyah adalah problem klasik yang sampai detik ini tidak kunjung terselesaikan. Dahulu di era tahun 70-80 an perdebatan penetapan awal bulan hanya terjadi pada dua organisasi keagamaan ter besar di Indonesia yakni NU dan Muhammadiyah di mana perbedaan penetapan 1 Ramadlan, Syawal dan Dzulhijjah biasanya hanya terpaut satu hari namun kini perbedaan penetapan awal bulan-bulan tersebut bisa menjadi lebih dari 3 hari yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena banyaknya aliran-aliran dan orga nisasi keagamaan di Indonesia yang memliki cara 1 4 materi pokok dalam ilmu falak : arah kiblat, waktu shalat, awal bulan / kalender dan gerhana atau metode serta kriteria penetapan awal bulan yang ber beda-beda dan masing masing mengklaim dan me ya kini metode merekalah yang paling benar dan sesuai dengan tuntunan Al-Qur an dan Hadits Nabi. Indonesia memang negara yang kaya akan keaneka ragaman termasuk dalam penetapan awal bulan qa ma riyah utamanya Ramadlan, Syawal dan Dzulhijjah yang berbeda-beda. Di satu sisi, perbedaan ter sebut me ru pakan indikasi bahwa perkembangan ilmu falak atau hisab rukyat di Indonesia mengalami per kem bangan dan kemajuan karena ada dialog keilmuan yang terbangun di masyarakat, namun di sisi lain bisa jadi ini adalah indikasi bahwa orang yang mengerti tentang Ilmu falak sekaligus fiqih atau hukum Islam sudah jarang di temui di Indonesia. Dalam tulisan ini akan dikaji tentang penyebab terjadinya perbedaan pe ne tapan awal bulan itu terjadi dan bagaimana solusi yang tepat untuk menyatukan perbedaan tersebut. Akar Perbedaan Penetapan Awal Bulan Permasalahan penentuan awal bulan qamariyah utama nya menjelang datangnya bulan Ramadlan, Syaw wal dan Dzulhijjah yang digunakan umat Islam dalam penentuan beribadah menjadi problem klasik, 85

86 ~ Jurisdictie, Jurnal Hukum dan Syariah, Volume 2, Nomor 2, Desember 2011, hlm 85-91 bisa juga polemik, wacana aktual dan masalah besar. Di katakan klasik karena sejak zaman permulaan Islam, dan semasa perkembangan Islam selanjutnya di kalangan sahabat, tabi in, para ulama dan pakar hukum Islam selalu menjadikan ketiga awal bulan ter sebut sebagai pembahasan dalam penetapannya sam pai sekarang. Disebut polemik karena para ulama dan ahli fiqih (pakar hukum Islam) dalam kitab-kitab fiqih nya pada bab puasa dan penentuan awal bulan Ra madhan, Syawwal dan Dzulhijah selalu membahas se cara panjang lebar dan termasuk berbagai perbedaan pen dapat masing-masing. Dianggap wacana aktual dan faktual karena berbagai pakar disiplin ilmu baik ahli hisab rukyat, astronom dan ahli lainnya ikut serta membahas dan membicarakan penentuan ketiga awal bulan tersebut dan upaya penyatuannya yang di ekspos oleh media secara terbuka. Dikatakan masalah men jadi besar karena negara-negara berpenduduk ma yoritas Islam, para ulama ahli fiqih, ahli hisab rukyat dan astronomi maupun cendekiawan muslim se dunia membahasnya dan berupaya sungguh-sungguh mencari jalan dan cara penyatuannya sampai sekarang melalui forum-forum pertemuan pakar falak dan astronomi sedunia 2. Ada beberapa faktor penyebab terjadinya perbe daan dalam menetapkan awal bulan (Ramadlan, Syawal dan Dzulhijjah) : Pertama, adanya perbedaan penafsiran dan pema haman perintah memulai dan mengakhiri puasa, apa kah boleh memulai dan mengakhiri puasa dengan rukyat semata atau dengan perhitungan (hisab), dan apakah rukyat tersebut masalah ta abbudi atau ta aqquli. Perbedaan tersebut melahirkan dikotomi hisab rukyat dengan adanya klaim ijtihadiyah 1: Rukyat bersifat qath i sehingga menentukan, sedang kan hisab bersifat dzhanniy sehingga hanya pendukung atau diabaikan. Dan klaim ijtihadiyah 2: hisab bersifat qath i sehingga menentukan, sedangkan rukyat bersifat dzhanniy sehingga hanya pendukung atau diabaikan. Kedua, adanya perbedaan sistem dan me tode perhitungan (hisab). Metode perhitungan awal bulan qama riyah di Indonesia tumbuh dan berkem bang sangat pesat dan menghasilkan berbagai macam sistem/ metode hisab lebih dari 35 sistem per hi tungan. Secara umum sistem hisab tersebut di bagi men jadi dua yakni urfi dan hakiki. Sistem urfi adalah sistem perhitungan yang sangat sederhana tanpa mempertimbangkan posisi dan kondisi hilal dan matahari. Metode ini 2 Khotib Asmuni dkk, Dasar-Dasar Ilmu Falak, Makalah Diklat Hisab Rukyat di UIN Malang Januari 2011 hanya bermain di angka-angka yang bersifat prediktif. Sistem perhitungannya di dasarkan atas peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional. Sistem ini sama seperti sistem ka lender syamsiyah bilangan hari pada tiap-tiap bulan berjumlah tetap kecuali bulan tertentu pada tahun-tahun tertentu jumlahnya lebih panjang satu hari. Sistem ini pada dasarnya tidak dapat digunakan untuk menentukan awal bulan qamariyah sebagai awal Ra madlan, Syawal dan Dzul hijjah karena menurut sistem ini umur bulan Sya ban dan Ramadlan adalah tetap, yaitu 29 untuk bulan Sya ban dan 30 hari untuk Ramadlan 3. Di Indonesia masih ada masyarakat yang menggu nakan pedoman sistem ini untuk penetapan awal bulan Ramadlan, Syawal dan Dzulhijjah, yang tergolong sistem ini adalah kalender jawa Islam atau Islam jawa asapon dan aboge. Adapun sistem hakiki per hitungannya dengan mempertimbangkan terjadinya ijtima, 4 serta posisi dan kondisi hilal dan ma ta hari, dengan kata lain sistem perhitungannya di da sarkan pada peredaran bulan dan bumi yang se be narnya sehingga menurut sistem ini umur setiap bulan tidaklah kons tan dan juga tidak beraturan, me lain kan tergantung pada posisi hilal setiap awal bulan. Me tode hakiki ini ter bagi menjadi tiga : (a) Hisab hakiki taqribi, yang ter masuk dalam sistem ini adalah Sullam al-nayirain, Fath Rauf al- Manan, Tadzkirah al-ikhwan, Al- Qawaid al-falakiyah, Risalah al-qamarain, Hisab Qath i, Risalah al-falakiyah, Ri sa lah Syams al-hilal, dan lain-lain. (b) Hisab hakiki tahqiqi yang termasuk dalam sistem ini adalah Al-Mathla al Said, Manahijul Ha midiyah, Al-Khulashah Al-Wafiyah, Muntaha Naij Aqwal, Badi ah Al-Mitsal, Hisab Hakiki, Menara Kudus, Nur al- Anwar, Ittifaq Dzat al-bayn, dan lainlain, (c) Hisab hakiki kontemporer yang termasuk dalam sistem ini adalah New Comb, Islamic Calander, Jean Meuus, Almanac Nautika, Astronomical Almanac, Ephemeris Hisab Rukyat, Ascript, Astroinfo, Mooncal, Mawaqit dan lain-lain. 3 Suziknan Azhari, Ilmu Falak Teori dan Praktik, (Yogyakarta:Lazuardi, 2001), h. 93-95 4 Ijtima atau iqtiran (Konjungsi) adalah suatu peristiwa saat bulan dan matahari terletak pada posisi garis bujur yang sama bila dilihat dari arah timur ataupun arah barat. Namun sebenarnya bila diamati ternyata jarak antara kedua benda langit tersebut berkisar sekitar 50 derajat. Dalam keadaan ijtima hakikatnya masih ada bagian bulan yang mendapatkan pantulan dari sinar matahari, yaitu bagian yang menghadap ke bumi. Namun kadangkala karena tipisnya hal tersebut tidak dapat dilihat dari bumi karena ketika ijtima bulan berdekatan letaknya dengan matahari. Lihat Suziknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008), h. 93-94 secara astronomi umum ijtima adalah new moon (bulan baru) namun dalam ilmu fala atau hisab rukyat ijtima adalah indikator awal akan terjadinya pergantian bulan qamariyah.

Ahmad Wahidi, Menyatukan Penetapan 1 Ramadlan, Syawal dan Dzulhijjah di Indonesia ~ 87 Ketiga adanya perbedaan pedoman atau kriteria mernulai tanggal satu dan posisi hilal awal bulan. Aliran Ijtima, aliran ini berpendapat bahwa pe ristiwa Ijtima merupakan awal terjadinya pergan tian bulan tanpa memperhitungkan dan memper timbangkan posisi hilal. Sehingga aliran ini tidak me m permasalahkan hilal dapat dilihat atau tidak. Pen dapat ini mengadopsi dari teori astronomi murni yang menyatakan terjadinya new moon (bulan baru) terjadi sejak saat matahari dan bulan dalam keadaan Ijtima (konjungsi). Dari teori ini kemudian terbagibagi lagi menjadi beberapa pendapat berdasarkan atas kri teria yang lebih spesifik, antara lain : Pertama, Ijtima Qabl al-ghurub mempunyai arti bahwa adanya awal bulan atau bulan baru jika ter jadinya Ijtima sebelum matahari tenggelam walau pun hilal masih di bawah ufuq atau terbenam terlebih dahulu dari pada matahari. Berdasarkan kondisi ter sebut, Ijtima nya terjadi sebelum masuk terbenam, malam harinya sudah masuk tanggal 1 bulan baru namun jika terjadinya ijtima setelah matahari tenggelam maka malam harinya masih tanggal 30 bulan yang sedang berlangsung. Kedua, Ijtima Qabl al-fajr adalah kriteria per gantian bulan yaitu ketika peristiwa ijtima (konjungsi) terjadi sebelum fajar. Ketika hal ini terjadi maka sejak terbit fajar pada hari tersebut sudah masuk tanggal satu bulan baru. Dan sebaliknya jika ijtima ter jadi setelah terbit fajar maka pagi harinya masih tanggal 30 bulan yang masih berlangsung. Teori ini me ngenyampingkan terhadap posisi bulan atau hilal. Ketiga, Ijtima Qabl Nishf al-nahar adalah terjadi nya ijtima (konjungsi) sebelum tengah hari meru pakan kriteria yang digunakan untuk menentukan ter jadinya pergantian bulan. Artinya jika terjadi demikian maka mulai hari itu adalah bulan baru dan apa bila terjadinya ijtima sesudah tengah hari maka hari itu masih tanggal 30 bulan yang berlangsung. Keempat, ijtima Qabl Nishf al-layl yaitu kriteria bulan baru berdasarkan ijtima (konjungsi) ter jadi se belum tengah malam. Jika terjadi demikian maka sejak malam itu sudah masuk tanggal 1 bulan baru dan jika sebaliknya, manakala ijtima (konjungsi) ter jadi setelah lewat tengah malam maka malam itu masih tanggal 30 bulan yang berlangsung. Ijtima dan Wujud al-hilal Kriteria penentuan awal bulan qamariyah dengan ke tentuan jika setelah terjadi ijtima (konjungsi), bulan terbenam setelah terbenamnya matahari, artinya bulan muda atau hilal wujud (ada) sebelum ma tahari tebenam maka pada malam hari tersebut di nyatakan sebagai awal bulan qamariyah, tanpa me lihat berapapun sudut ketinggian (altitude) bulan muda atau hilal saat matahari terbenam. Imkan al-rukyat Imkan al-rukyat adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang ditetapkan ber dasarkan atas posisi hilal seberapa mungkin bisa di rukyat. Kr i teria yang digunakan adalah sebagai berikut: (a) Pada saat matahari terbenam, ketinggian (altitude) bulan di atas cakrawala minimum 2, dan sudut elongasi (jarak lengkung) bulan-matahari mi ni mum 3, dan atau, (b) Pada saat bulan terbenam, usia bulan mini mum 8 jam, dihitung sejak ijtima. Di Indonesia, secara tradisi pada petang hari pertama sejak terjadinya Ijtima (yakni setiap tanggal 29 pada bulan berjalan), Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Kementerian Agama melalui Badan Hisab Rukyat (BHR) melakukan kegiatan rukyat (pengamatan visibilitas hilal), dan dilanjutkan dengan sidang Itsbat, yang memutuskan apakah pada malam ter sebut telah memasuki bulan (kalender) baru, atau me ng genapkan bulan berjalan menjadi 30 hari. Hal ini sesuai kesepakatan dari musyawarah Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan Hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah. Di samping metode Imkan al- Rukyat versi Pemerintah atau MABIMS di atas, juga ter dapat kriteria lainnya yang serupa, dengan besaran sudut/angka minimum yang berbeda. Dengan adanya perbedaan metode dan keabsahan laporan rukyat, sebagian keabsahan rukyat harus sesuai dengan metode hisab dan sebagian lainnya tidak harus sesuai dengan metode hisab, yang penting orang yang melapor rukyat tersebut adil, jujur, benar dan disumpah oleh hakim. Dengan adanya perbedaan wilayah (wilayat alhukmi) atau wilayah global, maka wilayat al-hukmi pun ada perbedaan seberapa luas cakupan wi layah apakah satu negara, atau satu kota atau satu wilayah regional misal nya asia tenggara dan lain-lain. Sementara wilayah global pun memiliki per bedaan pendapat apakah penetapannya mengikuti Saudi Arabia, dengan alasan lahirnya Islam dan ka bah kiblat umat Islam ber ada di Mekah, atau tidak harus mengikuti Saudi Arabia pokoknya di manapun hilal muncul atau terlihat itu bisa dijadikan acuan masuknya awal bulan. Karena perbedaan siapa yang berhak menetapkan pe ne tapan ketiga awal bulan tersebut, pemerintah atau

88 ~ Jurisdictie, Jurnal Hukum dan Syariah, Volume 2, Nomor 2, Desember 2011, hlm 85-91 boleh yang lainnya. Karena perbedaan keyakinan masing-masing pengikut aliran dan atau organisasi ter hadap institusi atau lembaga atau orang yang dianggap panutan oleh mereka terlepas apakah mengerti ilmu falak atau tidak. Dari beberapa faktor tersebut yang paling memberikan dampak dan dianggap pokok adalah adanya per bedaan interpretasi terhadap nash terkait tentang pe nentuan awal bulan yang kemudian memicu muncul nya faktor-faktor yang lain. Terkait dengan perbedaan penentuan 3 awal bulan di atas ada data yang perlu kita cermati bersama untuk dijadikan bahan refrensi dan renungan untuk men carikan solusi penyatuan penetapan awal bulan tersebut (Tabel I) : 5( 5 T. Djamaluddin, Menuju Kreteria Hisab Ruyat Indonesia, Presentasi dalam Seminar Nasional HISSI 15 Januari 2010 Penyatuan Penetapan Awal Bulan Dalam upaya penyatuan penetapan awal bulan setidaknya ada dua pendekatan yang bisa dilakukan : Pendekatan Dialektis Metodologis Dalam rangka upaya penyatuan penetapan awal bulan qamariyah khususnya Ramadlan, Syawal dan Dzulhijjah, sebenarnya semenjak lahirnya perbedaan tersebut sudah diadakan kompromi dan perumusan metode yang bisa disepakati oleh semua pihak baik dari kelompok hisab, rukyat, wilayah global atau wilayat al-hukmi namun sampai detik ini tidak ada kata sepakat terhadap metode yang digunakan saat ini. Selama masing-masing pihak tetap mengedepankan ego nya maka sulit untuk mempetemukannya dalam satu metode yang bisa disepakati atau bahkan tidak akan mungkin bisa ketemu satu kata sepakat hatta alakhirah. Tabel I Tahun 1422 / 2001-2002 Irtifa / Tinggi Hilal Ramadlan Syawal Dzulhijjah 1,7 1423 / 2002-2003 7,7 6,3 1,2 2,5 1,3 1424 / 2003-2004 11,8 6,1 8,5 1425 / 2004-2005 3,4 10,3 13,8 1426 / 2005 10,0 3,3 4,7 1427 / 2006 8,8 1428 / 2007 8,5 0,9 0,7 1429 / 2008 6-0,7-4 1430 / 2009-1 6 6 1431 / 2010 3-2 1432 / 2011 7,5 1433 / 2012 1434 / 2013 1435 / 2014 2 0,7 0,8 1,8 10,6 7,4 1,7 7,1-4,3-2,4 4,2 3,6 4,1 0,8

Ahmad Wahidi, Menyatukan Penetapan 1 Ramadlan, Syawal dan Dzulhijjah di Indonesia ~ 89 Namun, walaupun demikian usaha untuk mencari metode dan kreteria yang tepat untuk bisa diterima oleh semua pihak dan tetap dalam koridor syar iyah (tuntunan agama) dan ilmiah harus tetap dilakukan. Salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama RI melalui BHR (Badan Hisab Rukyat) untuk menjembatani perbedaan tersebut adalah dengan membuat kreteria yang disebut Imkan al-rukyat (visibilitas Hilal). Pada bulan Dzulqa dah 1418 bertepatan dengan maret 1998 para ulama ahli hisab dan rukyah dan para perwakilan or ganisasi kemasyarakatan Islam mengadakan mu syawarah tentang kreteria imkan al-rukyah untuk Indonesia di mana keputusan musyawarahnya di tetap kan pada hari senin tanggal 7 Jumadil Akhir 1418 H/ 28 sep tember 1998. Adapun hasil keputusannya adalah se bagai berikut 6 :(a) Penentuan awal bulan qa mariyah didasarkan pada sistem hisab hakiki tahkiki dan atau rukyah, (b) Penentuan awal bulan qamariyah yang terkait dengan pelaksanaan ibadah mahdhah yaitu awal Ramadan, Syawal dan awal Dzulhijjah di tetap kan dengan memperhitungkan hisab hakiki tahkiki dan rukyah, (c) Kesaksian rukyah dapat diterima apabila ketinggian hilal 2 derajat dan jarak ijtima ke ghurub matahari atau usia hilal minimal 8 jam, (d) Kesaksian rukyah hilal tidak dapat diterima apa bila ketinggian hilal kurang dari dua derajat maka awal bulan ditetapkan berdasarkan istikmal, (e) Apabila ketinggian hilal 2 derajat atau lebih, awal bu lan dapat ditetapkan, (f) Kriteria Imkan al-rukyah tersebut di atas akan dilakukan penelitian lebih lanjut. Meng himbau kepada seluruh pimpinan organisasi ke masyarakatan Islam untuk men so sialisasikan kepu tusan ini, (g) Dalam me laksanakan sidang istbat, pe me rintah men de ngar kan pendapat-pendapat dari or ga ni sasi ke ma syarakatan Islam dan para ahli. Keberadaan kriteria Imkan al-rukyah di Indonesia sebenarnya mengadopsi dari hasil ke pu tusan Komite Penyelarasan Rukyah dan Taqwim Islam MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura). Kreteria Imkan al-rukyah ini merupakan tawaran Pemerintah dalam rangka menya tukan perbedaan pemikiran dalam hisab rukyah di In do nesia (dalam hal ini penetapan awal bulan Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah). Perlunya kreteria Imkan al-rukyat ini bertujuan antara lain untuk 7 ; Pertama, bagi ahli rukyat, 6 Ahmad Izzuddin, Problematika Hisab Rukyat di Indonesia, makalah dipresentasikan pada Pendidikan keterampilan Khusus Bidang Hisab Rukyat, Ditjen Pendis Departemen Agama RI 2007 7 T. Djamaluddin, Menuju Kreteria Hisab Rukyat Indonesia. Presentasi untuk mengeliminasi kemungkinan salah lihat Hilal. Seperti pada kasus 1998/1418: Ber dasarkan kriteria MABIMS PBNU menolak ke sak sian Cakung dan Bawean yang hilalnya ter lalu rendah (tinggi bulan 54, umur ~ 3 jam). Kasus 2006/1427: Berdasarkan kriteria imkan rukyat Lajnah Falakiyah NU tidak mengambil Cakung dan Madura karena hilal teralu rendah ~ 1 derajat Kedua, bagi ahli hisab, untuk bisa menentukan masuk awal bulan.atau belum dari hasil per hitungan posisi hilal. Seperti kasus 1998/1418: Muham madiyah berdasarkan kriteria wujudul hilal me netapkan Idul Fitri 29 Januari 1998. Persis mengi kuti kriteria MABIMS menetapkan Idul Fitri 30 Januari 1998. Kasus 2006/1427: Mu hammadiyah berdas ar kan kriteria wujudul hilal menetapkan Idul Fitri 23 Oktober 2006. Persis berdasarkan kriteria wujudul hilal di se luruh Indonesia menetapkan Idul Fitri 24 Oktober 2006. Walaupun keputusan ini telah ditetapkan secara ber sama-sama namun tetap saja masih ber beda-beda dalam menetapkan awal bulan. Pen de katan dengan cara ini memang mem butuhkan proses dan waktu yang lama dan perlu men jadi ca tatan bahwa faktor utama keberhasilan me lalui pendekatan ini adalah saling terbuka dan me ma hami terhadap pe mikiran dan pendapat dari semua pihak dengan me nge nyamping kan egoisme kelompok masing-masing. Pendekatan Single Authority Solusi yang paling mudah dan cepat terwujudnya pe nyatuan penetapan 3 awal bulan tersebut adalah dengan menggunakan pendekatan single authority atau adanya kesepakatan otoritas tunggal dalam penetapan 3 awal bulan tersebut. Dalam hal ini pe merin tahlah yang dianggap dan bisa memilki otoritas untuk menetapan 3 awal bulan tersebut melalui Kemen terian Agama. Tanpa membatasi ruang pemikiran dan pendapat masing-masing kelompok, pemerintah tidak boleh bersikap otoriter dalam keputusannya me netapkan 3 awal bulan tersebut maka perlu ada pro sedur yang harus dilalui yakni adanya sidang terbuka yang dihadiri oleh semua elemen dan kelompok Islam di Indonesia yang menghasilkan keputusan yang disepakati bersama, ini sebenarnya sudah dila kukan oleh pemerintah dengan menggelar sidang Istbat sebelum menetapkan 1 Ramadlan, Syawal dan Dzulhijjah. Dari hasil sidang Itsbat inilah kemudian pe merintah menetapkan awal bulan tersebut, namun dalam Seminar Nasional HISSI 15 Januari 2010

90 ~ Jurisdictie, Jurnal Hukum dan Syariah, Volume 2, Nomor 2, Desember 2011, hlm 85-91 men jadi aneh ketika tidak semua kelompok mematuhi dan melaksanakan keputusan tersebut. Inilah yang perlu dipahami oleh semua terutama para ahli dan pakar falak dan khususnya masyarakat umum bahwa ketika terjadi perselisihan atau perbedaan maka peme rintah memiliki otoritas untuk menyelesaikannya sesuai dengan kaidah fiqh : Agar masyarakat tidak dibingungkan dengan per bedaan maka perlu ada kesepakatan bahwa satusatunya yang berhak menetapkan 1 Ramadalan, Syawal dan Dzulhijjah adalah Pemerintah dan satusatunya yang harus diikuti. Masyarakat akan merasa lebih tenang dan khusyu ketika menjalankan ibadah ketika terwujudnya kesatuan dan persatuan dalam penetapan awal bulan dan inilah yang diharapkan. Ketenangan dan kekhusyu an ini merupakan maslahah yang semestinya direngkuh dan diwujudkan dari pada mengedepankan pendapat: perbedaan adalah rahmat (ikhtilaf ummati rahmah). Dan akan lebih baik bersatu dari pada berbeda karena keluar dari perbedaan adalah dicintai atau disunnahkan sesuai dengan kaidah : 10 Dan perlu dipahami pula oleh semua bahkan oleh pemerintah sendiri bahwa pemerintah dalam 8 Ali ibn Muhammad al-amidiy, al-ihkam fi Ushul al-ahkam, juz.4, (Beirut : Dar al-kitab al-arabiy, 1404 H), h. 313 9 Lihat Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-islamiy wa Adillatuh, juz 3 (Damaskus: Dar al-fikr, tt), h.39 10 Abd al-rahman ibn Abi Bakr al-suyuthi, Al-Asybah a al-nadha ir, (Beirut : Dar al-kutub al-ilmiyah, 1403H), h.136. 8 9 menetapkan awal bulan tidaklah tanpa dasar atau ngawur dan tentunya tidak ada tendensi politis apapun dalam keputusannya semua berdasarkan atas kesepakatan dalam sidang itsbat yang dihadiri oleh per wakilan dari semua elemen dan kelompok Islam di In do nesia yang hasilnya bisa dipertanggungjawabkan secara syar iah maupun ilmiah. Kesimpulan Upaya untuk mencari metode dan kriteria awal bulan qamariyah yang bisa diterima oleh semua kelompok dan tetap dalam koridor syar i dan keilmuan lewat pendekatan dealitis metodologis mutlak harus tetap dilakukan namun itu membutuhan proses dan waktu yang lama oleh karena itu sembari menunggu hasil dari proses tersebut maka percepatan penyatuan penetapan awal bulan harus segera dilakukan lewat pendekatan single authority dimana pemerintah yang wajib diikuti karena memiliki otoritas tunggal dalam menetapkan awal bulan. Dengan mempertimbangan ri ayatul maslahah yakni kekhusyu an dan ketenangan dalam menjalankan ritual keagamaan di ma syarakat harus jauh diuatamakan. Kita tidak bisa me nutup mata ketika di masyarakat muslim arus bawah mengalami kebingungan dan kegamangan dengan adanya perbedaan tersebut. Dengan demikian bahwa hukumnya wajib bagi masyarakat (umat Islam Indonesia) untuk mengikuti keputusan pemerintah dalam penetapan 1 Ramadlan, Syawal dan Dzulhijjah dengan pertimbangan: (1) Pemerintah adalah otoritas tunggal dalam menetapkan awal bulan ketika terjadi perbedaan, (2) Ri ayatul maslahah mewujudkan ketenangan dan kekhusyu an dalam menjalankan ibadah, (3) Keluar dari perbedaan adalah disunnahkan atau dicintai (agama). Daftar Pustaka al-amidiy, Ali ibn Muhammad. 1404. al-ihkam fi Ushul al-ahkam, Beirut : Dar al-kitab al- Arabiy. Amin, Murtadlo, 2008. Ilmu Falak Praktis. Malang : UIN press. al-suyuthi, Abd al-rahman ibn Abi Bakr. 1403. Al- Asybah a al-nadha ir, Beirut : Dar al-kutub al- Ilmiyah. Azhari, Susiknan. 2001. Ilmu Falak Teori dan Praktek. Yogyakarta : Lazuardi. Azhari, Susiknan. 2008. Ensiklopedi Hisab Rukyat, Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Departemen Agama RI. 1981. Almanak dan Rukyat. Jakarta : Proyek Pembinaan badan Peradilan Agama. Departemen Agama RI. 1983/1984. Pedoman Teknik Rukyat. Jakarta : Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama. Departemen Agama RI. 1997. Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah. Jakarta : Proyek Pembinaan badan Peradilan Agama. Djamaluddin, T, Menuju Kreteria Hisab Rukyat Indonesia, (Presentasi dalam Seminar Nasional HISSI di UIN Jakarta 15 Januari 2010).

Ahmad Wahidi, Menyatukan Penetapan 1 Ramadlan, Syawal dan Dzulhijjah di Indonesia ~ 91 Izzuddin, Ahmad. 2007. Fiqih Hisab Rukyah. Jakarta : Erlangga. Karim, Abdul. 2006. Mengenal Falak. Semarang: Intra Pustaka Utama. Khazin, Muhyiddin. 2004. Ilmu Falak. Yogyakarta : Buana Pustaka. Khazin, Muhyiddin. 2006. Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta : Biana Pustaka. Nawawi, Salam. 2001. Ilmu Falak. Surabaya : Aqabah. Nawawi, Salam. 2004. Rukyat Hisab. Surabaya : Diantama. Zuhaili, Wahbah. tt. Al-Fiqh al-islamiy wa Adillatuh. Damaskus: Dar al-fikr.