BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan suatu buku

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. International Accounting Standards (IAS) / International Financial

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Bab ini akan menguraikan tentang pengakuan, pengukuran dan penyajian

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN

AKUNTANSI AGRIKULTUR PSAK 69 DAN PSAK 68 BY: ERSA TRI WAHYUNI

ANALISIS PENGAKUAN, PENGUKURAN DAN PENYAJIAN ASET BIOLOJIK PADA PT ASTRA AGRO LESTARI TBK MENURUT PSAK 16 (REVISI 2011) DAN IAS 41

ANALISIS PENGAKUAN, PENGUKURAN, PENGUNGKAPAN, DAN PENYAJIAN ASET BIOLOGIS BERDASARKAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang dapat diperoleh serta seberapa relevan dan andal informasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEBIH JAUH MENGENAI PSAK No. 16 (REVISI 2007) TENTANG ASET TETAP

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 4.1 Analisis Kondisi Perseroan Sesuai Dengan Standar Akuntansi Yang Ada

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian Dan Latar Belakang Konvergensi. usaha harmonisasi) standar akuntansi dan pilihan metode, teknik

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang sangat penting bagi perusahaan komersial. Dalam kerangka

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumber

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Wahyu Maulani (2010) definisi dari akuntansi adalah

AGRIKULTUR PSAK. Juli ED PSAK 69 (07 Sept 2015).indd 1 07/09/ :02:45

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut American Accounting Association (AAA), Accounting is the

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

PENERAPAN PSAK 16 (REVISI 2007) DAN PMK No. 79 TAHUN 2008 TENTANG ASET TETAP PADA PERUSAHAAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari kegiatan operasi. Diperlukan sejumlah modal untuk melakukan kegiatan usaha

PSAK 16 (Revisi 2007) Taufik Hidayat SE,Ak,MM Universitas Indonesia

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. penyusunan dan penyajian laporan keuangan entitas. Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan untuk mengambil keputusan baik secara internal maupun oleh pihak

AKUNTANSI KOMERSIAL VS AKUNTANSI PAJAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI DAN PENGELOLAAN HUTAN (DOLAPKEU PHP2H)

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang digunakan sebagai kantor atau pabrik, peralatan, kendaraan dan lainlain.

BAB I PENDAHULUAN. daya alam yang bisa dimanfaatkan dan dijadikan usaha. Di negara kita ini, apapun

BAB I PENDAHULUAN. utama tanaman teh. Varietas berdaun kecil, dikenal sebagai Camellia sinensis, yang

AKUNTANSI KOMERSIAL VS AKUNTANSI PAJAK

a. dimiliki untuk digunakan dalam penyediaan jasa atau untuk tujuan administratif; dan b. diharapkan akan digunakan lebih dari satu periode.

BAB I PENDAHULUAN. menyajikan informasi tentang kinerja entitas di masa lalu, namun juga menyajikan informasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Carl (2015:3), Akuntansi (accounting) dapat diartikan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Aktiva Tetap Tanaman Menghasilkan. menghasilkan, ada beberapa defenisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli.

ASET TETAP, PSAK 16 (REVISI 2011) ANALISIS PADA PT. BUMI SERPONG DAMAI TBK LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN TAHUN 2013

BAGIAN X ASET TETAP, ASET TIDAK BERWUJUD, DAN ASET YANG DIAMBIL-ALIH

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas beberapa alasan yang menjadi latar belakang

Kepada: PROGRAM FAKULTAS

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya laporan keuangan digunakan oleh perusahaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan dengan kekayaan atau harta yang

BAB I PENDAHULUAN. operasional rutin perusahaan, terutama aset tetap (fixed asset). Aset tetap

BAGIAN IX ASET

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. 48 PENURUNAN NILAI AKTIVA

BAB I PENDAHULUAN. Akuntan Indonesia (DSAK IAI) melakukan adopsi International Financial

BAB I PENDAHULUAN. pihak-pihak diluar perusahaan. Segala informasi yang menyangkut keadaan

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

BIOLOGICAL ASSET VALUATION

BAB II LANDASAN TEORI

Mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan Bagaimana mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak pada periode berjalan dan mendatang:

Sulistyorini Rafika Putri Universitas Negeri Surabaya Abstract

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. Ruang Lingkup 3. Bilamana dilakukan Reklasifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi mendorong berkembangnya Negara-negara dalam

AKUNTANSI ASET BIOLOGIS: PERLUKAH ADOPSI INTERNATIONAL PUBLIC SECTOR ACCOUNTING STANDARD (IPSAS) 27 DALAM STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN (SAP)?

BAB II LANDASAN TEORI. Akuntansi yang mengatur tentang aset tetap. Aset tetap adalah aset berwujud yang

Pengertian aset tetap (fixed asset) menurut Reeve (2012:2) adalah :

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak dimanfaatkan untuk usaha. Indonesia menghasilkan berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Standar Akuntansi Keuangan yang Berlaku di Indonesia

PENERAPAN PSAK 16 (REVISI 2007) TENTANG ASET TETAP DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERPAJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan devisa. PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) adalah satu Badan

BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi praktik penerapan konvergensi

NAMA : MELISA MARIA NPM : JURUSAN : AKUNTANSI PEMBIMBING : NOVA ANGGRAINIE, SE., MMSI

BAB I PENDAHULUAN. sawit, kopi, kakao, karet, nilam, lada, dan juga kelapa. Undang-Undang

ANALISIS PERBANDINGAN ASET TETAP MENURUT PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN (PSAK) NO.16 DENGAN INTERNASIONAL ACCOUNTING STANDARDS (IAS) NO.

KONVERGENSI KETENTUAN PERPAJAKAN KE IFRS. Godang P. Panjaitan

Oleh :Rr Indah Mustikawati PSAK 14 PERSEDIAAN IAS 2 - INVENTORIES

Dalam Bahasa dan Mata Uang Apa Laporan Keuangan Disajikan?

BAB III METODE PENELITIAN

PERPAJAKAN II. Konvergensi IFRS dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan

BAB IV PEMBAHASAN. CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun laporan keuangannya sendiri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DAMPAK PENERAPAN IAS 41 DI INDONESIA (STUDI KASUS: PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VIII DAN UNITED PLANTATIONS BERHAD)

didefinisikan sebagai jumlah kas pembelian atau kas konversi, termasuk kas lain untuk

BAB I PENDAHULUAN. Banyak kekayaan Indonesia akan sumber daya alam yang dapat dijadikan

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang khususnya bidang ekonomi, seperti krisis yang terjadi pada tahun

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP ASET BIOLOGIS PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO)

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. administratif dan diharapkan akan digunakan lebih dari satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS BERDASARKAN INTERNATIONAL ACCOUNTING STANDARD 41 PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII (PERSERO)

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan. Untuk memenuhi hal itu, maka Ikatan Akuntan Indonesia dan Dewan

BAB I PENDAHULUAN. International Accounting Standards Board (IASB) dan International Accounting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. perusahaan dengan para external stakeholder. Menurut PSAK 1 (2009) tujuan dari

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORITIS. Aset tetap termasuk bagian yang sangat signifikan dalam perusahaan. Jika

TINJAUAN ATAS PSAK No. 19 (REVISI 2010) : ASET TAK BERWUJUD DENGAN PSAK No. 19 (REVISI 2000)

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP)

ANALISIS KONVERGENSI PSAK KE IFRS

PERBANDINGAN IFRS FOR SMEs (2015) vs SAK ETAP

Lister Budi Agus Rianto. Dosen Pembimbing: Stefanus Ariyanto, SE., Ak., M.Ak. Binus University, 1 ABSTRACT

Abstrak ABSTRAK Kata Kunci: Aktiva Biologi, Metode Pengukuran, Perbedaan Hasil Pengukuran Universitas Kristen Maranatha

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan suatu buku petunjuk dari prosedur akuntansi yang berisi peraturan tentang perlakuan, pencatatan, penyusunan dan penyajian laporan keuangan berdasarkan kondisi yang sedang berlangsung dan telah disepakati. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) disusun dan diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI). Dalam perkembangan sejarah, standar akuntansi dimulai pada tahun 1973 menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia. Pada masa itu, IAI menciptakan standar akuntansi untuk pertama kalinya bernama Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI). Pada tahun 1984, dilakukan revisi secara mendasar pada PAI 1973 sehingga berganti nama menjadi Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha. Berikutnya pada tahun 1994, dilakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) per 1 Oktober 1994. Sejak tahun 1994, Standar Akuntansi Keuangan terus mengalami pembaharuan berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru. Pembaharuan terhadap Standar Akuntansi Keuangan bertujuan untuk menghasilkan standar akuntansi yang dapat memenuhi kebutuhan dunia usaha dan profesi dalam rangka mengantisipasi perkembangan internasional. 9

2.1.1 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 16 - Aset Tetap PSAK 16 disusun dan diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia. PSAK 16 (Revisi 2011) ini bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi aset tetap. Aset tetap merupakan aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang dan jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif serta diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode (PSAK 16 paragraf 6). Isu utama dalam akuntansi aset tetap adalah pengakuan aset, penentuan jumlah tercatat, pembebanan penyusutan, dan rugi penurunan nilai atas aset tetap. Perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mendasarkan perlakuan akuntansinya untuk mengukur aset biolojik menggunakan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 16 mengenai Aset Tetap. Hal ini disebabkan karena hingga saat ini Dewan Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI) belum menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang mengacu pada International Accounting Standards (IAS) 41. Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 16 pada industri perkebunan kelapa sawit disebabkan karena aset biolojik memiliki kesamaan sifat dengan aset tetap. Persamaan antara aset biolojik (kelapa sawit) dan aset tetap diantaranya karena keduanya merupakan aset berwujud yang digunakan untuk kegiatan produksi serta memiliki manfaat ekonomi yang lebih dari satu periode. 2.1.1.1 Pengakuan Aset Tetap Suatu entitas harus mengakui aset tetap sebagai aset jika dan hanya jika (PSAK 16 paragraf 7): 10

1. Besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan dengan aset tersebut akan mengalir ke entitas; dan 2. Biaya perolehan dapat diukur secara andal. Biaya perolehan (cost) adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar dari imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau konstruksi. Komponen biaya perolehan aset tetap meliputi (PSAK 16 paragraf 16): 1. Harga perolehannya, termasuk bea impor, dan pajak pembelian yang tidak boleh dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan-potongan lain; 2. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan keinginan dan maksud manajemen; 3. Estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset. Kewajiban atas biaya tersebut timbul ketika aset tersebut diperoleh atau karena entitas menggunakan aset tersebut selama periode tertentu untuk tujuan selain untuk menghasilkan persediaan. 2.1.1.2 Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Aset Tetap Dalam PSAK 16 paragraf 29 dijelaskan bahwa untuk melakukan pengukuran terhadap aset, suatu entitas memilih model biaya dalam paragraf 30 atau model revaluasi dalam paragraf 31 sebagai kebijakan akuntansinya dan menerapkan kebijakan tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama. Penjelasan mengenai model pengukuran aset pada PSAK 16 paragraf 30 dan 31 adalah sebagai berikut: 11

a. Model Biaya Setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset. b. Model Revaluasi Setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Definisi nilai wajar dalam PSAK 16 paragraf 6 adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan yang memadai dalam suatu transaksi dengan wajar (arm s length transaction). Penyusutan merupakan alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya. Sedangkan definisi dari rugi penurunan nilai (impairment loss) adalah selisih dari jumlah tercatat suatu aset dengan jumlah yang dapat diperoleh kembali dari aset tersebut. Berbeda dengan IAS 41, dalam PSAK 16 paragraf 33 menjelaskan bahwa jika tidak ada pasar yang dapat dijadikan dasar penentuan nilai wajar karena sifat dari aset tetap yang khusus dan jarang diperjualbelikan, entitas mungkin perlu mengestimasi nilai wajar menggunakan pendekatan penghasilan atau biaya pengganti yang telah disusutkan (depreciated replacement cost approach). Nilai aset tetap perlu untuk direvaluasi setiap tiga atau lima tahun sekali. Jika suatu aset tetap direvaluasi, maka seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama (memiliki sifat dan kegunaan yang serupa dalam operasi normal entitas) harus direvaluasi. 12

Terdapat dua kondisi sebagai hasil dari melakukan revaluasi aset tetap yaitu : a. Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, maka kenaikan tersebut diakui dalam pendapatan komprehensif lain dan terakumulasi dalam ekuitas pada bagian surplus revaluasi (bagian kredit). Namun, kenaikan tersebut harus diakui dalam laporan laba rugi hingga sebesar jumlah penurunan nilai aset akibat revaluasi yang pernah diakui sebelumnya dalam laporan laba rugi. b. Jika jumlah tercatat aset turun akibat revaluasi, penurunan tersebut diakui dalam laporan laba rugi. Namun, penurunan nilai tercatat diakui dalam pendapatan komprehensif lain selama penurunan tersebut tidak melebihi saldo kredit surplus revaluasi untuk aset tersebut. Penurunan nilai yang diakui dalam pendapatan komprehensif lain mengurangi akumulasi dalam ekuitas pada bagian surplus revaluasi. 2.2 International Accounting Standards (IAS) / International Financial Reporting Standards (IFRS) International Financial Reporting Standards (IFRS) merupakan kumpulan dari standar akuntansi yang dikembangkan untuk menjadi standar global dalam penyusunan laporan keuangan perusahaan publik yang diadopsi oleh International Accounting Standards Board (IASB). Pembuatan standar ini bertujuan untuk memastikan bahwa laporan keuangan mengandung informasi yang berkualitas tinggi sehingga mampu menghasilkan laporan keuangan yang transparan bagi para penggunanya serta dapat diperbandingkan sepanjang periode yang disajikan yang tidak hanya terbatas pada satu negara saja melainkan dapat memungkinkan adanya keterbandingan laporan keuangan di seluruh negara di dunia. 13

International Financial Reporting Standards (IFRS) terlebih dahulu dikenal dengan nama International Accounting Standards (IAS). IAS diterbitkan oleh International Accounting Standards Committee (IASC) dari tahun 1973 hingga tahun 2001. Pada tahun 2001, IASB mengambil tanggung jawab dari IASC untuk menetapkan dan terus melakukan pengembangan terhadap Standar Akuntansi Internasional. IASB juga melakukan penggantian terhadap beberapa IAS dengan IFRS. 2.3 International Accounting Standards (IAS) 41 Agriculture IAS 41 diterbitkan oleh International Accounting Standards Committee (IASC) pada bulan Februari 2001. IAS 41 bertujuan untuk menentukan perlakuan dan penyajian akuntansi yang terkait dengan aktivitas agrikultural. Aktivitas agrikultur harus memenuhi kriteria seperti tanaman dan hewan harus dalam keadaan hidup dan berkembang baik secara ukuran, maupun secara jumlah yang bertambah banyak dari aset biolojik. Selain itu, aktivitas agrikultur harus memiliki dasar dalam mengukur perkembangan yang terjadi pada tanaman dan hewan (baik itu secara kualitas maupun kuantitas) seperti kematangan sayur, berat hewan dan lingkar pohon. Definisi dari aktivitas agrikultural (agricultural activity) yang tercantum dalam IAS 41 adalah manajemen transformasi biolojik dan pemanenan dari aset biolojik oleh entitas untuk dijual maupun untuk dikonversikan menjadi produk agrikultural maupun menjadi aset biolojik tambahan. Aktivitas ini mencakup seluruh proses transformasi biolojik yaitu proses pertumbuhan, degenerasi, produksi, dan prokreasi yang menyebabkan perubahan kualitatif maupun kuantitatif dari sebuah aset biolojik. 14

Aktivitas agrikultural dapat meliputi berbagai macam aktivitas seperti peternakan, kehutanan, pertanian, budidaya perkebunan, budidaya bunga, dan perikanan. Secara umum, aktivitas agrikultural memiliki karakteristik-karakteristik yang membedakannya dengan aktivitas lain yaitu: 1. Memiliki kemampuan untuk berubah (transformasi tumbuhan dan hewan biolojik). 2. Pengelolaan (manajemen) perubahan aset biolojik, dimana manajemen senantiasa memberikan fasilitas terhadap transformasi biolojik dengan meningkatkan atau setidaknya menstabilkan kondisi yang diperlukan selama proses berlangsung. Misalnya mencakup tingkat gizi, kelembaban, temperatur, kesuburan dan cahaya. 3. Pengukuran perubahan aset biolojik, perubahan dalam kualitas atau kuantitas yang timbul akibat transformasi biolojik harus dipantau dan diukur secara rutin oleh manajemen. 2.3.1 Ruang Lingkup International Accounting Standard 41 merupakan suatu standar yang diaplikasikan pada aktivitas agrikultural yaitu sebagai berikut: 1. Aset Biolojik. 2. Produk agrikultural pada titik panen. 3. Hibah dari pemerintah yang berkaitan dengan aset biolojik. Perusahaan agrikultur secara umum memiliki dua aset spesifik yaitu aset biolojik dan produk agrikultural. Aset biolojik (biological asset) adalah hewan atau tumbuhan yang masih hidup. Secara umum, aset biolojik dapat dibagi menjadi dua kategori, antara lain (1) aset biolojik yang dapat menghasilkan produk agrikultural 15

(aset biolojik pengusung/bearer biological asset) dan (2) aset biolojik yang nantinya akan menjadi produk agrikultural (aset biolojik yang dapat dikonsumsi/consumable biological asset). Aset biolojik pengusung (bearer biological asset) memiliki contoh seperti pohon apel yang dapat menghasilkan buah apel. Dalam contoh ini pohon apel merupakan aset biolojik karena pohon apel dapat menghasilkan produk agrikultural yaitu buah apel. Sedangkan contoh dari aset biolojik yang dikonsumsi (consumable biological asset) adalah ayam yang dipotong untuk dijual sebagai ayam potong, pohon jati yang ditebang untuk dijadikan kayu. Agar dapat dikategorikan sebagai aset, hewan dan tumbuhan ini harus memenuhi seluruh kriteria dari aset biolojik (dan produk agrikultural) yaitu: 1. Perusahaan mengendalikan aset sebagai akibat dari kejadian di masa lalu. 2. Memiliki kemungkinan bahwa manfaat ekonomis di masa yang akan datang yang terkait dengan aset tersebut akan mengalir ke perusahaan. 3. Fair value (nilai wajar) atau biaya dari aset dapat diukur dengan andal. Produk agrikultural (agricultural produce) merupakan hasil panen dari aset biolojik yaitu produk yang telah dipisahkan dari aset biolojik atau produk yang dihasilkan setelah aset biolojiknya dihentikan pertumbuhannya. Misalnya telur, buah apel, dan pohon kayu yang ditebang. International Accounting Standard (IAS) 41 ini diterapkan untuk produk agrikultural, yang merupakan produk dari suatu aset biolojik suatu entitas hanya sampai pada titik panen. Oleh karena itu, standar ini tidak mengatur pengolahan produk agrikultural setelah panen. Sehingga, pengolahan produk agrikultural setelah panen akan merujuk kepada IAS 2 mengenai Inventory (Persediaan) atau standar lain yang dapat diterapkan. 16

Berikut ini terdapat tabel 2.1 yang menyajikan contoh dari aset biolojik, produk agrikultural, dan produk agrikultural setelah panen (telah diproses). Dimana ruang lingkup dari IAS 41 hanya mencakup kolom aset biolojik dan produk agrikultural. Sedangkan kolom produk agrikultural setelah panen (telah diproses) dapat diukur berdasarkan IAS 2 mengenai Inventory (Persediaan). Tabel 2.1 CONTOH ASET BIOLOJIK, PRODUK AGRIKULTURAL DAN PRODUK AGRIKULTURAL SETELAH PANEN (TELAH DIPROSES) Aset Biolojik Produk Agrikultural Produk Agrikultural Setelah Panen (Telah Diproses) Domba Wol Benang, Karpet, Pakaian Pepohonan di hutan Pohon yang sudah Kayu gelondongan ditebang Tumbuhan Katun Baju Kapuk Bantal Tebu yang dipanen Gula Sapi perah Susu Keju Ayam Daging, Telur Sosis, Telur Asin Tanaman Anggur Buah anggur Wine Sumber : International Accounting Standards (IAS) 41 17

Dalam ruang lingkup IAS 41 dijelaskan bahwa standar ini tidak diaplikasikan untuk: 1. Tanah yang berkaitan dengan aktivitas agrikultural (lihat IAS 16 Aset Tetap dan IAS 40 Investasi Properti). 2. Aset tidak berwujud yang terkait dengan aktivitas agrikultural (lihat IAS 38 Aset Tidak Berwujud). Berikut ini disajikan gambar 2.1 mengenai skema terhadap ruang lingkup International Accounting Standard 41 yang bertujuan untuk memudahkan pemahaman dalam IAS 41. Gambar 2.1 SKEMA RUANG LINGKUP IAS 41 Sumber : International Accounting Standards (IAS) 41 18

2.3.2 Kriteria Pengakuan Sebuah entitas harus mengakui aset biolojik atau produk agrikultural pada saat dan hanya pada saat (IAS 41:10): 1. Entitas mengendalikan aset sebagai hasil dari kejadian masa lalu. Pengendalian atas suatu aset dapat dibuktikan dengan adanya kepemilikan legal, sebagai contoh dalam kegiatan ternak, kepemilikan legal dilakukan dengan pemberian tanda dengan cap atau menandai ternak tersebut pada saat akuisisi, kelahiran atau penyembelihan. (IAS 41:11) 2. Adanya kemungkinan manfaat ekonomis di masa datang yang akan mengalir ke entitas terkait dengan aset. Manfaat ekonomis di masa datang biasanya ditentukan dengan mengukur atribut fisik yang signifikan. (IAS 41:11) 3. Fair Value (nilai wajar) atau biaya dari aset dapat diukur dengan andal. 2.3.3 Kriteria Pengukuran Dalam IAS 41 paragraf 12, dinyatakan bahwa aset biolojik harus diukur pada pengakuan awal dan pada setiap akhir periode pelaporan diukur berdasarkan nilai wajar dikurangi dengan biaya untuk menjual. Kriteria ini digunakan apabila nilai wajar dari aset biolojik tersebut bisa diukur dengan andal. Namun, apabila harga atau nilai yang ditentukan pasar tidak tersedia serta estimasi alternatif nilai wajar dipastikan tidak andal dari pengakuan awal suatu aset biolojik, maka aset biolojik harus diukur pada biaya dikurang segala akumulasi depresiasi dan akumulasi kerugian penurunan nilai (impairment losses). Terdapat pernyataan lain bahwa nilai wajar untuk segala jenis aset tidak lancar yang direklasifikasi menjadi dimiliki untuk dijual (held for sale) dalam ruang 19

lingkup IFRS 5 Non-Current Assets Held for Sale and Discontinued Operations dapat selalu diukur dengan andal nilai wajarnya. Pengukuran terhadap produk agrikultural yang dipanen dari aset biolojik juga diukur pada nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual pada titik panen. Hasil dari perhitungan pada titik panen itulah yang akan digunakan dalam penerapan IAS 2 Inventory atau IFRS lain yang bisa diaplikasikan. Penentuan nilai wajar untuk aset biolojik atau produk agrikultural dapat dilakukan dengan mengelompokkan aset biolojik atau produk agrikultural berdasarkan atribut yang signifikan seperti umur atau kualitas. Umumnya entitas memilih atribut yang sesuai dengan atribut yang digunakan di pasar sebagai dasar untuk penetapan harga (IAS 41:15). Di samping itu, entitas sering membuat suatu kontrak dalam rangka untuk menjual aset biolojik maupun produk agrikultural pada suatu tanggal yang disetujui di masa yang akan datang dengan suatu tingkat harga yang disetujui. Namun, pembuatan harga kontrak ini tidak sesuai dengan IAS 41 dikarenakan harga kontrak tidak relevan dalam menentukan nilai wajar sebab nilai wajar harus mencerminkan harga pasar pada saat ini dimana penjual dan pembeli bersedia untuk melakukan suatu transaksi. Apabila dalam beberapa kasus, kontrak untuk menjual aset biolojik maupun produk agrikultural merupakan kontrak memberatkan (onerous contract), dimana harga eksekusi kontrak yang disetujui lebih rendah dari nilai wajar dikurang biaya untuk menjual pada saat eksekusi kontrak, maka nilai yang dicatat adalah nilai dari kontrak yang telah disetujui tersebut. 20

2.3.3.1 Nilai Wajar Nilai wajar (fair value) menurut IAS 41 paragraf 8 adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan yang memadai dalam suatu transaksi dengan wajar (arm s length transaction). Umumnya nilai wajar dalam aset didasarkan pada lokasi dan kondisi saat ini. Namun, dalam beberapa kondisi dimana harga atau nilai yang ditentukan oleh pasar tidak tersedia bagi aset biolojik dalam kondisinya yang sekarang. Sehingga untuk menentukan nilai wajar dari aset biolojik, entitas harus menggunakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan (present value of expected net cash flows) dari suatu aset biolojik yang didiskontokan dengan tarif yang ditentukan pasar pada saat ini. Tujuan dilakukan perhitungan seperti yang dijelaskan di atas adalah untuk menentukan nilai wajar dari aset biolojik pada kondisi dan lokasinya yang sekarang. Perusahaan harus mempertimbangkan hal ini dalam menentukan tarif diskon yang sesuai. Dalam menentukan nilai sekarang dari arus kas bersih yang diharapkan, perusahaan menyertakan arus kas bersih dimana aset tersebut diharapkan akan menghasilkan di pasar yang paling relevan, oleh para peserta pasar. Arus kas yang diharapkan tersebut tidak termasuk pembiayaan aset (financing the assets), perpajakan (taxation), dan pembangunan kembali (re-establishing) aset biolojik setelah panen (sebagai contoh, biaya penanaman kembali pohon di ladang hutan setelah panen). Dijelaskan dalam IAS 41 paragraf 23 bahwa dalam menentukan arus kas, perusahaan harus mempertimbangkan variasi-variasi yang juga dapat terjadi pada 21

nilai wajar. Maka dari itu, perusahaan harus menghubungkan ekspetasi mengenai variasi-variasi yang memungkinkan tersebut, baik dalam arus kas yang diharapkan, atau dalam tarif diskon yang digunakan, atau bisa menggunakan kombinasi dari keduanya. Dalam menentukan sebuah tarif diskon, perusahaan harus menggunakan asumsi yang konsisten dengan yang digunakan dalam perkiraan arus kas yang diharapkan. Hal ini dilakukan untuk menghindari efek dari beberapa asumsi yang menjadi double-counted atau double-ignored. Dalam beberapa kondisi, biaya dapat memperkirakan nilai wajar dari suatu aset biolojik, terutama pada saat: 1. Transformasi biolojik yang terjadi masih belum signifikan sejak biaya awal terjadi (sebagai contoh, bibit tanaman yang baru ditanam ketika mendekati akhir dari periode pelaporan). 2. Dampak dari transformasi biolojik terhadap harga tidak diperkirakan menjadi material (sebagai contoh, pertumbuhan awal dari siklus produksi pohon pinus selama 30 tahun). Aset biolojik seringkali terikat secara fisik pada tanah (sebagai contoh, pepohonan di sebuah hutan). Oleh sebab itu, tidak ada pasar terpisah untuk aset biolojik yang terikat pada tanah, namun pasar aktif masih ada untuk aset yang dikombinasikan, yaitu aset biolojik, tanah dan perbaikan atau pengembangan tanah sebagai satu paket. Perusahaan boleh menggunakan informasi mengenai aset yang dikombinasikan untuk menentukan nilai wajar dari aset biolojik. Sehingga nilai wajar dari tanah dan perbaikan tanah, bisa dikurangkan dari nilai wajar dari suatu aset yang dikombinasikan, untuk mendapatkan nilai wajar dari aset biolojik. 22

2.3.3.2 Pasar Aktif Dalam IAS 41 paragraf 8 terdapat istilah pasar aktif (active market) yang didefinisikan sebagai sebuah pasar yang memenuhi kondisi-kondisi seperti berikut: 1. Barang-barang yang diperdagangkan di pasar bersifat sejenis atau homogen; 2. Penjual dan pembeli bersedia melakukan transaksi yang dapat dipertemukan kapan saja; dan 3. Harga-harga tersedia bagi publik. Apabila terdapat pasar aktif untuk aset biolojik atau produk agrikultural yang sesuai dengan lokasi dan kondisi saat ini, maka harga dalam pasar dapat dijadikan acuan yang tepat dalam menentukan nilai wajar pada aset. Dan apabila entitas menemukan pasar aktif yang lain, maka entitas harus menentukan salah satu pasar yang paling relevan untuk dijadikan acuan. Namun, apabila pasar aktif tidak dapat ditemukan oleh entitas, sesuai dengan penjelasan yang terdapat dalam IAS 41 paragraf 18 bahwa terdapat alternatif lain yang tersedia untuk menentukan nilai wajar aset biolojik atau produk agrikultural yaitu sebagai berikut : 1. Harga transaksi pasar terkini, yang disyaratkan dengan tidak adanya perubahan keadaan ekonomi yang signifikan antara tanggal transaksi dan masa akhir dari periode pelaporan; 2. Harga pasar untuk aset yang mirip, dengan penyesuaian untuk mencerminkan perbedaan; 3. Benchmark terhadap sektor, seperti nilai dari sebuah kebun buah yang dinyatakan per hektar, atau seekor sapi yang dinyatakan per kilogram dari berat. 23

Dijelaskan dalam IAS 41 paragraf 19, bahwa dalam beberapa kasus, alternatif-alternatif yang dijelaskan di atas dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang berbeda-beda sehingga perusahaan harus mempertimbangkan alasan-alasan dari setiap perbedaan tersebut, untuk mendapatkan kesimpulan akhir mengenai estimasi nilai wajar yang paling andal diantara beberapa pilihan dari estimasi yang layak. Berikut ini disajikan gambar 2.2 mengenai pengukuran aset biolojik berdasarkan IAS 41. Gambar 2.2 PENGUKURAN ASET BIOLOJIK IAS 41 Sumber : International Accounting Standards (IAS) 41 2.3.4 Keuntungan dan Kerugian Keuntungan atau kerugian pada saat pengakuan awal dari suatu aset biolojik (yang diukur pada nilai wajar dikurang biaya untuk menjual dan dari perubahan nilai 24

wajar dikurang biaya untuk menjual aset biolojik) harus dimasukkan dalam laporan laba rugi pada periode yang bersangkutan (IAS 41 paragraf 26). Implikasi untuk hasil yang akan dipanen sama juga dengan pengakuan awal aset biolojik, dimana suatu entitas harus mengakui keuntungan atau kerugian dari hasil yang akan dipanen pada saat pemanenan, jika nilai wajar hasil yang dipanen berbeda dengan nilai wajar sebelum saat pemanenan. 2.3.5 Ayat Jurnal Terdapat tiga kejadian utama dalam melakukan ayat jurnal IAS 41. Kejadian yang pertama adalah saat pengukuran kembali aset biolojik sebelum panen, selanjutnya adalah pada saat mencatat persediaan saat panen, dan yang terakhir adalah pada saat pengukuran kembali aset biolojik saat panen. Sebagai contoh, sebuah perusahaan apel yang ingin melakukan panen dari buah apel. Pohon apel tersebut sudah cukup tua untuk menghasilkan buah apel. Nilai wajar dari buah apel yang hendak dipanen (setelah dikurangi biaya untuk menjual) adalah sebesar Rp 500.000. Maka jurnal yang harus dibuat antara lain: a. Pengukuran kembali aset biolojik sebelum panen Dr. Biological Asset_Apple trees Rp 500.000 - Cr.Unrealized Holding Gain or Loss - Rp 500.000 b. Pencatatan persediaan saat panen Dr. Inventory (apples) Rp 500.000 - Cr. Gain on harvest of apples - Rp 500.000 c. Pengukuran kembali aset biolojik saat panen Dr.Unrealized Holding Gain or Loss Rp 500.000 - Cr. Biological Asset_ Apples trees - Rp500.000 25

2.3.6 Pengungkapan Beberapa item yang harus diungkapkan oleh entitas dalam IAS 41 paragraf 40-49 yaitu sebagai berikut: 1. Entitas harus mengungkapkan agregat keuntungan atau kerugian yang timbul saat pengakuan awal aset biolojik dan produk agrikultural serta mengungkapkan perubahan nilai wajar dikurang biaya untuk menjual dari aset biolojik. 2. Entitas harus memberikan deskripsi atau penjelasan dari masing-masing kelompok aset biolojik. Pemberian deskripsi aset biolojik harus membedakan antara: a. Aset biolojik yang dapat dikonsumsi (consumable) adalah aset biolojik dimana hewan atau tumbuhan itu sendiri turut dipanen (menjadi produk agrikultural), contohnya adalah ternak yang dimiliki untuk dijual, ikan di peternakan, gandum dan jagung. b. Aset biolojik pengusung (bearer) adalah hewan atau tumbuhan yang menghasilkan produk agrikultural, contohnya adalah ternak yang menghasilkan susu, pohon anggur yang menghasilkan buah anggur, namun pohon anggurnya tidak menjadi produk agrikultural. c. Aset biolojik yang sudah dewasa (mature) adalah aset biolojik yang telah mencapai spesifikasi untuk dipanen (untuk aset biolojik yang dapat dikonsumsi) atau aset biolojik yang mampu mempertahankan panen secara rutin (untuk aset biolojik pengusung). d. Aset biolojik yang belum dewasa (immature) Perbedaan tersebut dapat memberikan informasi yang mungkin bermanfaat dalam menilai arus kas masa depan. 26

3. Jika tidak diungkapkan dalam publikasi informasi di laporan keuangan, entitas harus menjelaskan hal-hal berikut ini: a. Sifat dari aktivitas perusahaan untuk masing-masing kelompok aset biolojik; dan b. Pengukuran atau estimasi non-keuangan dari kuantitas fisik setiap kelompok dari aset biolojik yang dimiliki perusahaan pada akhir periode dan keluaran (output) produk agrikultural selama periode tertentu. 4. Entitas harus mengungkapkan metode dan asumsi signifikan yang digunakan dalam menentukan nilai wajar untuk setiap kelompok dari produk agrikultural saat panen dan untuk setiap kelompok aset biolojik. 5. Entitas harus mengungkapkan nilai wajar dikurang biaya untuk menjual dari produk agrikultural yang telah dipanen selama periode tertentu, ditentukan saat titik panen. 6. Entitas juga harus mengungkapkan: a. Keterjadian dan nilai perolehan dari aset biolojik yang bersifat terbatas, dan nilai perolehan dari aset biolojik yang dikaitkan sebagai jaminan hutang; b. Nilai komitmen untuk pengembangan atau akuisisi dari aset biolojik; c. Strategi-strategi manajemen resiko keuangan yang terkait dengan aktivitas agrikultural. Pada IAS paragraf 50, juga dinyatakan bahwa perusahaan harus menyajikan rekonsiliasi dari perubahan nilai perolehan dari aset biolojik awal dan akhir pada periode sekarang. Rekonsiliasi tersebut termasuk: 1. Keuntungan/kerugian yang timbul dari perubahan nilai wajar dikurang biaya untuk menjual; 27

2. Peningkatan yang disebabkan oleh pembelian; 3. Penurunan yang berasal dari penjualan dan aset biolojik yang diklasifikasi sebagai dimiliki untuk dijual (atau dimasukkan ke dalam sebuah kelompok pelepasan yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual) sesuai IFRS 5 Non Current Assets Held for Sale and Discontinued Operations; 4. Penurunan disebabkan oleh panen; 5. Peningkatan disebabkan oleh kombinasi bisnis (business combinations); 6. Perbedaan pertukaran bersih (net exchange) yang timbul pada translasi dari laporan keuangan kepada satuan mata uang presentasi yang berbeda, dan pada translasi dari operasi luar negeri kepada presentasi satuan mata uang presentasi dari entitas pelapor;dan 7. Perubahan lainnya. 2.3.6.1 Pengungkapan Tambahan Aset Biolojik Ketika Nilai Wajar Tidak Dapat Diukur Secara Andal Jika entitas mengukur aset biolojik pada biaya dikurangi dengan akumulasi penyusutan dan akumulasi kerugian penurunan nilai pada akhir periode, maka entitas harus mengungkapkan aset biolojik seperti ketentuan berikut ini (IAS 41: 54): 1. Deskripsi atau penjelasan dari aset biolojik; 2. Penjelasan mengenai mengapa nilai wajar tidak dapat diukur dengan andal; 3. Jika memungkinkan, kisaran perkiraan dimana nilai wajar sangat mungkin tidak dapat dipercaya; 4. Metode depresiasi yang digunakan; 5. Masa manfaat atau tarif depresiasi yang digunakan;dan 28

6. Nilai perolehan kotor (the gross carrying amount) dan akumulasi depresiasi (digabungkan dengan akumulasi kerugian penurunan nilai) pada awal dan akhir periode. 2.4 Aspek Perpajakan di Indonesia Undang-Undang Pajak Penghasilan dalam pasal 4 menyebutkan bahwa selisih lebih penilaian kembali aktiva (aset tetap) merupakan objek pajak. Penjelasan mengenai penilaian kembali aktiva tetap ini akan dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK 03/2008. Dalam PMK Nomor 79/PMK 03/2008 pasal 1 dijelaskan bahwa perusahaan yang dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap adalah Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) namun tidak termasuk perusahaan yang memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat. Perusahaan yang ingin melakukan penilaian kembali aktiva tetap harus mengajukan permohonan terlebih dahulu kepada Direktur Jendral Pajak (DJP). Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam PMK Nomor 79/ PMK 03/ 2008 adalah sebagai berikut: 1. Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan terhadap seluruh aktiva tetap berwujud termasuk atau tidak termasuk tanah yang berada di Indonesia. 2. Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar yang berlaku pada saat penilaian kembali aktiva tetap yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai. Jika nilai pasar atau nilai wajar tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, maka Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang menetapkan nilai pasar atau nilai wajar tersebut. 29

3. Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan tidak dapat dilakukan kembali sebelum lewat jangka waktu lima tahun terhitung sejak penilaian kembali aktiva tetap perusahaan yang terakhir dilakukan. 4. Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 10%. 2.5 Penelitian Terdahulu Hasil dari penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh: 1. Deden Riyadi (Universitas Indonesia, 2010) dengan penelitian berjudul Analisis Nilai Wajar Tanaman Kelapa Sawit Berdasarkan International Accounting Standard 41 Dibandingkan Dengan Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 16 Aset Tetap: Studi Pada PT Agro Indonesia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai wajar tanaman kelapa sawit berbasis harga pasar dalam IAS 41 berbeda dengan PSAK 16 yang menggunakan biaya perolehan. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa adanya persamaan nilai wajar pada PSAK 16 model revaluasi dengan IAS 41 apabila menggunakan pendekatan yang sama, namun penerapannya berbeda pada laporan keuangan. 2. Santana Luwia (Universitas Bina Nusantara, 2011) dengan penelitian berjudul Analisis Pengakuan, Pengukuran dan Penyajian Aset Biolojik Pada PT Dinamika Cipta Sentosa Menurut IAS 41: Agriculture. Objek penelitian bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengelolaan kelapa sawit. Hasil penelitian yaitu berupa laporan posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan untuk akun yang berkaitan dengan aset biolojik saja. Penelitian ini juga 30

mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan angka untuk tanaman belum menghasilkan dan tanaman menghasilkan. 3. Yohanes Handoko Aryanto (2011) dengan penelitian berjudul Theoretical Failure of IAS 41: Agriculture. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek teoritis pada IAS 41 mengenai Agriculture. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan IAS 41 perlu dilakukan peninjauan kembali karena pengadopsian IAS 41 di beberapa negara menunjukkan bahwa keterbandingan pada karakteristik kualitatif tidak tercapai karena perbedaan penggunaan model pengukuran yang berbeda di masing-masing negara serta adanya permasalahan pajak yang menyebabkan penolakan penerapan dalam IAS 41. 31