PEMANFAATAN DAN ANALISIS EKONOMI USAHA TERNAK KELINCI DI PEDESAAN

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging nasional sekitar ton per tahun, namun belum

ANALISIS EKONOMI USAHA TERNAK KELINCI

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

ANALISIS USAHATANI TERNAK KELINCI PADA POLA PEMELIHARAAN PETERNAK SKALA MENENGAH DAN KECIL DI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002).

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I. PENDAHULUAN. Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi. adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

BAB I PENDAHULUAN. banyak membutuhkan modal dan tidak memerlukan lahan yang luas serta sebagai

POTENSI KOTORAN KELINCI SEBAGAI PUPUK ORGANIK DAN PEMANFAATANNYA PADA TANAMAN PAKAN DAN SAYURAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TRIYANTINI. Balai Penelitian Temak PO Box 221, Ciawi-Bogor 16002

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

KATA PENGANTAR DIREKTUR BUDIDAYA TERNAK. Dr. Ir. Riwantoro, MM NIP

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong

PENDAHULUAN. percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan

KA-DO UNTUK PETERNAKAN INDONESIA Oleh: Fitria Nur Aini

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktivitas ayam buras agar lebih baik. Perkembangan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

Karya Ilmiah Bisnis ayam jawa super online

PROFIL KELOMPOK PETERNAK KELINCI AL-HIKMAH CIAWI KABUPATEN BOGOR

Budidaya Kelinci Hias Makin Menjanjikan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGANTAR. Latar Belakang. khususnya masyarakat pedesaan. Kambing mampu berkembang dan bertahan

I. PENDAHULUAN. Sumber :

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

HASIL-HASIL PENELITIAN DAN SUMBANGAN PEMIKIRAN PENGEMBANGAN AYAM KEDU

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

BISNIS PETERNAKAN BEBEK

PERAN TERNAK KELINCI DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT UNTUK MENGATASI KERAWANAN GIZI

PERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB. Totok B Julianto dan Sasongko W R

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

USAHA BUDI DAYA KELINCI TERPADU

PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Rumput gajah odot (Pannisetum purpureum cv. Mott.) merupakan pakan. (Pannisetum purpureum cv. Mott) dapat mencapai 60 ton/ha/tahun

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. begitu ekonomi riil Indonesia belum benar-benar pulih, kemudian terjadi lagi

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM KEGIATAN SARJANA MEMBANGUN DESA (SMD) DI KABUPATEN BOGOR

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PENGOLAHAN TERNAK ITIK AFKIR SEBAGAI PANGAN ASUH DI DESA SEMAU KECAMATAN BRAM HITAM KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO

PRODUKTIVITAS DAN ANALISA KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI YOGYAKARTA (POSTER) Tri Joko Siswanto

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

Bab 4 P E T E R N A K A N

II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha ternak kelinci peternakan memerlukan pendekatan untuk

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

PELUANG TERNAK KELINCI SEBAGAI SUMBER DAGING YANG POTENSIAL DI INDONESIA

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ayam broiler merupakan komoditi ternak yang mempunyai prospek

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN JUMLAH PEMBELIAN AYAM PEDAGING DI KOTA MAKASSAR

ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam. meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan

Syamsu Bahar dan Bachtar Bakrie: Pemanfaatan Limbah Sayuran Pasar untuk Pakan Kelinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang dikenal

ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN PERANTARA TERHADAP DAGING ITIK (Kasus Pedagang Olahan Daging Itik Di Kecamatan Coblong Kota Bandung)

PEMANFAATAN LIMBAH RESTORAN UNTUK RANSUM AYAM BURAS

Integrasi Tanaman Jeruk dengan Ternak Kambing

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

BAB I PENDAHULUAN. adalah daging ayam khususnya ayam Broiler (Ditjennak, 2009). Meski demikian

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

DAFTAR ISI... SAMPUL DALAM. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI.. ABSTRACT... RINGKASAN... HALAMAN PERSETUJUAN.. TIM PENGUJI.. RIWAYAT HIDUP.

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

PENGEMBANGAN AYAM NUNUKAN DAN PERMASALAHANNYA DI KALIMANTAN TIMUR

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Sapi Potong di Indonesia

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Transkripsi:

PEMANFAATAN DAN ANALISIS EKONOMI USAHA TERNAK KELINCI DI PEDESAAN BROTO WIBOWO, SUMANTO dan E. JUARINI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK Pengembangan ternak kelinci sudah dimulai sejak tahun 80an dan mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan masyarakat maupun pejabat pemerintah dalam mengatasi pemenuhan gizi. Namun saat ini jumlah populasinya tampak kurang berkembang dan belum merata, hanya jumlahnya terbatas pada wilayah sentra pariwisata. Kendala utama dalam pengembangannya adalah masih adanya pengaruh psychologis antara manusia dengan ternak kelinci dalam hal memotong dan sekaligus untuk dimakan. Kendala lainnya adalah angka kematian yang cukup tinggi dan masih perlu adanya sosialisasi mengkonsumsi daging dan penyediaan produk daging olahan yang menarik konsumen. Disisi lain ternak kelinci bersifat prolifik dan jarak beranak yang pendek sehingga mampu menghasilkan jumlah anak yang cukup tinggi pada satuan waktu yang singkat (per tahun) sehingga dikenal sebagai penyedia daging yang handal. Manfaat lainnya adalah sebagai penghasil kulit bulu, kotoran (feces) dan sebagai ternak kesayangan. Semua manfaat tersebut dapat menjadi tambahan pendapatan peternak. Usaha peternakan kelinci selain sebagai pemenuhan gizi (subsisten) perlu adanya dukungan untuk mengarah pada usaha komersil-berorientasi pasar. Telah dicoba dilakukan analisis terhadap usaha kelinci intensif yang berskala 20 ekor induk dan 5 ekor pejantan sebagai usaha penghasil daging dan kulit bulu selama satu tahun. Hasil analisis ekonomi menunjukkan bahwa keuntungan pada skala usaha tersebut adalah sebesar Rp 9.206.200/tahun atau Rp 767.183/bulan (dalam perhitungan ini dilakukan penilaian terhadap sisa kelinci yang belum berumur potong, karena dalam kas opnam masih tersisa sejumlah ternak muda). Kata Kunci: Kelinci, Pemanfaatan, Keuntungan PENDAHULUAN Di Indonesia ternak kelinci mempunyai kemampuan kompetitif untuk bersaing dengan sumber daging lain dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia ( kebutuhan gizi) dan merupakan alternatif penyedia daging yang perlu dipertimbangkan dimasa datang, daging kelinci merupakan salah satu daging yang berkualitas baik dan layak dikonsumsi oleh berbagai kelas lapisan masyarakat. Bahkan dibandingkan dengan kondidi daging ayam dilihat dari segi aroma, warna daging dan dalam berbagai bentuk masakan tidak ditemukan perbedaan yang nyata (DIWYANTO, et al., 1995). Dicermati dari pengalaman terdahulu, pada tahun 80 an, ternak kelinci telah dikenalkan dan dikembangkan dimasyarakat secara luas dengan berbagai bentuk promosi, bahkan promosi pengembangannya dimotori secara langsung oleh Kepala Negara. Berbagai program aksi dalam rangka pemberdayaan pengembangan kelinci telah digulirkan dimasyarakat guna menambah pilihan pemanfaatan daging sebagai sumber gizi. Namun sangat disayangkan perkembangannya kurang menggembirakan dan terus menurun popularitasnya, bahkan hingga saat ini sentrasentra produksi kelinci hanya terdapat di daerah-daerah pariwisata, misalnya di Lembang (Jawa Barat), Bedugul (Bali), Kaliurang (Jawa Tengah) Tentu dengan wilayah penyebaran yang terbatas permintaan daging kelinci akan menjadi terbatas pula. Kendala lain yang terdeteksi adalah adanya pengaruh kejiwaan tidak tega apabila manusia hendak memakan daging kelinci (SARTIKA, 1998). Teknik budidaya maupun pengolahan hasil ternak kelinci telah banyak dipelajari oleh para ahli, bahkan banyak pula peternak yang telah mengadopsinya. Dengan demikian saat ini dimana krisis ekonomi terus berlangsung dan adanya issue penyakit flu burung yang menyerang ternak unggas, maka usaha kelinci merupakan kesempatan yang baik untuk memulai menggiatkan kembali usaha 139

pengembangannya dimasyarakat. Harapannya adalah masyarakat dapat memperoleh pendapatan dan sekaligus untuk pemenuhan gizinya. Pohon industri ternak kelinci Keberadaan ternak kelinci bagi manusia dapat dimanfaatkan dalam berbagai hasil produk dan digambarkan seperti pada Gambar 1. Gambar 1 memperlihatkan bahwa terdapat 4 segmen produk kelinci yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Hasil pemotongan ternak kelinci menghasilkan daging dan kulit bulu. Melalui serangkaian kegiatan (proses) dan penambahan beberapa bahan lain maka dapat dihasilkan bahan pangan (Nuget, baso, burger, sosis, sate, dll.) maupun bahan industri kerajinan kuli (tas, mantel, hiasan, dll.). Produk lain dari ternak kelinci adalah ternak sebagai binatang kesayangan dan penghasil kotoran untuk pupuk. Beberapa tipe kelinci sebagai ternak kesayangan mempunyai nilai harga harga yang lebih baik dibanding ternak kelinci pedaging. Sedangkan kotoran ternak (feses, air kencing dan sisa hijauan) setelah diproses menjadi kompos berguna sebagai penyubur tanah maupun tanaman. FAREL dan RAHARJO (1994) mengatakan bahwa kelinci sapihan dapat menghasilkan kotoran sebanyak 28 gram kotoran lunak atau setara dengan 3 gram protein/hari/ekor. Penggunaan kotoran kelinci dengan tambahan probiotik (kompos) berguna untuk kesuburan tanah dan tanaman dan telah dilakukan percobaan skala penelitian. SAJIMIN et al. (2005) mengatakan bahwa penggunaan kompos kelinci dengan feses kelinci ditambah probiotik kandungan bahan organik dengan C/N ratio (11 12%) lebih baik dibanding tanpa probion C/N (10%). Manfaat lain adalah kompos feses kelinci dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman Stylosanthes hamata secara nyata lebih tinggi 58,4% dibandingkan dengan tanpa probiotik. Ternak Kelinci Daging Kulit bulu Kotoran Kesayangan Bahan pangan Bahan kerajinan Pupuk kompos Nuget Sosis Burger Dendeng Baso Sate Gule Mantel Jaket Hiasan Souvenir Gambar 1. Pohon industri ternak kelinci 140

Potensi kelinci sebagai penghasil daging Menurut SARTIKA et al. (1998) dari seekor induk yang dipelihara selama 1 tahun dapat menghasilkan sebanyak 117 kg daging untuk kelinci Ras biasa dan 144 kg daging untuk kelinci Hybreed pada pemeliharaan secara intensif dan manajemen yang baik. Hal tersebut dikarenakan ternak kelinci bersifat prolifik dan jarak antar kelahiran yang cukup pendek. Sedangkan prosentase karkas kelinci mencapai 42,6 sampai 46,7%. Menurut FAREL dan RAHARJO (1994) bahwa daging kelinci mempunyai kualitas kandungan gizi yang cukup baik, karena mengandung lemak, kolesterol dan garam yang rendah. Dalam kajiannya tentang preferensi daging kelinci yang dilakukan oleh DIWYANTO et al. (1985) diperoleh hasil bahwa warna, aroma, rasa dan keempukan daging kelinci panggang antara berbagai jenis kelinci tidak berbeda nyata. Selanjutnya dikatakan antara warna, aroma dan rasa daging kelinci dengan ayam ras tidak menunjukkan hasil yang berbeda, kecuali keempukan dimana ternak ayam lebih empuk. memperkecil atau meniadakannya melalui penyuluhan budidaya dan pemahaman terhadap nilai kemanfaatan kelinci bagi kebutuhan gizi masyarakat. Perlu dipertimbangkan terhadap pengadaan tempat pemotongan yang dilokalisir sehingga perasaan kasihan bagi peternak dapat dihindari. Dilain pihak dengan adanya tempat pemotongan khusus ternak kelinci akan mempermudah pengumpulan kulit bulunya. Pemasaran ternak kelinci Produk ternak kelinci yang dapat dipasarkan adalah dalam bentuk hidup, bentuk produk segar maupun produk olahan. Transaksi jual-beli kelinci hidup antara produsen dan konsumen dapat berlangsung di lokasi produsen maupun di pasar (pasar umum, pasar hewan, bahkan tempat rekreasi). Ternak yang diperjual belikan mulai dari status lepas sapih hingga ternak siap kawin. Secara umum jalur pemasaran ternak kelinci dari produsen hingga konsumen tercantum pada Gambar 2. KENDALA PENGEMBANGAN KELINCI Peternak Pedagang SASTRODIHARDJO et al. (1992) mengatakan bahwa beberapa kendala pengembangan kelinci antara lain: 1) daging kelinci belum memasyarakat, 2) harga dagingnya belum terjangkau oleh daya beli masyarakat, 3)kurang gencarnya promosi tentang perlunya masyarakat mengkonsumsi daging kelinci. Kendala non teknis diduga lebih kuat pada pengembangan kelinci sebagaimana diutarakan oleh SARTIKA et al. (1998) yang mengatakan ditinjau dari segi preferensi sebetulnya daging kelinci tidak mengalami kendala yang serius, namun kendala mengkonsumsi daging kelinci diduga dari segi psikologis yang mengungkapkan adanya rasa sayang, atau kasihan dalam pemotongannya maupun dalam hal memakannya. Kendala secara teknis banyak ditemui tentang faktor kematian yang mencapai lebih dari 20% pada tingkat umur potong. DIWYANTO et al. (1985) mengatakan bahwa budidaya ternak yang dilakukan masyarakat masih perlu ditingkatkan melalui perbaikan tatalaksana pemeliharaan. Oleh karena itu diperlukan langkah kongkrit untuk Peternak Konsumen lokal Konsumen luar daerah Gambar 2. Skema pemasaran ternak kelinci 1. Pemasaran di tingkat produsen; transaksi antara peternak dengan pedagang, pedagang melakukan pembelian kelinci kepada produsen (peternak), ternak yang diperjual belikan adalah ternak bibit, siap potong maupun kelinci dewasa. Transaksi yang terjadi pada produsen selain pedagang adalah juga terdapat peternak dimana tujuannya adalah membeli ternak untuk dikembangkan lebih lanjut. 2. Pemasaran di tingkat pedagang; transaksi antara pedagang dengan konsumen akhir (lokal maupun luar daerah), transaksi seperti ini dilakukan di tempat tertentu (pasar umum, maupun pasar hewan, dan tempat pariwisata daerah). Pemasaran kelinci dilokasi pariwisata (Kebun Raya 141

Bogor, Cibodas dan Cisarua) komoditas yang diperjual belikan didominasi oleh ternak kelinci usia sapih. Namun demikian terdapat pula daerah pariwisata tertentu yang mempunyai ciri tertentu pada komoditas kelinci yaitu sate kelinci di Tawang Mangu, Jawa Tengah, daerah lainnya seperti di Lembang terdapat banyak penjaja tukang sate kelinci di pingggiran jalan. Pemasaran produk daging; pasar daging kelinci belum banyak dan populer bila dibandingkan dengan daging ternak lain (sapi, kambing dan ayam). Pemasaran daging kelinci perlu usaha yang gigih dan dilakukan melalui usaha-usaha promosi antara lain: melakukan demo pada berbagai instansi tertentu dalam acara seremonial (ulang tahun kemerdekaan atau pameran pembangunan daerah). Peluang akan diterima oleh masyarakat lebih terbuka bila daging kelinci diolah menjadi bentuk lain dari yang sekarang ada, bentuk tersebut antara lain; Nugget, Burger, Fried, atau jenis lainnya seperti: abon, baso dan sosis. Bila dijual dalam bentuk daging segar maka hendaknya diwujudkan dalam bentuk potongan yang menarik misalnya: potongan kaki belakang/ paha, potongan pinggang, Schnittzel (bagian daging tanpa tulang yang berasal dari kaki depan). Analisis usaha kelinci di pedesaan Dari uraian pemanfaatan ternak kelinci sebelumnya, tampaknya produk kelinci telah dapat memberikan keuntungan yang cukup berarti bagi kehidupan masyarakat di pedesaan, terutama pada sentra-sentra produksi di daerah pariwisata. Seberapa jauh nilai keuntungan yang dapat diraih bagi produsen (peternak), apabila peternak di pedesaan akan mengusahakan sebanyak 20 kelinci induk dan lima pejantan selama setahun. Dengan memperhatikan nilai koefisien teknis produktivitas kelinci dari berbagai hasil penelitian sebelumnya oleh para ahli dan nilai jual produk kelinci (daging, kulit bulu dan kotoran) saat ini, maka hasil pendapatannya dapat diketahui. Uraian detail analisa ekonomi sederhana terhadap usaha kelinci dengan skala 20 ekor induk dan 5 ekor jantan selama setahun disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Analisa ekonomi sederhana usaha kelinci dalam jangka satu tahun Item pengeluaran dan penerimaan Rp Pengeluaran Bibit 837.600 Induk (20 ekor) 675.600 Jantan (5 ekor) 162.000 Pakan 38.139.600 Induk 2.664.000 Pejantan 666.000 Anak 24 minggu 25.574000 Anak 20 minggu 6.216.000 Anak 12 minggu 2.664.000 Anak 4 minggu 355.200 Kandang 740.000,- Induk 100.000 Pejantan 20.000 Box anak 20.000 Anak lepas sapih 600.000 Tempat pakan/minum 290.000,- Induk 40.000 Pejantan 10.000 Anak LS 240.000 Tenaga kerja upahan 1 orang/tahun 2.400.000,- Obat-Obatan 500.000,- Peralatan lainnya 100.000,- Total pengeluaran 43.012.000,- Penerimaan Jual daging dan kulit bulu ternak 26.112.000,- umur potong Jual daging dan kulit bulu ternak 9.360.000,- umur 5 bulan Jual daging dan kulit bulu ternak 7.776.000,- umur 3 bulan Jual daging dan kulit bulu ternak 7.840.000 umur 1 bulan Kotoran (kg lunak) 1.130.400,- Total penerimaan 52.218.400,- Pendapatan 9.206.200,- B/C Ratio 1,21 1. Ternak pada waktu kas opnam terdapat sejumlah kelinci hidup berbagai umur, dalam perhitungan diperhitungkan nilai jual kulibulu dan bobot hidup yang sama dengan ternak usia potong. 2. Biaya kelinci bibit sudah diperhitungkan dalam nilai kelinci afkir. Dari Tabel 1 dapat diuraikan bahwa jumlah pengeluaran usaha kelinci yang terbanyak adalah untuk pembelian pakan konsentrat yaitu sebanyak Rp 38.139.600/tahun atau 88,89% 142

dari total pengeluaran sebanyak Rp 43.012.200/tahun. Pengeluaran terbanyak kedua adalah untuk membayar tenaga kerja, lalu untuk perkandangan dan obat-obatan. Sedangkan sumber penerimaan terbanyak diperoleh dari penjualan daging kelinci dan kulit bulu umur potong selama 1 tahun sebanyak 384 ekor, yaitu sebanyak Rp 26.112.000. Meskipun kotoran kelinci dapat menghasilkan uang, namun nilainya masih cukup sedikit, yaitu sekitar Rp 1.130.400/ tahun. Dari usaha kelinci dengan skala usaha 20 ekor induk dan lima ekor jantan, maka diperoleh pendapatan (keuntungan) sebanyak Rp 9.206.200/tahun atau Rp 767.183/bulan. Hasil perhitungan pada penerimaan telah mencantumkan tentang ternak kelinci yang masih berusia dibawah umur potong yang terdiri dari umur 5 bulan ( 144 ekor), umur 3 bulan sebanyak (144 ekor) dan umur 1 bulan sebanyak (160 ekor). KESIMPULAN 1. Ternak kelinci mempunyai potensi sebgai penghasil daging, kulit bulu, ternak hidup dan kotoran yang sangat bernilai bagi kepentingan manusia. 2. Faktor teknis terutama kematian merupakan kendala pada teknis budidaya, sedangkan faktor nonteknis adalah masalah psikologis dan daya beli mayarakat masih rendah. 3. Promosi pengembangan kelinci melalui pengenalan produk-produk olahan sehingga masyarakat mempunyai pilihan atas produk daging kelinci. 4. Pengembangan ternak kelinci diharapkan berorientasi komersiil, dengan spesifikasi aktivitas usaha ( pembibitan, budidaya dan pengolahan hasil). 5. Usaha kelinci dengan skala 20 ekor induk dan 5 ekor pejantan untuk menghasilkan daging dan kulit bulu dapat diperoleh keuntungan sebesar Rp 9.206.200,-/tahun atau Rp 767.183/bulan (dengan memasukkan penilaian sejumlah kelinci yang masih berusia dibawah umur potong). DAFTAR PUSTAKA DIWYANTO, K., SUMANTO, B. SUDARYANTO, T. SARTIKA dan DARWINSYAH. L. 1985. Suatu Studi Kasus Mengenai Budidaya Ternak Kelinci di Desa Pandansari. Jawa Tengah (aspek Manajemen dan produktivitas ternak). Ilmu dan Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 1(10). DIWYANTO, K., T. SARTIKA. MOERFIAH dan SUBANDRIYO. 1985. Pengaruh Persilangan Terhadap Nilai Karkas dan Preferensi Daging Kelinci Panggang. Ilmu dan Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 1(10). FAREL, D.J. dan Y.C. RAHARJO. 1994. Potensi Ternak Kelinci Sebagai Penghasil Daging. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. SAJIMIN, Y.C. RAHARJO, N.D. PURWANTARI dan LUGIO. 2005. Produksi Tanaman Pakan Ternak Stylosantethes hamata Yang Diberi Pupuk Kelinci.Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Puasat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor SASTRODIHARDJO, S. dan Y.C. RAHARJO. 1992. Pengkajian Kelayakan Usaha Pembesaran Kelinci Rex yang Diberi Pola Pkan Berbeda pada Lahan Pekarangan di Dataran Tinggi Desa Pandansari, Kabupaten Berebes, Jawa Tengah. Pros. Agro-Industri Peternakan di Pedesaan. Balai Penelitian Ternak, Ciawi. hlm. 150-162. TIKE SARTIKA, TATA ANTAWIJAYA dan K. DIWYANTO. 1998. Peluang Ternak Kelinci Sebagai Sumber Daging Yang Potensial Di Indonesia. Wartazoa 7(2). 143