BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Permasalahan. Manusia diciptakan oleh Allah secara berpasang-pasangan agar mereka

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

PENGANTAR KEBUTUHAN DASAR MANUSIA MASLOW. 02/02/2016

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebahagiaan merupakan keadaan psikologis yang ditandai dengan tingginya

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi,

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah bagian dari jenjang atau hierarki kebutuhan hidup dari Abraham Maslow, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang membangun sebuah bangsa. Keluarga mempunyai andil yang besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak apabila dapat memilih, maka setiap anak di dunia ini akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Aunur Rohim Faqih, Bimbingan Konseling dalam Islam, UII Pres, Yogyakarta, 2001, hlm. 70 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Abraham Maslow Abraham Maslow membagi kebutuhan dasar manusia ke dalam lima tingkat berikut: 1. Kebutuhan fisiologis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan sampai merinding serta menggetarkan bahu ketika mendengarkan kata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan antar etnis bangsa telah banyak terjadi di Indonesia. Khususnya

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut, salah satu fase penting dan menjadi pusat

BAB I PENDAHULUAN. keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan organisasi

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA DALAM ISLAM PENDEKATAN PSIKOLOGI. Proposal Disertasi : Oleh H. Arifuddin

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB I PENDAHULUAN. Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

SUSI RACHMAWATI F

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda dari kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Yang berlandaskan

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latarbelakang. Manusia dalam kehidupannya akan melalui proses perkembangan. Dalam

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan keluarga yang sejahtera, pastilah menjadi impian setiap orang.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tiga tahun terakhir angka perceraian di Indonesia meningkat secara

ABSTRAK. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

STRATEGI COPING IBU DALAM MENJALANI PERAN SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL SKRIPSI

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA JANDA YANG MENIKAH LAGI DI KALANGAN ETNIS ARAB

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Pentingnya kehidupan keluarga yang sehat atau harmonis bagi remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

NASKAH PUBLIKASI Gambaran Forgiveness Pada Orang Bercerai Di Kecamantan Kunir Kabupaten Lumajang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dididik, dan dibesarkan sehingga seringkali anak memiliki arti penting dalam

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERNIKAHAN AWAL

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

TEORI HIRARKI KEBUTUHAN

memberi-menerima, mencintai-dicintai, menikmati suka-duka, merasakan

Transkripsi:

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Permasalahan " Dan, di antara tanda-tanda kekuasaan-nya ialah Dia menciptakan istri-istrimu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya (sakinah) dan dijadikan-nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikif (Q.S Ar-ruum, 21) Manusia diciptakan oleh Allah secara berpasang-pasangan agar mereka saling mengenal satu sama lain dan melahirkan keturunan-keturunan yang kelak akan menjadi rahmatan lil alamin. Manusia sejak dilahirkan dan menjalani tahap-tahap penting dalam kehidupan selalu mempunyai tugas-tugas perkembangan. Hal ini sesuai dengan interaksi manusia tersebut dalam lingkungan sosialnya. Merujuk pada tugas-tugas masa perkembangan dewasa awal yang dipusatkan pada harapan-harapan masyarakat yang mencakup mendapatkan pekerjaan, memilih seorang teman hidup, belajar hidup bersama dengan suami atau istri membentuk suatu keluarga, memberikan anak-anak, mengelola sebuah rumah tangga, menerima sebuah tanggung jawab sebagai warga negara dan bergabung dalam suatu kelompok sosial yang cocok (Hurlock, 1980), maka perkawinan untuk mereka yang telah menginjak masa dewasa dini adalah sebagai salah satu pemenuhan tugas perkembangan pada saat tersebut. Sebagian orang akan melakukan perkawinan, karena perkawinan mempunyai arti yang sangat penting bagi manusia. Perkawinan merupakan suatu kesempatan yang luhur untuk mengembangkan dan melaksanakan cinta antara dua jenis kelamin yang berbeda, serta di dalamnya terdapat sikap saling memberi dan menerima antara pria dan wanita sebagai pasangan suami istri. l

Zimbardo & Gerrig (dalam Adhim, 2002) mengemukakan bahwa perkawinan juga berpengaruh secara positif terhadap dua aspek, yakni perasaan tentang diri (sense of self) serta kesejahteraan jiwa (wellness). Yang disebut terakhir ini merujuk pada kondisi kesehatan yang optimal sehingga membentuk kemampuan untuk memfungsikan diri secara penuh dan aktif melampaui ranah fisik, intelektual, emosional, spiritual, sosial, dan lingkungan dari kesehatan individu. Salah satu teori yang terkenal dari Abraham H. Maslow adalah teori hierarki kebutuhan manusia (The Hierarchy Of Needs). Secara sederhana, teori ini mengatakan bahwa untuk mencapai kebutuhan puncak, manusia perlu terlebih dahulu memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada di bawahnya, sekalipun dimungkinkan terjadinya lompatan dalam memenuhi kebutuhan sehingga seseorang memenuhi kebutuhan di atasnya terlebih dahulu sebelum memenuhi kebutuhan yang ada pada tingkat di bawahnya, tetapi tidak terpenuhinya berbagai kebutuhan dasar cenderung menyulitkan terpenuhi nya kebutuhan puncak (As'ad, 1981). Terhambatnya pemenuhan kebutuhan dasar dapat menjadi penghalang psikis untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan berikutnya (Adhim, 2002). Kebutuhan dasar adalah kebutuhan fisiologis sering juga disebut sebagi kebutuhan biologis. Termasuk kebutuhan fisiologis adalah makan, minum, istirahat dan juga hubungan seks. Yang terakhir ini adakalanya merupakan kebutuhan fisiologis murni, tetapi dapat juga meningkat ke taraf kebutuhan psikologis. Ketika seks merupakan kebutuhan fisiologis, pemenuhannya bersifat mendesak, tidak bisa ditunda-tunda. Dalam keadaan ini menikah memungkinkan

orang untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya secara lebih baik sehingga ia dapat berusaha memenuhi kebutuhan diatasnya dengan lebih baik. Setingkat di atas kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan akan rasa aman (Security Needs). Salah satu hal yang dapat mengurangi rasa aman secara psikis dan sosial adalah tidak adanya status yang jelas, juga tidak adanya kepastian tentang siapa pendamping hidup. Pada saat individu merasakan pentingnya kejelasan status, menikah memberi rasa aman kepadanya secara psikis maupun secara sosial. Adanya rasa aman ini dapat mengurangi beban psikis yang tidak perlu. Dalam hal ini berkurangnya beban psikis bukan karena proses interaksi yang terbentuk dalam lembaga pernikahan, melainkan oleh adanya ikatan pernikahan itu sendiri. Pernikahan seakan-akan memenuhi sebuah ruang kosong di dalam jiwa. Di atas kebutuhan akan rasa aman, ada belongingness and love needs atau kebutuhan terhadap rasa memiliki dan cinta. Secara sederhana, kebutuhan untuk memiliki dan mencintai diterjemahkan sebagai kebutuhan untuk bersatu dengan orang lain, diterima dan memiliki seseorang yang khusus sifatnya. Apabila kebutuhan untuk memiliki dan mencintai telah terpenuhi, individu akan merasakan kebutuhan berikutnya, yakni kebutuhan akan harga diri (Esteem Needs) dilanjutkan dengan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri (Self Actualization Needs). Islam sebagai agama universal sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Kebutuhan manusia untuk pencapaian maksimal sangat diperhatikan. Dengan mempertimbangkan semua aspek kehidupan manusia, maka terciptalah sebuah lembaga pernikahan, tempat di mana sepasang manusia berlainan jenis dapat melegalkan hubungan mereka dalam pernikahan

sebagai suami istri dengan seperangkat tugas, kewajiban dan haknya sendirisendiri yang dipertanggungjawabkan kelak di hari kemudian perkawinan dalam islam dikenal dengan istilah Mitsaqon Gholidzo yang berarti perjanjian yang agung (Adhim, 1997). Bernard & Huckins (1997) mengemukakan bahwa manusia memasuki pernikahan karena mengharapkan untuk mencintai dan dicintai, untuk mendapatkan semua kebutuhannya, biologis dan fisiologis, untuk mendapatkan kebahagiaan dan mendapat kepuasaan, rasa aman dan dihargai. Menurut Peck (dalam Winahyu, 2001), masuknya seseorang dalam lembaga perkawinan dan membentuk keluarga, karena keluarga mempunyai fungsi : (a) Menyediakan suatu konteks hubungan seksual, reproduksi, dan pendidikan anak-anak. (b) Menyediakan status sosial dan hubungan ekonomi. (c) Menyediakan suasana dan tempat yang hangat bagi anggota keluarga. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa idealnya perkawinan dilaksanakan oleh dua orang berlainan jenis untuk mendapatkan pemenuhan atas kebutuhan-kebutuhan psikologis, kebutuhan seksual, dan kebutuhan material. Kebutuhan dari sisi psikologis adalah cinta, rasa aman, pengakuan dan persahabatan. Lebih dari itu perkawinan juga merupakan pemenuhan tugas perkembangan yang menjadi tuntutan atau harapan sosio kultural di mana individu berada. jlaraf terpenuhinya kebutuhan, keinginan dan harapan suami istri dalam perkawinan oleh Bahr (dalam Suwantoro, 1997) disebut sebagai kepuasan perkawinan. Kepuasan perkawinan menurut Snyder (dalam Suwantoro, 1997) meliputi hal-hal sebagai berikut : (1) kesesuaian penilaian terhadap perkawinan yang dijalani dengan kriteria yang diidealkan oleh masyarakat; (2) kepuasan terhadap perkawinan secara umum; (3) ungkapan

kasih sayang dan pengertian yang diberikan oleh pasangan; (4) kerjasama untuk memecahkan masalah dan kemampuan mencari penyelesaian pada perselisihan; (5) kesediaan dalam menggunakan waktu bersama; (6) kesepakatan dalam mengatur keuangan rumah tangga; (7) aktivitas seksual bersama; (8) persamaan orientasi peran yang dipakai sebagai orang tua yaitu antara konvensional atau modern; (9) kebahagiaan yang dialami di keluarga pada masa kecil; (10) kepuasan terhadap anak-anak hasil perkawinan; (11) konflik antar pasangan yang berhubungan dengan cara mendidik anak. Pada kenyataannya tidak semua pasangan suami istri dapat merasakan kehidupan harmonis seperti yang di harapkan pada awal pernikahan. Melalui pengamatan pada beberapa media massa dapat diketahui banyaknya masalahmasalah perkawinan yang diwarnai oleh ketidakharmonisan hubungan dengan pasangannya. Bukti ketidakharmonisan ini dapat dilihat dari semakin maraknya kegiatan konseling keluarga. Bukti lain yang menunjukkan hal ini adalah dibukanya rubrik konseling keluarga di banyak majalah yang lebih memfokuskan pada relasi antara suami istri dan ternyata banyak peminatnya. Data terakhir dari Badan Pusat statisitik mengenai angka perceraian di Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri dilaporkan pada tahun 1998 terdapat 930 kasus perceraian dari 25.717 pernikahan dan pada tahun 1999 terdapat 769 kasus perceraian dari 26. 953 pernikahan. Tahun 2000 tercatat 953 kasus perceraian dari 26.325 pernikahan dan terakhir pada tahun 2001 terdapat 975 kasus perceraian dari 27.102 pernikahan. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan perkawinan memang tidak terlepas dari berbagai permasalahan. Fenomena selingkuh yang mulai merebak akhirakhir ini dan sangat mempengaruhi keseimbangan hidup pasangan suami istri,

diduga sebagai salah satu faktor pemicu konflik rumah tarigga dan dapat ditimbulkan dari adanya ketidakpuasan dalam rumah tangga. Fenomena perselingkuhan sebenarnya bukan hal baru dalam wacana kehidupan perkawinan sekarang ini. Kasus-kasus perceraian akhir-akhir ini banyak disebabkan oleh perselingkuhan. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa perselingkuhan kebanyakan dilakukan oleh kaum pria. Pria sebagai kepala rumah tangga yang berkewajiban memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, memiliki keesempatan untuk menghabiskan 30 % waktunya di luar rumah. Kemampuan finansial, maraknya fasilitas hiburan, faktor fantasi, lemahnya penghayatan agama dan lemahnya kontrol masyarakat (Daniel, 2003) menjadi faktor pemicu terjadinya perselingkuhan. Hawari (2002) menyatakan 90 % perselingkuhan dilakukan oleh kaum pria sementara wanita hanya 10 % saja. Bukti lain yang mengungkapkan penemuannya antara lain sebuah majalah pria pernah membuat angket untuk wilayah jakarta. Hasilnya, diduga dua dari tiga pria di jakarta pernah melakukan penyelewengan atau hubungan seksual di luar nikah. Di Amerika Serikat lebih dahsyat lagi, 75 % para suami terlibat perselingkuhan, sementara perselingkuhan oleh para istri 40 %, akibatnya 60 % keluarga mengalami broken home; dan lima perkawinan dalam lima tahun pertama, tiga diantaranya berakhir dengan perceraian (Al-ghifari, 2003). Hal ini mengindikasikan adanya ketidakpuasan perkawinan yang didapatkan oleh pasangan suami istri dalam kehidupan berumah tangga, ketidaksesuaian antara apa yang diharapkan dengan apa yang diperoleh dalam perkawinan seperti yang telah dikemukakan oleh Snyder, sehingga salah satu pasangan mencari kepuasan tersebut dengan menjalin hubungan affair dengan orang ketiga. Sebuah contoh diberikan oleh Al-ghifari antara lain hubungan yang

kurang harmonis dengan istri menjadi alasan paling sering yang diungkapkan oleh para pria untuk mencari kesenangan di luar. Apalagi jika konflik rumah tangga itu berakhir dengan pertengkaran hebat, maka akan sulit mendamaikannya. Sementara kebutuhan biologis tak terduga datangnya, maka lambat laun muncul hasrat untuk melampiaskannya di luar. Sebaliknya jika pasangan suami istri mendapatkan kepuasan perkawinan dalam berumah tangga maka hal ini akan menutup peluang masing-masing pesangan untuk menjalin hubungan affair dengan pihak lain. Shafiro (Al-ghifari, 2003) menambahkan bahwa orang melakukan kegiatan-kegiatan seks bukan semata-mata untuk kebahagiaan sebagai orang tua (berketurunan), tetapi juga sebagai suatu ekspresi cinta, untuk kesenangan dan kepuasan yang ditimbulkannya. Banyak prestasi-prestasi besar diilhami dan berakar dari ekspresi dan dorongan-dorongan seksual, sebaliknya banyak ketidakbahagiaan dan frustasi timbul diakibatkan oleh kesukaran-kesukaran seksual, diperkirakan dari semua perceraian 60 % adalah akibat dari ketidakcocokan seksual. Dengan demikian kita dapat disimpulkan betapa pentingnya I memelihara keharmonisan rumah tangga yang berdampak pada tercapainya kepuasan perkawinan. Kepuasan perkawinan akan membuat hubungan suami istri terjalin semakin baik dan dapat menghindarkan masing-masing pasangan untuk untuk memiliki hubungan affair dengan pihak lain. Penelitian ini akan mengungkap hubungan antara kepuasan perkawinan dengan intensi melakukan selingkuh pada suami.

B. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai kepuasan perkawinan dengan subjek penelitian pasangan suami istri telah banyak dilakukan, antara lain oleh Dewi (1996) menghubungkan kekerasan suami pada istri ditinjau dari marital power dan kepuasan perkawinan, Suwantoro (1997) menghubungkan kepuasan perkawinan ditinjau dari kualitas komunikasi pada pasangan suami istri, Lailatushifah (1998) menghubungkan kesadaran dan kesetaraan gender dan kepuasan perkawinan pada suami istri dalam rumah tangga pekerja ganda, Budiman (1999) menghubungkan berpikir positif dengan kepuasan perkawinan, Siswanti (2000) menghubungkan antara kepuasan perkawinan dengan kecemasan "sangkar kosong" pada pasangan suami istri, Winahyu (2001) menghubungkan antara kecenderungan menggunakan problem focused coping dengan tingkat kepuasan perkawinan. Penelitian yang menggunakan variabel perselingkuhan masih sedikit antara lain skripsi Dewi (2000) berjudul tingkat kekerasan suami pada istri ditinjau dari sebelum perselingkuhan diketahui oleh istri dan sesudah diketahui oleh istri. Valentina (2001) berjudul hubungan kebahagiaan pernikahan dan persepsi terhadap perselingkuhan pada suami istri sub etnis batak toba. Sekilas ada persamaan antara penelitian Valentina dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. valentina mengambil subjek penelitian pasangan suami istri bersuku batak dengan latar belakang agama katolik yang kuat, sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti mengkhususkan subjek penelitian pada para suami yang disinyalir lebih banyak kecenderungannya untuk melakukan perselingkuhan, dengan latar belakang budaya yang lebih beragam namun dikontrol dalam hal usia, pendidikan, usia perkawinan dan jumlah anak.

Selain itu, meskipun menggunakan dasar teori yang sama dengan Valentina dalam penyusunan skala, namun skala yang digunakan dalam penelitian ini mempergunakan bahasa yang lebih santun dan jumlah yang lebih banyak. Aitem yang digunakan Valentina dalam skalanya menggunakan kalimat yang lebih vulgar, hal ini ditunjukkan dengan disebutkannya atribut yang hendak diukur hampir pada keseluruhan aitem. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji secara empirik apakah ada hubungan antara kepuasaan perkawinan dengan intensi melakukan perselingkuhan pada suami. D. Manfaat Penelitian Beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat teoritis Untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu psikologi konseling perkawinan dan keluarga. 2. Manfaat praktis Apabila hipotesis ini teruji secara empirik dan ada hubungan antara kepuasan perkawinan dan intensi melakukan perselingkuhan pada suami, maka penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan para pasangan suami istri untuk selalu mengupayakan kebahagiaan perkawinan, sehingga tidak akan pernah memberikan satu peluang pun pada masing-masing pasangan untuk memiliki intensi berselingkuh.