IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

STATUS HUKUM PERKAWINAN TANPA AKTA NIKAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN RELEVANSINYA DENGAN HUKUM ISLAM

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berhubungan dengan manusia lain. Timbulnya hubungan ini didukung oleh

Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Sri Turatmiyah

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB III AKTA NIKAH DALAM LINTAS HUKUM. A. Akta Nikah dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

SKRIPSI PELAKSANAAN PERKAWINAN MELALUI WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. 2

segera melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WANITA DAN ANAK YANG PERKAWINANNYA TIDAK TERCATAT DI INDONESIA. Sukma Rochayat *, Akhmad Khisni **

Abstraks. Solusi, Vol. 9 No. 19, Juni - Agustus 2011

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi lelaki, sebagaimana

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 )

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan khusus terkait dengan perkawinan yaitu

BAB IV HUKUM KELUARGA

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

P E N E T A P A N NOMOR 01/Pdt.P/2013/PA.Msa BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

I. PENDAHULUAN. suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan perbuatan yang paling penting didalam kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

P E N E T A P A N. Nomor : 7/Pdt.P/2013/PA.Gst BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

KAJIAN YURIDIS TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN ANAK DIBAWAH UMUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. dan perempuan. Kedua jenis ini masing-masing dikaruniai rasa mencintai

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. Perkawinan yang dalam istilah agama disebut nikah ialah melakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. UU Perkawinan dalam Pasal 1 berbunyi Perkawinan adalah ikatan lahir batin

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan, LN tahun 1974 Nomor 1, TLN no. 3019, Perkawinan ialah ikatan

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus

BAB V PENUTUP A. Ikhtisar

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

FENOMENA NIKAH MASSAL DAN KORELASI TERHADAP ISBAT NIKAH ( Titik Singgung Wewenang 2 in 1 Pengadilan Agama dengan Kementerian Agama )

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

P U T U S A N Nomor: 0381/Pdt.G/2012/PA.PRA

BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA TENTANG DUDUK PERKARANYA

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No.

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

P E N E T A P A N. NOMOR 03/Pdt.P/2012/PA.Msa B ISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM. penetapan itsbat nikah sebagai berikut dalam perkara yang diajukan oleh:

BAB I PENDAHULUAN. sahnya perkawinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kompilasi Hukum Islam, CV. Nuansa Aulia, 2013, hlm. 2. 2

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini

BAB III KEWENANGAN PERADILAN AGAMA

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga.

Transkripsi:

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974 Samuji Sekolah Tinggi Agama Islam Ma arif Magetan E-mail: hajaromo@yahoo.co.id Abstrak Perkawinan di bawah tangan yaitu suatu perkawinan yang dilakukan oleh orang islam Indonesia yang memenuhi rukun-rukun dan syaratsyarat perkawinan, tetapi tidak didaftarkan pada Pejabat Pencatat Nikah yang diatur dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974. Menurut hukum islam untuk dapat dilakukannya perkawinan harus memenuhi beberapa syarat yaitu: kedua mepelai, wali, ijab qobul, saksi dan pemberian mahar (mas kawin). Permasalahannya adalah Apakah perkawinan di bawah tangan itu sah menurut hukum? Dan apakah dampak hukum atas perkawinan di bawah tangan. Dengan terpenuhinya kelima syarrat tersebut hukum Negara mengharuskan agar keseluruhan proses perkawinan dicatat oleh Pejabat Pencatat Nikah yang selanjutnya akan diberikan akta nikah, apabila tidak dicatat atau didaftar ke Kantor Urusan Agama (KUA) setempat, maka tidak menyebabkan batalnya perkawinan, tetapi perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum. Dengan tidak tercatatnya perkawinan yang dimaksud di Kantor Urusan Agama (KUA), maka apabila terjadi persengketaan yang berkaitan dengan nashab danharta bersama, para pihak akan kesulitan untuk menyelesaikannya, termasuk didalamnya pihak Kantor Urusan Agama (KUA), karena perkawinan yang dimaksud tidak dicatat. Kata Kunci: Perkawinan, dibawah tangan, hukum Islam, UU, 1974. Pendahuluan Menurut hukum Islam, untuk dapat dilakukannya perkawinan harus memenuhi beberapa syarat. Beberapa syarat yang dimaksud adalah adanya kedua mempelai, wai, ijab qabul, saksi dan pemberian mahar (mas kawin). Dengan terpenuhinya kelima syarat tersebut hukum Negara mengharuskan agar keseluruhan proses perkawinan dicatat oleh Pejabat Pencatat Nikah,

yang selanjutnya akan diberikan akta nikah. Keharusan pencatatan tersebut bukan hanya menyangkut ketertiban administrasi, akan tetapi membawa konsekwensi hukum setelah itu. Artinya perkawinan yang tidak dicatat oleh Pejabat Pencatat Nikah akan menimbulkan dampak hukum dikemudian hari. Pertanyaannya adalah bagaimana tentang perkawinan yang tidak dicatat oleh Pejabat Pencatat Nikah, yang sementara ini disebut sebagai pernikahan dibawah tangan? Hal ini perlu dijawab agar semua pihak menyadari bahwa proses hukum akan selalu berhadapan dengan konsekwensi hukum. Perkawinan di bawah tangan, terjadi sebagai akibat belum adanya pengetahuan yang dimiliki masing-masing mempelai yang harus ditanggung setelah perkawinan tersebut berakhir. Artinya, implikasi hukum akan timbul bagi yang melakukan perkawinan di bawah tangan, karena memang mereka tidak tercatat dan dicatat oleh pejabat yang berwenang. Dalam pasal 2 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, dinyatakan bahwa suatu perkawinan baru sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. Berdasarkan pasal ini, maka orang yang beragama islam dapat melakukan perkawinan dengan berpedoman pada hukum islam, perkawinannya menjadi sah hanya saja pelaksanaannya tidak dilakukan pencatatan oleh Petugas Kantor Urusan Agama (KUA) di wilayah hukum tempat perkawinan itu berlangsung. Pengertian Perkawinan Nikah (kawin) menurut arti asli adalah hubungan seksual, tetapi menurut arti hukum adalah akad (perjanjian) yang menjadikan halal hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang pria dengan seorang wanita. Berikut ini beberapa definisi perkawinan: menurut Sajuti Thalib, perkawinan adalah suatu perjanjian yang suci, kuat dan kokok untuk hidup

bersama secara sah antara seorang pria dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga yang kekal, santun menyantuni, kasih mengasihi, tentram dan bahagia. Imam Syafii mengatakan bahwa pengertian nikah adalah suatu akad yang denganya menjadi halal hubungan seksual antara pria dan wanita. Menurut Muhamad Yunus dalam bukunya, Hukum Perkawinan dalam Islam. Nikah adalah hubungan seksual (setubuh), beliau mendasarkan pendapatnya kepada hadist Rosul yang artinya berbunyi : Dikutuki Allah yang menikah (setubuh) dengan tangannya (onani). (HR. Abu Dawud). Sedangkan Ibrahim Husen menyatakan nikah menurut arti asli dapat juga berarti aqad, dengannya menjadi halal hubungan kelamin antara pria dan wanita sedangkan menurut arti lain adalah bersetubuh. Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara pria dan wanita sebagai seorang suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tanggga), yang bahagia dan kekal berdasarkn Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan menurut Hukum Islam adalah Akad yang sangat kuat atau Miitsaaqan Ghallizhaan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah, Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawadah dan rahmah. Sedangkan Idris Ramulyo mengemukakan pada prinsipnya didalam perkawinan itu, pergaulan antara suami istri menganut prinsip-prinsip: pergaulan yang makruf (pergulan yang baik), yaitu saling menjaga rahasia masing-masing, pergaulan yang sakinah (pergaulan yang tentram), pergaulan yang mengalami rasa mawwaddah (saling mencintai) terutama di masa muda dan pergaulan yang disertai rahmah (rasa santun menyantuni) terutama setelah masa tua.

Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan wanita sebagai seorang suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kata lahir dan bathin serta bahagia dan kekal dapat ditafsirkan bahwa prinsip perkawinan adalah untuk seumur hidup (kekal) dan tidak boleh terjadi suatu perceraian. Karena tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera yang dilandasi dengan makruf, sakinah, mawaddah dan rahmah. Makruf artinya pergaulan suami istri itu harus saling menjaga rahasia masing-masing, menjaga pergaulan yang harmonis baik antara suami dan istri, maupun hubungan dengan anak. Sakinah artinya penjabaran lebih lanjut dari makruf yaitu agar suasana kehidupapn dalam rumah tangga itu terdapat keadan yang aman dan tentram, gemah ripah loh jinawi tidak terjadi perselisihan paham yang prinsipil. Mawaddah dan rahmah artinya agar kehidupan rumah tangga itu selalu dan harus dijamin, saaling mencintai dikala masih muda, dipupuk terus agar saling menyantuni dikala tua renta dan kakek nenek. Azas-azas atau prinsip-prinsip perkawinan tersebut antara lain: perkawinan bertujuan membentuk keluarga bahagia dan kekal, perkawinan sah bilamana dilakukan menurut hukum agamanya dan kepercayaannya, perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan, perkawinan berazas monogamy terbuka, calon suami harus sudah matang jiwa raganya untuk melangsungkan pernikahan, perceraian dipersulit dan harus dilakukan dimuka pengadilan siding serta hak dan kewajiban suami istri seimbang.

Pengertian Perkawinan dibawah Tangan Menurut hukum Islam, perkawinan yang dilakukan di bawah tangan maksudnya adalah bahwa perkawinan itu tetap dilakukan dengan baik, rukunrukun maupun syarat-syarat yang telah ditentukan menurut hukum islam, hanya dalam pelaksanaannya tidak dilakukan melalui pendaftaran atau pencatatan di Kantor Urusan Agama (KUA) yang mewilayahi tempat tingggal mereka. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, tidak disebutkan pengertian perkawinan di bawah tangan, hanya disebutkan pengertian perkawinan secara umum dan tujuan perkawinan tersebut. Pengertian perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 adalah Ikatan lahir bathin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa). Keabsahan Perkawinan di bawah tangan menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Th. 1974 Menurut hukum Islam, perkawinan di bawah tangan menurut hukum islam sah, walaupun tidak didaftarkan atau dicatatkan pada Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) setempat. Pencatatan perkawinan hanya bersifat administratif, sehingga terhadap perkawinan yang tidak dicatat oleh Petugas Pencatatan nikah, perkawinan yang dimaksud tetap sah. Perkawinan di bawah tangan sah menurut hukum islam, maka semua implikasi hukum setelah itu (akibat hukum dari perkawinan yang sah) menjadi sah. Menurut hukum islam setelah adanya perkawinan yang sah, maka akan mengesahkan perbuatan-perbuaatan yang sebelumnya dianggap tidak sah.

Implikasi hukum dari perkawinan yang sah menurut hukum islam mencakup hal-hal sebagai berikut: menjadi halal melakukan hubungan seksual dan bersenang-senang antara suami istri, mahar (mas kawin) yang diberikan menjadi milik sang istri, timbulnya hak-hak dan kewajiban antara suami istri, suami menjadi kepala rumah tangga dan istri menjadi ibu rumah tangga, anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan itu menjadi anak yang sah, timbulnya kewajiban suami untuk membiayai dan mendidik anak-anak dan istrinya serta mengusahakan tempat tinggal bersama, berhak saling mewarisi antara suami istri dan anak-anak dengan orang tua, timbulnya larangan perkawinan karena hubungan semenda, ayah berhak menjadi wali nikah bagi anak permpuannya, bila diantara suami istri meninggal salah satunya, maka yang lainnya berhak menjadi wali pengawas terhadap anakanak dan hartanya. Dalam Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974 dinyatakan bahwa perkawinan sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila tidak dicatat atau di daftar ke Kantor Urusan Agama (KUA) setempat tidak menyebabkan batalnya perkawinan. Tetapi tidak mempunyai kekuatan hukum. Dengan tidak tercatatnya perkawinan yang dimaksud di Kantor Urusan Agama (KUA), maka apabila terjadi persengketaan yang berkaitan dengan nashab dan hartabersama, para pihak akan kesulitan untuk menyelesaikannya, termasuk didalmnya pihak Kantor Urusan Agama (KUA), karena memang perkawinan yang dimaksud tidak tercatat. Pencatatan setiap perkawinan sama halnya dengan pencatatan suatu peristiwa hukum dalam kehidupan seseorang misalnya kelahiran, kematian

yang dinyatakan dalam suatu akta resmi (surat keterangan) yang dimuat dalam daftar pencatatan yang disediakan khusus untuk itu. Adapun akta perkawinan memuat hal-hal sebagai berikut: 1) nama, tempat dan tanggal lahir, Agama/kepercayaan, Pekerjaan dan tempat kediaman suami istri, apabila salah seorang atau keduanya pernah kawin, disebutkan juga nama istri atau suami terdahulu, 2) nama, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman orang tua, 3) izin Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, 4) dispensasi sebagaimana dimaksud dalam pasal ayat (2) UU No. 1 Tahun1974, 5) ijin Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 UU No. 1 Tahun 1974, 6) persetujuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974, 7) izin dari pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Hankam Pangab bagi anggota Angkatan Bersenjata, 8) perjanjian Perkawinan bilamana ada, 9) nama, Umur, agama / kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman para saksi dan wali nikah bagi yang beragama Islam, 10) nama, umur agama atau kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman kuasa apabila perkawinan dilakukan melalui seorang kuasa. Penutup Perkawinan dibawah tangan, yaitu perkawinan yang dilakukan menenuhi rukun-rukun dan syarat menurut hukum islam hanya tidak dicatat atau didaftarkaan pada Kantor Urusan Agama (KUA) setempat, oleh karena perkawinan tersebut telah memenuhi syarat dan rukunnya, maka perkawinan dibawah tangan itu sah menuruh hukum islam dan mempunyai akibat hukum terhadap anak-anak maupun harta bersama. Akan tetapi, perkawinan dibawah tangan itu walaupun sah menurut hukum islam tetapi bertentangan dengan pasal 2 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974.

Meskipun perkawinan di bawah tangan sah menurut Islam, akan tetapi berdasarkan UU No 1 Tahun 1974 perkawinan tersebut cacat hukum, artinya permasalahan sebagai akibat perkawinan dibawah tangan proses perkawinannya menjadi rumit. Oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan untuk setiap perkawinan dilakukan pencatatan melalui Kantor Urusan Agama (KUA). Daftar Pustaka Depaartemen Agama, Alqur an dan Terjemahannya, PT Bumi Restu, Jakarta. 1976. M. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Suatu Analisis dari UU No. 1 Tahun 1974. Dan Kompilasi Hukum Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1996., Hukum Perkawinan Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2000. Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Jakarta. 2000.