BENTUK GANTI KERUGIAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI

dokumen-dokumen yang mirip
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERAMPOKAN DIDALAM TAKSI DITINJAU DARI PERSEPEKTIF VIKTIMOLOGI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BALITA SEBAGAI KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI TINJAU DARI ASPEK VIKTIMOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan

I. PENDAHULUAN. kebijakan sosial baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun

SANTUNAN OLEH PELAKU TINDAK PIDANA TERHADAP KORBAN KEJAHATAN DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)

Oleh: R.Caesalino Wahyu Putra IGN.Parikesit Widiatedja Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal

PEMBERIAN KOMPENSASI SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KERUSUHAN

KEBIJAKAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN KEPADA KORBAN MALPRAKTEK MEDIS SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM PIDANA

JURNAL IMPLEMENTASI HAK KORBAN UNTUK MENDAPATKAN RESTITUSI MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHUULUAN. terjadi tindak pidana perkosaan. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU KEJAHATAN PERKOSAAN TERHADAP LAKI-LAKI

JURNAL UPAYA PERLINDUNGAN KORBAN PERKOSAAN DITINJAU DARI SUDUT PANDANDANG VIKTIMOLOGI

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Hak-hak korban pelanggaran HAM berat memang sudah diatur dalam

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN EKSPLOITASI SEKSUAL DALAM PERSPEKTIF UNDANG- UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

PENGATURAN DAN MEKANISME PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI DAN REHABILITASI DALAM TINDAK PIDANA TERORISME

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGATUR LALU LINTAS UDARA DALAM HAL TERJADINYA KECELAKAAN PESAWAT UDARA

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

KAJIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN MELALUI JUAL-BELI ONLINE

PERLINDUNGAN KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN SELAMA PROSES PERADILAN PIDANA

ABSTRACT. Keywords : Compensation, Restitution, Rehabilitation, Terrorism.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

-2- dialami pihak korban dalam bentuk pemberian ganti rugi dari pelaku atau Orang Tua pelaku, apabila pelaku merupakan Anak sebagai akibat tindak pida

BAB III FAKTOR PENYEBAB TERJADI KORBAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DI KABUPATEN ACEH BARAT

PEMBERIAN GANTI RUGI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN DALAM TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIS

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kata kunci : Kebijakan Hukum Pidana, perlindungan, korban perkosaan

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RELEVANSI PIDANA KERJA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

ANALISIS MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PERZINAHAN DALAM PERSPEKTIF KUHP

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MUTILASI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN

HAK UNTUK MELAKUKAN UPAYA HUKUM OLEH KORBAN KEJAHATAN DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

HAK REPARASI KORBAN KEJAHATAN PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

PIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA. Oleh : I Made Ardian Prima Putra Marwanto

FAKTOR PENYEBAB DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA TENTANG EKSPLOITASI SEKSUAL SESUAI DENGAN UNDANG- UNDANG PERLINDUNGAN ANAK

PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM HUKUM PIDANA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum tentang Anak dan Perlindungan Hukum Bagi Anak

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU SODOMI TERHADAP KORBAN YANG TELAH CUKUP UMUR

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

Oleh : I Gusti Ngurah Bima Prastama I Gusti Ketut Ariawan A.A. Ngurah Wirasila Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Institute for Criminal Justice Reform

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan yang besar. Perubahan tersebut membawa dampak, yaitu munculnya problema-problema terutama dalam lingkungan pada

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

Rekomendasi/Usulan Perubahan UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Aliansi Indonesia Damai (AIDA)

BAB I PENDAHULUAN. segala perbuatan melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji,

Draft RPP pemberian Kompensasi & Restirusi Korban Pemerintah 2006

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

Keywords: Abortion, Victims, Rape, Criminal Code, Law No. 36 of 2009.

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ANALISA YURIDIS PEMIDANAAN PADA TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI KASUS PUTUSAN NO.85/PID.SUS/2014/PN.DPS.

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

BAB III PERANAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK SABAGAI DASAR HUKUM DALAM PENANGGULANGAN KEKERASAN ANAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN DAN PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DOMESTIK

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

PENGANTAR HUKUM ACARA PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA. R. Herlambang Perdana Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 2 Juni 2008

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN BAGI PENUNTUT UMUM DALAM MELAKUKAN PENUNTUTAN DILIHAT DARI PERAN KORBAN DALAM TERJADINYA TINDAK PIDANA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

I. PENDAHULUAN. Korban dalam suatu tindak pidana, dalam Sistim Hukum Nasional, posisinya tidak

PERLINDUNGAN HUKUM KORBAN KEJAHATAN PADA TAHAP PENUNTUTAN DALAM PERSPEKTIF RESTORATIVE JUSTICE. (Studi Kasus Penganiyayaan di Kota Malang)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perlindungan Hukum Korban Tindak Pidana Pemerkosaan Dalam

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN PERDAGANGAN MANUSIA DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

I. PENDAHULUAN. karena itu sering timbul adanya perubahan-perubahan yang dialami oleh bangsa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN Oleh : Yulia Monita 1.

I. PENDAHULUAN. Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 46/PUU-XIV/2016 Perbuatan Perzinaan, Perkosaan, dan Pencabulan

PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

Transkripsi:

BENTUK GANTI KERUGIAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI oleh I Gusti Ayu Christiari A.A. Sri Utari Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT : The various kinds of crime is a phenomenon that occurs in the community, one of the crimes is the crime of rape. The purpose of this paper is to determine the cause of someone being victims and compensation that can be obtained by crime victims of rape. With normative method is to the statute approach will review norms to shape blur compensation of the victims. Crime victims of rape can be caused by the influence of her own. Crime victims compensation in the form of rape material and immaterial. It can be concluded, the crime of rape and its victims can not be separated, which usually be a crime victims of rape is a woman. These compensation may be filed by crime victims of rape by the Agency. Compensation which comes first is immaterial compensation in the form of psycho - social rehabilitation. Keywords: Compensation, Victim, Rape, Victimology ABSTRAK : Berbagai macam kejahatan merupakan suatu gejala yang terjadi di masyarakat, salah satu kejahatan yang terjadi ialah kejahatan perkosaan. Tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk mengetahui penyebab seseorang menjadi korban dan ganti kerugian yang dapat diperoleh korban tindak pidana perkosaan. Dengan metode normatif yaitu dengan melakukan pendekatan perundang-undangan akan mengkaji kekaburan norma terhadap bentuk ganti kerugian dari korban tersebut. Korban tindak pidana perkosaan dapat diakibatkan oleh pengaruh dirinya sendiri. Ganti kerugian korban tindak pidana perkosaan ini berupa materiil maupun immaterial. Sehingga dapat disimpulkan, antara tindak pidana perkosaan dan korbannya tidak dapat dipisahkan, dimana yang biasanya menjadi korban tindak pidana perkosaan adalah seorang wanita. Ganti kerugian ini dapat diajukan oleh korban tindak pidana perkosaan melalui LPSK. Ganti kerugian yang diutamakan terlebih dahulu adalah ganti kerugian immateriil berupa rehabilitasi psiko-sosial. Kata Kunci : Ganti Kerugian, Korban, Perkosaan, Viktimologi I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berbagai macam kejahatan banyak berkembang di masyarakat. Kejahatan sebagai suatu gejala adalah selalu kejahatan dalam masyarakat (crime in society), dan merupakan 1

bagian dari keseluruhan proses-proses sosial produk sejarah dan senantiasa terkait pada proses-proses ekonomi yang begitu mempengaruhi hubungan antar manusia 1. Akibat dari kejahatan yang terjadi akan ada pihak yang dirugikan baik secara jasmaniah maupun rohaniah yang disebut korban. Kejahatan yang marak terjadi adalah kejahatan perkosaan. Tindak pidana perkosaan pada umumnya dialami oleh wanita dan hal ini menimbulkan ketakutan bagi wanita dalam menjalani aktivitasnya dan tak jarang laki-laki terutama yang masih anak-anak menjadi korbannya. Kerugian yang sering diderita korban akibat suatu peristiwa kejahatan, misalnya fisik, mental, ekonomi, harga diri dan sebagainya. 2 Perkosaan seksual dan berbagai macam perkosaan yang lain adalah suatu perwujudan kurang atau tidak adanya rasa tanggungjawab seseorang terhadap sesama manusia. 3 Beranjak dari permasalahan inilah melalui kajian viktimologi akan diulas mengenai bentuk ganti kerugian yang dapat diajukan oleh korban terhadap pelaku tindak pidana perkosaan. 1.2 TUJUAN PENULISAN Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran umum mengenai korban tindak pidana perkosaan beserta hal-hal yang dapat membuat seseorang menjadi korban tindak pidana perkosaan dan untuk mengetahui bentuk dari ganti kerugian yang dapat diperoleh oleh korban tindak pidana perkosaan sebagai haknya. II. ISI MAKALAH 2.1 METODE PENULISAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu penelitian hukum normatif dimana penelitian ini mengkaji dan meneliti peraturan-peraturan tertulis. 4 Melalui pendekatan perundang-undangan, akan mengkaji mengenai kekaburan norma terhadap bentuk ganti kerugian dari korban tersebut. Sumber bahan hukum yang dipergunakan yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang nantinya bahan hukum yang telah terkumpul akan dianalisa dengan cara deskripsi, analisa dan argumentasi. 1 Soerjono Soekanto, 1981, Kriminologi Suatu Pengantar, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 118. 2 Bambang Waluyo, 2012, Viktimologi Perlindungan Korban dan Saksi, Sinar Grafika, Jakarta, h. 18. 3 Arif Gosita, 1987, Relevansi Viktimologi Dengan Pelayanan Terhadap Para Korban Perkosaan Beberapa Catatan, Indhill Co, Jakarta, h. 12. 4 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, h.15. 2

2.2 HASIL DAN PEMBAHASAN 2.2.1 Tinjauan Umum Korban Tindak Pidana Perkosaan Secara umum, kemunculan dan meningkatnya presentase tindak pidana perkosaan yang marak terjadi di masyarakat tidak dapat dipisahkan dari korbannya, karena tidak akan ada akibat jika tidak ada sebabnya. Dalam rumusan Pasal 1 angka 1 UU No. 13 Tahun 2006, korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugikan ekonomi akibat suatu tindak pidana. Suatu tindak pidana perkosaan yang terjadi di dalam masyarakat dapat disebabkan oleh adanya pengaruh dari korbannya. Jika ditinjau pada tipologi korban yang ada menurut viktimologi yang dikaitkan dengan penimbulan korban tindak pidana perkosaan, seperti participating victims. Pada participating victims, korban memang tidak berbuat apa-apa akan tetapi dengan sikapnya menyebabkan ia menjadi korban, misalnya korban suka memakai pakaian yang terbuka atau korban memiliki penampilan yang menarik, sehingga memicu pelaku untuk berbuat tindak pidana perkosaan. Selain itu, terjadinya korban tindak pidana perkosaan di masyarakat dapat disebabkan oleh karena korban memiliki kelemahan secara fisik (biologically weak victims) atau kedudukan sosial yang rendah di masyarakat (socially weak victims) sehingga memudahkan dirinya untuk diperdaya dan menjadi korban. Pada umunya yang biasanya menjadi korban dari tindak pidana perkosaan selalu diidentikan dengan wanita. Pengindentikan bahwa wanita yang selalu menjadi korban tindak pidana perkosaan ini juga dapat dilihat dalam rumusan Pasal 285 KUHP yang menegaskan bahwa: barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Jadi berdasarkan perumusan Pasal 285 KUHP tersebut, korban tindak pidana perkosaan adalah seorang wanita, yang dengan kekerasan, atau ancaman kekerasan dipaksa untuk bersetubuh dengan orang lain di luar perkawinan. 5 2.2.2 Bentuk Ganti Kerugian Terhadap Korban Tindak Pidana Perkosaan Ditinjau Dari Perspektif Viktimologi 5 Arif Gosita, op.cit, h. 12. 3

Dalam putusan perkara pidana, terdakwa tindak pidana perkosaan yang dinyatakan telah terbukti bersalah biasanya akan dijatuhi hukuman pidana yang berupa pidana penjara. Namun, pertanggungjawaban pelaku tidak cukup sampai disitu, viktimologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang korban kejahatan berupaya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak korban agar tidak terabaikan, yang salah satu hak korban tindak pidana perkosaan adalah mendapatkan ganti kerugian. Pemberian ganti kerugian ini tidak serta merta menghapuskan pidana yang dijatuhkan kepada pelaku. Untuk mendapatkan ganti kerugian ini korban, keluarganya, atau kuasanya harus mengajukan permohonan ke pengadilan melalui LPSK. Bentuk ganti kerugian ini dapat berupa materiil dan immanteriil. Bentuk ganti kerugiaan materiil berupa restitusi, yaitu sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 butir 5 PP No. 44 Tahun 2008, restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga, yang dapat berupa pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan, atau penggantian biaya untuk tindakan tertentu dan kompensasi, yaitu sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 butir 4 PP No. 44 Tahun 2008 adalah ganti kerugian yang diberikan oleh negara karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggungjawabnya. Kemudian untuk bentuk ganti kerugian immaterial dapat berupa bantuan, yaitu layanan yang diberikan kepada korban dan/atau saksi oleh LPSK dalam bentuk bantuan medis dan rehabilitasi psiko-sosial, pengertian ini sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 butir 7 PP No. 44 Tahun 2008. Untuk korban tindak pidana perkosaan ganti kerugian yang paling harus diutamakan adalah rehabilitasi psiko-sosialnya, karena dampak dari tindak pidana perkosaan tersebut terhadap korbannya membuat mental korban terpuruk dan mendapatkan stigma negatif dari masyarakat. Melalui rehabilitasi psiko-sosial, diupayakan mental dari korban tindak pidana perkosaan dapat dipulihkan lagi seperti semula dan agar korban dapat bergaul kembali secara normal dengan lingkungan sosial disekitarnya, karena biasanya korban tindak pidana perkosaan akan merasa malu terhadap lingkungan sosialnya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah ganti kerugian materiil yang berupa restitusi. Restitusi ini merupakan cerminan tanggung jawab pelaku terhadap tindak pidana yang telah dilakukannya dengan wujud hukuman pemberian ganti kerugian kepada 4

korban kejahatan. 6 Namun, apabila pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sebagaimana mestinya maka pemerintah yang akan memberikan ganti kerugiannya, karena salah satu tugas dari pemerintah adalah melindungi warga negaranya dari segala tindakan yang dapat mengganggu ketentraman masyarakatnya. III. SIMPULAN 1. Antara tindak pidana perkosaan dan korbannya tidak dapat dipisahkan, karena suatu tindak pidana perkosaan dapat terjadi karena ada pengaruh dari korbannya baik karena participating victims, korban memiliki fisik yang lemah dan kedudukan sosial yang lemah di masyarakat. Pada umumnya yang menjadi korban tindak pidana perkosaan adalah wanita sebagaimana yang dirumuskan Pasal 285 KUHP. 2. Bentuk ganti kerugian dapat diajukan ke pengadilan melalui LPSK oleh korban tindak pidana perkosaan, keluarga, atau kuasanya dapat berupa materiil dan immateriil. Ganti kerugian materiil berupa restitusi dan kompensasi, serta ganti kerugian immaterial dapat berupa bantuan yaitu rehabilitasi psiko-sosial. Dalam pemberian ganti kerugian, yang diutamakan terlebih dahulu adalah rehabilitasi psiko-sosial, karena untuk memulihkan kondisi seseorang tidak dapat dilakukan melalui pemenuhan materi saja. IV. DAFTAR PUSTAKA Buku: Gosita, Arif, 1987, Relevansi Viktimologi Dengan Pelayanan Terhadap Para Korban Perkosaan Beberapa Catatan, Indhill Co, Jakarta. Mulyadi, Lilik, 2008, Bunga Rampai Hukum Pidana-Perspektif, Teoritis,dan Praktik, P.T. Alumni, Bandung. Soekanto, Soerjono, 1981, Kriminologi Suatu Pengantar, Ghalia Indonesia, Jakarta., 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta. Waluyo, Bambang, 2012, Viktimologi Perlindungan Korban dan Saksi, Sinar Grafika, Jakarta. Perundang-Undangan : Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban. 6 Lilik Mulyadi, 2008, Bunga Rampai Hukum Pidana-Perspektif, Teoritis,dan Praktik, P.T. Alumni, Bandung, h. 253-254. 5