BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut H.L. Blum, dikutip Notoadmodjo (2007), derajat kesehatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Derajat kesehatan merupakan

Hayana, Hubungan Sosial Ekonomi dan Budaya Terhadap Partisipasi Ibu Rumah Tangga Dalam Pengelolaan Sampah di Kecamatan Bangkinang 2015

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB I PENDAHULUAN. Kerugian akibat water-borne diseaseterjadi pada manusia dan juga berdampak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sampah yang dihasilkan. Demikian halnya dengan jenis sampah,

BAB 1 : PENDAHULUAN. (triple burden). Meskipun banyak penyakit menular (communicable disease) yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini di laksanakan pada 28 April sampai 5 Mei 2013 di Desa

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), diare adalah

ANALISIS POTENSI KESEHATAN LINGKUNGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SATUAN ACARA PENYULUHAN. Sub Pokok Bahasan : Pegelolaan Sampah : Masyarakat RW 04 Kelurahan Karang Anyar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan lingkungan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat,

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat. Program PHBS telah dilaksanakan sejak tahun 1996 oleh

Gambaran Sanitasi Lingkungan Wilayah Pesisir Danau Limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

BAB I PENDAHULUAN. Adanya kebutuhan fisiologis manusia seperti. mencakup kepemilikan jamban sebagai dari kebutuhan setiap anggota keluarga.

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB II DESKRIPSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA PROBOLINGGO Sejarah Singkat Badan Lingkungan Hidup Kota Probolinggo

BAB I PENDAHULUAN. merupakan cara yang efektif untuk memutuskan rantai penularan penyakit,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin. penyebab utama kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%,

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi dari ancaman yang merugikannya. perilaku sangat mempengaruhi derajat kesehatan. Termasuk lingkungan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan antara promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan deklarasi Johannesburg yang dituangkan dalam Milleniun

BAB I PENDAHULUAN. berbagai agen penyakit. Penyakit yang penyebab utamanya berakar pada

BAB I PENDAHULUAN. dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain. masyarakat tidak ingin berdekatan dengan sampah.

BAB 1 : PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemapuan hidup sehat bagi setiap orang agar

BAB 1 : PENDAHULUAN. disebut penyakit bawaan makanan (foodborned diseases). WHO (2006)

BAB I PENDAHULUAN. yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Lingkungan yang diharapkan adalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Sulawesi Tenggara (19,20%), Jawa Tengah (18,80%), Sulawesi Barat (17,90%), Sulawesi Selatan (17,60%), Nusa

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. sampah. Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya, memberi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Haemorraghic Fever

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir di seluruh negara dan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat pada saat ini, telah

SATUAN TIMBULAN, KOMPOSISI DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH PADA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TANJUNG BELIT KABUPATEN ROKAN HULU

STUDI KINERJA TEKNIK OPERASIONAL DALAM MANAJEMEN PERSAMPAHAN DI KOTA MARTAPURA KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sasaran program dari Dinas Kesehatan adalah berhubungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia melakukan berbagai aktivitas untuk memenuhi kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan penduduk dunia bergerak cepat dan terus bertambah. Sejarah

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis, sejenis bakteri berbentuk batang (basil) tahan asam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh peningkatan perpindahan sebagian rakyat pedesaan ke kota dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahlah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah.

BAB VIII. LINGKUNGAN PERMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. tidak terjadi dengan sendirinya (Mukono, 2006). Pertambahan penduduk,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kata Kunci : Demam Berdarah Dengue (DBD), Sanitasi lingkungan rumah, Faktor risiko

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel 343 KK. Adapun letak geografis Kecamatan Bone sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. preventif ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting agar masyarakat tahu dan mau serta mampu menerapkan pola perilaku hidup

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia senantiasa berupaya meningkatkan kualitas hidupnya.

peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Diare adalah penyebab kematian yang kedua pada anak balita setelah

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia (Achmadi, 2010). melakukan kegiatannya, oleh karena itu perlu dikelola demi kelangsungan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diberbagai belahan dunia. Selama 1 dekade angka kejadian atau incidence rate (IR)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Laporan terbaru berjudul What a Waste: A Global Review of Solid Waste

LAMPIRAN II HASIL ANALISIS SWOT

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam

Penyakit Endemis di Kalbar

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Keadaan rumah yang bersih dapat mencegah penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu dijaga dari hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. Target Millenium Development Goals (MDGs) ke-7 adalah setiap negara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular

STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

Laporan Pengabdian Kepada Masyarakat di Desa Sumberjambe 2016 BAB 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut H.L. Blum, dikutip Notoadmodjo (2007), derajat kesehatan dipengaruhi 4 (empat) macam faktor yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan hereditas. Faktor lingkungan dan perilaku merupakan faktor terbesar yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan.oleh karena itu, lingkungan sehat dan perilaku sehat perlu diupayakan dengan sungguh-sungguh. Lingkungan merupakan salah satu peran penting dan berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan masyarakat.lingkungan juga merupakan determinan dalam menularkan dan munculnya suatu penyakit, baik menular maupun tidak menular.usaha memperbaiki atau meningkatkan kondisi lingkungan ini dari masa ke masa, dan dari masyarakat satu kemasyarakat lain, bervariasi dan bertingkattingkat, dari yang sederhana sampai kepada yang modern (Notoatmodjo,2003). Masih tingginya penyakit berbasis lingkungan antara lain penyakit disebabkan oleh faktor lingkungan serta perilaku hidup bersih dan sehat yang masih rendah. Berdasarkan aspek sanitasi tingginya angka penyakit berbasislingkungan banyak disebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan air bersih masyarakat, pemanfaatan jamban yang masih rendah, tercemarnya tanah, air, dan udara karena limbah rumah tangga, limbah industri, limbah pertanian, sampah, sarana transportasi, serta kondisi lingkungan fisik yang memungkinkan (Achmadi, 2008).

Saat ini penyakit berbasis lingkungan merupakan faktor yang paling dominan di Indonesia dan masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di Indonesia. ISPA dan diare yang merupakan penyakit berbasis lingkungan selalu masuk dalam 10 besar penyakit di hampir seluruh puskesmas di Indonesia, selain Filariasis, Malaria, HIV AIDS, TBC, Kusta, Diare dan Penyakit Infeksi Pencernaan, Penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi, Penyakit berpotensi wabah (Demam Berdarah Dengue, Penyakit infeksi baru), eradikasi polio, (Depkes RI, 2000). Hal ini antara lain karena sanitasi lingkungan yang buruk. Kota Pekanbaru merupakan ibu kota Provinsi Riau, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan mobilitas penduduk yang begitu pesat sehingga menghasilkan sampah yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit yang berbasis lingkungan. Berdasarkan laporan puskesmas dari 12 kecamatan yang ada di Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru tahun 2010, menunjukan ada 10 penyakit terbesar yaitu, ISPA 13531 kasus (36,12%), Diare 9541 kasus (25,47%), Infeksi kulit 3232 kasus (8,63), Malaria 3144 kasus (8,39), DBD 2030 kasus (5,42), TB Paru 1283 kasus (3,43), Gastritis 1250 kasus (3,34%), Dispeksia 1240 kasus (3,31%), Dermatitis 786 kasus (2,09%), Avian influenza 44 kasus (1,11%). Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2006 sebanyak 24 %dari penyakit global disebabkan oleh segala jenis faktor lingkungan yang dapat dicegah serta lebih dari 13 juta kematian tiap tahun disebabkan faktor lingkungan yang dapat dicegah. Empat penyakit utama yang

disebabkan oleh lingkungan yang buruk adalah diare, infeksi saluran pernapasan bawah, berbagai jenis luka yang tidak intens, dan malaria. Kecamatan Bangkinang adalah salah satu kota yang terletak Kabupaten KamparPropinsi Riau, di mana Kabupaten Kampar memiliki 26 puskesmas, salah satunya adalah Puskesmas Bangkinang. Puskesmas Bangkinang menempati urutan pertama dalam 3 kategori puskesmas penyakit berbasis lingkungan tertinggi. Puskesmas Kecamatan Bangkinang, ada 10 penyakit terbesar yaitu: Diare 55.749 jiwa (42,29%), ISPA 14.029 jiwa (10,64%), Hipertensi 12.331 jiwa (9,35%), Gastritis 11.453 (8,69%), Dermatitis 10.406 jiwa (7,89%), Arthritis 4.914 jiwa (3,73%), Infeksi kulit dan jaringan sub kutan 10.063 jiwa (7,63%), Dispeksia 7.995 jiwa (5,99%), Penyakit saluran bagian atas lainnya 4.994 jiwa (3,79%), Asma 4.452 jiwa (3,38%), (Puskesmas Kecamatan Bangkinang, 2010). Berkaitan dengan penyakit tersebut, maka penyakit diare, dermatitis, infeksi kulit merupakan penyakit yang berbasis lingkungan yang antara lain disebabkan oleh sampah atauwaste borne disease. Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampahsampah tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit (bacteri pathogen), dan juga binatang serangga pemindah/penyebar penyakit (vektor). Oleh sebab itu sampah harus dikelola masyarakat.salah satu ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut adalah sampah.sampah berasal dari lingkungan, maka penyakit yang ditimbulkan oleh sampah yaitu penyakit yang berbasis lingkungan.untuk

mencegah atau timbulnya penyakit di masyarakat maka dilakukan pengurangan atau pengendalian faktor lingkungan yang diduga berhubungan dikenal dengan faktor risiko lingkungan, salah satunya adalah sampah. Jika sampah tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan lingkungan tidak sehat maupun sebaliknya. Penyakit bawaan sampah diantaranya Dysentrie basilaris, Dysentrie amoebica, Cholera, Thypus, Ascariasis, DBD, sakit mata, penyakit kulit yang disebabkan oleh vektor tikus dan lalat (Slamet,1994). Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkandi Indonesiamerupakan sampah basah, yaitu mencakup 60-70% dari total volume sampah. Olehkarena itu, pengelolaan sampah yang terdesentralisasi sangat membantu dalammeminimasi sampah yang harus dibuang ke tempat pembuangan akhir.padaprinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengansumbernya.selama ini pengelolaan persampahan, terutama di perkotaan, tidakberjalan dengan efisien dan efektifkarena pengelolaan sampah bersifat terpusat. Masalah yang sering muncul dalam penanganan sampah kotaadalah masalah biaya operasional yang tinggi dan semakin sulitnya ruang yangpantas untuk pembuangan. Sebagai akibat biaya operasional yang tinggi,kebanyakan kota-kota di Indonesia hanya mampu mengumpulkan dan membuang> 60% dari seluruh produksi sampahnya, dari 60% ini sebagian besar ditanganidan dibuang dengan cara yang tidak saniter, boros dan mencemari (Daniel,1985).

Berdasarkan data badan statistik (BPS) tahun 2004 penampungan sampah ditingkat rumah tangga memegang posisi terdepan. Sistem pengelolaan sampah didaerah perkotaanyaitu sebanyak 41,28%.Sampah yang terangkut petugas 32,59%, dibakar 5,79%, ditimbun 1,15%, diolah menjadi kompos (1,5%)dan sisanya dibuang sembarangan. Jumlah penduduk kota Pekanbaru saat ini mencapai 584.343jiwa dan menghasilkan sampah 1.899,41 m 3, kapasitas pengangkutan sampah baru mencapai 120 m 3 atau 60%. Hal ini menjadi sangat dilematis karena sebagian sampah masih berserakan di mana-mana mulai dari pusat kota maupun di pinggiran kota. Hal ini tercermin bahwa partisipasi masyarakat dalam penanganan sampah masih sangat rendah.(profil Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru, 2010). Partisipasi masyarakat menjadi salah satu faktor dalam menyukseskan program kesehatan lingkungan. Sebaik apa pun program yang dilakukan pemerintah tanpa peran aktif masyarakat, program tersebut tidak akan mencapai hasil yang diharapkan. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu isu penting dalam kesehatan lingkungan.keharusan berpartisipasi bertolak dari arah bahwa lingkungan hidup adalah milik bersama yang pemeliharaan dan pemanfaatannya harus dilaksanakan bersama-sama oleh pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat. Semua pihak harus terlibat, karena masing-masing tanpa kecuali menggantungkan diri pada sumber alam dan lingkungan sebagai sumber kehidupan(mikkelsen, 2003).

Dalam melakukan pengelolaan sampah dinas yang bertangung jawab adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Kampar. Dari komponen sampah yang dihasilkan di Kota Bangkinang selama tiga tahun berturut-turut terdapat volume sampah yaitu tahun 2008 adalah 147,25 m 3 tahun 2009 adalah 167,36 m 3, tahun 2010 adalah 188,95 m 3. Volume sampah dari tiga tahun berturut-turut mengalami kenaikan yang cukup tinggi disebabkan oleh kurangnya partisipasi masyarakat dalam melakukan pengelolaan sampah, dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pengolaan sampah menjadi barang yang produktif seperti pemanfaatan sampah organik (pengomposan), pemanfaatan sampah plastik menjadi kegiatan 3R. Pemerintah Kabupaten Kampar menetapkan target pengurangan sampah kota Bangkinang sebesar 10% pertahun dari total timbunan sampah di kota Bangkinang. Tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) luasnya 6 (enam) Ha dan lokasinya terletak didesa Koto Kecamatan Bangkinang Seberang. Fasilitas pembuangan sampah dan alat angkut sampah belum memadai, dimana TPS yang tersedia hanya 80 unit dengan kapasitas masing-masing unit 2 m 3, hal ini tidak sebanding dengan timbulan sampah yang mencapai 188,95 m 3, sisanya sebanyak 84,68 m 3 sampah yang tidak tertampung. Alat angkut sampah yang tersedia di kota Bangkinang juga belum memadai di mana gerobak sampah yang ada hanya 4 unit dengan kapasitas 1 m 3, ritasi pengangkutan setiap hari, Mini truck 1 unit dengan kapasitas1,5 m 3, ritasi pengangkutan 2 hari sekali, dum truck besar 9 unit dengan kapasitas 4 m 3, ritasi pengangkutan 2 kali sehari, arm roll besar 2 unit dengan kapasitas 6 m 3, ritasi

pengangkutan 2 kali sehari, dari segi pengangkutan sampah ada 135,95 m 3 sampah yang tidak terangkut (Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bangkinang, 2010). Dari survei sementara yang peneliti lakukan terhadap 20ibu rumah tanggayang ada di kota Bangkinang yaitu di Kecamatan Bangkinangternyata partisipasi masyarakat masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya tempat sampah sementara (TPSS) yang dimiliki oleh masing-masing rumah 15 KK (75%), yang mempunyai tempat sampah ada 5 KK (25%). Di sisi lain perilaku masyarakat dalam membuang sampah juga masih kurang, hal ini dapat dilihat dari kebiasaan masyarakat membuang sampah secara sembarangan/tidak pada tempatnya, dimana yang membuang sampah di Sungai Kampar ada 13 KK (65%) dari 20 KK, yang membuang sampah dihalaman rumah ada 15 KK (75%). Mikkelsen (2003) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi masyarakat yaitu faktor sosial, faktor budaya dan faktor politik.adapun yang menjadi perhatian untuk menelaah tingkat partisipasi masyarakat.penelitian Kholil (2003)di daerah Jakarta Selatan menyimpulkan bahwa partisipasi masyarakat sangat menentukan keberhasilan pengelolaan sampah. Secara ekonomi, partisipasi masyarakat dalam pengadaan wadah tempat pengumpulan sampah dapat menghemat biaya operasional 20%-25% dari total biaya operasional. Penelitian Johan, (2007) menyatakan terdapat hubungan positif antara tingkat pendidikan denganpartisipasi masyarakat.penelitian Yunizar(2001), menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan sampah tidak sama dimana tingkat

partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah sangat tinggi mencapai 48%, tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah sedang 18% dan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah rendah yaitu 34%. Dimana terdapatnya hubungan yang positif antara tingkat pendidikan dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dan tingkat pendapatan menunjukan pengaruh yang negatif. Dari permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka perlu dilakukan penelitiandengan judul Pengaruh Sosial Ekonomi (pendidikan, pendapatan,pekerjaan) dan budaya (pengetahuan, kebiasaan) terhadap Partisipasi Ibu Rumah Tangga dalampengelolaan Sampah di Kecamatan Bangkinang Kabupaten Kampar. 1.2. Permasalahan Apakah ada pengaruh sosial ekonomi (pendidikan, pendapatan, pekerjaan) dan budaya (pengetahuan, kebiasaan) terhadap partisipasi ibu rumah tangga dalam pengelolaan sampah di Kecamatan Bangkinang Kabupaten Kampar. 1.3. Tujuan Penelitian Untuk menganalisis pengaruh sosial ekonomi (pendidikan, pendapatan pekerjaan) dan budaya (pengetahuan kebiasaan) terhadap partisipasi ibu rumah tangga dalam pengelolaan sampah di Kecamatan Bangkinang Kabupaten Kampar.

1.4. Hipotesis Sosial ekonomi (pendidikan, pendapatan pekerjaan) dan budaya (pengetahuan kebiasaan) berpengaruh terhadap partisipasi ibu rumah tangga dalam pengelolaan sampah di Kecamatan Bangkinang Kabupaten Kampar. 1.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang di peroleh dari penelitian ini adalah: 1. BagiPemerintah Kabupaten Kampar Kecamatan Bangkinang, sebagai masukantentang manajemen pengelolaan sampah berbasis masyarakat dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam upaya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. 2. Bagi masyarakat, sebagai bahan masukan agar masyarakat berperan aktif ikut serta dalam pelaksanaan pengelolaan sampah 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan pengaruh sosial ekonomi dan budaya terhadap partisipasi ibu rumah tangga dalam pengelolaan sampah.