KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

dokumen-dokumen yang mirip
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

1. Jumlah update laporan hotspot tanggal 12 September 2016 adalah sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN TANGGAL 20 OKTOBER 2016 PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION (P3E) KALIMANTAN, KLHK

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN TANGGAL 13 OKTOBER 2016 PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION (P3E) KALIMANTAN, KLHK

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

POTRET GAMBUT KALIMANTAN

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PROGRES IMPLEMENTASI SASARAN RENCANA AKSI KORSUP KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB 4 POLA PEMANFAATAN RUANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

BAB III ISU STRATEGIS

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUKAMARA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Click to edit Master title style

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Landasan Hukum Maksud dan Tujuan...

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

PELAKSANAAN PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI LINGKUNGAN HIDUP DAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP KALIMANTAN

1.2 Perumusan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, maka pemakaian sumberdaya air juga meningkat.

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

No baik hayati berupa tumbuhan, satwa liar serta jasad renik maupun non-hayati berupa tanah dan bebatuan, air, udara, serta iklim yang saling

Disusun Oleh: Faisal Rahmad H Fabian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN SUKAMARA

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

PENDAHULUAN Latar Belakang

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEADAAN UMUM WILAYAH

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN

Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Tabel I.1. Luas dan Tingkat Kekritisan Lahan di Wilayah Kerja BPDAS Kapuas Tahun 2007

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

Data Capaian pada Tahun Awal Perencanaan (2010) Rp (juta) target. target

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

2016, No informasi geospasial dengan melibatkan seluruh unit yang mengelola informasi geospasial; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

PRESS RELEASE RAPAT KONSULTASI PUBLIK RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG (RPJP) TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION KALIMANTAN

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

Tenggara yakni Malaysia, Singapura, dan Brunai Darusalam. Oleh karena itu perlu ditetapkan berbagai langkah kebijakan pengendaliannya.

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Perencanaan Perjanjian Kinerja

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN TANGGAL 21 NOVEMBER 2016 PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION (P3E) KALIMANTAN, KLHK

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

Pengertian lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

Transkripsi:

bab - 1 Pulau Kalimantan yang terdiri dari 5 (lima) provinsi, yaitu Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Kalimantan Utara yang merupakan salah satu pulau terbesar yang ada di Indonesia, dengan luas wilayah 507.412 km2 atau 27 % dari total luas Indonesia dimana merupakan salah satu pulau yang mempunyai sumber daya alam yang berlimpah. Pulau Kalimantan juga berfungsi sebagai paru-paru dunia dimana memiliki kawasan hutan yang cukup luas. Pembangunan yang terjadi di Indonesia selama ini cenderung terfokus pada ekstraksi Sumber Daya Alam (SDA) dan berorientasi jangka pendek, namun kurang menghasilkan nilai tambah. Di sisi lain, Kesenjangan proses dan hasil pembangunan juga masih dirasakan antar daerah, sehingga diperlukan pemerataan pembangunan. Dampak degradasi lingkungan hidup akibat pembangunan juga masih dirasakan dan mengancam keberlanjutan pembangunan dan ekosistem itu sendiri. Melihat kondisi saat ini dan rencana pembangunan ke depan, lingkungan hidup akan mengalami pengaruh atau tekanan yang luar biasa. Padahal saat ini sudah nyata pembangunan yang berbasis Sumber daya Alam (SDA) di Kalimantan cukup masif. Hal ini diindikasikan dengan adanya tumpang tindih perizinan usaha/kegiatan di Kalimantan yang mengarah kepada kompetisi (konflik) pemanfaatan ruang. Tentunya hal ini diharapkan tidak terjadi di seluruh Kalimantan. Dengan semakin meningkatnya tekanan pembangunan ekonomi terhadap lingkungan hidup di masa yang akan datang diperlukan perhatian yang serius dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Bercermin dari kondisi tersebut, I-1

pendekatan ekonomi hijau (Green Economy) dalam pembangunan menjadi sesuatu yang penting untuk diimplementasikan. Selama ini pembangunan sekedar mengejar pertumbuhan ekonomi, namun tidak diiringi dengan nilai susutnya sumber daya alam (deplesi) dan rusak/tercemarnya lingkungan (degradasi). Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 3 tahun 2012 tentang Rencana Tata ruang Wilayah Nasional (RTRWN) serta alat koordinasi dan singronisasi program pembangunan wilayah Pulau Kalimantan. Rencana Tata ruang Pulau Kalimantan juga merupakan pedoman pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di Pulau Kalimantan juga merupakan pedoman pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di Pulau Kalimantan serta penaatan ruang wilayah propinsi dan kabupaten/kota di pulau Kalimantan. Dalam Forum Kerjasama Revitalisasi dan Percepatan Pembangunan Regional Kalimantan (FKRP2RK) untuk memastikan prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam perencanaan pembangunan Regional Kalimantan dan pemanfaatan sumber daya alam sebagaimana Tema RPJMN 2015-2019 adalah "Memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia, Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, serta kemampuan IPTEK". Memperhatikan Renstra Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015 2019, peran utama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah (1) menjaga kualitas LH yang memberikan daya dukung, pengendalian pencemaran, pengelolaan DAS, keanekaragaman hayati serta pengendalian perubahan iklim; (2) menjaga luasan dan fungsi hutan untuk menopang kehidupan, menyediakan hutan untuk kegiatan sosial, ekonomi rakyat, dan menjaga jumlah dan jenis flora dan fauna serta endangered species; dan (3) memelihara kualitas lingkungan hidup, menjaga hutan, dan merawat keseimbangan ekosistem dan keberadaan sumberdaya. Prioritas Pembangunan Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan masuk pada Bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup yang I-2

merupakan modal utama pembangunan untuk meningkatkan daya saing ekonomi berbasis SDA dan LH. Selain itu pembangunan kehutanan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dan pembangunan daerah, dalam pelaksanaannya senantiasa diselaraskan dengan upaya pengelolaan sumberdaya alam dan pemeliharaan daya dukung lingkungan agar dapat memberikan manfaat sebesar - besarnya bagi percepatan pembangunan wilayah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu penyelenggaraan pembangunan kehutanan diarahkan melalui pemanfaatan potensi sumber daya alam secara bijaksana, peningkatan partisipasi masyarakat, penguatan kelembagaan dan kearifan budaya lokal, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi guna memperoleh fungsi dan manfaat sumber daya hutan secara maksimal, sehingga sektor kehutanan mampu berperan sebagai penghasil devisa negara, penyedia lapangan kerja, pendorong ekonomi produktif dan pengembangan wilayah serta penyangga ekosistem lingkungan. Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, maka penyelenggaraan pembangunan kehutanan berazaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan. I-3

BAB - 2 KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN I. KALIMANTAN TENGAH 2.1.1 Kondisi Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Tengah Isu lingkungan hidup di Kalimantan Tengah masih didominasi pencemaran lingkungan (khususnya pencemaran air) dan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan sebagai akibat aktifitas pembangunan yang menyebabkan alih fungsi lahan selain aktifitas lain yang berpotensi meningkatnya lahan terbuka dan fragmentasi habitat sehingga memicu menurunnya keanekaragaman hayati. - Pemantauan Kualitas air sungai Kahayan Pengambilan sampel air sungai dan pemantauan kualitas sungai Kahayan dilakukan sebanyak 2 kali dalam 1 tahun di 9 titik. Tabel 1. Air sungai Kahayan tahap I No. Lokasi Nilai Pollutant Kategori Pengambilan Sampel Index 1. KHY-01 4,5 Cemar Ringan 2. KHY-02 6,7 Cemar Sedang 3. KHY-03 4,4 Cemar Ringan 4. KHY-04 4,2 Cemar Ringan 5. KHY-05 4,1 Cemar Ringan 6. KHY-06 4,3 Cemar Ringan 7. KHY-07 3,9 Cemar Ringan 8. KHY-08 3,8 Cemar Ringan 9. KHY-09 3,7 Cemar Ringan Tabel 2. Air sungai Kahayan tahap II I-4

No. Lokasi Pengambilan Sampel Nilai Pollutant Index Kategori 1. KHY-01 5,5 Cemar sedang 2. KHY-02 6,2 Cemar Sedang 3. KHY-03 5,5 Cemar Sedang 4. KHY-04 6,0 Cemar Sedang 5. KHY-05 5,8 Cemar Sedang 6. KHY-06 6,7 Cemar Sedang 7. KHY-07 5,4 Cemar Sedang 8. KHY-08 5,9 Cemar Sedang 9. KHY-09 4,7 Cemar Ringan Penilaian tersebut berdasarkan Baku mutu air kelas II sesuai PP No. 82Tahun 2001 Nilai Pollutant Kategori Indeks 0 PI 1,0 Memenuhi Baku Mutu (Kondisi Baik) 1,0 PI 5,0 Cemar Ringan 5,0 PI 10 Cemar Sedang PI > 10 Cemar Berat Kondisi lahan dan hutan menyajikan informasi bahwa alih fungsi pemanfaatan lahan, kebakaran hutan dan lahan, penebangan liar (illegal logging) serta perambahan hutan adalah penyebab persoalan menurunnya kualitas sumber daya lahan dan hutan. Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu namun juga non kayu. Sebagai fungsi ekosistem, hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna dan peran penyeimbang lingkungan serta mencegah pemanasan global. 2.1.2 Lahan Kritis Prov. Kalimantan Tengah Luas lahan kritis menjadi dasar bagi penyusunan dokumen Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang harus disusun oleh setiap kabupaten / kota di Provinsi Kalimantan Tengah.Lahan kritis di Kalimantan Tengah seluas 1.086.994 Ha dengan lahan kritis terluas terdapat di Kabupaten Seruyan, Murung Raya, Kotawaringin Timur, Pulang Pisau, Barito Selatan. I-5

Upaya kinerja pemulihan lahan kritis di Kalimantan Tengah dilakukan melalui, Kebun bibit rakyat (KBR), DBH-SDA-DR, kegiatan Kampanye Indonesia Menanam (KIM), kegiatan Gerakan Bakhti Penghijauan (GBPP), kegiatan Gerhan, penanaman HTI, dan penyediaan bibit masyarakat. 2.1.3 Kebakaran Hutan dan Lahan Prov. Kalimantan Tengah Permasalahan yang sering dihadapi dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan adalah kesiap siagaan dan respon dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menindak lanjuti data-data yang berkaitan dengan deteksi dini dan peringatan dini terjadinya kebakaran hutan dan lahan berupa kondisi cuaca dan sebaran data koordinat titik panas (hotspot).hotspot adalah indikator kebakaran hutan yang mendeteksi suatu lokasi yang memiliki suhu relative lebih tinggi dibandingkan suhu sekitarnya. Fenomena terjadinya kebakaran hutan biasanya ditandai dengan kecenderungan munculnya titik api/titik panas (hotspot) yang semakin meningkat setiap tahunnya, hal ini memicu kabut asap maupun penurunan kualitas udara yang cukup signifikan di Kalimantan.Informasi hotspot perlu untuk pengecekan di lapangan (groundcheck). Dari hasil groundcheck bahwa terjadinya kebakaran hampir selalu berkaitan dengan pembukaan hutan dan lahan baik yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan atau dilakukan oleh masyarakat. I-6

Tabel jumlah titik api di Kalimantan Tengah No Kabupaten/Kota Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sep Okt Nov Des jml 1 PalangkaRaya 1 3 4 5 6 10 3 13 45 0 0 0 90 2 Kab. Gunungmas 0 4 9 3 3 3 6 12 204 0 0 0 244 3 Kab. pulangpisau 0 3 2 8 4 15 17 73 243 0 0 0 365 4 Kab. Kapuas 4 8 7 8 5 9 32 44 198 0 0 0 315 5 Kab.Barito Selatan 0 2 1 6 0 1 6 17 155 0 0 0 188 6 Kab.Barito Timur 0 0 3 2 1 2 12 11 47 0 0 0 78 7 Kab. Barito Utara 3 2 2 4 2 5 10 5 50 0 0 0 83 8 Kab. Murungraya 9 12 9 15 5 7 10 4 96 0 0 0 167 9 Kab. Katingan 0 7 28 8 11 19 24 35 233 0 0 0 365 10 Kab. Kotim 11 3 11 18 7 31 21 73 230 0 0 0 405 11 Kab. Kobar 0 4 1 5 10 10 12 35 95 0 0 0 172 12 Kab. Seruyan 2 9 2 2 2 12 12 33 190 0 0 0 264 13 Kab. Nanga Bulik 1 5 2 2 1 12 6 48 116 0 0 0 193 14 Kab. Sukamara 1 4 3 7 6 1 20 102 99 0 0 0 243 2.1.4 Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalimantan Tengah Total 3172 Keanekaragaman hayati merupakan bagian dari komponen yang secara ekologis terdiri dari beragam ekosistem, jenis variabilitas genetika binatang, tumbuh-tumbuhan dan mikroorganisme yang hidup berperan sebagai penentu keseimbangan ekosistem yang penting bagi kehidupan, terutama dalam penyediaan jasa lainnya. Keanekaragaman hayati Kalimantan Tengah baik flora maupun fauna tersebar di 14 kabupaten/ kota di Kalimantan Tengah. Spesies hewan di Provinsi Kalimantan Tengah dilindungi diantaranya : Orang Utan (Pongo Pygmaeus), Bekantan (Nasalis Larvatus),Monyet ekorpanjang (Macaca fascicularis),trenggiling (Manis Javanica), Kijang, Muncak (Muntiacus Muncak), Bajing Tanah (Lariscus insignis), Duyung (Dugong-dugong), Musang Air (Cynogale benettii), Jelarang (Ratufa bidolor), Kucing Hutan (Fellis bengalensis), Harimau Dahan (Neofelsi nebulosa), Bajing Terbang (Petaurista elegans), Kukang, malu-malu (Nyeticebus concang), Beruang Madu (Helarctos malayanus), Kubang, Tando, Walang Keke (Cynocephalus variegatus), Lumba-lumba (Dolphinidae), Lutung Merah, Kelasi(Presbytis rubicunda), Paus (Cetaceae), Kucing Merah (Fillis badia), Kucing Dampak (Fellis planiceps), Landak (Hystrix bracyura), Musang Congkok (Prionodon Lin Sang), Bajing Tanah (Lariscus hosei) dan Binturang (Arctitis binturong). I-7

Spesies reptilia Kalimantan Tengah dilindungi diantaranya : Buaya Sinyulong (Tomistoma schlegelii), Tuntong (Batagur baska), Kura-kura Gading (Orlitia borneensis), Labi-labi Besar (Chitra indica), Penyu Belimbing (Dermichelis coriaceae), Buaya Muara (Crocodylus porosus), Penyu Ridel, Penyu Lekang (Lepidochelys olivaceal), Penyu Tempayan (Caretta caretta) dan Biawak Kalimantan (Varanus borneensis). Spesies aves Kalimantan Tengah dilindungi diantaranya : Wili-wili, Uar, Bebek Laut (Sternidae), Bangau Tontong (Leptoptiles javanicus), Bluwok, walang Kadak (Ibiscinerens), Bangau Hitam (Ciconia episcopus), Angsa Laut, Pelikan (Pelicanidal), Kuntul, Bangau Putih (Babalus Ibis), Ibis Putih, Pelatuk Besi (Threskioruis sp), Ibis Hitam, Roko-roko (Plegadisfalcinallus), Kowak Merah (Nyeticorax caladonicus) serta tiga puluh satu spesies lainnya. Spesies pisces Kalimantan Tengah dilindungi diantaranya : Ikan Siluk/ Arwana/ Peyang malaya/ Tangkilisa/ Kayangan/ Naga (Schleropages formosus).persebaran keanekaragaman hayati dikawasan konservasi yang ada di Kalimantan Tengah berikut : Taman Nasional Tanjung Puting. 2.1.5 Kondisi Air di Prov. Kalimantan Tengah Permasalahan air yang dihadapi adalah kuantitas dan kualitassumber airbersih.kalimantan Tengah memiliki sumberdaya air yang melimpah dengan kuantitas/ volume air sebesar 274.628.200 m 3 pertahun dan tingkat penggunaan air tersebut baru sekitar 22.312.325 m 3 pertahun. Secara umum manfaat sungai bagi masyarakat di Kalimantan Tengah antara lain adalah (1) Sebagai sumber bahan baku air minum; (2) Sebagai sumber air bersih bagi keperluan rumah tangga dan industry; (3) Sebagai sumber protein hayati (perikanan) dan irigasi pertanian, pertambangan serta perkebunan; (4) Sebagai tempat rekreasi; (5) Sebagai sarana transportasi baik oleh penduduk maupun industri. Tekanan berat terhadap kualitas air sungai terjadi pada badan air sungai, yang menjadikan Sungai Kapuas beserta anak sungai-sungainya sebagai tong sampah atau terminal akhir dari pembuangan limbah industri (industri karet; kayu dan pabrik sawit) domestik, serta berbagai kegiatan lainnya secara tidak langsung I-8

seperti penggundulan hutan, hilangnya tempat-tempat perlindungan air tanah serta daerah tangkapan air dan kegiatan pertanian yang merugikan karena membuang pestisida dan zat-zat kimia lain kedalam sungai serta kegiatan lain yang juga mempengaruhi kualitas dan kuantitas air sungai. Sementara ketergantungan masyarakat Kalimantan Tengah akan sungai sangat tinggi, namun pengelolaan dan pemanfaatannya cenderung sangat kurang mendapat perhatian Pemerintah Pusat, sementara anggaran Pemerintah Daerah juga terbatas. Mengingat nilai dan fungsi strategisnya, maka campur tangan Pemerintah Pusat adalah sebuah keniscayaan. 2.1.6 Kondisi Udara di Prov. Kalimantan Tengah Kualitas udara ambien berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat dan kegiatan pembangunan. Kebakaran hutan dan lahan, peningkatan konsumsi bahan bakar fosil baik untuk kegiatan industri, transportasi, maupun energi adalah penyebab-penyebab peningkatan pencemaran udara, bahkan jika sampai pada tingkat berbahaya akan menyebabkan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) bahkan sampaibisa menyebabkan kematian. Pada Tahun 2015 kualitas udara ambien di Kalimantan Tengahdipantau sebagai bagian pelaksanaan Standar Pelayanan MinimalBidang Lingkungan Hidup di13 kabupaten dan 1 kota.data pantauan menunjukkan menurunnya kualitas udara ambien terutama saat musim kemarau akibat kebakaran hutan dan lahan dan secara umumkualitas udara di Kalimantan Tengah baik apabila tidak pada musim kemarau. Dalam pembahasan kualitas udara ambien kali ini, akan membahas kondisi umum dan kecenderungan perubahan, sedangkan analisis dilakukan sesuai ISPU (Indeks Standar Pencemar Udara) dan parameter yang ditetapkan pada Standar Pelayanan Minimal Bidang LH yang ditetapkan oleh Permen LH No. 19 tahun 2009 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Provinsi dan Kabupaten/Kota dan Permen LH No. 20 tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Provinsi dan Kabupaten/Kota. I-9

2.1.7 Kondisi Mangrove di Prov. Kalimantan Tengah Total ekosistem mangrove di Provinsi Kalimantan Tengah adalah 68132.451 Ha yang tersebar di kabupaten Seruyan, Pulang Pisau, Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat, Sukamara, Kapuas dan Katingan Degradasi mangrove di Kalimantan Tengah lebih disebabkan oleh aktivitas manusia. Adapun aktivitas manusia yang mempengaruhi kondisi ekosistem mangrove antara lain adalah: (1) Konversi hutan mangrove untuk tambak, pemukiman, dan peruntukan lain (2) Pemanfaatan kayu mangrove untuk bahan baku chip, pulp, arang dan lain-lain serta (3) Kegiatan pemanfaatan lainnya. 2.1.8 Kondisi Bencana Alam di Prov. Kalimantan Tengah Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan bencana, beberapa bencana yang sudah terjadi, seperti bencana tanah longsor, banjir, kekeringan, kebakaran hutan dan Lahan, kebakaran gedung dan permukiman, cuaca ekstrim (angin puting beliung dan gelombang genangan air pasang rob), kegagalan teknologi, epidemi dan wabah penyakit maupun bencana sosial, dari kejadian bencana tersebut hasil pemantauan dan analisa potensi bencana daerah yang berpotensi rawan banjir dan Kebakaran Hutan dan Lahan berada di 14 Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Tengah; daerah potensi rawan longsor di Kabupaten/Kota yang mempunyai daerah kemiringan wilayah dan dataran tinggi yaitu Kabupaten Murung Raya, Barito Utara, Gunung Mas, Kotawaringin Barat dan Lamandau. Dan ancaman yang lain tersebar di wilayah Kalimantan Tengah. Gambaran sebaran kerentanan terhadap resiko bencana dan identifikasi tingkat kerawanan bencana, di mana hampir sebagian besar wilayah Kabupaten / Kota di Provinsi Kalimantan Tengah menghadapi resiko, dapat dilihat pada gambar peta risiko multi bencana dan tabel identifikasi tingkat kerawanan bencana kabupaten/kota dibawah ini: I-10

Karhutla Banjir Kekeringan Gelompang dan Cuaca Ekstrim Cuaca Ekstrim Tanah Longsor Skor Multi Bencana Risiko Multi Bencana KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN Gb. Peta Risiko Multi Bencana Tabel : Identifikasi Tingkat Kerawanan Bencana Kabupaten / Kota Provinsi Kalimantan Tengah NO Kabupaten/Kota 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Kapuas 183 2 Pulang Pisau 168 3 Katingan 163 4 Kotawaringin Timur 156 5 Palangka Raya 148 6 Kotawaringin Barat 144 7 Sukamara 144 8 Seruyan 144 9 Gunung Mas 139 10 Barito Selatan 128 11 Barito Utara 120 12 Barito Timur 120 I-11

13 Murung Raya 120 14 Lamandau 93 15 Kalimantan Tengah Sumber : IRBI dan BPBD Provinsi Kalimantan Tengah, 2015, Hasil Kompilasi. 141 2.1.9 Kondisi Lahan Gambut di Prov. Kalimantan Tengah Gambut adalah akumulasi bahan organik yang berlangsung pada lingkungan tanah yang jenuh atau tergenang air disertai penghambatan aktivitas mikrobia karena adanya sirkulasi oksigen yang terbatas. Untuk mengatur pemanfaatan lahan gambut, Pemerintah melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.2312/Menhut - VII/IPSDH/2015 menetapkan PIPPIB yakni Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan dan Perubahan Peruntukan Kawsan Hutan dan Areal Penggunaan Lahan Revisi VIII. Terbentuknya ekosistem gambut di Kalimantan Tengah sangat dimungkinkan oleh kondisi iklim yang basah. Tingginya curah hujan mengisi rawa menciptakan kondidi jenuh air secara permanen, namun pada saat musim kemarau/curah hujan kecil maka akan muncul watak hidrologi gambut tropika yaitu sifat konduktivitas/penghantar panas akibat kapasitas daya pegang air menurun/mengecil. Oleh karena itu, sistem hidrologi gambut seperti kedalaman muka air tanah dan kandungan air tanah memiliki peranan penting dalam mengendalikan kebakaran lahan gambut tropis. Pada posisi muka air tanah lebih dari 40 cm dari permukaan tanah seiring volume curah hujan mengarah pada < 200 mm menyebabkan potensi kebakaran lahan gambut menjadi besar. Pembukaan lahan gambut di Kalimantran Temgah untuk kegiatan pertanian, perkebunan, dan permukiman serta kegiatan lain seringali tidak diikuti dengan pembuatan saluran drainase. Jika dibuat saluran drainase pun, dimensi saluran drainase tidak mempertimbangkan watak dan sifat tanah bahkan menurunkan muka air tanahapabial saluran drainase yang dibuat secara permanen mengalirkan dan mengurangi volume air gambut ke sejumlah DAS. Peristiwa kebakaran di Kalimantan Tengah tahun 2015 merupakan indikator telah rusaknya sistem hidrologis gambut yang berdampak negatif terhadap lahan gambut beserta ekosistemnya. I-12

II. KALIMANTAN BARAT 2.2.1 Kondisi Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Barat Isu lingkungan hidup di Kalimantan Barat masih didominasi pencemaran lingkungan (khususnya pencemaran air) dan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan sebagai akibat aktifitas pembangunan yang menyebabkan alih fungsi lahan selain aktifitas lain yang berpotensi meningkatnya lahan terbuka dan fragmentasi habitat sehingga memicu menurunnya keanekaragaman hayati. Hasil pemantauan air yang telah dilakukan pada tahun 2014 pada air Sungai Kapuas, Sungai Landak, Sungai Sambas, Sungai Madi dan Sungai Jelai terdata dari keseluruhan titik sampel yang dipantau menunjukkan hasil tidak memenuhi kriteria mutu air kelas II Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 terutama parameter TSS (Total Suspendid Solid), BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand). Kualitas Sungai Kapuas, Sungai Landak, Sungai Madi, dan Sungai Sambas masuk kategori tercemar ringan dengan parameter melebihi baku mutu pada TSS, BOD dan COD, sedangkan Sungai Jelai mempunyai status jauh lebih baik yaitu dalam kondisi baik/ belum tercemar. Kondisi lahan dan hutan menyajikan informasi bahwa alih fungsi pemanfaatan lahan, kebakaran hutan dan lahan, penebangan liar (illegal logging) serta perambahan hutan adalah penyebabpersoalan menurunnya kualitas sumber daya lahan dan hutan.hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu namun juga non kayu. Sebagai fungsi ekosistem, hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna dan peran penyeimbang lingkungan serta mencegah pemanasan global. Gambar 2.1. Grafik Persentase Kawasan Hutan Kalimantan Barat I-13

Kawasan Hutan Kalbar 4% 7% 3% 0% 0% 5% 4% 4% 7% 9% 1% Kab. Sambas Kab. Bengkayang Kab. Landak Kab. Pontianak 20% Kab. Sanggau 21% Kab. Ketapang 15% Kab. Sintang Kab. Kapuas Hulu Kab. Sekadau Kab. Melawi Sumber : Buku Potret Hutan Provinsi Kalbar 2011 2.2.2 Lahan Kritis Prov. Kalimantan Barat Luas lahan kritis menjadi dasar bagi penyusunan dokumen Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang harus disusun oleh setiap kabupaten / kota di Provinsi Kalimantan Barat.Lahan kritis di Kalimantan Barat seluas 1.271.987 Ha dengan lahan kritis terluas terdapat di Kab.Ketapang, Kab. Bengkayang, Kab.Melawi, Kab. Sintang, Kota Singkawang, dan Kab. Sambas. Upaya kinerja pemulihan lahan kritis di Kalimantan Barat dilakukan melalui Gerakan Puncak Aksi Penanaman Serentak Provinsi Kalimantan Barat, Kebun bibit rakyat (KBR), DBH-SDA-DR, kegiatan Kampanye Indonesia Menanam (KIM), kegiatan Gerakan Bakhti Penghijauan (GBPP),kegiatan Gerhan, penanaman HTI, dan penyediaan bibit masyarakat. I-14

No Tabel 2.1. Luas lahan kritis Provinsi Kalimantan Barat Kabupaten / Kota Dalam kawasan Luar kawasan Jumlah 1 Kab. Sambas 7,716 13,499 21,215 2 Kab. Bengkayang 7,467 26,658 34,125 3 Kab. Landak 3,668 5,922 9,590 4 Kab. Pontianak 658 5,997 6,655 5 Kab. Sanggau 260 2,636 2,896 6 Kab. Ketapang 496,185 489,204 985,389 7 Kab. Sintang 25,613 13,887 39,500 8 Kab. Kapuas Hulu 27,591 4,475 32,066 9 Kab. Sekadau 12,608 10,068 22,676 10 Kab. Melawi 60,004 18,371 78,375 11 Kab. Kayong Utara - - - 12 Kab. Kubu Raya - - - 13 Kota Pontianak - - - 14 Kota Singkawang 25,613 13,887 39,500 Jumlah 667,383 604,604 1,271,987 Sumber : KDA Tahun 2014 2.2.3 Kebakaran Hutan dan Lahan Prov. Kalimantan Barat Permasalahan yang sering dihadapi dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan adalah kesiap siagaan dan respon dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menindak lanjuti data-data yang berkaitan dengan deteksi dini dan peringatan dini terjadinya kebakaran hutan dan lahan berupa kondisi cuaca dan sebaran data koordinat titik panas (hotspot).hotspot adalah indikator kebakaran hutan yang mendeteksi suatu lokasi yang memiliki suhu relative lebih tinggi dibandingkan suhu sekitarnya. Fenomena terjadinya kebakaran hutan biasanya ditandai dengan kecenderungan munculnya titik api/titik panas (hotspot) yang semakin meningkat setiap tahunnya, hal ini memicu kabut asap maupun penurunan kualitas udara yang cukup signifikan di Kalimantan.Informasi hotspot perlu untuk pengecekan di lapangan (groundcheck). Dari hasil groundcheck bahwa terjadinya kebakaran hampir selalu berkaitan dengan pembukaan hutan dan lahan baik yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan atau dilakukan oleh masyarakat. Gambar 2.2. TOTAL HOT SPOT PER BULAN DI KALBAR TAHUN 2015 I-15

4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 3937 2025 1017 1015 726 786 205 3211 8854 197 2534 6641 260 123 2152 520 JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES NOAA - 18 MODIS Sumber : BMKG 2015 Gambar 2.3. TOTAL HOT SPOT PER KAB/KOTA DI KALBAR TAHUN 2015 5000 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 4339 764 402 505 3264 98 96 515 582 154 263 348 6108 29 111 35 138 187 247 202 96 1020 755 723 NOAA - 18 MODIS 2.2.4 Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalimantan Barat Keanekaragaman hayati merupakan bagian dari komponen yang secara ekologis terdiri dari beragam ekosistem, jenis variabilitas genetika binatang, tumbuh-tumbuhan dan mikroorganisme yang hidup berperan sebagai penentu keseimbangan ekosistem yang penting bagi kehidupan, terutama dalam I-16

penyediaan jasa lainnya. Keanekaragaman hayati Kalimantan Barat baik flora maupun fauna tersebar di 13 kabupaten/ kota di Kalimantan Barat, jenis fauna yang dilindungi terbanyak berada di Kabupaten Kapuas Hulu dan flora dilindungi terbanyak juga di Kabupaten Kapuas Hulu. Spesies hewan menyusui Kalimantan Barat dilindungi diantaranya : Singapuar (Tarsius sp), Orang Utan (Pongo Pygmaeus), Kelampiau, Owa (Hylobates sp), Kahau, Bekantan (Nasalis Larvatus), Rusa, Menjangan (Cervus sp), Kancil, Pelanduk, Napu (Tragulus sp), Trenggiling (Manis Javanica), Kijang, Muncak (Muntiacus Muncak), Bajing Tanah (Lariscus insignis), Duyung (Dugongdugong), Musang Air (Cynogale benettii), Jelarang (Ratufa bidolor), Kucing Hutan (Fellis bengalensis), Harimau Dahan (Neofelsi nebulosa), Bajing Terbang (Petaurista elegans), Kukang, malu-malu (Nyeticebus concang), Beruang Madu (Helarctos malayanus), Kubang, Tando, Walang Keke (Cynocephalus variegatus), Lumba-lumba (Dolphinidae), Lutung Merah, Kelasi (Presbytis rubicunda), Paus (Cetaceae), Kucing Merah (Fillis badia), Kucing Dampak (Fellis planiceps), Landak (Hystrix bracyura), Musang Congkok (Prionodon Lin Sang), Bajing Tanah (Lariscus hosei) dan Binturang (Arctitis binturong). Spesies reptilia Kalimantan Barat dilindungi diantaranya : Buaya Sinyulong (Tomistoma schlegelii), Tuntong (Batagur baska), Kura-kura Gading (Orlitia borneensis), Labi-labi Besar (Chitra indica), Penyu Belimbing (Dermichelis coriaceae), Buaya Muara (Crocodylus porosus), Penyu Ridel, Penyu Lekang (Lepidochelys olivaceal), Penyu Tempayan (Caretta caretta) dan Biawak Kalimantan (Varanus borneensis). Spesies aves Kalimantan Barat dilindungi diantaranya : Wili-wili, Uar, Bebek Laut (Sternidae), Bangau Tontong (Leptoptiles javanicus), Bluwok, walang Kadak (Ibiscinerens), Bangau Hitam (Ciconia episcopus), Angsa Laut, Pelikan (Pelicanidal), Kuntul, Bangau Putih (Babalus Ibis), Ibis Putih, Pelatuk Besi (Threskioruis sp), Ibis Hitam, Roko-roko (Plegadisfalcinallus), Kowak Merah (Nyeticorax caladonicus) serta tiga puluh satu spesies lainnya. Spesies pisces Kalimantan Barat dilindungi diantaranya : Ikan Siluk/ Arwana/ Peyang malaya/ Tangkilisa/ Kayangan/ Naga (Schleropages I-17

formosus).persebaran keanekaragaman hayati dikawasan konservasi yang ada di Kalimantan Barat berikut : Taman Nasional Gunung Palung, Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, Taman Nasional Betung Kerihun, Taman Nasional Danau Sentarum, Cagar Alam Kepulauan Karimata, Cagar Alam Mandor, Cagar Alam Raya Passi, Cagar Alam Gunung Nyiut, Cagar Alam Lo Fat Fun Fie, Cagar Alam Muara Kendawangan, Taman Wisata Alam Bukit Kelam, Hutan Wisata Baning. Tabel. 2.2.Hutan Konservasi beserta fungsinya No Nama Luas Kabupaten Fungsi Kawasan (Ha) SK Penetapan 1 Lo Pat Fun Pi Sambas CA 8 ZB.1 23 Maret 1936 2 Mandor Pontianak CA 2.000 ZB.8.15 16 Apr 1937 3 Gunung Raya Sambas CA 3.700 111/Kpts-II/1990 14 Pasi Maret 1990 4 Kep. Karimata Ketapang CA Laut 77.000 381/Kpts-II/1985 14 Maret 1990 5 Gunung Nyiut Perinsen Pontianak/ Sambas SM 180.000 524/Kpts/Um/4/1982 21 Januari1982 6 Gunung Palung Ketapang TN 90.000 448/Menhut/VI/90 3 Juni 1990 7 Betung Kerihun Kapuas Hulu TN 800.000 467/Kpts-II/95 5 September 199 8 Bukit Baka- Bukit Raya Sintang Kasongan TN 181.090 281/Kpts-II/92 26 Pebruari 1992 9 Danau Sentarum TN 132.000 34/Kpts-II/99 4 Pebruari 1999 10 Baning TW 315 129/Kpts-II/1990 1 Januari 1990 11 Gunung Kelam Sintang TW 520 594/Kpts-II/1992 6 Juni 1992 Sumber : Badan Planalogi Kehutanan, Departemen Kehutanan I-18

Tabel 2.3.Identitas Flora dan Fauna Kalimantan Barat Kabupaten/ Kota Kalimantan Barat Sambas Pontianak Sanggau Sintang Kapuas Hulu Ketapang Flora Tengkawang Tungkul Shorea stenoptera Burck Simpur Dillenia suffruticosa Griffith Gaharu Aquilaria malaccensis Durian pekawai Durio kutejensis Kantong semar Nephentes clipeata Tembesu Fragaea fragrans Kedondong Spondias cytherea Fauna Enggang Gading Rhinoplax vigil J.R. Foster Ayam tukong Gallus domesticus Ikan puput ekor kuning Pellona sp. Beo Gracula religiosa religiosa Ikan ulang uli Botia sp. Blekker Burung rangkong 2.2.5 Kondisi Air di Prov. Kalimantan Barat Permasalahan air yang dihadapi adalah kuantitas dan kualitas sumber airbersih.kalimantan Barat memiliki sumberdaya air yang melimpah dengan kuantitas/ volume air sebesar 274.628.200 m 3 pertahun dan tingkat penggunaan air tersebut baru sekitar 22.312.325 m 3 pertahun. Kalimantan Barat terdiri dari 3 Satuan Wilayah Sungai (SWS) atau Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu : 1) Satuan Wilayah Sungai (SWS) Pawan yang mewakili DAS Pawan dengan luas catchmentarea 29.849,19 Km 2 ; terdapat 40 sungai induk yang bermuara langsung ke laut dan terletak di Kabupaten Ketapang; 2) Satuan Wilayah Sungai (SWS) Kapuas yang mewakili DAS Kapuas dengan luas catchmentarea 98.249,10 Km 2 ; terdapat 33 sungai induk dan merupakan sungai terpanjang di Indonesia yang mempunyai 11 cabang sungai induk dan cabang-cabang sungai ini mempunyai 17 cabang sungai induk. Sungai Kapuas terletak pada 6 dari 9 Kabupaten, yaitu Kota Pontianak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Landak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang dan Kabupaten Kapuas Hulu.; dan I-19

3) Satuan Wilayah Sungai (SWS) Sambas/ Mempawah yang mewakili DAS Sambas/ Mempawah dengan luas catchment area 15.685,10 Km 2 ; terdapat 26 sungai induk yang terletak pada Kabupaten Sambas, Bengkayang dan Pontianak. Secara umum manfaat sungai bagi masyarakat di Kalimantan Barat antara lain adalah (1) Sebagai sumber bahan baku air minum; (2) Sebagai sumber air bersih bagi keperluan rumah tangga dan industry; (3) Sebagai sumber protein hayati (perikanan) dan irigasi pertanian, pertambangan serta perkebunan; (4) Sebagai tempat rekreasi; (5) Sebagai sarana transportasi baik oleh penduduk maupun industri. Tekanan berat terhadap kualitas air sungai terjadi pada badan air sungai, yang menjadikan Sungai Kapuas beserta anak sungai-sungainya sebagai tong sampah atau terminal akhir dari pembuangan limbah industri (industri karet; kayu dan pabrik sawit) domestik, serta berbagai kegiatan lainnya secara tidak langsung seperti penggundulan hutan, hilangnya tempat-tempat perlindungan air tanah serta daerah tangkapan air dan kegiatan pertanian yang merugikan karena membuang pestisida dan zat-zat kimia lain kedalam sungai serta kegiatan lain yang juga mempengaruhi kualitas dan kuantitas air sungai. Sementara ketergantungan masyarakat Kalimantan Barat akan sungai sangat tinggi, namun pengelolaan dan pemanfaatannya cenderung sangat kurang mendapat perhatian Pemerintah Pusat, sementara anggaran Pemerintah Daerah juga terbatas. Mengingat nilai dan fungsi strategisnya, maka campur tangan Pemerintah Pusat adalah sebuah keniscayaan. 2.2.6 Kondisi Udara di Prov. Kalimantan Barat Kualitas udara ambien berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat dan kegiatan pembangunan. Kebakaran hutan dan lahan, peningkatan konsumsi bahan bakar fosil baik untuk kegiatan industri, transportasi, maupun energi adalah penyebab-penyebab peningkatan pencemaran udara, bahkan jika sampai pada tingkat berbahaya akan menyebabkan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) bahkan sampaibisa menyebabkan kematian. Pada Tahun 2014 kualitas udara ambien di Kalimantan Barat dipantau melalui peralatan AQMS (Air Quality Monitoring System) sebagai bagian I-20

pelaksanaan Standar Pelayanan MinimalBidang Lingkungan Hidup di12 kabupaten dan 2 kota.data pantauan menunjukkan menurunnya kualitas udara ambien terutama saat musim kemarau akibat kebakaran hutan dan lahan dan secara umumkualitas udara di Kalimantan Barat baik apabila tidak pada musim kemarau. Dalam pembahasan kualitas udara ambien kali ini, akan membahas kondisi umum dan kecenderungan perubahan, sedangkan analisis dilakukan sesuai ISPU (Indeks Standar Pencemar Udara) dan parameter yang ditetapkan pada Standar Pelayanan Minimal Bidang LH yang ditetapkan oleh Permen LH No. 19 tahun 2009 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Provinsi dan Kabupaten/Kota dan Permen LH No. 20 tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Provinsi dan Kabupaten/Kota. Analisis juga akan membandingkan antar waktu. Tabel 2.4 Rentang Kategori Nilai ISPU sesuai Kep-107/KaBapedal/11/1997 SESUAI DENGAN KEP-107/KABAPEDAL/11/1997 BAIK SEDANG TIDAK SEHAT SANGAT TIDAK SEHAT BERBAHAYA 0-50 51-100 101-199 200-299 300 - LEBIH Tingkat kualitas Tingkat kualitas Tingkat kualitas Tingkat kualitas Tingkat kualitas udara yang tidak udara yang tidak udara yang udara yang udara memberikan efek bagi berpengaruh pada kesehatan bersifat merugikan pada dapat merugikan berbahaya yang secara kesehatan manusia ataupun manusia ataupun kesehatan umum dapat manusia atau hewan dan tidak hewan tetapi berpengaruh kelompok hewan yang pada sejumlah segmen merugikan kesehatan yang berpengaruh pada tumbuhan sensitif atau bisa populasi yang serius pada pada tumbuhan, yang sensitif, menimbulkan terpapar populasi bangunan ataupun nilai estetika dan nilai estetika kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika Sumber : Kep-107/KaBapedal/11/1997 I-21

2.2.7 Kondisi Mangrove di Prov. Kalimantan Barat Total ekosistem mangrove di Provinsi Kalimantan Barat adalah 201.143,1 Ha (Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Kalimantan Barat, 2010) yang tersebar di kabupaten Ketapang, Kayong Utara, Kubu Raya, Pontianak, Singkawang dan Sambas.Saat ini sebaran vegetasi mangrove hanya terdapat di Kabupaten Ketapang seluas 123.803 Ha, Kabupaten Kayong Utara seluas 16.017,6 Ha, Kabupaten Kubu Raya seluas 63.362,2 Ha, Kota Singkawang seluas 240,3 dan Kabupaten Sambas seluas 7.720 Ha. Degradasi mangrove di Kalimantan Barat lebih disebabkan oleh aktivitas manusia. Adapun aktivitas manusia yang mempengaruhi kondisi ekosistem mangrove antara lain adalah: (1) Konversi hutan mangrove untuk tambak, pemukiman, dan peruntukan lain (2) Pemanfaatan kayu mangrove untuk bahan baku chip, pulp, arang dan lain-lain serta (3) Kegiatan pemanfaatan lainnya. 2.2.8 Kondisi Bencana Alam di Prov. Kalimantan Barat Bencana secara umum dibagi dalam dua kategori yaitubencana alam dan bencana lingkungan. Bencana alam adalah bencana yang terjadi secara alamiah atau bencana yang diakibatkan faktor alam seperti gempa bumi, letusan gunung berapi maupun tsunami. Bencana lingkungan adalah : (1)bencana yang terjadi sebagai akibat kerusakan lingkungan dan/atau (2) bencana yang terjadi menyebabkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan berupa banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan (ruang lingkup definisi 1) dan kecelakaan industri, tumpahan minyak di laut (ruang lingkup definisi 2).Selama tahun 2015, bencana di Kalimantan Barat didominasi oleh kebakaran hutan sebanyak 300 kejadian yang disebabkan kondisi topografi rendah/rawan banjir, lokasi geogragfi di daerah cekungan dan bantaran sungai, kekritisan lahan, luapan air hujang dan naiknya muka air laut di daeah aliras sungai, intensitas hujan yang tinggi kerap terjadi, pendangkalan sungai, dan alih fungsi lahan. I-22

No KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN Kabupaten/K ota Tabel 2.5. Jenis Bencana Yang Terjadi Tahun 2015 Banjir Angin Puting Beliung Jenis Bencana Tanah Longsor Kebakara n Lahan Gelomban g Tinggi 1 Sintang + + + 2 Sanggau + + 3 Landak + + 4 Bengkayang + + 5 Mempawah + + 6 Ketapang + + + 7 Kayong + + Utara 8 Melawi + 9 Sekadau + 10 Kapuas Hulu + 11 Singkawang + + 12 Kubu Raya + 13 Sambas + 14 Pontianak + Sumber : BPBD Kalbar 2015 2.2.9 Kondisi Lahan Gambut di Prov. Kalimantan Barat Gambut adalah akumulasi bahan organik yang berlangsung pada lingkungan tanah yang jenuh atau tergenang air disertai penghambatan aktivitas mikrobia karena adanya sirkulasi oksigen yang terbatas. Untuk mengatur pemanfaatan lahan gambut, Pemerintah melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.2312/Menhut - VII/IPSDH/2015 menetapkan PIPPIB yakni Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan dan Perubahan Peruntukan Kawsan Hutan dan Areal Penggunaan Lahan Revisi VIII. Data Wetlands International - Indonesia Programme (2004) tanpa memperhtiungkan luas gambut dengan ketebalan kurang dari 50 cm diperpleh luas sebesar 1.693.307 Hadengan komposisi terbesar berada di Kab. Kubu raya, Kab. Kapuas Hulu, dan Kab. Ketapang, sedangkan Data Peta RePProT Landsystem (1989) menyebutkan luas lahan gambut sebesar 1.549.865 Ha dengan komposisi terbesar berada di Kab. Kubu Raya dan kab. Ketapang. Terbentuknya ekosistem gambut di Kalimantan Barat sangat dimungkinkan oleh kondisi iklim yang basah. Tingginya curah hujan mengisi rawa menciptakan I-23

kondidi jenuh air secara permanen, namun pada saat musim kemarau/curah hujan kecil maka akan muncul watak hidrologi gambut tropika yaitu sifat konduktivitas/penghantar panas akibat kapasitas daya pegang air menurun/mengecil. Oleh karena itu, sistem hidrologi gambut seperti kedalaman muka air tanah dan kandungan air tanah memiliki peranan penting dalam mengendalikan kebakaran lahan gambut tropis. Pada posisi muka air tanah lebih dari 40 cm dari permukaan tanah seiring volume curah hujan mengarah pada < 200 mm menyebabkan potensi kebakaran lahan gambut menjadi besar. Pembukaan lahan gambut di Kalimantran Barat untuk kegiatan pertanian, perkebunan, dan permukiman serta kegiatan lain seringali tidak diikuti dengan pembuatan saluran drainase. Jika dibuat saluran drainase pun, dimensi saluran drainase tidak mempertimbangkan watak dan sifat tanah bahkan menurunkan muka air tanah apabial saluran drainase yang dibuat secara permanen mengalirkan dan mengurangi volume air gambut ke sejumlah DAS. Peristiwa kebakaran di Kalimantan Barat tahun 2015 merupakan indikator telah rusaknya sistem hidrologis gambut yang berdampak negatif terhadap lahan gambut beserta ekosistemnya. III. KALIMANTAN TIMUR 2.3.1 Kondisi Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Timur 2.3.2 Lahan Kritis Prov. Kalimantan Timur 2.3.3 Kebakaran Hutan dan Lahan Prov. Kalimantan Timur 2.3.4 Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalimantan Timur 2.3.5 Kondisi Air di Prov. Kalimantan Timur 2.3.6 Kondisi Udara di Prov. Kalimantan Timur 2.3.7 Kondisi Mangrove di Prov. Kalimantan Timur 2.3.8 Kondisi Bencana Alam di Prov. Kalimantan Timur 2.3.9 Kondisi Lahan Gambut di Prov. Kalimantan Timur IV. KALIMANTAN SELATAN 2.4.1 Kondisi Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Selatan 2.4.2 Lahan Kritis Prov. Kalimantan Selatan 2.4.3 Kebakaran Hutan dan Lahan Prov. Kalimantan Selatan 2.4.4 Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalimantan Selatan 2.4.5 Kondisi Air di Prov. Kalimantan Selatan I-24

2.4.6 Kondisi Udara di Prov. Kalimantan Selatan 2.4.7 Kondisi Mangrove di Prov. Kalimantan Selatan 2.4.8 Kondisi Bencana Alam di Prov. Kalimantan Selatan 2.4.9 Kondisi Lahan Gambut di Prov. Kalimantan Selatan V. KALIMANTAN UTARA 2.5.1 Kondisi Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Utara 2.5.2 Lahan Kritis Prov. Kalimantan Utara 2.5.3 Kebakaran Hutan dan Lahan Prov. Kalimantan Utara 2.5.4 Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalimantan Utara 2.5.5 Kondisi Air di Prov. Kalimantan Utara 2.5.6 Kondisi Udara di Prov. Kalimantan Utara 2.5.7 Kondisi Mangrove di Prov. Kalimantan Utara 2.5.8 Kondisi Bencana Alam di Prov. Kalimantan Utara 2.5.9 Kondisi Lahan Gambut di Prov. Kalimantan Utara I-25

BAB - 3 VI. KALIMANTAN TENGAH 3.1.1 Progress Pengelolaan Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Tengah Dalam rangka menurunkan beban pencemaran lingkungan, telah diimplementasikan kegiatan sebagai berikut : 1) Koordinasi Pembinaan & Pengawasan Komisi Penilai AMDAL Kab/Kota 2) Koordinasi, Pembinaan dan Fasilitasi Pengaduan LH dalan Penyelesaian Pengaduan/Sengketa Lingkungan Hidup. Upayapenyelesaianpengaduan dan sengketa lingkungan Pada Tahun 2015 yang masuk ke Pos Pengaduan Lingkungan Hidup sebanyak 22kasus. Salah satu poin penting dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan yakni peningkatan peran serta masyarakat dalam perlindungan dan konservasi sumber daya alam. Dalam Pasal 44, 45 dan Pasal 49 disebutkan bahwa setiap permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan harus diumumkan oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya. 3) Kegiatan sosialisasi langsung ke lapangan Dalam kegiatan ini dilakukan sosialisasi langsung ke lapangan terutama pada tingkat kecamatan dan desa atau pada instansi yang manangani lingkungan hidup di kabupaten/kota. Publikasi melalui media massa / internet 4) Kajian Lingkungan Hidup Strategis RPJMD Provinsi Kalimantan Tengah Fasilitasi pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kalimantan I-26

Tengah merupakan bagian dari kegiatan fasilitasi pelaksanaan KLHS untuk perencanaan pembangunan secara keseluruhan di kawasan ini. Sehingga pada akhirnya prinsip pembangunan berkelanjutan benar-benar sudah di integrasikan dalam program pembangunan 5) Penilaian Kota Bersih dan Teduh (Adipura) 6) Koordinasi, Pembinaan Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi Pengendalian Pencemaran dan Perusakan LH serta Limbah B3. Pada Tahun 2015 telah dilakukan Koordinasi, Pembinaan Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi Pengendalian Pencemaran dan Perusakan LH serta Limbah B3 di 14 kab/kota di Provinsi Kalimantan Tengah. 7) Pembinaan dan Pengawasan Pengelolaan Sampah Perkotaan Melalui Sistem 3R. 3.1.2 Progress Pengelolaan Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalimantan Tengah Salah satu upaya pengelolaan Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalteng adalah dengan usulan pembentukan Tahura. 3.1.3 Progress Ketahanan Air di Prov. Kalimantan Tengah Pelaksanaan pemantauan kualitas air pada Tahun 2015 merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh BLHD Prov. Kalteng sebanyak dua kali pantau.untuk tahun 2015, jumlah sambel yang diambil sebanyak 120 titik dengan lokasi kegiatan yaitu Sungai Barito,Sungai Jelai, Sungai Kahayan dan Sungai Lamandau. 3.1.4 Progress Pengendalian Udara di Prov. Kalimantan Tengah Upaya yang dilakukan adalah pemantauan kualitas udara ambient di lokasi pemukiman, transportasi dan industri danpemantauan kualitas udara ambien. Kegiatan pemantauan kualitas udara ambient di Stasiun AQMS merupakan indikator pencemaran udara, dimana hasilnya akan dapat mengetahui kondisi ISPU (indeks standar pencemar udara). Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari, sehingga kondisi dan perkembangan data kualitas udara dan ISPU dapat diperoleh secara terus-menerus/ kontinyu. I-27

3.1.5 Progress Perlindungan Mangrove di Prov. Kalimantan Tengah Hutan mangrove adalah hutan yang berada didaerah tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasangsurut air laut, sehingga lantai hutannya selalu tergenang air. Hutan mangrove dibedakan dengan hutan pantai dan hutan rawa. Hutan pantai yaitu hutan yang tumbuh di sepanjang pantai, tanahnya kering, tidak pernah mengalami genangan air laut ataupun air tawar. Ekosistem hutan pantai dapat terdapat disepanjang pantai yang curam di atas garis pasang air laut. Kawasan ekosistem hutan pantai ini tanahnya berpasir dan mungkin berbatu-batu. Sedangkan hutan rawa adalah hutan yang tumbuh dalam kawasan yang selalu tergenang air tawar. Kalimantan Tengah Kabupaten Luas (Ha) Kapuas 1560.089 Katingan 17214.162 Kotawaringin Barat 17134.217 Kotawarigin Timur 12607.417 Pulang Pisau 15066.997 Seruyan 3408.606 Sukamara 1140.963 3.1.6 Progress Penanganan Bencana Alam di Prov. Kalimantan Tengah Sebagai satuan kerja yang relatif baru di Provinsi Kalimantan Tengah, BPBD dituntut untuk terus mensosialisasikan keberadaannya sesuai peran dan fungsi dalam mengkoordinasikan penyelenggaraan penanggulangan bencana dan rangka menghindari terjadinya tumpang tindih terhadap fungsi dan peran SKPD lain yang sudah ada. Dengan demikian, diharapkan BPBD akan terus berbenah dan memperbaiki kinerja agar terwujud penanggulangan bencana yang efektif dan efisien. Badan Penanggulangan Bencana Daerah dalam hal menjalankan peran sebagai koordinator penanggulangan bencana selalu berupaya menegaskan bahwa manajemen penanggulangan bencana bukanlah suatu kegiatan yang bersifat mendadak hanya untuk I-28

tanggap darurat, akan tetapi juga meliputi berbagai aspek baik sebelum (pra bencana), maupun pada saat bencana dan setelah bencana (pascabencana) itu sendiri. Apabila diterapkan ke dalam daur program kerja, maka program dan kegiatan penanggulangan bencana merupakan siklus sistemik kegiatan. Secara umum kegiatan itu menyangkut; kesiapsiagaan, identifikasi bahaya, analisa resiko, tindakan preventif, respon bencana, serta rehabilitasi, dan rekonstruksi yang konsisten dan berkesinambungan, melibatkan berbagai pihak (stakeholders) terkait, sesuai ketentuan umum dan tahapan di dalam penanggulangan bencana, sesuai Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Dari gambaran di atas, kinerja pelayanan dan yang dilaksanakan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2015 mencakup kegiatan antara lain sebagai berikut : 1. Sosialisasi Pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana Di Kabupaten/Kota merupakan salah satu poin penting dalam upaya pencegahan dan kesiapsiagaan penanggulangan bencana sesuai Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana yakni definisi dan karakteristik bencana di Indonesia, adanya konsep, mekanisme, keterlibatan stakeholder dalam Pengurangan Risiko Bencana, adanya peran serta dunia pendidikan secara dini dalam Pengurangan Risiko Bencana, sosialiasasi dilaksanakan pada instansi Badan Penanggulangan Bencana Daerah tahun 2015 di Kabupaten Seruyan dan Kotawaringin Timur dengan langsung dihadiri oleh pelaku-pelaku Pengurangan Risiko Bencana. Masyarakat antusias dengan program pemerintah yang ingin meningkatkan kapasitas dan kontribusi dalam upaya penanggulangan bencana. 2. Pelaksanaan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Nasional merupakan agenda tahunan dan sarana untuk mensosialisasikan kegiatan dan konsepsi mengenai Pengurangan Risiko Bencana oleh multi pihak. Hal ini bertujuan untuk membangun kesadaran bersama, membangun dialog dan mengembangkan jejaring antar pelaku PRB serta dapat dijadikan ajang pembelajaran bersama bagi pelaku PRB seluruh Indonesia. 3. Rapat Koordinasi Penanggulangan Bencana dalam menghadapi ancaman kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 yang dilaksanakan di Palangka Raya dengan berkoordinasi Seluruh Stakeholder menghasilkan sebuah Rencana Aksi I-29

bertujuan sebagai acuan dan pedoman bagi semua pemangku kepentingan dalam rangka kesiapsiagaan menghadapi bencana yang terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah. 4. Pemantauan dan Penyebaran Informasi Potensi Bencana Prov. Kalimantan Tengah bertujuan peninformasian Potensi Bencana Provinsi Kalimantan Tengah, sebagai sarana penyebaran informasi potensi bencana kepada masyarakat, dengan peninjauan langsung kelapangan untuk memantau dan mendapatkan informasi potensi bencana di 14 kabupaten/kota. 5. Kegiatan Percetakan Brosur dan Penggandaan Peraturan Penanggulangan Bencana juga mendukung penginformasian kepada BPBD Kabupaten/Kota mengenai bencana-bencana potensial yang ada di Kalimantan Tengah. Informasi ini berkaitan dengan karakteristik bencana dan upaya penanggulangannya didukung dengan Peraturan Kepala BNPB No. 21, 22, 23 Tahun 2008. 3.1.7 Progress Pengelolaan Lahan Gambut di Prov. Kalimantan Tengah Upaya merestorasi dan memanfaatkan eks PLG yang telah mengalami kesalahan desain, dipastikan sangat tidak mudah dan perlu hati-hati, karna sistem drainase yang diterapkan tersebut meniadakan cara tradisional (sistem handel) yang ternyata berhasil dan ramah lingkungan. Oleh Pemerintah, keberhasilan masyarakat dengan cara tradisional tersebut menjadi kekeliruan interpretasi, sehingga dikembangluaskan dengan cara memperbesar dimensi saluran drainase atau kanal. Berdasarkan fakta lapangan, historis coba-coba sistem kanal atau saluran drainase dimaksud berturut-turut sebagai berikut : sistem handel, anjir, polder, sistem garpu dan sistem sisir, sistem kolam dan diakhiri dengan sistem kanal PLG. Akibatnya volume air yang tidak bertambah (tetap) tidak akan mampu mengisi ruang berupa kanal yang tersedia sangat luas, sehingga yang terjadi adalah perubahan status hidrologi kawasan, yaitu daerah basah menjadi kering. Salah satu contoh yang terjadi dikawasan pasang surut bahwa dulu di Basarang terkenal sebagai penghasil beras dan tidak pernah diusahakan tanaman salak, tetapi sekarang tanaman salak dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan. I-30

Kondisi perubahan jenis kooditi ini mengindikasikan telah terjadi perubahan ekosistem, terutama status hidrologi di kawasan tersebut. VII. KALIMANTAN BARAT 3.2.1 Progress Pengelolaan Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Barat Dalam rangka menurunkan beban pencemaran lingkungan, telah diimplementasikan kegiatan sebagai berikut : 1) Pemantauan/ Pengawasan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)/ Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). 2) Koordinasi Pembinaan & Pengawasan Komisi Penilai AMDAL Kab/Kota 3) Koordinasi, Pembinaan dan Fasilitasi Pengaduan LH dalan Penyelesaian Pengaduan/Sengketa Lingkungan Hidup. Upayapenyelesaianpengaduan dan sengketa lingkungan Pada Tahun 2015 yang masuk ke Pos Pengaduan Lingkungan Hidup sebanyak 7 kasus,antara lain : a) Masyarakat menolak adanya perusahaan Sawit. PT. Sumber Inti Sentosa (PT. SIS) dan perusahaan lainnya yang akan masuk wilayah (penolakan ekspansi perurusan perkebunan sawit skala besar). b) Palaporan adanya pipa di sungai air merah di perbatasan Kota Singkawang Bengkayang dari kegiatan PLTU Bengkayang. c) Adanya dugaan pembakaran lahan untuk perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh PT. Swadaya Mukti Prakarsa Kabupaten Ketapang. d) Adanya dugaan pencemaran akibat limbah kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Swadaya Mukti Prakarsa Kabupaten Ketapang e) Adanya dugaan pembabatan Taman Nasional Gunung Palong di Kabupaten Kayong Utara dan Hutan Lindung Gunung Batu Daya di Kabupaten Ketapang yang diduga dilakukan oleh Perkebunan Kelapa Sawit PT. Swadaya Mukti Prakarsa. f) Adanya dugaan bahwa Perkebunan Kelapa Sawit PT. Swadaya Mukti Prakarsa Kabupaten Kayong Utara tidak memiliki izin. g) Adanya dugaan limbah perkebunan kelapa sawit mencemari Taman Nasional Danau Sentarum. I-31