Raden Pardede No.117 l Tahun XXXII l Maret-Juni 2015 Konsolidasi Bukan Basa-Basi Nita Ernawati: Mengoptimalkan Kinerja Perbankan Sumut Agar Tak Berlarut dan Makan Biaya
Konsolidasi, Kapan Terealisasi? PENERBIT Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) PELINDUNG Pengurus Pusat Perbanas PEMIMPIN REDAKSI Danny Hartono, Wakil Sekretaris Jenderal Perbanas WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Rita Mirasari, Ketua Bidang Humas Perbanas REDAKTUR PELAKSANA Eri Unanto SIRKULASI Wara Sri Indriani Adrian Burhan KONSULTAN Infobank Communication Redaksi menerima tulisan dari pihak luar. Panjang tulisan 3.000 6.500 karakter. TARIF IKLAN Cover Depan dalam dan belakang dalam/luar berwarna Isi Probank menerima pemasangan iklan dalam bentuk laporan keuangan, display produk, dan suplemen profil perusahaan. ALAMAT REDAKSI/IKLAN Jalan Perbanas, Karet Kuningan IZIN PENERBITAN KHUSUS 1
Dari Redaksi Perbanas Utama Liputan Khusus Sekilas Berita Kinerja Aktualita Wacana 2
Konsolidasi Bukan Basa-Basi Daya saing menjadi hal penting pada era globalisasi dan persaingan yang makin ketat. Salah satu upaya yang bisa dilakukan ialah melakukan konsolidasi. 3
4
5
Memilih Kerja Sama Strategis Industri perbankan nasional mendapatkan tantangan persaingan yang makin tajam jelang era pasar bebas. Guna menghadapi tantangan tersebut, perbankan nasional sudah semestinya mempersiapkan diri dengan baik. 6
7
OJK Terus Dorong Konsolidasi Rendahnya tingkat permodalan menjadi salah satu permasalahan krusial yang membayangi industri perbankan nasional. Salah satu upaya yang tengah digencarkan otoritas terkait ialah mendorong konsolidasi. Ke depan, perbankan nasional diharapkan memiliki daya saing yang lebih mumpuni. 8
LAPSPI Resmi Berdiri Pada 28 April 2015 dilakukan penandatanganan dan penyerahan akta pendirian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) untuk sektor perbankan, penjaminan, pembiayaan dan pergadaian serta modal ventura di Gedung Radius Prawiro, lantai 25, Bank Indonesia, Jakarta. Lembagai ini didirikan atas inisiatif enam asosiasi sektor perbankan, yakni Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Perhimpunan Bank-Bank Internasional Indonesia (Perbina), Asosiasi Bank Daerah (Asbanda), Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), dan Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo). Hadir dalam acara tersebut Kusumaningtuti Sandriharmy Soetiono, Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK); Irwan Lubis, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perbankan OJK; Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Nonbank OJK; serta pengurus enam asosiasi perbankan. Dalam sambutannya, Kusumaningtuti menandaskan bahwa lembaga ini harus mampu melayani penyelesaian sengketa konsumen dan harus bertindak profesional dalam menjalankan tugasnya. Lembaga yang akan beroperasi pada awal Januari 2016 ini menyediakan mediator, ajudikator, dan arbiter dalam penyelesaian sengketa. 9
Menanti Energi Baru dari LTV Melambatnya pertumbuhan kredit dan meningkatnya dana mahal berimbas pada menyusutnya pertumbuhan laba perbankan. Kelonggaran aturan LTV menjadi angin segar bagi pertumbuhan kredit. challenging 10
KINERJA PERBANKAN 2013-2015 *) (Dalam Rp Miliar) (%) Maret Maret (%) Dalam persen Capital Adequacy Ratio (CAR Return on Asset (ROA Pendapatan Operasional (BO/PO) Net Interest Margin (NIM Loan to Deposit Ratio (LDR 11
Menjangkau Masyarakat yang Belum Tersentuh Penetrasi dan jangkauan layanan perbankan terhadap masyarakat Indonesia masih belum maksimal. Guna mengatasi masalah itu, baru-baru ini regulator terkait meluncurkan program Laku Pandai. 12
13
Agar Tak Berlarut dan Makan Biaya Kehadiran LAPSPI diharapkan mampu menyelesaikan sengketa antara bank dan nasabah dengan baik. Selain itu, penyelesaian sengketa 14
Lebih Efektif dan Efisien Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) diharapkan bisa menjadi wadah penyelesaian sengketa yang efektif dan efisien. Selain itu, lembaga tersebut bisa dijadikan sebagai upaya/ langkah dalam menciptakan market conduct terkait dengan hubungan antara bank dan nasabah. Seperti apa dan bagaimana LAPSPI itu bekerja? Berikut petikan wawancara dengan Anika Faisal, Sekretaris Jenderal Perbanas. Apa pentingnya keberadaan LAPSPI bagi industri perbankan? LAPSPI ini diutamakan untuk yang kecil-kecil. Bayangkan kalau orang sengketa urusan yang kecil-kecil harus ke pengadilan: biaya mahal, prosesnya relatif lebih lama. Sengketa itu ada tahapannya. Tapi, kadang kalau udah namanya marah, ketemu muka juga tidak mau, nah di sini ada alternatifnya. Mediasinya oleh orang-orang yang independen, profesional, dan mengerti, dengan biaya yang sangat terjangkau. Kalau dibawa ke pengadilan, belum tentu mereka paham sekali produk bank. Kalau LAPSPI, kita bisa menunjuk mediator yang sudah bersertifikasi. Jadi, memang mengerti bank, tapi juga bisa independen. Maka, (itu) penting buat industri keuangan dan konsumen. Kenapa tidak dimediasi oleh OJK atau BI saja? Ini masalah ownership. Regulator seharusnya tidak ikut campur dalam penyelesaian konflik. Tapi, mereka tetap mendampingi. LAPSPI merupakan bagian dari tanggung jawab industri untuk memberikan alternatif penyelesaian sengketa bagi konsumen di mana biayanya dari industri. Untuk menciptakan market conduct hubungan antara produsen dan konsumen yang baik. Ini juga mendisiplinkan penyedia jasa keuangan agar semakin baik dalam pelayanannya kepada konsumen. Naungannya adalah perlindungan nasabah. Mekanisme penyelesaian mulai dari pengaduan hingga LAPSPI? Pengaduan tetap melalui OJK. Ada proses penyaringan di OJK. Cuma yang benar-benar butuh mediasi nanti baru masuk LAPSPI. Semua pengaduan konsumen langkah pertama OJK ialah pasti suruh banknya menyelesaikan dulu. Bank diberi batasan waktu 20 hari untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kalau memang akhirnya tidak terselesaikan, baru mediasi. Kalau dari statistik tahun lalu yang akhirnya sampai proses mediasi hanya sekitar 10-15 kasus. Bagaimana mekanismenya jika tidak selesai di LAPSPI? Karena itu, saya bilang harus ada iktikad baik. Di mana pun kalau penyelesaian di luar pengadilan, kalau para pihak sudah sepakat, itu jadi mengikat kepada semua pihak. Tapi, kalau pihak yang bersengketa tidak punya iktikad baik, ya bisa saja dibawa ke pengadilan lagi. Kalau mediasi, lalu tidak sepakat juga, ya silakan mencari jalur hukum. Dari mana biaya operasional LAPSPI? Dari industri. Terlepas apakah nanti ada sumbangsih dari regulator atau tidak. Sekarang ini memang harus kita pikirkan bagaimana mekanismenya. Bisa saja bank yang kasusnya dibawa ke LAPSPI, dia yang harus membayar biayanya. Ini juga melatih bank untuk menyelesaikan sengketanya dengan baik. Di awalnya memang menjadi beban bagi industri. Tapi, bukan bank yang bayar iuran, melainkan asosiasi. Ini untuk menjaga independensinya. Karena, orang mesti lihat ini memang independen, bukan karena ada bank yang iuran paling besar jadi seolah dia yang paling memengaruhi, bisa menguasai, atau menentukan keputusan. Setelah terbentuk, apa fokus LAPSPI berikutnya? Sekarang kita sedang melengkapi organ-organnya dan menyiapkan infrastruktur. Kita akan melakukannya step by step. Kemudian, mengarah pada bisnis ke depannya. Karena, ini tidak bisa direncanakan bisnisnya, tergantung pada yang datang. Tapi, tetap yang paling penting mengembangkan infrastruktur, proses kerja, dan lain lain. 15
Maritim Masih Minim pembangunan ekonomi nasional. Namun, sayang, hingga saat ini eksplorasi di sektor ini masih minim. Ke depan, diharapkan perbankan nasional mampu mendorong kemajuan sektor maritim. 16
17
Upaya Stakeholders Angkat Sektor Maritim Besar di Pengangkutan dan Pelayaran 18
Kembangkan Pola Kemitraan Butuh Kredit Rp57 Triliun 19
Nita Ernawati, Ketua Perbanas Sumatera Utara Mengoptimalkan Kinerja Perbankan Sumut Di tengah lesunya kondisi perekonomian dan jelang era MEA, segenap stakeholders perbankan, baik di tingkat pusat maupun daerah, harus bersinergi dan mengoptimalkan kemampuan. Agar, kinerja dan daya saing industri perbankan nasional terus meningkat. 20
21
Integritas Itu Penting Perjalanan karier Nita Ernawati, Ketua Perbanas Sumut di industri perbankan cukup panjang. Ibu tiga anak dan istri Martinus Tjipto, SH, MKn, Notaris /PPAT ini memulai kariernya di industri tersebut pada 1991. Ketika itu ia bekerja di Overseas Express Bank Cabang Medan. Setelah itu, Nita pindah ke Bank Danamon Cabang Medan pada 1993. Kariernya makin moncer saat pindah ke Bank Dharmala Cabang Medan dan dipercaya sebagai wakil pemimpin cabang bidang marketing pada 1997-1999. Nita sempat kembali lagi ke Bank Danamon pada 2001. Dari Business Manager Bank Danamon Cabang Medan, pada 2007 Nita pindah ke Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) Cabang Medan. Di bank ini jabatan terakhirnya adalah area business leader, dipercaya untuk membawahi area Sumatera Utara (Sumut). Sejak 2011 sampai dengan saat ini Nita berkarier di Bank Pundi Cabang Medan sebagai Regional Funding Head Sumatera. Selama menjalani karier di industri perbankan, Nita selalu berusaha terus menimba ilmu dan membangun kompetensi. Nita menilai, itu penting untuk menghadapi setiap tantangan zaman sepanjang kariernya Nita dihadapkan dengan beberapa krisis, seperti krisis 1997/1998 dan 2008. Di tengah kondisi ketidakpastian ekonomi saat ini, saya berharap, para profesional muda perbankan tetap selalu menjaga semangat, optimistis, fokus, dan menjunjung tinggi nilai-nilai integritas dalam berkarya, tutur perempuan yang hobi memasak dan travelling ini. Nita juga mengaku, ia menjalani hidup seperti air mengalir. Itulah yang membuatnya selalu ikhlas dan bersyukur. Dengan begitu, Nita bisa menjalani hidup tanpa beban dan stres. 22
Perluasan Usaha Membawa Berkah Perluasan usaha perusahaan pembiayaan dilakukan sejak akhir tahun lalu. Seperti apa langkah dan peluangnya? 23
Bersiap Diri dan Konsolidasi Sekjen APPI, Efrinal Sinaga, menyambut baik Peraturan OJK akan memberi dampak baik bagi industri pembiayaan maupun industri lainnya. Berikut ini petikan pernyataannya. Seperti apa dampak dari peraturan baru yang diterbitkan OJK? Akan lebih menguntungkan, khususnya untuk perusahaan pembiayaan yang segmennya menengah ke bawah dan kecilkecil. Penyaluran pembiayaan lebih terasa pada modal kerja dan konsumtif (multiguna). Untuk pembiayaan investasi, akan lebih banyak dirasakan oleh perusahaan pembiayaan yang besar-besar atau justru lari ke perbankan. Tapi, kalau ada perbankan yang tidak bisa dan ini masuk ke kredit investasi dengan akad sewa guna usaha, bisa masuk ke perusahaan pembiayaan syariah atau ke perbankan syariah. Sektor mana yang lebih menguntungkan? Ya tetap dari yang menengah karena bisa lebih tebal untungnya. Dilihat dari risikonya, ini tidak terlalu besar risikonya, kemungkinan macetnya juga kecil. Makanya, untuk bisa mencegah hal yang macam-macam, harus punya sistem yang mumpuni, cabang yang banyak, supaya tidak terasa. Seperti apa persiapan dan langkah yang dilakukan? Konsolidasi ke internal dulu. Sepanjang jualan tidak naik, yuk beres-beres dulu di dapur. Kalau ada yang batuk-batuk, ya diobatin. Kalau ada masalah, coba lebih cepat lagi diberesinnya. Jaringan coba ditata ulang, SDM disiapkan dengan melakukan training supaya begitu waktunya tiba, semuanya siap untuk take off. Konsolidasi internal ini tidak perlu waktu yang lama. Satu semester juga selesai. Semester depan, kita juga sudah siap masuk ke maritim. Toh, persiapannya juga sudah dilakukan dari semester lalu. Bukan barubaru ini dilakukan. Kapan dampak peraturan ini bisa dira sakan? Paling cepat kelihatan profitnya itu baru semester kedua tahun ini. Karena, dengan adanya peraturan baru ini, semuanya berbeda dengan sebelumnya. Multifinance harus konsolidasi dengan mengubah semua akadnya, kontraknya. Dulu namanya lain, sekarang juga namanya lain. Ini tidak sebentar. Semuanya harus dibuat, diubah, dimintakan legal opinion, harus minta persetujuan dari OJK. Kalau ini semua selesai, harus setting ulang lagi di sistem dan ini perlu waktu. Pengelompokan laporannya juga perlu penyesuaian. Jadi, transisinya masih banyak. Jadi, tahun ini memang tahun konsolidasi, baik di multifinance maupun di regulator. 24
Segenap Pengurus dan Anggota PERBANAS SELAMAT IDUL FITRI 1 SYAWAL 1436 H