DISTRIBUSI SPASIAL DAN KLASIFIKASI KAPABILITAS KESUBURAN TANAH DI KAWASAN KEBUN INDUK POLOHUNGO KABUPATEN BOALEMO

dokumen-dokumen yang mirip
III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahanpertanaman ubi kayu yang telah ditanami

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lahan padi sawah irigasi milik Kelompok Tani Mekar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. lahan pasir pantai Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen dengan daerah studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan

ABSTRAK. Key word : catchment area, the fertility capability soil classification system (FCC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

III. BAHAN DAN METODE

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis quenensis Jacq) DI DESA TOLOLE KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

1. Mahasiswa Jurusan Agroteknolog, FAPERTA. UNG 1 2. Dosen Pengajar Jurusan Agroteknologi FAPERTA. UNG

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Metode Penelitian. diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari

KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

BAB I PENDAHULUAN. (merah). Banyaknya vitamin A pada tanaman tomat adalah 2-3 kali. banyaknya vitamin A yang terkandung dalam buah semangka.

BAHAN DAN METODE. (Gambar 1. Wilayah Penelitian) penelitian dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium.

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY mulai

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

TUJUAN PEMBELAJARAN : Survei Tanah dan Evaluasi Lahan

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^

TATA CARA PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian telah dilakukan di lahan pertanaman padi sawah (Oryza sativa L.) milik

KARAKTERISITK SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN PRODUKSI RENDAH DAN TINGGI DI PT GREAT GIANT PINEAPPLE

Penilaian Kesesuaian Lahan Tanaman Asparagus Sayur (Asparagus officinalis L.) di Desa Mooat Kabupaten Bolaang Mongondow Timur

338. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

KAJIAN STATUS KESUBURAN TANAH DI LAHAN KAKAO KAMPUNG KLAIN DISTRIK MAYAMUK KABUPATEN SORONG. Mira Herawati Soekamto

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Geofisik Wilayah. genetik tanaman juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yang berupa nutrisi

Lampiran 1. Deskripsi Profil

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal

Survey dan Pemetaan Status Hara-P di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

*Corresponding author : ABSTRACT ABSTRAK PENDAHULUAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Prosedur Penelitian dan Parameter Pengamatan

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN A.

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

3. TAHAP ANALISA CONTOH TANAH 4. TAHAP ANALISA DATA

III. METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api,

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. 8 desa merupakan daerah daratan dengan total luas 2.466,70 hektar.

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) atau yang sering disebut Brambang

III. BAHAN DAN METODE

Tabel Lampiran 1. Sifat Fisik Tanah pada Lokasi Tambang Batubara Site Binungan Sebelum Ditambang. Tekstur

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 Maret 2017.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. pasir di semua wilayah penelitian sehingga cukup baik untuk meloloskan air.

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Maret 2016

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

DISTRIBUSI SPASIAL DAN KLASIFIKASI KAPABILITAS KESUBURAN TANAH DI KAWASAN KEBUN INDUK POLOHUNGO KABUPATEN BOALEMO Nur Afni Abdul Hamid 1, Zulzain Ilahude 2, Nurdin 3 1 Mahasiswa Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo Jln. Jend. Sudirman No. 6 Kota Gorontalo 96128 Email: nurafni.abdulhamid@yahoo.com 2 Dosen Pengajar Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo Jln. Jend. Sudirman No. 6 Kota Gorontalo 96128 3 Dosen Pengajar Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo Jln. Jend. Sudirman No. 6 Kota Gorontalo 96128 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi kesuburan tanah secara spasial serta klasifikasi kapabilitas kesuburan tanah di kawasan kebun induk Polohungo yang merupakan salah satu sentra pengembangan Kakao di Kabupaten Boalemo. Penelitian dilaksanakan sejak bulan April sampai Juni 2014. Lokasi penelitian di Desa Polohungo Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo. Metode yang digunakan yakni survei pada tingkat intensif dengan skala 1:1000. Pengolahan data serta pembuatan peta dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel serta software Arc Gis 10 sedangkan khusus untuk klasifikasi kapabilitas kesuburan tanah diolah berdasarkan System Fertility Capability Soil Classification (FCC) versi IV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebaran kadar fraksi tanah, nilai KTK dan kandungan ph pada setiap horison menunjukkan pola yang tidak beraturan kecuali kandungan bahan organik. Diperoleh juga kapabilitas kesuburan tanah pada NP1 yakni CCn(5), NP2 LLin(3), serta NP3 CCik(5). Kata Kunci : Distribusi spasial, klasifikasi, kapabilitas, kesuburan, tanah. 1 Nur Afni Abdul Hamid, 613410058, Zulzain Ilahude, Nurdin, Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo

PENDAHULUAN Boalemo merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Gorontalo yang terdiri dari 7 (Tujuh) wilayah kecamatan dan terbagi dalam 82 desa dengan luas wilayah daratan mencapai 1.736,61 km 2. Sebagian besar wilayah kabupaten ini merupakan lahan pertanian yang didominasi oleh lahan kering seluas 106.657 Ha dan lahan sawah seluas 4.460 Ha (BPS, 2013). Kabupaten Boalemo yang sebagian besar merupakan wilayah pertanian telah menetapkan program Gerakan Sejuta Kakao (GSK) sebagai program unggulan daerah sejak tahun 2012. Program ini sesuai dengan visi Bupati dan Wakil Bupati (2012-2017) yaitu menuju masyarakat produktif dan mandiri. Menurut data Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Boalemo (2014), luas lahan perkebunan kakao di Kabupaten Boalemo pada tahun 2013 yakni 2.820,92 Ha dengan produksi sebanyak 826.112,63 ton dan diperkirakan akan mengalami peningkatan luas lahan dan produksi hingga 3 kali lipat pada tahun-tahun mendatang. Kebun Induk Polohungo merupakan taman Polohungo yang sebelumnya merupakan hutan dan semak belukar. Keberadaan taman polohungo berlokasi di jalan Trans Sulawesi sehingga Pemerintah Daerah Kabupaten Boalemo kemudian berinisiatif untuk merubah lokasi tersebut menjadi tempat obyek wisata miniatur pengembangan agrowisata Kabupaten Boalemo sejak tahun 2003. Pembebasan lahan seluas 11 ha dan tahapan rancang bangun fasilitas agrowisata berupa kebun buah-buahan, perkebunan, kehutanan, tanaman hias sebagai kebun percontohan dan infrastuktur berupa pembuatan terasering, embung, jaringan sprinkler, bak penampungan air, pembangunan rumah jaga, pembangunan kantor penyuluhan, dan kedepannya menjadi lokasi percontohan atau pembelajaran pengembangan komoditas unggulan Kabupaten Boalemo yakni tanaman kakao. Keberhasilan pembudidayaan suatu tanaman baik itu tanaman kakao maupun tanaman pertanian atau perkebunan lainnya sangat ditentukan oleh kesuburan tanah. Tanah menjadi indikator terpenting karena selain sebagai penopang tubuh tanaman, tanah juga menjadi wadah penyedia unsur hara, baik unsur hara mikro maupun makro. Tanah yang subur maka memiliki unsur hara yang cukup bagi tanaman sedangkan tanah yang kurang subur maka kandungan unsur haranya kurang dalam mencukupi kebutuhan tanaman. Menurut Sutanto (2005), kemampuan tanah sebagai habitat tanaman dan menghasilkan bahan yang dapat dipanen sangat ditentukan oleh tingkat kesuburan tanah. Kesuburan tanah menurut Subroto dan Awang (2005), adalah kemampuan tanah dalam menyediakan nutrisi atau hara, air, udara, dan kondisi klimatis tanah untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara optimal sehingga tanaman tersebut mampu melakukan proses fisiologis, vegetatif, dan generatif secara normal. Kondisi kesuburan tanah memiliki perbedaan antara lahan yang satu dengan lahan yang lainnya disebabkan oleh kemampuan tanah (kapabilitas) pada masingmasing daerah berbeda pada masing-masing karakteristik tanah. selain itu, penyebaran (distribusi) indikator kesuburan tanah juga berbeda pada setiap

kedalaman tanah. Umumnya tanah bagian olah atau horison teratas memiliki kesuburan tanah yang paling tinggi dan berangsur-angsur menurun pada kedalaman tanah setelahnya. Sejauh ini, Kebun Induk Polohungo belum dilakukan penelitian tentang kapabilitas serta distribusi kesuburan tanah secara spasial. Padahal dengan mengetahui hal tersebut, kita dapat dengan mudah mengetahui pengelolaan serta upaya-upaya yang tepat dan perlu dilakukan dalam mengatasi masalah-masalah yang menjadi faktor pembatas pada suatu lahan. Mengingat pentingnya distribusi kesuburan tanah secara spasial serta pengklasifikasian kesuburan tanah di Kebun Induk Polohungo maka perlu adanya penelitian tentang hal ini. Selain itu, Kebun Induk Polohungo juga merupakan sentra dari pengembangan Gerakan Sejuta Kakao yang menjadi program kerja dari Pemerintah Daerah Kabupaten Boalemo. Tujuan penelitian adalah untuk Mengetahui distribusi spasial kesuburan tanah di kawasan Kebun Induk Polohungo Kabupaten Boalemo, serta untuk menentukan klasifikasi kapabilitas kesuburan tanah di kawasan Kebun Induk Polohungo Kabupaten Boalemo. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Kebun Induk Polohungo, Kecamatan Dulupi, Kabupaten Boalemo sedangkan analisis sampel tanahnya dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanah, Kementerian Pertanian, Bogor. Penelitian dilaksanakan sejak bulan April-Juni 2014. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang dibutuhkan yakni sampel tanah, bor tanah, ring sampel, pacul, sekop, buku warna tanah (munsell soil colour chart), pisau, sendok tanah, lup, meteran, blangko pengamatan profil tanah, ph meter, GPS (Global Positioning System), kantong plastik, karet gelang, kertas label, handboard, kamera, seperangkat alat tulis menulis, seperangkat alat dan bahan laboratorium, data penunjang berupa curah hujan, peta lokasi penelitian serta software pendukung berupa Microsoft Word, Microsoft Excel, serta Sistem Informasi Geografi (SIG). Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei tanah pada tingkat intensif (Skala 1 : 1000). Pelaksanaan survei tanah dengan turun langsung ke lokasi penelitian terhadap 5 titik pengamatan untuk pengambilan sampel tanah. Sampel tanah dicuplik dari profil tanah sebanyak 3 buah dan 2 titik bor tanah. Penentuan sampel tanah menggunakan metode grid bebas sedangkan pengujian sampel tanah dilakukan di laboratorium. Selanjutnya, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Word dan Microsoft Excel dan khusus untuk pengo-lahan data iklim berupa evapotranspirasi diolah dengan menggunakan Newhall Simulation Model (NMS). Adapun pem-buatan peta kapabilitas kesuburan tanah diolah dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (Arc.gis 10.1).

Analisis dan Interpretasi data Data yang diperoleh diolah dan dituangkan dalam bentuk tabel dan gambar. Selanjutnya, data tersebut dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif serta diinterpretasi sesuai dengan tujuan penelitian. Khusus untuk penentuan klasifikasi kemampuan kesuburan tanah (FCC) di tentukan dengan menggunakan System Capability Soil Classification (FCC) versi IV yang dikemukakan oleh Sanches et al, (2003) dalam Rayes (2006). HASIL PENELITIAN Distribusi Spasial Kesuburan Tanah Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sebaran faktor-faktor kesuburan tertentu pada lokasi penelitian walaupun berada pada wilayah yang sama (Tabel 1). Kedalaman tanah juga dapat mempengaruhi penyebaran dari indikatorindikator penentu pada kesuburan tanah. Horison teratas yang menjadi horison pengolahan umumnya memiliki tingkat kesuburan lebih tinggi dibandingkan dengan horison di bawahnya. Ini dibuktikan dengan hasil penelitian pada kadar bahan organik yang ditemukan lebih tinggi pada horison atasnya dan berangsurangsur berkurang seiring dengan semakin dalamnya tingkat kedalaman tanah (cm). Tabel 1. Sifat-sifat Tanah pada Kedalaman 0 30 cm di Lokasi Penelitian Sifat-Sifat Tanah BD PD Kadar C-Organik N-Total P 2O 5 K 2O KTK KB Pedon Tekstur (g.cc -1 ) (g.cc -1 ) Air Total ph (%) (%) HCl 25% (KCl 25%) (cmol.kg -1 ) (%) (% vol) (mg.100g -1 ) (mg.100g -1 ) NP1 C 1,37 2,43 40,5 6,3 0,75 0,06 185 143,7 19,1 100 NP2 CL 1,46 2,35 33,8 6,2 0,68 0,06 53 115 11,45 100 NP3 SCL 1,27 2,34 26,1 6 0,64 0,06 22,5 10,5 14,56 100 Keterangan C = Liat; CL = Lempung Berliat; SCL: Lempung Liat Berdebu Sumber : Hasil Analisis Tanah (Balitanah, 2014) a. Kandungan Bahan Organik Kandungan bahan organik yang diteliti adalah kandungan C-organik dengan menggunakan metode Walkley dan Black serta kandungan N-total dengan menggunakan metode Kjeldahl. Walaupun kandungan bahan organik pada ketiga pedon (NP1, NP2, NP3) cukup berbeda namun sama-sama memberikan hasil yakni semakin dalamnya tingkat kedalaman tanah maka semakin berkurang pula kadar bahan organiknya. Hal ini sejalan dengan Hardjowigeno (2010) yang menyatakan bahwa tanah yang banyak mengandung bahan organik adalah tanahtanah lapisan atas (top soil), maka semakin ke lapisan bawah tanah maka kandungan bahan organik semakin berkurang sehingga tanah semakin kurus.

Gambar 1 Kandungan BO NP1 Gambar 2 Kandungan BO NP2 Gambar 3 Kandungan BO NP3 Kapasitas Tukar Kation (KTK) Nilai KTK tertinggi pada ketiga pedon dimulai dari nilai Ca 2+, Mg 2+, K +, Na +, dan H +. Gambar 4 Nilai KTK NP1 Gambar 5 Nilai KTK NP2 Gambar 6 Nilai KTK NP3 Berbeda dengan kandungan bahan organik yang saling berbanding terbalik dengan tingkat kedalaman tanah, nilai KTK (cmol.kg -1 ) ini memiliki nilai yang tidak beraturan pada setiap horisonnya. Hal ini terjadi pada NP1 dan NP3 yang memiliki tingkat kemiringan 5%. Adanya kemiringan lereng inilah sehingga menyebabkan tergerusnya tanah-tanah lama dan terjadinya penimbunan oleh tanah-tanah baru sehingga antara top soil dan sub soil saling tumpang tindih. b. Kandungan ph Kandungan ph H 2 O pada NP1 berkisar antara 6,3 6,4 sedangkan untuk KCl berkisar antara 4,8 5,3. Pada NP2, Kandungan ph H 2 O berkisar antara 6,2 6,4 sedangkan untuk KCl, berkisar antara 4,7 5,4. Pada NP3, kandungan ph

H 2 O berkisar antara 5,8 7,5 sedangkan nilai untuk ph KCl berkisar antara 4,8 6,1. Kisaran nilai ph pada ketiga pedon berada pada Kelas Agak Masam. Kadar Fraksi Tanah (%) Gambar 7 Kandungan ph NP1 Gambar 7 Kandungan ph NP1 Gambar 7 Kandungan ph NP1 Pada NP1 (Gambar 22) dan NP2 (Gambar 23) menjelaskan bahwa terdapat perubahan nilai ph yang tidak beraturan pada setiap horison dan tidak berbanding lurus seperti halnya pada NP3 (Gambar 24). Hal ini bisa disebabkan karena adanya sistem budidaya pada NP1 dan NP2. Adanya perlakuan tertentu pada sistem budidaya (pengolahan tanah) ini yang mengakibatkan terjadinya saling tumpang tindih antara top soil dan sub soil dan berakibat pada faktor-faktor penentu kesuburan tanah. Berbeda halnya dengan NP3 yang masih merupakan lahan tidur dan belum dilakukan pengolahan tanah untuk pembudidayaan tanaman tertentu sehingga nilai ph masih terjaga. Selain itu, adanya aktivitas pemukiman pada NP1 dan NP2 juga dapat mempengaruhi nilai ph pada kedua areal tersebut. c. Kadar Fraksi Tanah (%) Pada NP1, kadar fraksi tanah lebih didominasi oleh fraksi liat dengan kadar >45% sehingga pedon ini tergolong Kelas Liat (Gambar 25). Tanah-tanah pada NP2 di golongkan ke dalam Kelas Lempung Berliat karena kadar fraksi debu yang berkisar antara 34% 44% hampir setara dengan fraksi pasir dengan kisaran 31% - 40% sedangkan fraksi liiat hanya berkisar antara 21% - 26%. Tanah-tanah pada NP3 lebih didominasi oleh fraksi pasir dengan kisaran 41% - 52%. Kelas tekstur pada horison-horison NP3 pun bervariasi. Horison Ap dan horison Bw2 tergolong ke dalam Kelas Lempung Berliat, horison Bw1 tergolong Liat Berpasir, horison Bw3 Lempung Liat Berpasir, sedangkan horison BC termasuk Kelas Liat.

Tipe Subtipe Modifier Gambar 10 Fraksi Tanah NP1 Gambar 10 Fraksi Tanah NP1 Klasifikasi Kapabilitas Kesuburan Tanah Penilaian kapabilitas kesuburan tanah mengacu pada System Fertility Capability Soil Classification (FCC) versi IV yang dikemukakan dalam Sanchez, Palm, dan Boul (2003) dalam Rayes (2006). a. Penilaian Kapabilitas Kesuburan Tanah NP1 Penilaian kapabilitas kesuburan tanah pada NP1 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Penilaian Kapabilitas Kesuburan Tanah (NP1) FCC Kd Lap Karakteristik Batasan Nilai Kelas S a Tekstur berpasir Pasir dan Pasir Berlempung Liat Gambar 10 Fraksi Tanah NP1 L a Tekstur berlempung Kadar liat <35%, tidak termasuk pasir atau pasir berlempung Pasir Debu Liat C C a Tekstur berliat Kadar liat >35% 18,5 32,5 49 O a Tanah organik Kandungan BO>30% 0,9 S b Tektur berpasir Pasir dan pasir berlempung Liat L b Tektur berlempung Kadar liat <35%, tidak termasuk pasir atau pasir berlempung Pasir Debu Liat C b Tekstur berliat Kadar liat >35% 18,0 33,3 48,7 R b Lapisan batuan Lapisan tanah tidak tembus akar C g t Gley Warna tanah/karatan croma <2 10 YR 4/4, 4/6, 5/6 g + t Pergleyic Tanah jenuh air >200 hari/tahun, tanpa karatan kecoklatan atau kemerahan (Fe) d t Tanah kering Regim Kelembaban ustik, aridik, xerik udik e a KTK rendah KTK<4 19,53

Tipe FCC Kd Lap Karakteristik Batasan Nilai Kelas a a Keracunan Al ph H 2O 1:1 < 5 6,4 h a Tanah masam ph H 2O 1:1 antara 5 dan 6 6,4 i a Fiksasi P oleh besi tinggi Hue 7,5 atau lebih merah dan struktur granuller x t Mineral alofan dominan ph NaF (1 N) > 10 v t Tanah bersifat vertik Retakan tanah diameter > 5 cm k t Cadangan K rendah K dd < 0,2 me.100g -1 tanah 0,34 b t Tanah basa ph H 2O > 7,3 6,3 s t Salin DHL 4 mmhos.cm -1 n t Na tinggi (Na dd/ktk) 15% 15 n c t Sulfat tinggi ʹ t Besar butir tanah ʺ t Besar butir tanah ph H2O < 3,5 dan bercak jarosit mempunyai hue 2,5 Y dan chroma 6 Jumlah butir tanah ukuran >2mm adalah 15-35% (sedang) Jumlah butir tanah ukuran >2mm adalah >35% (banyak) () t Lereng Nilai kemiringan lereng (%) 5 Keterangan : a = 0-20 cm; b = 0-40 cm; t = 0-100 cm Sumber : (Sanches et al., 2003 dalam Rayes, 2006). Kelas FCC CCn (5) Sesuai dengan penilaian kapabilitas kesuburan tanah yang mengacu pada System Fertility Capability Soil Classification (FCC) versi IV, tanah-tanah pada NP1 bernilai CCn (5). Hal ini berarti, NP1 memiliki tipe C, subtipe C, serta modifier n dengan kemiringan lereng 5%. Tipe dan Subtipe pada NP1 bersifat C karena tanah-tanah pada NP1 tergolong pada tanah bertekstur liat dengan kadar liat yaitu >35%. Tanah-tanah pada kategori ini memiliki laju infiltrasi rendah, kemampuan menahan air yang tinggi, serta jika berlahan miring maka potensial memiliki aliran permukaan yang tinggi. Tanah-tanah pada NP1 memiliki modifier n yang artinya memiliki kandungan Na (Na dd /KTK) yang cukup tinggi yaitu 15%. Karena kadar Na yang tinggi ini maka dibutuhkan teknik pengelolaan khusus pada tanah alkalin seperti penggunaan gipsum sebagai bahan pembenah tanah. b. Penilaian Kapabilitas Kesuburan Tanah NP2 Penilaian kapabilitas kesuburan tanah pada NP2 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Penilaian Kapabilitas Kesuburan Tanah (NP2) FCC Kd Lap Karakteristik Batasan Nilai Kelas S a Tekstur berpasir Pasir dan Pasir Berlempung Lempung Berdebu L a Tekstur berlempung Kadar liat <35%, tidak termasuk pasir atau pasir berlempung Pasir Debu Liat C a Tekstur berliat Kadar liat >35% 18 53 29 O a Tanah organik Kandungan BO>30% 0,80% L

Subtipe Modifier FCC Kd Lap Karakteristik Batasan Nilai Kelas S b Tektur berpasir Pasir dan pasir berlempung Lempung Berdebu L b Tektur berlempung Kadar liat <35%, tidak termasuk pasir atau pasir berlempung Pasir Debu Liat C b Tekstur berliat Kadar liat >35% 19 50 31 R b Lapisan batuan Lapisan tanah tidak tembus akar g t Gley Warna tanah/karatan croma <2 7,5 YR 4/3, 4,6, 5/6 L g + t Pergleyic Tanah jenuh air >200 hari/tahun, tanpa karatan kecoklatan atau kemerahan (Fe) - d t Tanah kering Regim Kelembaban ustik, aridik, xerik udik e a KTK rendah KTK<4 17,2 a a Keracunan Al ph H 2O 1:1 < 5 6,2 h a Tanah masam ph H 2O 1:1 antara 5 dan 6 6,2 i a Fiksasi P tinggi oleh besi Hue 7,5 atau lebih merah dan struktur granuller 7,5 YR i x t Mineral alofan dominan ph NaF (1 N) > 10 - v t Tanah bersifat vertik Retakan tanah diameter > 5 cm - k t Cadangan K rendah K dd < 0,2 me.100g -1 tanah 0,4 b t Tanah basa ph H 2O > 7,3 6,3 s t Salin DHL 4 mmhos.cm -1 - n t Na tinggi (Na dd/ktk) 15% 30 n c t Sulfat tinggi ph H 2O < 3,5 dan bercak jarosit mempunyai hue 2,5 Y dan chroma 6 t t Besar butir tanah Besar butir tanah Jumlah butir tanah ukuran >2mm adalah 15-35% (sedang) Jumlah butir tanah ukuran >2mm adalah >35% (banyak) () t Lereng Nilai kemiringan lereng (%) 3 (3) Keterangan : a = 0-20 cm; b = 0-40 cm; t = 0-100 cm Sumber : (Sanches et al., 2003 dalam Rayes, 2006). Kelas FCC LLin (3) Sesuai dengan penilaian kapabilitas kesuburan tanah yang mengacu pada System Fertility Capability Soil Classification (FCC) versi IV, tanah-tanah pada NP2 bernilai LLin (3). Hal ini berarti, NP2 memiliki tipe L, subtipe L, serta modifier i dan n dengan kemiringan lereng sebesar 3%. Tipe dan subtipe pada tanah-tanah NP2 digolongkan kedalam simbol L karena memiliki kadar liat <35% dan bertekstur lempung. Hal inilah yang menjadikan tanah pada NP2 memiliki laju infiltrasi dan kemampuan menahan air yang sedang. NP2 memiliki dua modifier yaitu i dan n. Tergolong kedalam i karena memiliki Hue sebesar 7,5 YR. Hal ini berarti NP2 memiliki kemampuan mengikat P tinggi sehingga diperlukan dosis pupuk P yang tinggi atau cara pengelolaan pupuk P yang khusus dengan penggunaan jenis sumber pupuk dan cara pemberian

Tipe Subtipe Modifier yang tepat. NP2 juga tergolong n karena memiliki kadar Na (Na dd /KTK) yang tinggi yaitu 30%. Seperti halnya pada NP1, tanah-tanah pada NP2 juga perlu adanya teknik khusus untuk tanah-tanah alkalin seperti penggunaan gipsum sebagai bahan pembenah tanah. c. Penilaian Kapabilitas Kesuburan Tanah NP3 Penilaian kapabilitas kesuburan tanah pada NP3 dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Penilaian Kapabilitas Kesuburan Tanah (NP3) FCC Kd Lap Karakteristik Batasan Nilai Kelas S a Tekstur berpasir Pasir dan Pasir Berlempung Lempung Berliat L a Tekstur berlempung Kadar liat <35%, tidak termasuk pasir atau pasir berlempung Pasir Debu Liat C a Tekstur berliat Kadar liat >35% 41 21 38 O a Tanah organik Kandungan BO>30% 0,51% C S b Tektur berpasir Pasir dan pasir berlempung Liat L b Tektur berlempung Kadar liat <35%, tidak termasuk pasir atau pasir berlempung Pasir Debu Liat C b Tekstur berliat Kadar liat >35% 42,5 20 37,5 R b Lapisan batuan Lapisan tanah tidak tembus akar G t Gley Warna tanah/karatan croma <2 7,5 YR 4/6, 5/6, 5/8 C g + t Pergleyic Tanah jenuh air >200 hari/tahun, tanpa karatan kecoklatan atau kemerahan (Fe) d t Tanah kering Regim Kelembaban ustik, aridik, xerik udik e a KTK rendah KTK<4 16,01 a a Keracunan Al ph H 2O 1:1 < 5 6,15 h a Tanah masam ph H 2O 1:1 antara 5 dan 6 6,15 i a Fiksasi P tinggi oleh besi Hue 7,5 atau lebih merah dan struktur granuller 7,5 YR i x t Mineral alofan dominan ph NaF (1 N) > 10 v t Tanah bersifat vertik Retakan tanah diameter > 5 cm k t Cadangan K rendah K dd < 0,2 me.100g -1 tanah 0,1 k b t Tanah basa ph H 2O > 7,3 6,4 s t Salin DHL 4 mmhos.cm -1 n t Na tinggi (Na dd/ktk) 15% 10% c t Sulfat tinggi ph H 2O < 3,5 dan bercak jarosit mempunyai hue 2,5 Y dan chroma 6 t t Besar butir tanah Besar butir tanah Jumlah butir tanah ukuran >2mm adalah 15-35% (sedang) Jumlah butir tanah ukuran >2mm adalah >35% (banyak) () t Lereng Nilai kemiringan lereng (%) 5 (5)

FCC Kd Lap Karakteristik Batasan Nilai Kelas Keterangan : a = 0-20 cm; b = 0-40 cm; t = 0-100 cm Sumber : (Sanches et al., 2003 dalam Rayes, 2006). Kelas FCC CCik (5) Tanah-tanah pada NP3 bernilai CCik (5). Hal ini berarti, NP3 memiliki tipe C, subtipe C, serta modifier i dan k dengan kemiringan lereng sebesar 5%. Tipe dan Subtipe pada NP1 bersifat C karena tanah-tanah pada NP1 tergolong pada tanah bertekstur liat dengan kadar liat yaitu >35%. Tanah-tanah pada kategori ini memiliki laju infiltrasi rendah, kemampuan menahan air yang tinggi, serta jika berlahan miring maka potensial memiliki aliran permukaan yang tinggi. NP3 memiliki 2 modifier yaitu i dan k. NP3 tergolong i karena memiliki Hue sebesar 7,5 YR. Hal ini berarti NP2 memiliki kemampuan mengikat P yang tinggi sehingga diperlukan dosis pupuk P yang tinggi atau cara pengelolaan pupuk P yang khusus dengan penggunaan jenis sumber pupuk dan cara pemberian yang tepat. NP3 tergolong k karena memiliki cadangan K yang rendah yaitu K dd hanya sebesar 0,1 me.100g -1 tanah. Dikarenakan NP3 memiliki kemampuan menyediakan hara K yang rendah sehingga ketersediaan hara K sebaiknya sering dipantau dan mungkin dibutuhkan pemupukan K. Selain itu, kemungkinan ketersediaan K, Ca, Mg tidak seimbang. 5.2.4 Unit Kapabilitas Kesuburan Tanah Unit kapabilitas kesuburan tanah pada tiap SPL dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Unit Kapabilitas Kesuburan Tanah SPL Tipe Sub Modifier L C L C i k n FCC Luas (Ha) % Luas 1 - C - C - - n CCn(5) 5 32,2 2 L - L - i - n LLin(3) 4,5 29 3 - C - C i k - CCik(5) 6 38.8 Sumber : Hasil Analisis Data (2014) SPL 3 dengan luasan terbesar yakni 6 Ha mewakili 38,8% wilayah kemudian disusul oleh SPL 1 dengan luas 5 Ha atau mewakili 32,2%. SPL 2 memiliki luasan terkecil yaitu 4,5 Ha atau mewakili 29% luas wilayah. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa : 1. Distribusi kesuburan tanah di Kawasan Kebun Induk Polohungo berbeda pada setiap kedalaman tanah. Kandungan bahan organik tertinggi terdapat pada horison teratas dan berangsur-angsur menurun seiring dengan kedalaman tanah, berbeda dengan nilai KTK, nilai ph serta kadar fraksi tanah yang menunjukkan pola tidak beraturan pada setiap horison.

2. Kawasan Kebun Induk Polohungo masing-masing memiliki kapabilitas kesuburan tanah yang berbeda pada setiap unit/satuan lahan, yaitu: 1) NP1 dengan klasifikasi kapabilitas kesuburan tanah CCn(5) tergolong liat dan memiliki kandungan Na tinggi. 2) NP2 dengan klasifikasi kapabilitas kesuburan tanah LLin(3) tergolong lempung berdebu serta adanya fiksasi P dan kandungan Na yang sangat tinggi. 3) NP3 dengan klasifikasi kapabilitas kesuburan tanah CCik(5) tergolong liat dengan fiksasi P yang tinggi sedangkan cadangan Na yang rendah. 6.2 Saran 1. Status kesuburan tanah di kawasan Kebun Induk Polohungo ini tergolong rendah sehingga diperlukan upaya perbaikan, yakni sebagai berikut: Perlu penambahan bahan pembenah tanah seperti gipsum pada kawasan NP1 Perlu pengelolaan pupuk P yang tepat serta penambahan bahan pembenah tanah pada kawasan NP2. Perlu pengelolaan pupuk K dan P yang tepat pada kawasan NP3. 2. Sebaiknya pada lahan tersebut dibudidayakan tanaman yang adaptif dengan kapabilitas kesuburan tanah pada kawasan Kebun Induk Polohungo (NP1, NP2, NP3). DAFTAR PUSTAKA BPS. 2013. Gorontalo Dalam Angka. Katalog BPS 1102001.75. Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Boalemo. 2014. Gerakan Sejuta Kakao. Pemerintah Daerah Kabupaten Boalemo. Hardjowigeno, Sarwono. 2010. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. Rayes, Luthfi. 2006. Metode Inventarisasi Sumberdaya Lahan. Andi Press. Yogyakarta. Subroto., Awang Y. 2005. Kesuburan dan Pemanfaatan Tanah. Bayumedia Publishing. Malang. Sutanto, Rachman. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan. Kanisius. Yogyakarta.