PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN BONGKAR MUAT DALAM PENGANGKUTAN BARANG DI LAUT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PENGANGKUTAN BARANG DAN BONGKAR MUAT BARANG MELALUI LAUT. A. Pengangkutan dan Pihak-Pihak yang Terkait dalam Pengangkutan

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju

BAB I PENDAHULUAN. utamanya dibidang pembangunan ekonomi, maka kegiatan perdagangan merupakan

BAB III SISTEM PEMBAYARAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MAS ALAH

BAB I PENDAHULUAN. dan memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi sesama manusia dapat disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat

DOKUMEN EKSPOR IMPOR. Hertiana Ikasari, SE, MSi

A. Latar Belakang Masalah

TANGGUNG JAWAB PT. MITRA ATLANTIK NUSANTARA SEMARANG MELALUI LAUT SKRIPSI. Diajukan kepada Fakultas Hukum

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Hukum Pengangkutan. A.1. Pengertian Pengangkutan Secara Umum

BAB II LANDASAN TEORI

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. Laut Dan Perairan Darat, (Jakarta: Djambatan, 1989), hal 120. Universitas Indonesia

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN BONGKAR MUAT DALAM PELAKSANAAN BONGKAR MUAT BARANG( STUDI PADA PT.LIBRA BHAKTI NUSANTARA TANJONG PRIOK JAKARTA ) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. menggerakkan pembangunan Indonesia. transportasi yang efektif dan efisien serta terpadu antar moda transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1985 TANGGAL 4 APRIL 1985

BAB I PENDAHULUAN. dengan lainnya yang menjadikan manusia sebagai makhluk sosial atau zoon

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG)

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. pulau-pulau di dunia. Seperti diketahui bahwa Negara Indonesia merupakan tentang Wawasan Nusantara yang meliputi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laporan Tugas Akhir ini. Adapun penelitian terdahulu yang penulis ulas

Berbagai Dokumen Penting Ekspor. Pertemuan ke-6

Kekhususan Jual Beli Perusahaan

TUGAS MATA KULIAH HUKUM PENGANGKUTAN PERANAN PENTING PENGANKUTAN LAUT. Disusun oleh : YASIR ADI PRATAMA (E1A012096) KELAS B

LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1991 TENTANG KEBIJAKSANAAN KELANCARAN ARUS BARANG UNTUK MENUNJANG KEGIATAN EKONOMI

S K R I P S I. Oleh. Budi Ryando Sidabukke DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

BAB II LANDASAN TEORI. miliki kepada bangsa lain atau negara asing dengan mengharapkan

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN EKSPOR IMPOR

HUKUM PENGANGKUTAN LAUT DI INDONESIA

STANDAR PENETAPAN HARGA INDONESIA Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1977 tanggal 26 April 1977 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. INCOTERMS DALAM KAJIAN HUKUM DAGANG INTERNASIONAL Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum, yang berarti hukum harus dijalankan

PENULISAN HUKUM. TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT TERHADAP KERUSAKAN CARGO DALAM PENGANGKUTAN LAUT (Studi di PT. Sahabat Utama Indonesia Jakarta)

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Transportasi laut sebagai bagian dari sistem transportasi nasional perlu di

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri

BAB I. Pendahuluan. khususnya di bidang ekonomi internasional. Kelancaran serta kesuksesan

BAB VIII. STOWAGE PLAN Loaded at : Port of Tg. Priok Draft : F. : 52 Disch port : Makassar / Bitung M. : chi' Total of Cargo

PERANAN INTERNATIONAL FREIGHT FORWARDING DALAM MENUNJANG PENINGKATAN PENGIRIMAN BARANG KOMODITI EKSPOR ABDUL RAHMAN

KEPPRES 55/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FEDERAL JERMAN DI BIDANG PELAYARAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Luasnya wilayah Indonesia dan jumlah penduduknya mencapai 220 juta jiwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dan strategis dalam cakupan upaya pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. moyang bangsa Indonesia dikenal sebagai negara maritim. 1

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1957 TENTANG PERIZINAN PELAYARAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PRINSIP TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM PENGANGKUTAN LAUT MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN

BAB VI ASURANSI ANGKUTAN LAUT DAN UDARA

PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT Peraturan Pemerintah (Pp) Nomor : 17 Tahun 1988 Tanggal: 21 Nopember Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 18/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Amelia Febriani Kelompok 3 Buku Kerja Dokumen Produk Ekspor

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dilakukan baik menggunakan sarana pengangkutan laut maupun melalui

KEPPRES 10/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN

PENGERTIAN KAPAL SEBAGAI BARANG DALAM PENEGAKAN HUKUM OLEH PEJABAT DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya integrasi pasar pasar diseluruh dunia dalam satu tempat

Pertemuan ke-4. Incoterm 2010

RUDY ARDI CANDRAWIJAYA NIM:

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1991 TENTANG KEBIJAKSANAAN KELANCARAN ARUS BARANG UNTUK MENUNJANG KEGIATAN EKONOMI

-1- KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER-5 /BC/2011

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB II LANDASAN TEORI

: bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa banding ini adalah Penetapan Nilai Pabean sebesar CIF USD 17,507.12;

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1991 TENTANG KEBIJAKSANAAN KELANCARAN ARUS BARANG UNTUK MENUNJANG KEGIATAN EKONOMI

I. PENDAHULUAN. Peranan jasa angkutan dalam menunjang pembangunan. ekonomi memiliki fungsi yang vital. Pengembangan ekonomi suatu

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek. marketing. Adapun fungsi bidang ekspor ini adalah melakukan pengurusan

SURAT PERMOHONAN CUSTOMS ADVICE UNTUK IMPORTASI YANG MERUPAKAN TRANSAKSI JUAL BELI ATAU PERMOHONAN VALUATION RULING

SKRIPSI. Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dalam Memenuhi Syarat-syarat untuk Gelar SARJANA HUKUM OLEH : YENIARTY HADASHA DAMANIK NIM :

TANGGUNG JAWAB OTORITAS PELABUHAN DALAM HAL KENAVIGASIAN TERHADAP KAPAL YANG AKAN BERSANDAR (Studi pada PT. Pelindo I Cabang Belawan)

SKRIPSI DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

geografis antar pulau satu dan pulau lainnya berjauhan, kadangkala laut Namun demikian, secara politis semua yang ada di sisi bagian dalam garis

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501

Penetapan Nilai Transaksi Dengan Menggunakan Rumus Tertentu, Tepatkah?

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2017 TENTANG CARA PEMBAYARAN BARANG DAN CARA PENYERAHAN BARANG DALAM KEGIATAN EKSPOR DAN IMPOR

II. TINJAUAN PUSTAKA. KUH Perdata di mana PT KAI sebagai pengangkut menyediakan jasa untuk mengangkut

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang rendah dalam melakukan muat-bongkar barang dan upah. terciptanya peti kemas (container) (Amir MS, 2004:111).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

Kegiatan shipping company dalam rangka ekspor pada PT. Trada Maritime, Tbk Jakarta. Oleh: Lestari NIM : F BAB I PENDAHULUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Surat Keterangan Asal. Barang. Indonesia. Tata Cara Ketentuan. Pencabutan.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN BONGKAR MUAT DALAM PENGANGKUTAN BARANG DI LAUT S K R I P S I Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Guna Memenuhi Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Hukum OLEH : MEUTIA HANDAYANI 050200302 HUKUM KEPERDATAAN DAGANG FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN BONGKAR MUAT DALAM PENGANGKUTAN BARANG DI LAUT S K R I P S I Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Guna Memenuhi Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Hukum OLEH : MEUTIA HANDAYANI 050200302 HUKUM KEPERDATAAN DAGANG Disetujui oleh Ketua Departemen Hukum Keperdataan ( Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH,MS ) NIP. 131 764 556 Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II ( Hasim Purba, SH. M. Hum ) ( Maria Kaban, SH. M. Hum ) NIP. 132 086 733 NIP. 131 661 442

KATA PENGANTAR Pertama-tama penulis ingin mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan berkatnya lah penulis dapat dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu. Adapun tujuan dari penulisan skripsi yang berjudul Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut adalah untuk memenuhi persyaratan kelulusan dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan untuk meraih gelar Sarjana Hukum. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, tak ada pengetahuan penulis yang dapat diandalkan kecuali hanya sekedar ketekunan dan kesungguhan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis memohon kemurahan pembaca agar kiranya sudi memberikan tegur sapa dan kritik membangun bagi penyempurnaan karya ilmiah ini. Penulis juga menyadari bahwa pada hakekatnya didalam menyelesaikan dan menyusun skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, arahan, saran, dorongan, dan perhatian dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Papa (H. Yahya Beyn) dan Mama (Hj. Nur Aida) yang udah merawat dan membesarkan penulis sampai penulis bisa menjadi seperti sekarang ini. Buat Papa, makasi karena selama ini udah mensupport Tia, nganterin dan nemenin Tia kemana aja, terutama pada saat penulisan skripsi ini papa udah meluangkan banyak waktu buat bantuin Tia. Pokoknya makasi ya Pak e.buat Mama, makasi atas dukungannya selama ini, makasi karena udah jadi partner shopping yang baek (kapan kita kemana ma?), makasi karena tiap hari minggu udah mencuri waktu tidur Tia 2 SKS buat nemeni belanja ke pasar tapi Tia senang kok karena dengan begitu Tia jadi tau gimana ntar jadi isteri dan ibu yang baik (berapa harga cabe sekarang?), pokonya makasi ya Mak e.tia sayang sama papa mama, do ain Tia supaya sukses ya.maaf kalo selama ini Tia pernah nyakitin dan ngecewain papa sama mama

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. M. Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara beserta para Pembantu Dekan. 3. Bapak Hasim Purba, SH. M. Hum sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberikan masukan, bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. 4. Ibu Maria Kaban, SH. M. Hum sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan masukan, bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. 5. Thank s buat uwak-uwakku, wak Ani gendut, wak Ita (jangan melalak aja), wak Syahril (tanggal 8 ya wak ), wak Arun, bik Ipah dan juga buat uwak serta om ku yang telah tiada, makasi atas do anya. 6. Thank s a lot buat abang-abangku, bang Ep (makasi pulsanya ya kalo bisa lebih sering lagi), bang Unyak ( ninja abang dah layak untuk dimuseumkan), bang Udi (kapan Tia dikirimin tiket ke Batam), bang Ol (gak semua yang abang dengar itu benar) Buat kakak-kakakku, kak Ita songkok (makasi karena udah setia jadi asisten pribadi Tia, teruslah mengabdi, hehehe ), kak Rini (tingkatkan terus servis kakak, biar Tia betah lama-lama di Lhokseumawe), Vina tuber (diet ko!!!!!) Buat adekku Hafiz saleh (jangan cekel-cekel ko kalo aku mau pinjem baju) Buat ponakan-ponakanku yang usil, cakep n cantik-cantik dan juga sepupu-sepupuku yang gak bisa ku sebutin satu per satu, makasi ya dukungannya 7. Buat fren-frenku 7 Flowerz (Amel, Grez, Lola, Mulfa, Ocha n Tri) thank s ya woi untuk semua hal yang udah kita lalui bersama selama ini, baik susah maupun senang. Banyak hal-hal baru yang aku alami selama kita temenan. Pokoknya keep cont. ya biarpun kita dah gak sama-sama lagi Buat Mina, Nadra n Poppy, thank s buat persahabatan yang udah kita jalani sejak masih seragam putih abu-abu sampe sekarang ini. Cepat klen tamat, dah gak sabar aku mau kemek-kemek Buat anak-anak Grup D Stambuk 2005, thank s atas kerjasamanya selama ini Dan juga buat anak-anak Stambuk 2005 yang kenal sama aku, thank s ya

8. Buat bang Anto yang selalu aku repotin tiap kali masa penyusunan KRS dan KHS, makasi banyak ya bang...jangan lupakan NIM aku ya, hehehe 9. Thank s juga buat semua orang dimanapun klen berada yang udah membantu aku dalam penyelesaian skripsi ini. Akhir kata, tak ada gading yang tak retak, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan, baik itu kata-kata maupun perbuatan. Semoga kiranya apa yang penulis sajikan dalam skripsi ini dapat membawa manfaat bagi kita semua. Medan, Februari 2009 MEUTIA HANDAYANI

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... ABSTRAKSI... BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 B. Perumusan Masalah...3 C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan...4 D. Keaslian Penulisan...5 E. Tinjauan Kepustakaan...6 F. Metode Penelitian...7 G. Sistematika Penulisan...8 BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERUSAHAAN BONGKAR MUAT A. Dasar Hukum Pengaturan Kegiatan Bongkar Muat...10 B. Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Kegiatan Bongkar Muat...15 C. Dokumen-Dokumen Dalam Pengangkutan Barang di Laut...19 BAB III : HUBUNGAN PERUSAHAAN BONGKAR MUAT DENGAN PIHAK TERKAIT A. Hak Dan Kewajiban Perusahaan Bongkar Muat...30 B. Hubungan Perusahaan Bongkar Muat Dengan Buruh TKBM...37 C. Hubungan Perusahaan Bongkar Muat Dengan Perusahaan Pelayaran/ Pengangkutan / Perusahaan Transportasi/ PT. Pelabuhan Indonesia...42 BAB IV : ASPEK YURIDIS PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN BONGKAR MUAT

A. Kedudukan Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang di Laut...52 B. Peranan Perusahaan Bongkar Muat Dalam Angkutan Barang Di Laut...57 C. Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Terhadap Kerusakan- Kerusakan Barang...61 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...70 B. Saran...73 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

ABSTRAKSI Skripsi ini penulis beri judul : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut. Melihat kenyataan bahwa kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan dimana wilayah perairan jauh lebih luas dibanding daratannya maka sudah merupakan hal yang wajar apabila pembangunan dan pengaturan transportasi laut dewasa ini perlu mendapat perhatian yang besar. Pelabuhan dalam menempatkan diri sebagai pintu gerbang perekonomian mutlak harus dapat memberikan kontribusi antara lain penekanan distribution cost yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier terhadap pertumbuhan dan pendapatan nasional. Pada dasarnya kecenderungan sistem pengelolaan pelabuhan sejalan dengan tatanan, arah, sasaran, dan tuntutan pelayanan pelabuhan serta perkembangan pola distribusi dan transportasi barang dibutuhkan adanya aliansi strategic antara penyelenggara pelabuhan (PT Pelindo) dengan BHI (salah satunya perusahaan bongkar muat) dalam upaya meningkatkan produktivitas, mengoptimalkan penggunaan fasilitas dan peralatan serta pengembangan pelabuhan dalam bentuk kerja sama sejajar (win-win) dan saling membutuhkan (sinergi). Pokok permasalahan dalam skripsi ini yaitu apa yang menjadi dasar hukum, pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan bongkar muat barang dan dokumen dalam pengangkutan barang di laut; bagaimana hubungan perusahaan bongkar muat dengan pihak lain; serta bagaimana peranan dan tanggung jawab perusahaan bongkar muat dalam pengangkutan barang di laut. Tujuan pembahasan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mengenai kegiatan bongkar muat barang di laut, pihak-pihak yang terlibat dan juga dokumen yang diperlukan dalam pengangkutan barang; untuk melihat lebih jauh bagaimana hubungan perusahaan bongkar muat dengan pihak-pihak terkait dalam menunjang kegiatan bongkar muat barang di laut; dan untuk mengetahui peranan dan juga menguraikan batasbatas mengenai hak dan tanggung jawab dari perusahaan bongkar muat dalam pengangkutan barang di laut. Dalam penulisan skripsi ini, metode penulisan yang digunakan yaitu penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research) yaitu dengan melakukan pendekatan langsung pada sumbernya dengan melakukan kunjungan ke kantor Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Sumatera Utara. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa usaha bongkar muat barang adalah kegiatan jasa yang bergerak dalam kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal, yang terdiri dari kegiatan stevedoring, cargodoring dan receiving/ delivery. Pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan bongkar muat barang di laut yaitu APBMI (Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia), GAFEKSI (Gabungan Forwarder Dan Ekspedisi Indonesia), GINSI (Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia), GPEI (Gabungan Perusahaan Eksportir Indonesia) dan INSA (Indonesian National Shipowners Association). Peranan perusahaan bongkar muat, perusahaan bongkar muat hanya menyediakan jasa (buruh) untuk kegiatan bongkar muat dari gudang ke kapal dan dari kapal ke gudang. Tanggung jawab dari APBMI berakhir setelah buruh TKBM memuat barang ke kapal atau membongkar barang ke gudang pelabuhan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi laut sebagai bagian dari sistem transportasi nasional perlu dikembangkan dalam rangka mewujudkan wawasan nusantara yang mempersatukan seluruh wilayah Indonesia, termasuk lautan nusantara sebagai satu kesatuan wilayah Indonesia. Bangsa Indonesia menganut wawasan nusantara pada hakekatnya, bahwa wilayah nusantara beserta udara di atasnya dan laut yang menghubungkannya berikut segenap isinya merupakan kesatuan yang utuh dan meyeluruh. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan, karena bentuk, letak geografis dan kepadatan lalu lintas pelayaran di kawasan ini menempatkan Indonesia dalam kedudukan yang sangat penting. Realisasi pengisian wawasan nusantara memuat kemampuan untuk menegakkan dan memelihara kedaulatan dan hukum negara Indonesia diseluruh nusantara, khususnya di laut. Melihat kenyataan bahwa kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan dimana wilayah perairan jauh lebih luas dibanding daratannya maka sudah merupakan hal yang wajar apabila pembangunan dan pengaturan transportasi laut dewasa ini perlu mendapat perhatian yang besar. Pengembangan transportasi laut harus mampu menggerakkan pembangunan nasional dan pembangunan daerah, dengan mengutamakan keteraturan kunjungan kapal yang dapat menggairahkan tumbuhnya perdagangan dan kegiatan pembangunan

umumnya. Laut nusantara sebagai lahan usaha kelautan mengharuskan pentingnya perhatian terhadap transportasi laut yang juga membutuhkan penataan peraturanperaturan hukum yang mengatur dan mendukung pengembangan usaha transportasi laut dan usaha penunjang yang terkait dengannya. Kebijakan nasional bidang pembangunan ekonomi oleh pemerintah dalam upaya meningkatkan pendapatan devisa diarahkan kepada upaya peningkatan ekspor non migas dan untuk menunjang kebijakan tersebut, pemerintah telah melakukan beberapa langkah antara lain deregulasi di bidang industri, perdagangan, dan penanaman modal. Era globalisasi dan kemajuan teknologi informasi telah mempengaruhi struktur dan perdagangan internasional dan mengarah kepada kondisi pasar dengan persaingan yang sangat ketat. Upaya untuk meningkatkan ekspor non migas dalam kondisi persaingan tersebut, memerlukan adanya keunggulan kompetitif bagi komoditi ekspor Indonesia untuk dapat bersaing dengan komoditi dari negara-negara lain baik dari segi harga maupun kualitas. Pelabuhan dalam menempatkan diri sebagai pintu gerbang perekonomian mutlak harus dapat memberikan kontribusi antara lain penekanan distribution cost yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier terhadap pertumbuhan dan pendapatan nasional. Pada dasarnya kecenderungan sistem pengelolaan pelabuhan sejalan dengan tatanan, arah, sasaran, dan tuntutan pelayanan pelabuhan serta perkembangan pola distribusi dan transportasi barang dibutuhkan adanya aliansi strategic antara penyelenggara pelabuhan (PT Pelindo) dengan BHI (salah satunya perusahaan bongkar muat) dalam upaya meningkatkan produktivitas, mengoptimalkan

penggunaan fasilitas dan peralatan serta pengembangan pelabuhan dalam bentuk kerja sama sejajar (win-win) dan saling membutuhkan (sinergi). 1 Kegiatan bongkar muat barang dar dan ke kapal adalah kegiatan yang meliputi stevedoring, cargodoring dan receiving/ delivery di pelabuhan. Sedangkan perusahaan bongkar muat adalah badan hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk menyelenggarakan dan mengusahakan kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal. Didasarkan pada PP No. 2 Tahun 1969 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut, bahwa kegiatan bongkar muat dari dan ke kapal dilaksanakan oleh perusahaan pelayaran melalui unit usaha bongkar muat yang merupakan bagian dari perusahaan induk. Sejak bulan April Tahun 1985 dengan dikeluarkannya Inpres No. 4 Tahun 1985 tentang Tata Laksana Bongkar Muat Barang di Pelabuhan, yang ditindaklanjuti dengan perangkat Keputusan Menteri Perhubungan No. 88/AL.305/Phb.85 tanggal 11 April 1985 dan SK DJPL No. A-2167/AL.62 tanggal 31 Desember 1985, pada isi pokok ketetapan tersebut bahwa unit usaha bongkar muat dipisahkan dari induk perusahaan pelayaran dan berdiri sendiri dalam bentuk badan hukum yang khusus didirikan di bidang usaha bongkar muat. B. Perumusan Masalah Adapun permasalahan yang diangkat sehubungan dengan judul skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Hasnil Basri Siregar, Kepastian Usaha Bongkar Muat Di Pelabuhan, Medan, 17 Januari 2000, hlm. 2

1. Apa yang menjadi dasar hukum, pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan bongkar muat barang dan dokumen dalam pengangkutan barang di laut? 2. Bagaimana hubungan perusahaan bongkar muat dengan pihak lain? 3. Bagaimana peranan dan tanggung jawab perusahaan bongkar muat dalam pengangkutan barang di laut? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, adalah : 1. Untuk mengetahui mengenai proses kegiatan bongkar muat barang di laut, pihak-pihak yang terlibat dan juga dokumen-dokumen yang diperlukan dalam kegiatan tersebut. 2. Untuk melihat lebih jauh bagaimana hubungan perusahaan bongkar muat dengan pihak-pihak terkait dalam menunjang kegiatan bongkar muat barang di laut. 3. Untuk mengetahui peranan, kedudukan dan juga menguraikan batas-batas mengenai hak dan tanggung jawab dari perusahaan bongkar muat dalam pengangkutan barang di laut. 2. Manfaat Penulisan Secara umum manfaat penulisan skripsi ini dapat dilihat dari 2 sudut, yaitu secara teoritis dan secara praktis. 1. Secara teoritis : dapat memberikan masukan ataupun sumbangan pemikiran dalam pengembangan khazanah ilmu pengetahuan

hukum pengangkutan di laut khususnya mengenai kegiatan bongkar muat barang di laut. 2. Secara praktis : bermanfaat bagi penulis sendiri, yaitu dengan bertambahnya pengetahuan penulis terhadap hukum pengangkutan di laut. Selain itu penulis berharap agar skripsi ini juga bermanfaat bagi rekan-rekan yang ingin/ memperdalam pengetahuannya terhadap hukum pengangkutan di laut khususnya mengenai kegiatan bongkar muat barang di laut. D. Keaslian Penulisan Karya tulis ini adalah asli sebab tidak ada judul dan pembahasan yang sama dalam rangka penulisan skripsi yang berjudul "Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut. Selain dengan membaca media cetak dan makalah yang berhubungan dengan judul penulis dan ketentuan peraturan perundang-undangan, penulis juga melakukan riset atau penelitian langsung ke kantor Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Sumatera Utara guna mendapatkan bahan dan data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini. Kalaupun ada kutipan atau pendapat dalam penulisan ini, semata-mata adalah sebagai faktor dan pelengkap dalam usaha menyusun dan menyelesaikan tulisan ini. Karena hal tersebut memang sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan penulisan ini.

E. Tinjauan Kepustakaan Peranan adalah sesuatu yang jadi bagian atau memegang pimpinan hal terutama (dalam terjadinya hal/ peristiwa). 2 Tanggung Jawab adalah dalam arti umum bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkirakan dan sebagainya). 3 Perusahaan bongkar muat adalah badan hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk menyelenggarakan dan mengusahakan kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal. Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang/ dan atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan. 4 Pengangkutan berasal dari kata angkut yang artinya bawa dan angkut, muat dan kirimkan, memuat dan membawa atau mengirimkan. Jadi pengangkutan mempunyai arti pengangkutan dan pembawaan atau pemuatan dan pengiriman barang atau orang. 5 Menurut pandangan orang awam, bahwa pengertian dari pengangkutan adalah alat-alat yang dipakai untuk membawa sesuatu dari suatu tempat ke tempat lain dimana alat angkutan melalui darat, udara maupun laut. Dari kedua 2. WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hlm. 735 3. Ibid, hlm. 1014 4. HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Buku 3-Hukum Pengangkutan, Djambatan, Jakarta, 1991, hlm. 187 5. Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm. 19

pengertian di atas dapat dilihat bahwa sebelum terjadi transaksi atau realisasi dari membawa atau mengangkut maka antara pihak pengirim dan pengangkut harus ada perjanjian yang mengikat antara keduanya. Alat yang dipergunakan untuk memindahkan atau membawa barang hingga sampai ke tempat tujuan yang diinginkan oleh pihak pengirim. Alat angkutan tersebut dapat melalui darat, laut dan udara. Barang adalah benda umum (segala sesuatu yang berwujud atau berjasad). 6 Laut adalah kumpulan air asin yang luas sekali di permukaan bumi, memisahkan pulau dengan pulau, benua dengan benua. 7 F. Metode Penelitian Untuk merampungkan penyajian skripsi ini agar dapat memenuhi kriteria sebagai suatu tulisan ilmiah diperlukan suatu metode penulisan. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian Kepustakaan (Library Research) yaitu dengan melakukan penelitian tentang literatur yang telah diseleksi terlebih dahulu guna mendapatkan bahan-bahan yang bersifat teoritis ilmiah yang digunakan sebagai rujukan dalam pembahasan skripsi ini untuk memperkuat dalil dan fakta penelitian. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundangundangan dan produk hukum lainnya, diantaranya seperti Peraturan 6. WJS. Poerwadarminta, Op-Cit, hlm. 91 7. Badudu-Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2001, hlm. 779

Pemerintah (PP), Keputusan Menteri (Kepmen). Sedangkan bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen resmi yang dapat berupa buku-buku teks, makalah, kamus umum Bahasa Indonesia, maupun artikel-artikel ilmiah tentang hukum yang terkait dengan permasalahan yang akan dibahas. 2. Penelitian Lapangan (Field Research) yaitu penelitian yang penulis lakukan untuk memperoleh data dengan cara langsung terjun ke lapangan yang menjadi objek dalam penelitian ini. Dalam hal ini penulis melakukan penelitian di kantor Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Sumatera Utara. G. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. BAB I. PENDAHULUAN : merupakan bab Pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. 2. BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG PERUSAHAAN BONGKAR MUAT : didalam bab ini diuraikan mengenai dasar hukum pengaturan kegiatan bongkar muat, pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan bongkar muat, dan dokumen-dokumen dalam pengangkutan barang di laut. 3. BAB III. HUBUNGAN PERUSAHAAN BONGKAR MUAT DENGAN PIHAK TERKAIT : bab ini merupakan pembahasan yang

menguraikan tentang hak dan kewajiban perusahaan bongkar muat, hubungan perusahaan bongkar muat dengan buruh TKBM, serta hubungan perusahaan bongkar muat dengan perusahaan pelayaran/ pengangkutan/ perusahaan transportasi/ PT. Pelabuhan Indonesia. 4. BAB IV. ASPEK YURIDIS PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN BONGKAR MUAT : bab ini membahas mengenai kedudukan perusahaan bongkar muat dalam pengangkutan barang di laut, peranan perusahaan bongkar muat dalam angkutan barang di laut, dan juga tanggung jawab perusahaan bongkar muat terhadap kerusakankerusakan barang. 5. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN : bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, yang berisi kesimpulan dari bab-bab yang sudah dibahas sebelumnya sekaligus memuat saran-saran yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERUSAHAAN BONGKAR MUAT A. Dasar Hukum Pengaturan Kegiatan Bongkar Muat Sebelum membahas mengenai dasar hukum dalam kegiatan bongkar muat, ada baiknya terlebih dahulu dibahas mengenai dasar hukum dari pengangkutan laut yang diatur antara lain didalam : 1. Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran sebagaimana yang sudah diganti dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Yang dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhan dan juga Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2000 tentang Kenavigasian 2. KUHD Buku II Bab V tentang Perjanjian Charter Kapal 3. KUHD Buku II Bab V A tentang Pengangkutan Barang-barang 4. KUHD Buku II Bab V B tentang Pengangkutan Orang 5. Peraturan khusus lainnya yaitu : Stb. 1939-700 bsd. 1948-224, Stb. 1936-703 bsd, 1937-445, 609, Stb. 1940-62, Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1969, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1985, Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1988 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut Di samping peraturan-peraturan tersebut terdapat Konvensi-Konvensi Internasional mengenai pengangkutan laut, yakni :

1. The Charter Act yang dibentuk pada tanggal 13 Februari 1893 yang isi pokoknya melarang adanya syarat (beding) pembebasan pertanggungjawaban terhadap laik lautnya kapal, untuk kemampuan kapal bagi pelayaran yang telah diperjanjikan, untuk penganakbuahan dan perlengkapan yang baik dan sempurna, begitu juga penataan barangbarang muatan yang teliti dan tertib serta perlakuan yang hati-hati terhadap muatan. 2. The Hague Rules dibentuk untuk pertama sekali oleh Internasional Law Association pada tahun 1921, yang kemudian dirubah pada tahun 1922 dan terakhir dirubah di Brussel pada tanggal 25 Agustus 1924, yang secara resmi disebut International Convention of Unification of Certain Rules of Law Relating to Bill of Lading yang pada pokoknya mengatur tanggung jawab pengangkut laut terhadap pengiriman barang. Kemudian Negeri Belanda menyesuaikan hukumnya (WvK) dengan The Hague Rules tersebut, yang kemudian dengan asas konkordansi diberlakukan pula untuk negara Indonesia dengan beberapa perubahan, khususnya mengenai tanggung jawab pengangkutan dan konosemen yaitu Pasal 468, 469, 470, 504, 505 dan 506 KUHD. 3. Di samping terbentuknya The Hague Rules tersebut, di Inggris ditetapkan peraturan mengenai tanggung jawab pengangkutan di laut yang disebut dengan The Carriage of Goods by Sea Act, maka pedoman banyak negara untuk peraturan tersebut pun beralih dari The Hague Rules kepada The Carriage of Goods by Sea Act. Dan untuk keseragaman peraturan mengenai pengangkutan barang malalui laut,

maka PBB pada tanggal 31 Maret 1978 di Hamburg (Jerman) menetapkan United Nations Convention on the Carriage of Goods by Sea, 1978. Dalam sistem hukum pengangkutan Indonesia (secara public administrative) perusahaan bongkar muat pertama sekali dikenal dan diangkat keberadaannya dalam peraturan perundang-undangan sejak tahun 1957 yakni dalam Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1957. Saat itu dikenal dengan Perusahaan Muatan Kapal Laut (PMKL). Ruang lingkup kegiatan PMKL waktu itu meliputi bongkar muat dari/ ke kapal, cargodoring, penyimpanan barang di gudang lini I dan penyerahan/ penerimaan barang (receiving/ delivery). Disamping itu, PMKL juga diperkenankan melakukan kegiatan keagenan kapal dan per-veem-an/ ekspedisi. Selanjutnya dengan Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1964, PMKL ditiadakan sebagai perusahaan yang berdiri sendiri. Kegiatan bongkar muat dan kegiatan keagenan diinteregasikan pada perusahaan pelayaran. Sedangkan kegiatan per-veem-an dan ekspedisi diatur dalam perusahaan yang berdiri sendiri, yaitu dalam Perusahaan Ekspedisi Muatan Kapal Laut. Demikian halnya dalam Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1969, pelayaran dan bongkar muat serta keagenan menjadi satu dengan perusahaan pelayaran, sedangkan veem dan ekspedisi tetap berada pada satu usaha yang berdiri sendiri. Dalam Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1969 disebutkan bahwa perveem-an adalah usaha yang ditujukan pada penampungan dan penumpukan barang-barang (warehousing) yang dilakukan dengan mengusahakan gudanggudang, lapangan-lapangan, dimana dikerjakan dan diusahakan/ disiapkan barangbarang yang diterima dari kapal untuk peredaran selanjutnya atau disiapkan untuk

diserahkan kepada perusahaan pelayan untuk dikapalkan, yang meliputi antara lain kegiatan : 1. Ekspedisi muatan 2. Pengepakan-pengepakan kembali 3. Sortasi 4. Penyimpanan 5. Pengukuran 6. Penandaan 7. Dan lain-lain pekerjaan yang bersifat teknis ekonomis yang diperlukan perdagangan dan pelayaran Dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1985 sebagai peraturan pelaksana dari Instruksi Presiden No. 4 Tahun 1985 prinsip pengaturan perusahaan bongkar muat yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1969 dirubah menjadi : 1. Gudang laut berfungsi sebagai gudang transit lalu lintas barang di pelabuhan untuk mempercepat keberangkatan kapal. 2. Penyediaan dan pengusahaan gudang laut dan tempat penimbunan barang di pelabuhan dilaksanakan oleh badan yang ditunjuk oleh Menteri untuk kegiatan tersebut. 3. Pekerjaan bongkar muat barang (cargo handling) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan yang didirikan khusus untuk tujuan tersebut.

Dari Instruksi Presiden No. 4 Tahun 1985 vide Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1985 terlihat bahwa perusahaan bongkar muat merupakan perusahaan yang berdiri sendiri, dimana pekerjaan yang diberikan kepadanya adalah khusus untuk cargo handling. Pada point IV Instruksi Presiden No. 4 Tahun 1985 tentang Tata Laksana Bongkar Muat Barang (cargo handling) dijelaskan bahwa untuk mengurangi biaya muat barang yang meliputi stevedoring, cargodoring, receiving dan delivery diambil langkah-langkah sebagai berikut : 1. Kegiatan bongkar muat barang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan untuk tujuan tersebut 2. Dalam masa satu tahun setelah berlakunya INPRES ini, bongkar muat barang tidak dilakukan lagi oleh perusahaan pelayaran 3. Pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang dilakukan dalam tiga shift Pengaturan yang sama tentang perusahaan bongkar muat kembali ditegaskan pada Instruksi Presiden No. 3 Tahun 1991 tentang Kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang Untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi, dimana dijelaskan bahwa :. Kegiatan bongkar muat barang dilakukan oleh perusahaanperusahaan yang didirikan untuk tujuan tersebut (Point IV ayat 1). Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan dan juga Keputusan Menteri Perhubungan No. 33 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut dapat dijadikan sebagai dasar hukum kegiatan bongkar muat barang.

Selain itu masih terdapat pula Keputusan Menteri Perhubungan No. 14 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang Dari Dan Ke Kapal. Pada Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang merupakan pengganti dari Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran mengatakan bahwa untuk kelancaran kegiatan angkutan di perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dapat diselenggarakan usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan, yang salah satunya adalah perusahaan bongkar muat barang. 8 Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 menjelaskan bahwa usaha bongkar muat barang dilakukan oleh badan usaha yang didirkan khusus untuk itu. 9 Selain badan usaha yang didirkan khusus untuk itu, kegiatan bongkar muat dapat dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional hanya untuk kegiatan bongkar muat barang tertentu untuk kapal yang dioperasikan. 10 B. Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Kegiatan Bongkar Muat Yang dimaksud dengan pihak-pihak dalam pengangkutan adalah para subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan. Mengenai siapa saja yang menjadi pihak-pihak dalam pengangkutan ada beberapa pendapat yang dikemukakan para ahli antara lain : 8. Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 31 ayat 1 9. Ibid, Pasal 32 ayat 1 10. Ibid, Pasal 31 ayat 2

1. Wiwoho Soedjono menjelaskan bahwa di dalam pengangkutan di laut terutama mengenai pengangkutan barang, maka perlu diperhatikan adanya tiga unsur, yaitu pihak pengirim barang, pihak penerima barang dan barangnya itu sendiri. 11 2. HMN Purwosutjipto : pihak-pihak dalam pengangkutan yaitu pengangkut dan pengirim. Pengangkut adalah orang yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau orang lain dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Lawan dari pihak pengangkut ialah pengirim yaitu pihak yang mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan, dimaksudkan juga ia memberikan muatan. 12 3. Abdulkadir Muhammad : pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan niaga adalah mereka yang langsung terkait memenuhi kewajiban dan memperoleh hak dalam perjanjian pengangkutan niaga. Mereka adalah pengangkut, yang berkewajiban pokok menyelenggarakan pengangkutan dan berhak atas biaya angkutan. Kemudian di samping pengangkut juga terdapat pengirim yang berkewajiban pokok membayar biaya angkutan dan berhak atas penyelenggaraan pengangkutan barangnya. Dan yang terakhir adalah penumpang yang berkewajiban pokok membayar biaya angkutan dan berhak atas penyelenggaraan pengangkutan. 13 Dari beberapa uraian diatas nyatanya masih belum tegas siapa saja yang menjadi pihak dalam perjanjian pengangkutan itu. Untuk melihat siapa saja yang menjadi pihak dalam perjanjian pengangkutan harus dilihat apakah termasuk 11. Wiwoho Soedjono, Hukum Dagang, Suatu Tinjauan Tentang Ruang Lingkup dan Masalah yang Berkembang Dalam Hukum Pengangkutan di Laut bagi Indonesia, Penerbit Bina Aksara, Jakarta, 1982. hlm. 34 12. HMN Purwosutjipto, Op-Cit, hlm. 4 13. Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hlm. 12

perjanjian pengangkutan barang atau perjanjian pengangkutan penumpang. Dalam perjanjian pengangkutan barang para pihak terkait bisa terdiri dari : 1. Pihak pengirim barang, yakni pihak yang berkewajiban untuk membayar tarif (ongkos) angkutan sesuai dengan yang telah disepakati dan berhak untuk memperoleh pelayanan jasa angkutan atas barang yang dikirimnya. Pada prakteknya, pengirim barang bukanlah pemilik barang. Karena pemilik barang itu lazimya menyerahkan pengiriman barangbarang itu kepada orang lain, yang didalam pengangkutan di laut disebut dengan ekspeditur (ekspeditur diatur dalam Pasal 86 s/d 90 KUHD). Sesuai dengan Pasal 86 KUHD, maka ekspeditur ialah orang yang pekerjaannya menyuruh mengangkut barang-barang perniagaan dan barang-barang di darat atau di perairan. Mengenai siapa yang dimaksudkan dengan pihak pengirim barang, KUHD sama sekali tidak memberikan rumusannya. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa pengirim barang itu bisa pihak pemilik barang itu sendiri, juga bisa orang lain. The Hague Rules 1924 juga tidak memberikan rumusan tentang siapa yang diartikan dengan pengirim barang. Mengenai rumusan siapa yang dimaksudkan dengan pengirim barang itu hanya kita jumpai ketentuannya di dalam The Hamburg Rules 1978 di dalam Pasal 1 ayat 3 yang berbunyi : Shipper means any person by whom or in whose name or on whose behalf a contract of carriage of goods by sea has been concluded with a carrier, or any person by whopm or in whose behalf to the

goods are actually delivered to the carrier in relation to the contract or carriage by sea. 2. Pihak penerima barang. Siapa yang dimaksudkan dengan pihak penerima barang itu di dalam perjanjian pengangkutan di laut telah ditentukan, bahwa mereka yang namanya tertulis di dalam konosemen kepada siapa barang-barang yang diangkut itu harus diserahkan oleh pengangkut. Pasal 506 ayat 2 KUHD menyebutkan : Bahwa penerima barang itu dapat disebutkan namanya (op naam) dapat juga disebutkan sebagai pihak yang ditunjuk oleh pengirim maupun orang ketiga (aan order) dan dapat juga disebutkan sebagai pembawa (aan toonder), baik dengan atau tanpa menyebutkan nama seseorang tertentu di sampingnya. Di dalam The Hague Rules 1924 tidak kita jumpai ketentuan tentang siapa yang disebut sebagai penerima barang itu. Hanya The Hamburg Rules 1978 Pasal 1 ayat 4 menentukan bahwa yang dimaksud dengan penerima barang itu ialah mereka yang diberi atau memperoleh hak untuk menyerahkan barang. Sedangkan pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan penumpang, yang terkait adalah : 1. Pihak pengangkut (penyedia jasa angkutan) yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan penumpang dan

berhak atas penerimaan pembayaran tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah ditetapkan. 2. Pihak penumpang (pengguna jasa angkutan) yakni pihak yang berhak mendapatkan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berkewajiban untuk membayar tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah ditetapkan. Pihak-pihak yang telah diuraikan diatas merupakan pihak-pihak yang secara langsung terkait pada perjanjian pengangkutan. Disamping pihak yang terkait secara langsung, ada juga mereka yang secara tidak langsung terikat pada pengangkutan niaga karena bukan pihak, melainkan bertindak atas nama atau untuk kepentingan pihak lain, seperti ekspeditur, agen perjalanan dan termasuk juga perusahaan bongkar muat. Mengenai pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan bongkar muat barang di laut ada beberapa pihak, yaitu Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) sebagai penyedia jasa, Gabungan Forwarder Dan Ekspedisi Indonesia (GAFEKSI), Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), Gabungan Perusahaan Eksportir Indonesia (GPEI) dan Indonesian National Shipowners Association (INSA) sebagai pengguna jasa, dan pemilik barang itu sendiri. C. Dokumen-Dokumen Dalam Pengangkutan Barang Di Laut Dokumen angkutan adalah segala bentuk dokumen maupun surat-surat yang diperlukan sebagai prasyarat untuk menjamin kelancaran dan keamanan pengangkutan barang dan/ atau penumpang dengan kapal laut. Pentingnya dokumen-dokumen tersebut dalam pengangkutan di laut tidak dapat disangkal

lagi. Berbagai dokumen yang ada dalam kapal harus dipersiapkan seluruhnya sebelum kapal berangkat dari pelabuhan asal. Ada beberapa dokumen penting dalam pengangkutan barang di laut, antara lain yaitu : 14 1. Manifest kapal 2. Bill of Lading/ konosemen 3. Certificate of insurance 4. Commercial invoice 5. Certificate of origine 6. Weight and measurement list 7. Packing list 8. Certificate lainnya Ad. 1 Manifest kapal Manifest adalah suatu dokumen di kapal yang menerangkan seluruh jumlah dan jenis barang-barang yang diangkut dalam kapal tersebut. Demikian juga halnya dalam kapal yang mengangkut penumpang, terdapat dokumen manifest yang memuat daftar nama-nama dan jenis kelamin dari seluruh penumpang yang diangkut dalam kapal tersebut. Jadi manifest merupakan suatu dokumen induk yang sangat penting dalam pengangkutan barang maupun pengangkutan penumpang dengan kapal laut. Sebelum kapal berangkat (berlayar) dari pelabuhan asal manifest harus sudah 14. Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Di Laut, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hlm. 145

selesai dan telah dimuat data-data yang sebenarnya tentang jumlah dan jenis barang maupun jumlah dan jenis kelamin penumpang. Biasanya manifest kapal dibuat dalam beberapa rangkap dengan isi dan maksud yang sama, dimana manifest itu biasanya ada yang dibawa mengikuti perjalanan dengan kapal itu dan ada yang tinggal di pelabuhan asal yang disimpan oleh perusahaan pelayaran yang mengoperasikan kapal tersebut. Ada juga yang menyatakan manifest itu sebagai suatu dokumen perjalanan (shipping document) dan hanya dipergunakan untuk keperluan intern oleh pihak pengangkut. Dokumen manifest kapal ini sangat penting, karena dengan tercantumnya barang-barang yang diangkut dalam manifest, berarti barang-barang tersebut telah dimasukkan/ dimuat secara sah ke dalam kapal. Demikian juga halnya dengan manifest kapal pada kapal penumpang, maka seluruh penumpang yang terdaftar dalam manifest kapal tersebut, maka mereka dianggap sebagai penumpang yang sah dan telah memenuhi kewajibannya sebagai penumpang. Ad. 2 Bill of lading/ konosemen a. Pengertian dan Pengaturannya Bill of lading adalah tanda terima barang yang telah dimuat di dalam kapal laut, yang juga merupakan documents of title yang berarti sebagai bukti atas pemilikan barang, dan di samping itu merupakan bukti dari adanya perjanjian pengangkutan barang-barang melalui laut. 15 Di dalam KUHD, pengertian Bill of lading (konosemen) terdapat dalam Pasal 506 yang menyebutkan : 15. Amir M.S, Seluk Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri, Suatu Penuntun Impor & Ekspor, Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, 1993, hlm. 57.

Konosemen adalah sepucuk surat yang ditanggali, dimana pengangkut menyatakan bahwa ia telah menerima barang-barang tertentu untuk diangkutnya ke suatu tempat tujuan yang ditunjuk dan disana menyerahkannya kepada orang yang ditunjuk, beserta janji-janji apa penyerahan akan terjadi. Dari ketentuan Pasal 506 KUHD itu, maka fungsi konosemen adalah sebagai berikut : 1) Dokumen angkutan 2) Dokumen penerimaan barang oleh pengangkut 3) Dokumen hak pemilikan atas barang dan yang dapat dipindahtangankan (dokumen of title) Di dalam konvensi-konvensi internasional pengangkutan di laut seperti The Hague Rules 1924 maupun dalam The Hamburg Rules 1978, mengenai konosemen (Bill of lading) juga ada diatur. Menurut The Hague Rules dijelaskan antara lain bahwa sesudah menerima barang-barang di dalam kekuasaannya, pengangkut atau nakhoda atau agen pengangkut hendaknya atas permintaan pengirim menerbitkan konosemen yang menyatakan antara lain : 1) Merek-merek utama yang diperlukan sebagai tanda pengenal atas barang-barang seperti yang telah disiapkan oleh pengirim secara tertulis sebelum pemuatan barang-barang itu dimulai. Merek-merek tersebut dapat di cap atau dengan cara lain, yang dapat nampak jelas pada barang-barang jika tidak ditutup, atau bila ditaruh dalam peti-peti atau dalam bingkisan, sedemikian rupa sehingga dalam keadaan biasa merekmerek itu tetap dapat dibaca sampai akhir perjalanan.

2) Jumlah koli atau potong barang, begitu juga banyak atau beratnya, bagaimanapun keadaannya, sama seperti yang telah diberitahukan pengirim secara tertulis. 3) Keadaan barang-barang yang tampak dari luar, asalkan pengangkut, nakhoda atau agen pengangkut tidak berkewajiban untuk mencatat atau menyatakan dalam konosemen bahwa beberapa merek, jumlahnya atau beratnya, terhadap mana dia mempunyai alasan yang masuk akal untuk mencurigai bahwa keterangan-keterangan tersebut tidak memberikan gambaran yang tepat tentang adanya barang-barang yang benar-benar diterima atau terhadap mana dia tidak mempunyai alat-alat yang pantas untuk mengadakan percocokan (Pasal III ayat 3 The Hague Rules). Konosemen (Bill of lading) merupakan bukti yang kuat bahwa pengangkut telah menerima barang sesuai dengan yang diuraikan di dalam konosemen tersebut. Di samping itu pengirim juga dianggap telah memberi jaminan kepada pengangkut tentang keseksamaan/ ketelitian mengenai merek-merek, jumlah, banyaknya dan beratnya barang-barang pada saat pengapalan, sebagaimana yang telah diberitahukan olehnya. Sedang dalam The Hamburg Rules 1978, mengenai Bill of lading (konosemen), dalam article 1 (7) disebutkan : Bill of lading (konosemen) adalah dokumen yang membuktikan adanya kontrak pengangkutan laut dan pengambilalihan atau pemuatan barangbarang oleh pengangkut, dengan mana pengangkut melakukan penyerahan barang-barang atas dasar penyerahan dokumen. Suatu ketentuan dalam dokumen yang menyatakan bahwa barang-barang harus diserahkan kepada orang tertentu yang ditunjuk, atau kepada pengganti atau kepada pembawa, menimbulkan wewenang untuk melakukan perbuatan semacam itu.

Dari rumusan Pasal 506 KUHD tersebut maupun berdasarkan konvensikonsvensi internasional, maka konosemen sebagai perjanjian pengangkutan (condition of carriage) menyangkut 3 pihak, yaitu : 1) Pengangkut (carrier) 2) Pengirim (shipper) 3) Penerima (consignee) Bill of lading (konosemen), biasanya dikeluarkan dalam set lengkap yang lazimnya terdiri dari rangkap 3 (full set B/L) yang penggunaannya adalah sebagai berikut : 1) Satu lembar untuk shipper 2) Dua lembar untuk consignee atau penerima barang Akan tetapi mungkin juga consignee menuntut supaya full set diserahkan kepadanya. Untuk setiap lembar orisinil bill of lading berlaku hukum one for all and all for one yang berarti bilamana salah satu dari lembar-lembar orisinil itu telah ditukarkan dengan delivery order maka lembar-lembar yang lain dengan sendirinya menjadi batal. Jumlah lembar B/L yang dikeluarkan disebutkan dalam alinea terakhir dari bill of lading itu. 16 Pasal 507 KUHD juga mengandung asas Clausa Cassatoria (one for all and all for one). Ini berarti bahwa kalau satu eksemplar telah diperalihkan, maka yang lain sudah tidak berlaku lagi, dengan Clausa Cassatoria ini bagi pengirim barang tidak ada permasalahan dalam jumlah berapa konosemen itu diterbitkan asal dalam penerbitannya isi dan bunyi yang terdapat dalam konosemen itu adalah sama. 16. Ibid, hlm. 58

Di Indonesia, untuk tiap-tiap konosemen yang asli yang isi dan bunyinya sama dan telah pula ditandatangani (signed original copies) diwajibkan untuk ditempel materai dan karenanya maka pengirim hanya menghendaki eksemplar konosemen yang benar-benar ia butuhkan. Kalau konosemen itu diterbitkan dalam jumlah yang lebih dari syarat yang diperkenankan, maka kelebihan eksemplar itu hanya berfungsi administratif saja, misalnya sebagai pertinggal atau untuk kepentingan kantor, sehingga untuk itu dapat disebut sebagai copy konsemen. Yang disebut copy konosemen itu adalah hanya lembaran yang diperlukan oleh pengangkut guna menyertai barang muatan selama berlangsungnya pengangkutan berbarengan dengan manifest dan resi mualim dan yang lazim disebut dengan captain s copy. b. Jenis-Jenis Konosemen Dilihat dari sudut dapat atau tidak diperalihkannya konosemen (Bill of lading) dengan cara endosemen, maka konosemen (Bill of lading) itu dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu : 1) Konosemen atas nama atau recta bill of lading 2) Konosemen order Pada konosemen atas nama (op naam), nama penerima barang harus dicantumkan secara jelas di dalam konosemen dalam bagian kolom yang disediakan untuk itu. Ini berarti bahwa barang yang disebut di dalam konosemen tersebut hanya boleh diterima oleh mereka yang disebut namanya di dalam konosemen. Sebagai penerima bisa orang perseorangan (naturlijk persoon) atau suatu badan hukum (recht persoon). Sebagai penerima bisa juga orang lain yang bertindak atas nama penerima barang tersebut, asal untuk itu dikuasakan untuk

menerima barang dan ia telah membubuhkan tanda tangannya pada halaman muka konosemen sebagai tanda penerimaan barang-barang, sedang orang lainnya tidak dapat menerima barang-barang tersebut. Pengangkut berwenang menolak menyerahkan barang yang disebutkan dalam konosemen apabila seseorang yang menunjukkan konosemen pada pengangkut syarat tanda tangan dari penerima yang disebut dalam konosemen atau kuasanya tidak ada. Jika terjadi kesalahan dalam penyerahan barang karena sebab adanya kelalaian atau kekhilafan dari pengangkut atau agennya, maka pihak penerima barang sebagai pemilik sah atas barang-barang tersebut dapat mengadakan tuntutan terhadap pengangkut atau agennya lewat saluran hukum. Dan keadaan demikan ini pengangkut itu dalam kedudukan yang lemah. Namun sebaliknya, kalau karena suatu sebab konosemen asli belum diterima oleh penerima barang, maka pengangkut berwenang untuk mengambil kebijaksanaan guna menyerahkan barang-barang yang terdapat dalam konosemen itu kepada orang lain yang dapat membuktikan dengan benar, bahwa ia adalah pihak yang berhak atas barang-barang itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam konosemen atau captain s copy. Ada pula kemungkinan setelah barangbarang diserahkan kepada penerima, maka pihak penerima dapat segera menyerahkan konosemen yang asli itu, karena mungkin setelah selesai menyerahkan barang-barang kapal harus segera berangkat. Adapula kemungkinan setelah barang-barang diserahkan kepada penerima, pihak penerima tidak dapat segera menyerahkan konosemen yang asli, sedangkan kapal harus segera meninggalkan pelabuhan. Pada konosemen dengan klausula order dikenal adanya beberapa bentuk :

1) Penempatan kalusula order saja 2) Order of Shipper 3) Order of Bank Dalam praktek pelayaran niaga juga dikenal 2 (dua) macam Bill of lading, yaitu : 1) Received for shipment bill of lading 2) Shipped on board bill of lading Di samping pembagian tersebut di atas, penggolongan Bill of lading dapat dibedakan berdasarkan keadaan barang yang diterima untuk dimuat sebagai berikut : 1) Clean bill of lading 2) Unclean bill of lading Ad. 3 Certificate of Insurance Certificate of insurance adalah polis asuransi untuk melindungi barangbarang yang dikirim melalui laut (kapal laut - marine insurance) terhadap risiko laut yang mungkin terjadi, akan tetapi yang tidak dikehendaki. Dokumen asuransi ini diperlukan, jika penjualan dilakukan dengan kondisi C.I.F (Cost Insurance Freight). Dalam hubungan jual beli barang internasional, kondisi seperti ini pembeli yang bertanggung jawab membayar premi asuransi serta mengasuransikan barang-barang yang diekspor itu. Ad. 4 Commercial Invoice Commercial invoice (faktur perdagangan) yaitu merupakan dokumen utama yang dimuat dari formulir eksportir, akan tetapi isinya tidak boleh menyimpang

dari peraturan-peraturan di negara eksportir. Faktur ini berisi jumlah, jenis kualitas, dan harga barang disertai pula dengan syarat-syarat penjualan (F.O.B; C dan F; CIF dan lain sebagainya). Ad. 5 Certificate of Origine Certificate of origine (surat keterangan asal barang) adalah dokumen yang menyebutkan negara asal dari barang yang diangkut. Tujuan utama dari dokumen ini ialah untuk mendapatkan hak untuk kelonggaran bea bagi suatu produk di negara importir atau mungkin juga untuk membuktikan bahwa produk itu di produsir oleh negara eksportir (asal barang). Ad. 6 Weight and Measurement List Weight and measurement list (daftar berat dan ukuran barang) harus ditulis dengan menyebutkan tidak ada salah pengertian dan penafsiran. Untuk maksud itu daftar berat barang dan ukurannya biasanya dibuat oleh perusahaan pelayaran atau oleh perusahaan yang diakui pemerintah. Ad. 7 Packing List Packing list (daftar isi packing) umumnya dipergunakan untuk barangbarang ekspor yang dipakai dalam peti-peti atau karton-karton yang menyebutkan isi masing-masing peti atau karton. Packing list walaupun tidak selalu diperlukan, namun bagi pengangkut penting untuk mengetahui bagaimana sebenarnya kondisi pengepakan barang yang diangkut. Ad. 8 Certificate of Analysis (Inspection)

Certificate ini diperlukan untuk produk-produk yang sulit diketahui komposisi persenyawaan kimia yang terdapat dalam produk tersebut. Misalnya untuk minyak esteris atau untuk mengetahui kadar sesuatu zat yang terkandung dalam produk yang diekspor itu. Certificate of analysis biasanya diterbitkan oleh badan yang independen, yang diperlukan untuk keperluan analisis pihak-pihak tertentu. Certificate of health biasanya diperlukan untuk mengekspor ataupun mengimpor hewan atau produksi dari laut, tulang hewan dan tanaman. Certificate semacam ini diperlukan untuk menerangkan bahwa produksi ekspor atau impor yang diangkut itu tidak mengandung penyakit atau hama penyakit yang berbahaya. Certificate ini dapat diperoleh dari pihak karantina pertanian yaitu karantina hewan dan karantina tumbuhan. Sanitary certificate diperlukan untuk ekspor bahan baku yang memuat keterangan bahwa bahan baku itu bebas dari hama penyakit. Ada kalanya ada beberapa negara tertentu mengenai sanitary regulation tersebut dilaksanakan dengan sangat ketat sekali.

BAB III HUBUNGAN PERUSAHAAN BONGKAR MUAT DENGAN PIHAK TERKAIT A. Hak Dan Kewajiban Perusahaan Bongkar Muat Perusahaan Bongkar Muat (PBM) adalah Badan Hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk menyelenggarakan dan mengusahakan kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal. 17 Sedangkan penyedia jasa bongkar muat adalah perusahaan yang melakukan kegiatan bongkar muat (Stevedoring, Cargodoring dan Receiving/ Delivery) dengan menggunakan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) dan peralatan bongkar muat. 18 Stevedoring adalah pekerjaan membongkar barang dari/ kapal ke dermaga/ tongkang/ truk atau memuat barang dari dermaga/ tongkang/ truk ke dalam kapal sampai dengan tersusun dalam palka kapal dengan menggunakan derek kapal atau derek darat. 19 17. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 14 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang Dari Dan Ke Kapal, Pasal 1 angka 14 18. Ibid, Pasal 1 angka 17 19. Ibid, Pasal 1 angka 5