PERAN EDUKASI MUSEUM MUSEUM BATIK DI PEKALONGAN SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN BATIK 1

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Peran edukasi..., Zahir Widadi, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 4 MUSEUM BATIK DI PEKALONGAN SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN BATIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

UNIVERSITAS INDONESIA PERAN EDUKASI MUSEUM STUDI KASUS MUSEUM BATIK DI PEKALONGAN TESIS ZAHIR WIDADI

BAB I PENDAHULUAN. GambarI.1 Teknik pembuatan batik Sumber: <

Kerajinan Batik Tulis

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 5 PEMBELAJARAN DAN PELESTARIAN TENUN DI MUSEUM

MUSEUM BATIK DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia

SAMBUTAN MENTERI PERDAGANGAN PADA ACARA HARI BATIK NASIONAL PEKALONGAN, 3 OKTOBER 2011

MUSEUM BATIK YOGYAKARTA Oleh : Pinasthi Anindita, Bharoto, Sri Hartuti Wahyuningrum

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Komunikasi dan edukasi..., Kukuh Pamuji, FIB UI, 2010.

Bangga Menggunakan Batik Tulis. PROFIL PERUSAHAAN

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

KONSEP KOMUNIKASI DAN EDUKASI MUSEUM ISTANA KEPRESIDENAN Kukuh Pamuji

BAB I PENDAHULUAN. dari UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009 sebagai Masterpiece of Oral and

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diupayakan langkah-langkah ke arah peningkatan kualitas pendidikan, dari mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki tradisi dan hasil budaya yang

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN GELAR BATIK NUSANTARA 2015 JAKARTA CONVENTION CENTER JUNI 2015

BAB1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kota Jakarta Barat D.K.I. Jakarta Batik Betawi

Bab 2 Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR

Melestarikan Budaya Dengan Membuka Usaha Galeri Batik

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (2015: 116), sebanyak 250 juta masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PERESMIAN ACARA PESONA BATIK PESISIR UTARA JAWA BARAT. Di Hotel Sari Pan Pasific. Tanggal, 19 Mei 2016.

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG. PENGGUNAAN LABEL "batik Pekalongan"

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENCIPTAAN BATIK MEDAN

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV PENUTUP. di daerah tersebut. Begitu pula di Banjarnegara, selain keramik klampok

MUSEUM BATIK INDONESIA DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR KONTEMPORER DI TMII

BAB IV VISUALISASI. sesuai dengan semboyan Pati Bumi Mina Tani. Pengembangan visual desain batik

BAB I GAMBARAN USAHA. India, Cina, Thailand, dan terakhir Malaysia, mengakui bahwa Seni Batik berasal

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Total Penjualan di Negara Tujuan Ekspor Batik (Liputan 6.com, 2013) Negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah organisasi, perusahaan maupun lembaga, baiknya yang sifatnya profit

BAB I PENDAHULUAN. gudang tempat menyimpan barang-barang antik seperti anggapan

SENTRA BATIK TULIS LASEM Nanda Nurani Putri BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Tengah. Pekalongan dikenal sebagai salah satu penghasil batik yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Harus diakui saat ini para wisatawan berkunjung ke suatu daerah di

BAB I PENDAHULUAN. tertentu ( diakses pada tanggal 12 Maret 2014).

Lokasi yang direkomendasikan Peruntukan lahan Zoning plan Rencana tapak Zona skematik Arsitektur bangunan Tata pamer Program ruang MUSEUM BATIK

Rasjoyo MODEL. Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Ayo Belajar Batik. untuk Kelas VI SD dan MI PT TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SOLO

BAB I PENDAHULUAN. merawat, meneliti, dan memamerkan benda-benda yang bermakna penting bagi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN KEBIJAKAN PROGRAM DAN ANGGARAN DITJEN KEBUDAYAAN TAHUN 2016

MUSEUM BATIK PEKALONGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR NEO-VERNAKULAR

BAB I PENDAHULUAN. mengunjungi museum berasal dari berbagai kelompok pendidikan. Siswa baik dari

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1

BAB III DATA PROYEK Data Proyek : Museum Batik Danar Hadi. : Jl. Brigjen Slamet Riyadi 261, Surakarta

BAB 7 PENUTUP. Visi Museum La Galigo belum menyiratkan peran museum sebagai pembentuk identitas Sulawesi Selatan sedangkan misi

PENGENALAN TEKNOLOGI DASAR (PTD)

Nama jenis produk kerajinan tekstil beserta gambar dan komentarnya

BAB III KONSEP PERANCANGAN A.

MUSEUM NEGERI PROVINSI LAMPUNG SEBAGAI INSTITUSI PENDIDIKAN INFORMAL PENDUKUNG PEMBELAJARAN IPS TINGKAT SMP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Batik ialah seni kerajinan yang ada sejak zaman kerajaan Majapahit abad

1.6 Manfaat a. Melestarikan batik sebagai warisan kekayaan budaya indonesia. b. Menambah pengetahuan masyarakat tentang batik.

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad XVIII atau awal

BERITA NEGARA. No.1486, 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Indonesia. Warisan Budaya Takbenda. Pelaksanaan.

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Dari segi peristilahan, kata potensi berasal dari bahasa Inggris to patent yang

KEBUDAYAAN. Budaya Benda (Tangible) Budaya Takbenda (Intangible)

PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI KURIKULUM MUATAN LOKAL DI KELAS V SDN SAPURO 05 PEKALONGAN TAHUN AJARAN 2013/2014

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada awal abad ke-20 memberikan dampak besar bagi museum-museum di Eropa.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan tradisi dan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia yang perlu digali, dipelihara dilestarikan, dan dilindungi secara

of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009.

BAB III METODE PENCIPTAAN. Batik Lukis (Batik Tulis) diajukan konsep berkarya. Pada dasarnya, manusia baik

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI PERSENTASE PRINTING, BATIK TULIS DAN BATIK CAP DI BLOK VIP International Batik Center (IBC) PEKALONGAN

PEKALONGAN BATIK CENTER

BAB II METODE PENULISAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

GALERI SENI UKIR BATU PUTIH. BAB I.

PUSAT BATIK DI PEKALONGAN (Showroom,Penjualan,Pelatihan Desain,dan Information center)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul MONUMEN BATIK SOLO Monumen Batik : Solo :

BAB I PENDAHULUAN. Selain keberagaman kebudayaan Indonesia, juga dikenal sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik.

BAB I PENDAHULUAN. baik dibanding dengan tahun lalu. Kondisi ini tidak lepas dari pembangunan

IbM PELATIHAN KETRAMPILAN MEMBUAT BATIK PROBOLINGGO DIHIASI PAYET DI JREBENG KULON

Transkripsi:

PERAN EDUKASI MUSEUM MUSEUM BATIK DI PEKALONGAN SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN BATIK 1 Zahir Widadi, M.Hum Program kekhususan Museologi Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Email: zahirwidadi@hotmail.com 1. Pengantar Sekarang ini kebutuhan sumber daya pendidikan di kabupaten/kota melalui pelayanan museum mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan dengan banyaknya program pendidikan nasional terhadap sekolah sekolah di daerah yang memiliki pendidikan berbasis keunggulan lokal sehingga museum menjadi salah satu sumber daya pendidikan yang tepat untuk mendukung kegiatan belajar di luar sekolah. Hal tersebut di atas dijelaskan juga oleh Ambrose dan Paine (2007:48) bahwa secara umum museum mempunyai tiga peranan dalam masyarakat. Pertama, memastikan perawatan dan konservasi warisan budaya. Kedua, memberikan dukungan kepada institusi pendidikan, memberikan fasilitas kegiatan belajar, kegiatan budaya dan ketiga, membangun identitas di lokasi tempat mereka berada. 2. Museum Batik di Pekalongan dan Penggunanya Museum Batik di Pekalongan merupakan museum swasta yang didirikan oleh Yayasan Kadin Indonesia dan diresmikan oleh Bapak Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 12 Juli 2006. Museum ini menempati salah satu gedung milik Pemerintah Kota Pekalongan yang merupakan eks Balai Kota Pekalongan dengan luas tanah 3.675 M2 dan luas bangunan 2.500 m². 1

Tujuan pendirian Museum Batik di Pekalongan agar dapat menjadi tempat referensi, dokumentasi, koleksi batik dan peralatan batik, kepustakaan, pusat data dan kegiatan penelitian, pengkajian dan pendidikan termasuk pengembangan teknologi batik dan juga mampu mendorong kegiatan ekonomi untuk lebih tumbuh dan berkembang. Museum ini menyimpan khusus koleksi kain batik. Batik adalah bahan kain tekstil dengan pewarnaan menurut corak khas Indonesia dengan menggunakan lilin batik sebagai zat perintang warna. Seni batik merupakan kreasi yang mempunyai arti tersendiri, yang dihubungkan dengan tradisi, kepercayaan dan sumber-sumber kehidupan yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. Dewasa ini batik telah dijadikan salah satu pakaian nasional Indonesia. Bahkan batik telah menjadi ciri khas identitas bangsa Indonesia. (Kardi, 2005). Koleksi kain batik berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Jenis kain panjang dan kain sarung batik dengan berbagai motif batik dan makna simboliknya dari berbagai daerah sehingga pengunjung akan lebih mudah untuk mengenal batik dari berbagai daerah di Museum Batik di Pekalongan tanpa harus berkunjung ke daerah asalnya. Selain keunggulan tersebut, museum ini berada di tengah tengah sebagian besar masyarakat yang hingga kini aktifitas sehari harinya terkait dengan usaha membatik sebagai mata pencaharian masyarakat yang tinggal di sekitar museum, meliputi pedagang bahan-bahan material batik, pembuat alat batik, perajin batik, pedagang batik, pemerhati batik hingga konsumen batik, dan museum juga berada dalam lingkungan sekolah yang memberikan pelajaran muatan lokal membatik kepada pelajar. Selama ini pengunjung Museum Batik di Pekalongan berasal dari dua kelompok. Pertama, pengunjung dari kalangan pelajar/mahasiswa yang terdiri dari pelajar tingkat TK/SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi. Kelompok kedua berasal dari masyarakat umum yang berasal dari masyarakat lokal, nasional dan internasional. Berdasarkan data pengunjung Museum Batik di Pekalongan pengunjung yang berasal dari kalangan masyarakat lokal memiliki persentase tertinggi yaitu 31,91%, di urutan kedua adalah dari kalangan pelajar, TK/SD dengan persentase 2

yaitu 28,53%, di urutan ketiga adalah pelajar tingkat SLTP dengan persentase 14,06% dan urutan keempat adalah siswa tingkat SLTA dengan persentase 9,39%, di urutan kelima dari kelompok pengunjung dari kalangan masyarakat nasional dengan persentase 7,41%. Sementara itu pengunjung dari kalangan Perguruan Tinggi total jumlahnya sangat kecil 1.02% dan pengunjung dari kalangan manca negara memilki jumlah terendah dengan persentase 0,41%. (Laporan Museum Batik, 2010) Berdasarkan data tersebut dapat dinyatakan kelompok pengunjung kalangan pelajar dan mahasiswa memiliki jumlah lebih banyak jika dibandingkan dengan kelompok kalangan umum sehingga jumlah tersebut mendapat perhatian khusus dari pihak museum. Oleh karenanya itu tidak mengherankan jika Museum Batik di Pekalongan telah menjadi tempat tujuan belajar mengenai batik di luar lingkungan sekolah. Selain peluang sebagai tempat belajar batik terhadap pelajar, Museum Batik di Pekalongan juga memiliki peluang memberi edukasi batik kepada masyarakat umum. Jumlah penduduk Kota Pekalongan sebanyak 261.745 jiwa. Kota ini memiliki luas daerah lebih kurang 45, 25 km 2 dengan sistim administrasi terdiri dari 4 Kecamatan dan 47 Kelurahan. Masyarakat yang terkait dengan usaha membatik terdiri dari perajin alat batik canting tulis, cap, pedagang bahan baku batik, pedagang batik berasal dari tiga kecamatan yaitu kecamatan Timur, Utara dan Selatan. Jumlah unit usaha tersebut meliputi 1.719 pengusaha atau pengrajin, sehingga sektor industri dan perdagangan batik ini mampu menyerap 17.438 orang tenaga kerja atau sekitar 75% dari 24.755 jumlah tenaga kerja yang ada di Kota Pekalongan (Deprerindag Pekalongan, 2008). 3. Sumber Pembelajaran Batik Dalam rangka memposisikan Museum Batik sebagai sumber pembelajaran maka museum tersebut perlu memiliki kebijakan edukasi. Seperti yang dijelaskan oleh Bruninghasus dan Knubel (2004: 119) bahwa setiap museum perlu memiliki kebijakan untuk menentukan edukasi di museum. Kebijakan tersebut mempertimbangkan hubungan yang sesuai antara edukasi yang relevan dengan koleksi, kebijakan edukasi yang mendorong kesadaran akan 3

warisan budaya, kebijakan mengembangkan kemampuan pengelola edukasi dan kebijakan edukasi yang dapat melibatkan masyarakat setempat. 3.1 Kebijakan Edukasi di Museum Kebijakan edukasi dan warisan budaya Museum Batik di Pekalongan untuk mendorong kesadaran masyarakat terhadap warisan budaya takbenda yang melekat pada batik melalui edukasi. Museum ini berupaya menyajikan pengetahuan mengenai aspek budaya takbenda yang melekat pada batik, mengingat Batik Indonesia sudah dikukuhkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya takbenda. Penyampaian makna dan pengetahuan sebagai budaya takbenda kedalam bentuk pameran perlu terlebih dahulu diinterpretasikan. Oleh karena interpretasi dapat membantu meluruskan intepretasi pengunjung yang dapat saja keliru. Hal ini bertujuan untuk melestarikan warisan budaya secara fisik melalui display dan menggugah minat publik terhadap warisan budaya (Magetsari, 2008:8). Kebijakan Museum Batik bagi pengelola edukasi atau Sumber daya manusia salah satu yang ikut menentukan keberhasilan museum dalam menyampaikan edukasi. Sebagian karyawan museum ini sudah mendapatkan pelatihan-pelatihan teknis yang dapat menunjang pekerjaan. Sedangkan karyawan yang memiliki keahlian mengenai pengetahuan batik terutama sejarah dan makna motif museum ini masih menghadapi tantangan berat untuk mempersiapkan karyawan yang memiliki bidang keahlian sesuai dengan ragam hias koleksi batik di museum. Dalam upaya mengatasi kelemahan tersebut diatas maka museum ini memiliki kebijakan edukasi bersama dengan komunitasnya. Hal ini disebabkan secara nyata edukasi mengenai batik sudah ada di masyarakat Pekalongan sebelum museum ini didirikan. Kenyataan yang kedua, koleksi kain batik yang ada di museum ini diantaranya memiliki kesamaan dalam sejarah dan budaya terhadap masyarakat yang berada sekitar lingkungan museum. Salah satunya karena secara geografis Museum Batik di Pekalongan berada di tengah-tengah masyarakat, sehingga timbul hubungan timbal baik antara museum dan komunitas setempat yang saling menguntungkan. 4

Komunitas Museum ini berasal dari kelompok masyarakat Pekalongan yang mempunyai kegiatan mata pencaharian terkait dengan produksi membatik. Hubungan timbal balik ini bagi perajin batik mempunyai daya tarik sebagai tempat referensi dan inspirasi dalam berkarya membuat motif dan warna batik, bagi pengusaha batik menjadikan museum tempat berbagi pengetahuan ketika merekan diminta sebagai narusumber dalam kegiatan belajar di museum. Bagi Musem Batik di Pekalongan selama ini kegiatan yang berhubungan dengan pengetahuan batik dan pelatihan membatik di museum telah melibatkan komunitas batik setempat sebagai instruktur. 3.2 Metode Pembelajaran Museum Batik di Pekalongan Berdasarkan pendapat Bruninghaus dan Knuble (2004:122) dalam memberikan edukasi di museum dapat menggunakan 18 metode edukasi yang terdiri dari metode edukasi menggunakan metode Display tactile, metode belajar dengan permainan, metode edukasi demonstrasi, metode Tabelau Vivant, metode pengajaran kits., metode belajar eksibisi, pemanduan dan dialog keterangan koleksi, praktik di bengkel batik, metode media audiovisual, belajar di ruang koleksi, media komputer, media belajar di perjalanan, media publikasi, metode edukasi ke luar museum dan metode kerja lapangan. Sementara itu Museum Batik di Pekalongan sudah melaksanakan beberapa metode edukasi yang lebih relevan dengan jenis koleksi batik dan lebih dibutuhkan oleh pengunjung dan masyarakat di lingkungan museum antra lain, Metode edukasi menggunakan eksibisi, Pemanduan dan dialog, Keterangan koleksi, Praktik di benkel batik. Berdasarkan urutan kebutuhan dari pengunjung Museum Batik maka dapat ditentukan skala prioritas metode yang lebih banyak diminati oleh pengunjung sebagai berikut. 3.2.1 Metode Edukasi Menggunakan Eksibisi (Didaktik ) Pameran koleksi Museum Batik Pekalongan merupakan kekuatan utama untuk menentukan edukasi. Daya tarik eksibisi museum memberikan kesan dan pengalaman bagi pengunjung untuk menentukan sikap rencana belajar di museum jika pameran museum mampu berbicara dengan efektif. Suasana ruang koleksi 5

dapat membangkitkan rasa ingin tahu bagi pengunjung. Dengan demikian melalui proses mengamati dan melihat lihat benda koleksi akan mendapatkan pemikiran tersendiri sesuai dengan kebutuhan setiap pengunjung yang berbeda beda. Hal ini sesuai dengan pendapat Black (2005:131) sesuatu yang sangat penting dan mendesak untuk diperhatikan berulang ulang yaitu apakah memang benar sudah terdapat bahan pelajaran yang akan dipelajari dari display koleksi. Tantangan utama dari ekshibisi adalah peran pemahaman koleksi dalam mendukung pembelajaran di museum (Falk dan Dierking, 2007). 3.2.2 Pemanduan dan Dialog (Didaktik) Pelayanan edukasi dengan pemanduan dan dialog sebagian besar tergantung pada medium pembicaraan. Museum Batik di Pekalongan menyampaikan informasi mengenai asal usul batik, sejarah, makna motif, proses dan bahan pembuatan pada saat pengunjung melihat koleksi. Sebagai salah satu contoh penerapan metode pemanduan dan dialog edukasi di museum yakni menanyakan pendapat pengunjung yang sedang melihat lihat pameran koleksi kain batik. Petugas edukasi dapat memulai untuk berdialog mengenai corak dan motif yang terdapat pada salah satu koleksi kain batik menurut interpretasi dari pengunjung sendiri. Apakah batik tersebut memiliki nilai budaya dan seni menurut pendapatnya, sehingga pengunjung akan mencoba untuk memberikan komentar dan bertanya setelah mendengarkan informasi yang tidak sesuai menurut pemahaman mereka. 3.2.3 Metode Keterangan Koleksi (Didaktik) Keterangan koleksi dibuat dengan tujuan untuk membantu pengunjung mengerti tentang pengetahuan yang terdapat pada koleksi. Keterangan koleksi merupakan hasil dari penelitian dari kurator Museum Batik di Pekalongan dengan cara mendapatkan informasi tambahan dari para narasumber yang menyumbangkan koleksi kain batik tersebut. Informasi yang di buat dalam keterangan koleksi terdiri dari jenis koleksi kain, jenis kain, proses pembuat, tahun motif dibuat, klasisifkasi asal daerah kolesi kain batik, ragam hias dan makna motif dan ragam hias. Tujuannya 6

untuk membatu mudahkan pengunjung mendapatkan informasi mengenai sejarah, dan teknik pembuatan. 3.2.4 Metode Pratik di Laboraturium Batik (Diskoveri) Pada mulanya masyarakat mengalami kesulitan untuk mengetahui proses membatik karena hampir setiap pengrajin batik tidak membuka pintu untuk orang umum melihat proses pembuatan di tempat produksi batik mereka. Hal ini dapat dirasakan bagi para pelajar yang mengikuti pelajaran membatik disekolah secara teori saja tetapi di museum dapat melihat dan praktek untuk mencoba membatik di laboraturium batik. Program pelatihan membatik di laboraturium Museum Batik di Pekalongan bertujuan meningkatkan kesadaran dan apresiasi generasi muda pada jajaran pendidikan TK/SD, SMP, SMU, SMK dan membangkitkan kesadaran para kepala sekolah dan guru, orang tua murid, dan masyarakat batik di Pekalongan mengenai pentingnya mentransmisikan budaya batik kepada generasi muda. Bentuk edukasi di bengkel batik yaitu belajar membatik bagi peserta yang belum mengerti membatik yang dimulai dengan membuat desain pada kertas yang transparan kemudian dipindahkan pada kain katun putih. Menutupi desain dengan lilin batik pada kedua sisi dengan canting tulis atau cap dilanjutkan dengan membuat desain ornament dengan titik titik (isen isen) untuk latar motif. Setelah itu dilanjutkan dengan proses mewarnai dengan cara mencelupkan kain yang sudah dibatik kedalam pewarna untuk mendapatkan warna yang pertama dan kemudian menutupi bagian khusus yang dikehendaki, kemudian dilanjutkan dengan proses pencelupan berikutnya untuk mendapatkan warna yang kedua dan seterusnya. Menghilangkan malam yang melekat pada kain dengan cara direbus. Setelah peserta mendapatkan pengarahan dari karyawan museum, langsung melakukan praktek membatik sendiri. Peserta dapat menggunakan canting tulis untuk batik tulis dan juga cap untuk batik cap. Museum menyediakan peralatan dan bahan untuk membatik seperti kain mori putih dan bahan perwarna. Peserta dapat membuat motif sendiri yang dikehendaki atau menggunakan pola pola yang sudah disiapkan oleh petugas museum. Semua tahapan proses 7

membatik dilakukan sendiri oleh peserta, petugas museum hanya menyampaikan cara penggunaan alat dan bahan. Pengaturan posisi ini menyatakan pengetahuan dibangun oleh mereka sendiri. Pembelajar datang untuk merealisasikan konsep dan ide yang mereka bangun sendiri (Hein, 1999:75) Program pelatihan membatik bersama pelajar dan mahasiswa ini sudah berlangsung selama 4 tahun dan program ini telah dikukuhkan oleh Badan Organisasi Dunia yang mengurusi Pendidikan dan Kebudayaan (UNESCO) dalam kategori Best Pratice di Museum Batik Pekalongan Best practise adalah program upaya perlindungan warisan budaya takbenda dengan meneruskan warisan budaya kepada generasi penerus. Menjamin rasa hormat terhadap warisan budaya dengan memberikan tempat terhormat bagi budaya batik Indonesia sebagai muatan local/mata pelajaran/bidang studi dalam kurikulum berbagai jenjang pendidikan formal, mulai dari SD/TK, SMP, SMA/SMK sampai Politeknik, dan meningkatkan kesadaran, baik pada tingkat lokal, nasional maupun internasional, akan pentingnya warisan budaya takbenda. Kegiatan pendidikan dan pelatihan budaya batik di sekolah dan perguruan tinggi di Kota Pekalongan selaras dengan Pasal 14 dan 15 Konvensi Perlindungan Warisan Budaya takbenda 2003 (Berkas Nominasi Best Practice referensi, 00318, 2009) 4. Program Edukasi di Museum Museum Batik di Pekalongan dalam menentukan program edukasi mencoba untuk disesuaikan terlebih dahulu dengan prinsip prinsip dasar program edukasi (Bruninghaus dan Knubel, 2004: 123). Kerangka kerja rencana tersebut akan membantu untuk menentukan langkah langkah proses, tujuan dan sasaran dari program edukasi tersebut. Salah satu program kerja di Museum Batik Pekalongan yaitu program edukasi praktik membatik di laboraturium batik museum. Langkah pertama yang dilakukan program tersebut dengan menentukan jawaban dari setiap pertanyaan dari kerangka kerja yang telah disediakan. Hasil dari perolehan jawaban secara keseluruhan akan saling terkait dan berhubungan sebagai sebuah program edukasi di museum. Tahapan pertanyaan dan pilihan jawaban tersebut seperti diuraikan berikut ini. 8

1. Siapa yang akan menerima edukasi membatik? (Who for) Kegiatan membatik dapat dilakukan oleh siswa mulai kelas 4 SD ke atas dan juga pengunjung umum. Lembaga yang membutuhkan adalah sekolah sekolah yang memiliki pelajaran membatik. Materi membatik perlu disesuaikan dengan kegiatan di sekolah. Selama ini Museum Batik di Pekalongan memposisikan diri sebagai tempat ujian praktik membatik. 2. Koleksi yang mana atau tema apa (Which Object / which Themes) MBP memberikan tema membuat batik sesuai dengan ketentuan sekolah. Pelajar dapat membuat taplak meja atau shawl batik. 3. Bagaimana (How) Pelaksanaan program edukasi membatik dengan cara pelajar langsung praktik membuat batik sesuai yang ditugaskan oleh pihak sekolah masing masing. Museum mempersiapkan bahan dan instruktur batik. Proses membatik mulai dari menggambar desain pada kertas, kemudian dipindahkan pada kain, desain ditutupi dengan lilin batik dan diberi warna pertama kemudian membersihkan lilin yang melekat pada kain. Proses ini dapat diulangi untuk mendapatkan warna yang kedua dan seterusnya. 4. Dengan apa atau tanpa apa (What With / What Without) Program edukasi praktik membuat batik menggunakan bahan baku kain, lilin batik, obat pewarna, canting tulis atau cap, tempat mewarnai dan tempat melepaskan malam. Kegiatan ini memerlukan ruangan khusus tempat membatik, mewarnai dan mencuci kain. 5. Kapan (When) Kegiatan praktik mambatik ini membutuhkan waktu sekitar dua jam untuk satu kelas siswa atau siswi yang berjumlah 40 sampai 50 orang setiap kelas. Kegiatan ekstrakurikuler ini biasanya dilakukan pada waktu ujian praktik sekolah sekolah berlangsung. 9

6. Apa lagi yang dapat mendukung (What Else) Kegiatan belajar membatik dapat didukung dengan petunjuk membatik, contoh-contoh pola atau motif batik dan tugas sekolah. Berdasarkan hasil perolehan jawaban tersebut di atas, maka dapat digambarkan melalui jawaban yang tercetak miring pada bagan perancangan program edukasi museum berikut. Bagan Program Edukasi Praktik Membatik Dari hasil analisis program praktik membatik pada bagan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa program membatik di museum memiliki sasaran kepada pelajar dengan media pembelajaran membuat taplak atau shawl batik. Kegiatan ini membutuhkan bahan material seperti lilin, pewarna dan kain katun, 10

alat batik. Kegiatan praktik membatik ini membutuhkan waktu dua jam dan dapat dilaksanakan pada waktu jam pelajaran sekolah. Alat bantu lain bisa yang diperlukan untuk mendukung kegiatan ini yaitu dengan pameran koleksi dan pentunjuk membatik. Dengan demikian kerangka acuan rencana program edukasi praktik membatik tersebut dapat membantu museum untuk mengetahui kelemahan dan keterbatasnya sebelum diterapkan di museum. Museum Batik akan lebih cepat mengetahui kebutuhan terhadap tenaga pengajar, peralatan dan ruangan. Museum juga dapat menentukan materi edukasi sesuai dengan sasaran peserta, sehingga museum dapat mengetahui tujuan, sasaran dan hasil dari program edukasi tersebut. 5. Penutup Sebagai penutup dapat disampaikan peran edukasi Museum Batik Pekalongan memiliki fungsi utama menyampaikan edukasi mengenai pengetahuan dan keterampilan batik kepada masyarakat luas. Pengunjung mendapatkan pengalaman belajar secara langsung melalui melihat lihat eksibis koleksi, mendengarkan pemandu, membaca keterangan koleksi dan praktik membuat batik Proses pembelajaran di Museum Batik Pekalongan adalah menggunakan teori belajar didaktik untuk program edukasi eksibisi, pemaduan dan dialog dan keterangan koleksi. Sementara itu teori belajar diskoveri digunakan untuk program edukasi praktik membatik di bengkel batik museum. Sebuah tantangan berat yang dihadapi Museum Batik Pekalongan untuk menyediakan tenaga ahli yang sesuai untuk menyajikan koleksi kain batik yang sesuai dengan makna, simbol, nilai sejarah dan budaya yang terkandung dalam benda koleksinya dan juga menyediakan para guru khusus sebagai edukator yang memiliki bidang pengetahuan koleksi batik 11

Daftar Pustaka: Asa, Kusnin, Batik Pekalongan dalam Lintasan Sejarah, Batik Pekalongan on History, Cahaya Timur Offset Yogyakarta, 2006 Ambrose, Timothy dan Crispin Paine, Museum Basics. Edisi I. USA dan Canada: Routledge, 1993 Brüninghaus, Cornelia and Knubel, Museum Education in the Context of Museum Functions, Running a Museum, A Practical Handbook, ICOM International Council of Museums, 2004 Djoemena, Nian s, Ungkapan Sehelai Batik its mystery and meaning, Djambatan, 1990 Edson, Gary dan David Dean, The Handbook for Museum, Routledge, London and New York : 1996. Format Nominasi Batik Indonesia, 2008 Hein, George E. Learning in the Museum, London: Routledge, 2002 Hooper, Eilean, Greenhill, Museum and Education, Purposes, Pedagogy, Performance, Routledge, London: 2007. Harmen C Veldhuises, Batik Belanda, 2007, Gaya Favorit Press, Jakarta Susanto, Sewan, Seni Kerajian Batik Indonesia, Balai Besar Batik dan Kerajinan, Departement perindustrian. Jakarta, 1980 Kardi, Marsam, Sejarah Perbatikan Indonesia, Makalah Seminar Jejak Telusur dan Perkembangan Batik Pekalongan, Pekalongan, 18-19 Maret 2005 Magetsari, Nurhadi, Filsafat Museologi, Makalah Seminar Dalam Rangka Peringatan Seratus Tahun, Jakarta 20 Mei 2008 van Mensch, Peter, Museology and Management: Enemies of Friends? Reinwardt Academie, Amsterdam, 2004 Museum Batik Pekalongan, Komuitas Batik Pekalongan, Pekalongan, 2008 UNESCO, Nomination for Inscription on the Representative List in 2009, (reference No. 00170), Intergovernmental Committee For The Safeguardingof the Intangible Culture Heritage, United Arab Emirates, 28 September to 2 October 2009 12

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional UNESCO, Convention For The Safeguarding of The Intangible Cultural Heritage, 2003 Watson, Sheila, Museum and Their Comunity, Routledge, 2007 13