AKTA PENGAKUN HUTANG DALAM PRAKTEKNYA DI WILAYAH KABUPATEN KARANGANYAR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang mempunyai akibat hukum dan ada hubungan yang tidak mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB I PENDAHULUAN. yang kemudian menyebar ke bagian Asean lainnya termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB I PENDAHULUAN. nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB I PENDAHULUAN. patut, dinyatakan sebagai penyalahgunaan hak. 1 Salah satu bidang hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidaklah semata-mata untuk pangan dan sandang saja, tetapi mencakup kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dana merupakan salah satu faktor penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

GADAI DAN HAK KEBENDAAN TINJAUAN YURIDIS GADAI SEBAGAI HAK KEBENDAAN UNTUK JAMINAN KREDIT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis.

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam perkembangan dunia perbankan hingga beberapa tahun

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang terikat di dalamnya. Menurut Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

Transkripsi:

AKTA PENGAKUN HUTANG DALAM PRAKTEKNYA DI WILAYAH KABUPATEN KARANGANYAR TESIS Disusun Untuk Memenuhi Persyarakata Memperoleh Derajat S2 Program Studi Magister Kenotariatan Oleh SELVIE NOVITASARI B4007183 PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERISTAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 1

2 BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat dilakukan secara sendiri tanpa orang lain. Setiap orang harus mempunyai hubungan dengan orang lain untuk memenuhi segala kebutuhannya. Ada hubungan yang mempunyai akibat hukum dan ada hubungan yang tidak mempunyai akibat hukum, hubungan yang mempunyai akibat hukum menimbulkan hak dan kewajiban, hal ini membuat hukum berkembang pesat begitu pula dengan hukum perjanjian. Dalam perkembangannya, hukum yang ada tidak dibarengi dengan kemajuan pembaharuan dibidang hukum dan perundangan. Interaksi dari masyarakat yang semakin universal (global) seringkali membawa benturan hukum dalam teori dan praktek pelaksanannya, akibat lain dari interaksi adalah munculnya berbagai ragam bentuk perjanjian. Suatu perjanjian adalah merupakan perbuatan hukum dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, sedangkan perjanjian itu sendiri merupakan salah satu sumber perikatan selain undang-undang. Ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan :

3 Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan atau perjanjian, baik karena undang-undang Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Perikatan mengatur mengenai ketentuan umum dan ketentuan khusus. Ketentuan umum memuat tentang peraturan-peraturan yang berlaku bagi perikatan pada umumnya, ketentuan umum mengatur tentang ketentuan yang dapat diberlakukan baik terhadap perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata maupun diluar KUH Perdata misalnya tentang bagaimana lahirnya perikatan, macam perikatan dan hapusnya perikatan. Ketentuan khusus memuat tentang peraturanperaturan yang banyak dipakai dalam masyarakat dan yang mempunyai nama tertentu misal : jual beli, sewa menyewa, persekutuan perdata, ketentuan khusus disebut juga Perjanjian Bernama. Pasal 1338 KUHPerdata yang tercantum dalam Buku III KUH Perdata menyatakan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan ini menunjukkan bahwa Buku III menganut asas kebebasan berkontrak dalam hal membuat perjanjian (beginsel der contractsvrijheid) 1 Ketentuan ini juga menunjukkan bahwa setiap orang leluasa untuk membuat perjanjian dengan bentuk perjanjian yang apa saja asal tidak bertentangan dengan Undang-Undang, melanggar ketertiban umum dan kesusilaan, oleh karena itu Buku III dinamakan menganut sistem yang terbuka 1 R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (PT. Intermasa, Bandung 1982). Hlm 127

4 artinya seseorang dapat membuat perjanjian diluar ketentuan yang terdapat dalam buku III, jadi buku III hanyalah merupakan pelengkap (aanvullend recht) 2. Jadi jelaslah bahwa buku III mengatur perihal hubungan hukum antara orang dengan seseorang, adapun obyek perikatan adalah prestasi. Adapun sesuatu yang dapat dituntut dalam perikatan dinamakan prestasi. Prestasi menurut Undang-Undang dapat berupa : 1) Menyerahkan sesuatu barang (misal jual-beli, tukar menukar, penghibahan, sewa menyewa) 2) Melakukan suatu perbuatan (misal : perburuhan) 3) Tidak melakukan suatu perbuatan. Oleh karena itu dalam suatu perjanjian haruslah dianggap lahir pada waktu terjadi kesepakatan antara para pihak. Orang yang hendak membuat perjanjian harus menyatakan kehendaknya dan kesediaannya untuk mengikatkan diri dan bersepakat. Jadi jelas bahwa perjanjian melahirkan hak dan kewajiban terhadap barang atau harta kekayaan bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian dan mengikat diri dalam suatu perjanjian, menyatakan kehendak dan kesediaan, di sini menunjukkan adanya sifat sukarela para pihak. Salah satu contoh perjanjian yang sering dilakukan adalah perjanjian hutang piutang, dalam praktek perjanjian ini banyak terjadi di masyarakat, di mana pada awalnya para pihak telah sepakat untuk melakukan hak dan kewajiban. Dalam hal perjanjian hutang piutang pihak yang berhak menuntut 2 Ibid Hal 128

5 dinamakan pihak berpiutang atau kreditor, sedangkan pihak yang berwajib memenuhi tuntutan itu dinamakan pihak berhutang atau debitor. Apabila orang yang berhutang tidak memenuhi kewajibannya akan disebut Wanprestasi. Seseorang dalam keadaan wanprestasi inilah maka dapat diajukan di muka pengadilan agar dapat membayar/melunasi hutangnya. Dalam KUH Perdata, perjanjian hutang piutang tersebut digolongkan sebagai perjanjian khusus dan disebut juga sebagai perjanjian bernama. Namun demikian dalam hal pemenuhannya tidak selamanya sesuai dengan apa yang telah disepakati dan diperjanjikan. Ketidak mampuan melakukan suatu prestasi atau disebut wanprestasi seringkali menimbulkan masalah, walaupun perjanjian hutang piutang dinyatakan secara jelas dan tegas dalam suatu perjanjian. Keadaan kreditor dimana dimungkinkan akan terjadi wanprestasi dalam perjanjian hutang piutang maka dalam perjanjian hutang piutang tersebut dapat minimalkan melalui pemberian atau penyerahan jaminan, pihak yang berhutang (debitor) memberikan atau menyerahkan suatu barang (benda) atau tanggungan atas miliknya sebagai jaminan terhadap pelunasan hutangnya kepada pihak yang berpiutang (kreditor). Kewajiban menyerahkan jaminan pihak debitor dalam rangka perjanjian hutang piutang sebenarnya tidak terlepas dari kesepakatan diantara para pihak. Penerimaan jaminan oleh seorang kreditor juga memperhatikan kelayakan jaminan sesuai tidak dengan jumlah utang yang dimohonkan pada kreditur.

6 Oleh karena itu pada umumnya pihak kreditor mensyaratkan adanya penyerahan jaminan tersebut sebelum memberikan pinjaman pada debitor. Jaminan yang diserahkan dari debitor kepada kreditor tujuannya adalah untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitor akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Penyerahan jaminan akan memberikan kewenangan pada kreditor untuk mendapatkan terlebih dahulu pelunasan hutangnya dari jaminan yang telah diserahkan. Dalam perjanjian hutang piutang penyerahan barang jaminan yang sering terjadi berupa tanah, ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 mengatur tentang lembaga jaminan yang disebut Hak Tanggungan apabila obyek jaminan hutang berupa tanah. Pengertian Hak Tanggungan dalam Pasal 1 UU No 4 Tahun 1996 menyatakan bahwa : Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah selanjutnya disebut dengan Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditorkreditor lain. Oleh karena itu kedudukan kreditor pemegang Hak Tanggungan memperoleh kedudukan yang didahulukan pelunasannya dibandingkan dengan kreditur lain (droit de preference), begitu pula jika terjadi wanprestasi, kreditor mudah dalam melakukan eksekusi.

7 Perjanjian hutang piutang yang terjadi dalam masyarakat, penyerahan jaminan tersebut tidak menggunakan lembaga Hak Tanggungan namun berupa gadai, Gadai menurut ketentuan Pasal 1150 KUHPerdata menyatakan : Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berhutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan Ketentuan ini menunjukkan bahwa dalam hal gadai, jaminan yang diserahkan kepada kreditor berupa (barang) bergerak dan bukan barang tidak bergerak (tanah). Di dalam masyarakat apabila terjadi hutang piutang jaminan yang diserahkan berupa barang tidak bergerak (tanah). Perjanjian hutang piutang yang dibahas dalam penulisan ini menggunakan jaminan yang berupa tanah, dimana penyerahannya dilakukan dengan cara menyerahan bukti kepemilikan hak atas tanah (sertipikat) milik debitor pada kreditor pada saat terjadi perjanjian hutang piutang. Penyerahan jaminan dilakukan secara sepakat dengan tujuan bahwa untuk menjamin pelunasan hutang debitor maka diperlukan penyerahan jaminan berupa sertipikat debitor kepada kreditor. Melalui penyerahan sertipikat pada orang yang berpiutang (kreditor) maka diberikan ijin kepada kreditor untuk menjual barang jaminan milik orang yang berhutang (debitor) guna mengambil pelunasan dari hasil penjualan

8 jaminan tersebut, apabila dalam jangka waktu yang ditentukan debitor tidak dapat melunasi hutangnya. Perjanjian hutang piutang yang dilakukan secara tidak tertulis atau lisan bisa saja terjadi karena adanya hubungan kekerabatan yang baik antara kreditor dan debitor akibatnya apabila debitor wanprestasi, kreditor mengalami kesulitan untuk menagih hutangnya. Perjanjian hutang piutang dalam bentuk tertulis yang dikuti dengan penyerahan jaminan seharusnya dapat memudahkan kreditor dalam mengambil pelunasan, apabila menggunakan lembaga jaminan yaitu hak tanggungan. Yang terjadi justru gadai sertipikat sehingga pada saat akan melakukan eksekusi kreditor menghadapi kendala walaupun sertipikat tersebut telah berada dalam kekuasaan kreditor. Berikut ini pengertian hutang piutang yang disampaikan oleh Prof. R. Subekti, S.H. 3 Perjanjian hutang piutang identik dengan perjanjian pinjam meminjam, Pasal 1754 KUH Perdata menyatakan : Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula. Sejumlah yang sama dari jenis mutu yang sama pula, ketentuan ini memberikan pengertian bahwa pihak yang menerima pinjaman memikul resiko atas barang pinjaman tersebut begitu pula dalam hal kenaikan maupun 3 R. Subekti, Aneka Perjanjian (PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 1995) Hlm 126

9 kemrosotan barang 4. Dalam hal pinjaman uang apa yang tertera dalam perjanjian hanyalah terdiri atas jumlah uang dalam jangka waktu tertentu oleh karena itu orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali apa yang telah dipinjamkan sebelum lewat waktu yang diperjanjikan (Pasal 1759 KUH Perdata). Namun dalam praktiknya walaupun jangka waktu telah dinyatakan secara pasti dalam suatu perjanjian tidak jarang jangka waktu yang diperjanjikan tersebut tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati para pihak. Dari sinilah timbul kekhawatiran orang yang berpiutang (kreditor) kepada orang yang berhutang (debitor) apabila dalam waktu yang diperjanjikan debitor ternyata tidak melunasi pinjamannya. Untuk menjamin adanya kepastian hutang piutang dan untuk memudahkan eksekusi jika debitor wanprestasi maka diperlukan suatu akta otentik yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dalam hal ini Notaris. Adapun akta yang dibuat sebagai bentuk perlindungan bagi kreditor adalah akta pengakuan hutang. Terhadap akta pengakuan hutang sebenarnya merupakan acsesoir bagi perjanjian pokok yang telah diperjanjikan lebih dulu, akta pengakuan hutang tidak akan muncul sebelum perjanjian pokok hutang piutang ada terlebih dahulu. Akta pengakuan hutang dibuat dihadapan Notaris dan menjadi kekuatan pembuktian. oleh karena akta pengakuan hutang sering digunakan dalam 4 Ibid

10 pemberian kredit pada lembaga perbankan, lembaga non bank maupun perorangan, akta pengakuan hutang ini tumbuh dalam masyarakat. Akta pengakuan hutang yang dibuat dihadapan notaris akan dikeluarkan salinan aktanya oleh Notaris berupa Grosse akta, Grosse akta yang dikeluarkan oleh Notaris mempunyai kekuatan eksekutorial, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 11 UU No.30 tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris. Kekuatan eksekutorial yang dimaksud bahwa saat debitor lalai tidak memenuhi kewajibannya maka debitur dapat langsung melakukan eksekusi pada benda jaminan. Pada pengadilan, eksekusi merupakan suatu tindakan paksa yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dan eksekusi ini merupakan tindakan lanjutan dari pemeriksaan yang lebih dulu. Dalam akta pengakuan hutang, eksekusi dilakukan karena orang yang meminjam (debitor) wanprestasi. Akta pengakuan hutang yang dibuat oleh Notaris bukan hanya digunakan bagi lembaga perbankan namun juga digunakan bagi perorangan dimana akta pengakuan hutang merupakan acsesoir bagi perjanjian pokok hutang piutang yang telah dibuat lebih dahulu. Kendala yang terjadi adalah dalam hal eksekusi, eksekusi atas jaminan tidak semudah dengan kekuatan eksekutorial yang melekat pada akta pengakuan hutang, kedudukan kreditor secara hukum dapat melaksanakan eksekusi saat debitor wanprestasi ternyata tidak memperoleh perlindungan begitu pula yang terjadi dalam wilayah Kabupaten Karanganyar.

11 Berdasarkan latar belakang ini maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut atas praktek akta pengakuan hutang. Oleh karena itu judul yang penulis ambil adalah AKTA PENGAKUAN HUTANG DALAM PRAKTEKNYA DIWILAYAH KABUPATEN KARANGANYAR. 2. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan pada latar belakang masalah sebagaimana dipaparkan diatas maka dirumuskan dua permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana kekuatan eksekusi atas Akta Pengakuan Hutang yang dibuat secara pribadi di wilayah Kabupaten Karanganyar 2. Bagaimana perlindungan hukum bagi pihak yang meminjamkan uang atau kreditor dan pihak yang menerima pinjaman uang atau debitor. 3. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Untuk mengetahui dan memahami secara lebih mendalam apa yang melatarbelakangi terjadinya akta pengakuan hutang yang dibuat secara pribadi. 2. Untuk memaparkan serta memberikan solusi bagi para pihak yang terdapat dalam akta pengakuan hutang yaitu bagi pihak yang meminjamkan uang (kreditor) dan bagi pihak yang menerima pinjaman uang (debitor).

12 4. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat bermafaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Manfaat penelitian secara teoritis diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pihak sebagai upaya dalam menyempurnakan kebijakan politik hukum, peraturan perundang-undangan maupun yurisprudensi. Melalui penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat juga bagi dunia akademis terutama sumbangan pemikiran bagi mahasiswa hukum, program pasca sarjana bidang hukum serta notaris mengenai perjanjian hutang piutang pada umumnya dan akta pengakuan hutang pada khususnya. Manfaat secara praktis bahwa melaului penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan hukum serta perlindungan hukum bagi masyarakat yang membuat suatu perjanjian dan dapat bermanfaat bagi pengembangan penelitian dimasa mendatang. 5. KERANGKA PEMIKIRAN/ KERANGKA TEORITIK Berdasar pada asas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya, Akan tetapi Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata menyebutkan bahwa setiap perjanjian haruslah dilaksanakan secara baik. Berkaitan dengan pelaksanaan suatu perjanjian sebenarnya berawal dari kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri.

13 Perjanjian hutang piutang yang banyak terjadi dalam masyarakat berawal dari kesepakatan dua pihak yaitu ada pihak yang bersedia memberikan pinjaman dan ada pihak yang menerima pinjaman. Secara ekonomi pihak yang memberi pinjaman mempunyai kelebihan uang dan karena kesediaannya bersedia untuk memberikan pinjaman pada pihak lain, sedangkan pihak yang meminjam berdasarkan tujuan atau keperluan tertentu melakukan peminjaman uang. Perjanjian hutang piutang banyak dilakukan oleh lembaga perbankan, keuangan maupun perorangan namun demikian kesemuanya berawal dari kesepakatan para pihak, bahkan adanya penyerahan jaminan menjadi hal yang dipersyaratkan dalam perjanjian hutang-piutang. Kewajiban untuk menyerahkan barang jaminan oleh pihak peminjam dalam rangka pinjaman uang juga berkaitan dengan kesepakatan diantara para pihak tersebut. Penyerahan barang jaminan dari pihak yang meminjam uang (debitor) kepada pihak yang meminjamkan uang (kreditor) didasarkan pada penilaian ekonomi, sehingga jaminan menjadi sesuatu yang dipersyaratkan untuk memperoleh sejumlah pinjaman. Oleh karena itu biasanya barang jaminan tersebut mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah uang yang dipinjam, hal ini dilakukan sebagai pengaman bagi kreditur. Artinya apanila dalam jangka waktu tertentu sebagaimana yang telah ditetapkan debitor lalai atau wanprestasi, jaminan tersebut akan digunakan untuk melunasi kewajibannya.

14 Jaminan yang diserahkan dapat berupa benda tidak bergerak (tanah) maupun benda bergerak, di dalam penulisan ini penulis memberikan pembahasan mengenai jaminan benda tidak bergerak (tanah). Pada saat debitor wanprestasi, kreditor dapat memperoleh pelunasan terlebih dahulu dan mudah melakukan eksekusi apabila kreditor menggunakan lembaga jaminan berupa Hak Tanggungan. Ketentuan Pasal Pasal 1 UU No 4 Tahun 1996 menyatakan bahwa : Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah selanjutnya disebut dengan Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Ketentuan ini menunjukkan bahwa kedudukan kreditor pemegang Hak Tanggungan memperoleh kedudukan yang didahulukan pelunasannya dibandingkan dengan kreditur lain (droit de preference), begitu pula jika terjadi wanprestasi, kreditor mudah dalam melakukan eksekusi. Dalam hal perjanjian hutang piutang dilakukan secara perorangan, penggunaan lembaga jaminan berupa Hak Tanggungan jarang diberlakukan, penyerahan bukti kepemilikan hak atas tanah (sertipikat) dari debitor kepada kreditor lebih sering digunakan, sehingga dapat penulis katakan sebagai gadai sertifikat.

15 Melalui gadai sertipikat maka diberikan ijin kepada kreditor untuk menjual barang jaminan milik orang yang berhutang (debitor) guna mengambil pelunasan dari hasil penjualan jaminan tersebut, apabila dalam jangka waktu yang ditentukan debitor tidak dapat melunasi hutangnya, oleh karena itu biasanya barang jaminan yang diserahkan mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah uang yang dipinjam. Penyerahan jaminan juga menjadi kesepakatan para pihak, dengan tujuan merupakan pengaman bagi kreditur namun terhadap jaminan yang tidak menggunakan lembaga hak tanggungan akan mengalami kendala dalam eksekusi, oleh karena itu untuk lebih amin adanya kepastian hutang piutang dan untuk memudahkan mengambil pelunasan debitor maka diperlukan suatu akta otentik yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dalam hal ini Notaris. Adapun akta yang dibuat sebagai bentuk perlindungan bagi kreditur adalah akta pengakuan hutang. Terhadap akta pengakuan hutang sebenarnya merupakan acesoir bagi perjanjian pokok yang telah diperjanjikan lebih dulu, akta pengakuan hutang tidak akan muncul sebelum perjanjian pokok hutang piutang ada terlebih dahulu. Perjanjian hutang piutang dapat dilakukan secara lisan maupun secara tertulis. Akta pengakuan hutang dibuat dalam bentuk tertulis yang dibuat dihadapan notaris akan dikeluarkan salinan aktanya oleh Notaris berupa Grosse akta, Grosse akta yang dikeluarkan oleh Notaris mempunyai kekuatan

16 eksekutorial, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 11 UU No.30 tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris. Kekuatan eksekutorial yang dimaksud bahwa saat debitur lalai lalai tidak memenuhi kewajibannya maka debitur dapat langsung melakukan eksekusi pada benda jaminan. Ketentuan perundangan tidak mengatur secara jelas mengenai akta pengakuan hutang, namun ada beberapa ketentuan yurisprudensi yang mengaturnya, dan menjadi suatu fenomena kalau akta pengakuan hutang sering terjadi dalam masyarakat. Oleh karena itu melalui penulisan ini, penulis bermaksud untuk menggambarkan keadaan hukum yang berlaku pada tempat tertentu dan melalui pendekatan yuridis empiris. Penelitian yuridis empiris dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana dari suatu peraturan sehingga perilaku yang nyata dapat diobservasi sebagai akibat diberlakukannya hukum positip dan merupakan bukti apakah telah berperilaku sesuai atau tidak dengan ketentuan hukum. Penelitian yuridis empiris berbasis pada data primer dapat diperoleh data yang akurat, disamping data sekunder dan tersier sebagai pelengkap dalam penulisan ini. Tehnik pengumpulan data yang diperoleh melalui tehnik purpose sampling, dengan mengambil sampel pada para pihak yang pernah membuat akta pengakuan hutang dimana para pihak tersebut berada pada daerahnya berdekatan serta Notaris di Kabupaten karanganyar.

17 Alasan penelitian dilakukan di Kabupaten Karanganyar karena pertumbuhan ekonomi yang pesat dalam wilayah tersebut dan tidak disertai pengetahuan hukum yang cukup, akibatnya ada pihak yang berusaha untuk meningkatkan social ekonomi hidup secara cepat dan gampang dengan cara hutang piutang. 6. METODE PENELITIAN Metode merupakan cara yang tepat untuk melakukan sesuatu sedangkan logi mogos adalah ilmu atau pengetahuan. Dengan demikian metodologi diartikan sebagai cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Dengan metode diharapkan mampu mengungkapkan kebenaran penelitian. 1) Metode Pendekatan Masalah Metode Metode pendekatan yang dilakukan adalah metode pendekatan yuridis empiris, Pendekatan Yuridis Empiris adalah suatu pendekatan yang dilakukan untuk menganalisis sejauh mana suatu peraturan perundangan hukum berlaku efektif sehingga lingkup penelitian adalah inventarisasi hukum positip yang merupakan kegiatan pendahuluan, disini peneliti tidak hanya mengungkapkan segi negatip dari suatu permasalahan namun juga segi positif sehungga dapat diberikan suatu solusi. Dalam pendekatan ini sebenarnya bagaimana menemukan law in

18 action dari suatu peraturan sehingga perilaku yang nyata dapat diobservasi sebagai akibat diberlakukannya hukum positip dan merupakan bukti apakah telah berperilaku sesuai atau tidak dengan ketentuan hukum normatif (kodifikasi atau Undang-Undang) 5. Oleh karena itu selain menggunakan pendekatan yuridis dilakukan pula pendekatan empiris yang berbasis pada analisa data primer yang diperoleh dari penelitian dilapangan melalui metode metode wawancara, sehingga diperoleh keterangan yang lebih mendalam tentang hal-hal yang berkenaan dengan berbagai faktor pendorong yang berkenaan dengan pelaksanaan dari suatu peraturan.. Dalam pendekatan yuridis penelitian ini berbasis pada analisa data primer yang diperoleh dari penelitian dengan metode wawancara. Khususnya pada notaris dan para pihak yang terkait dalam pembuatan Akta Pengakuan Hutang. 2) Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian ini bersifat Deskriptif Analistis. Penelitian deskriptif analistis menggambarkan suatu perundang-undangan yang berlaku yang kemudian mengkaitkan dengan teori hukum serta praktik pelaksanaan hukum positip yang berkenaan dengan permasalahan yang dibahas. 5 Abdulkadir Muhamad, Hukum dan Penelitian Hukum( PT Citra Aditya, Bandung, 2004), hlm 132

19 Penelitian hukum diskriptif bersifat pemaparan yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang keadan hukum ataupun perilaku nyata yang berlaku ditempat tertentu dan pada saat tertentu untuk kemudian dilakukan analisa atas keadaan tersebut, dalam hal ini adalah notaris maupun pihak terkait yang pernah membuat akta pengakuan hutang secara pribadi. 3) Sumber dan Jenis Data Data yang diperoleh dalam penelitian : a) Data primer yang diperoleh melalui : Untuk memperoleh data primer secara akurat maka penulis menggunakan metode pengumpulan data berupa : (1) Wawancara yaitu cara untuk memperoleh informasi dengan cara bertanya pada pihakyang diwawancarai terkait dengan pembuatan akta pengakuan hutang. Tujuan dilakukan wawancara agar memperoleh data yang akurat, terarah melalui pokok-pokok bahasan yang terdapat dalam daftar pertanyaan sehingga permasalahan yang ada dapat memperoleh jawaban. (2) Daftar pertanyaan yaitu melalui daftar pertanyaan yang diajukan kepada para pihak yang terkait di dalam penulisan ini, pertanyaan yang diajukan bukan hanya pada Notaris namun juga pada para pihak yang berkehendak dalam pembuatan akta pengakuan hutang (yaitu kreditor dan debitor). Adapun responden kreditor yang penulis

20 teliti bukan nama sebenarnya yaitu : bapak Jaka Palur, bapak Toni Palur, ibu Nanik tasikmadu, sedangkan debitor yaitu bok Saman, Wiji Brujul b) Data Sekunder Data yang mendukung kelengkapan dan diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan melaui hasil membaca dari berbagai literatur. Data sekunder terdiri dari : (1) Bahan hukum primer seperti Peraturan Dasar (UUD 1945), KUHPerdata, Perundangan dan Yurisprudensi. (2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat berhubungan dengan bahan hukum primer sehingga dapat membantu dalam menganalisa permasalahan seperti bahan kepustakaan yang berkaitan dengan perjanjian hutang piutang, akta pengakuan hutang, hasil-hasil penulisan maupun hasil tanya jawab mengenai grosse akta pengakuan hutang dan eksekusinya (3) Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memdukung bahan hukum primer dan hukum sekunder seperti kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia. 4) Tehnik Pengumpulan data. Data-data yang telah penulis kumpulkan baik secara primer dan sekunder akan dianalisa dan diteliti terhadap suatu populasi.

21 Populasi adalah seluruh obyek atau individu atau seluruh kejadian yang akan diteliti. Populasi dalam penulisan ini adalah Notaris dan para pihak di Kabupaten Karanganyar yang terkait dalam penulisan ini sehingga data diperoleh dapat akurat. Penarikan sampling merupakan proses dalam memilih suatu bagian populasi dan populasi yang ditunjuk adalah subyek yang ditunjuk sesuai dengan penelitian. Untuk menentukan sample yang representative diperlukan tehnik sampling. Tehnik yang digunakan adalah tehnik purpose sampling. yang dimaksud dengan purposive bahwa pengambilan sample tersbut disesuaikan dengan tujuan penelitian, penelitian tentang akta pengakuan hutang mengambil sampel pada notaris yang pernah membuat akta pengakuan hutang pribadi maupun terhadap para pihak terkait dalam akta tersebut. 5) Tehnik Analisis Data Data primer yang telah berhasil dikumpulkan dari para nara sumber baik secara wawancara maupun daftar pertanyaan akan dianalisa secara kualitatif berdasarkan bahan hukum sekunder yang diperoleh dari data kepustakaan. Selanjutnya data tersebut disajikan secara deskriptif untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan., metode penarikan yang dilakukan adalah induktif. Data-data yang telah penulis kumpulkan baik secara primer dan sekunder akan dianalisa dan diteliti serta menjelaskan uraian secara

22 logis. 6) Lokasi Penelitian. Pemilihan lokasi dalam penulisan ini adalah Kabupaten Karanganyar, dengan alasan bahwa wilayah Kabupaten Karanganyar merupakan wilayah yang berkembang baik dari segi pertanian maupun industry dan seiring pertumbuhan ekonomi, maka banyak kebutuhan dana yang diperlukan bagi pengembangan suatu kegiatan usaha namun dari para pihak tersebut tidak mempunyai pengetahuan hukum yang cukup akibatnya banyak terjadi masalah hutang piutang dan ada yang disertai dengan pembuatan akta pengakuan hutang. Untuk memudahkan pengambilan sampel, maka penulis memilih para pihak dan Notaris yang letaknya berdekatan, namun dalam pengambilan sampel ini penulis menyebutkan kreditor (bukan nama sebenarnya) yaitu bapak Sukino Sroyo, bapak Jaka Palur, bapak Toni Palur, ibu Nanik Tasikmadu serta debitor (bukan nama sebenarnya) yaitu bok Sama, Bu Wiji Brujul, Bok Mogol Jaten. Berikut data pendukung dalam penulisan diambil dari perpustakaan fakultas hukum Universitas Diponegoro, perpustakaan Universitas Sebelas Maret, kantor Notaris di Kabupaten Karanganyar dan lokasi lain yang mendukung penelitian.

23 7) JADWAL PENELITIAN Jangka waktu penelitian hukum berlangsung selama enam bulan. Pelaksanaan penelitian meliputi tahap persiapan penelitian, dan tahap penyelesaian. No Nama Kegiatan Munggu I V Minggu VI IX Minggu X - XV 1 Penyusun Proposal XXX 2 Ujian Proposal XXX 3 Penelitian Lapangan XXX 4 PenyusunanHasil Penelitian XXX 5 Penulisan Tesis XXX 8) SISTEMATIKA PENULISAN Dalam tesis ini penulis ingin mengetahui bagaimana praktek akta pengakuan hutang yang dibuat secara pribadi dalam wilayah di Kabupaten Karanganyar, karena selama ini walaupun kedudukan akta pengakuan hutang belum ada pengaturan perundangannya, dalam praktikya sering digunakan. Adapun Tesis ini disusun dalam empat Bab dengan perician sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 2. Perumusan Masalah 3. Tujuan Penelitian 4. Manfaat Penelitian

24 5. Kerangka Pemikiran/ Kerangka Teoritik 6. Metode Penelitian 7. Jadwal Penelitian 8. Sistematika Penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perjanjian. 1). Pengertian Perjanjian. 2). Syarat dan Sahnya Perjanjian. 3). Hapusnya Perjanjian. 4). Prestasi. 5). Sifat Prestasi. 6). Wanprestasi. 2. Perjanjian Hutang Piutang. 1). Pengertian dan Pengaturan. 2). Kewajiban Si Berpiutang (Kreditor) 3). Kewajiban Si Berhutang (Debitor) 4). Membayar Bunga 3. Akta Pengakuan Hutang. 1). Pengertian akta. 2). Akta Pengakuan Hutang. 3). Eksekusi Grosse Akta Pengakuan Hutang.

25 BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 1). Kekuatan Eksekusi Grosse Akta Pengakuan Hutang. 2). Perlindungan Hukum Bagi Pihak Yang Meminjamkan Uang/Kreditor Dan Pihak Yang Menerima Uang/Debitor. BAB IV PENUTUP 1). Simpulan. 2). Penutup. DAFTAR PUSTAKA. LAMPIRAN.