INTISARI Intisari ANALISIS KUALITATIF BAHAN KIMIA OBAT METAPIRON PADA JAMU PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PASAR CEMPAKA BANJARMASIN SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS Ibeni Hawa 1, Aditya Maulana Perdana Putra 2, Siska Musiam 3 Metampiron merupakan obat yang berkhasiat untuk menghilangkan nyeri, menurunkan demam, peradangan seperti rematik dan encok. Efek samping yang paling bahaya jika digunakan dalam jangka panjang atau dalam dosis tinggi dapat secara mendadak menimbulkan kelainan darah yang disebut dengan agranulositosis. Berdasarkan hasil penemuan BPOM pada tahun 2013 ditemukan 59 produk jamu mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) salah satunya Metampiron yang beredar dipasaran. Tujuan dilakukan penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya kandungan Metampiron pada jamu pegal linu yang beredar di pasar Cenpaka Banjarmasin. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode analisis kualitatif dengan kromatografi lapis tipis. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin dari tanggal 28 Nopember sampai tanggal 2 Januari 2016. Analisis kromatografi lapis tipis menggunakan eluen dari campuran metanol dan amonia 25 % dengan perbandingan 100 : 1,5. Plat KLT menggunakan silika gel GF 254. Teknik sampling yang digunakan yaitu sampling jenuh. Jumlah sampel jamu pegal linu yang digunakan adalah 15 sampel yang diambil dari toko obat di Pasar Cempaka Banjarmasin. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh Rf Metampiron yaitu 0,72 (± 0.02). Dari Nilai Rf tersebut dibandingkan dengan Nilai Rf ke-15 sampel jamu pegal linu maka diperoleh hasil 12 sampel atau 80% dari total sampel positif mengandung Metampiron. Kata Kunci : Metampiron, Jamu Pegal Linu, KLT
ABSTRACT Abstract QUALITATIVE ANALYSIS OF METAMPHYRON CHEMICALS IN PEGAL LINU HERBAL MEDICINE CIRCULATE IN PASAR CEMPAKA BANJARMASIN BY USING THIN-LAYER CHROMATOGRAPHY Ibeni Hawa 1, Aditya Maulana Perdana Putra 2, Siska Musiam 3 Metamphyron is a medicine used to relieve pain, reduce fever, and treat inflammation such as rheumatism and gout. The most serious long term side effect is a sudden rise of blood disorders which is called agranulocytosis. Based on the findings in 2013, BPOM found 59 herbal medicine products contain chemicals drugs which one of them is Metamphyron circulated in the market. Therefore, this research is needed to find out if there is metamphyron chemicals in Pegal Linu herbal medicine circulate in Pasar Cempaka Banjarmasin. This research used qualitative analysis methods with thin layer chromatography. The research is conducted in Laboratorium Kimia Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin of the 28 th of November to 2 nd January 2016. KLT analysis used eluen from a mixture of methanol and ammonia in the ratio 100 : 1,5. TLC plate used silica gel GF 254. Saturation sampling technique is applied in this research. Total the samples are 15 samples taken in the drugstore at Pasar Cempaka Banjarmasin. This research showed that Rf Metampiron is 0,72 (± 0.02). Based on the Rf compared with Rf 15 sanples pegal linu herbal medicine the research results is 12 samples or 80% of the total of positive samples contain Metamphyron. Key Words : Metamphyron, Pegal Linu Herbal Medicine, KLT
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sekurang kurangnya 9.600 spesies tumbuhan berkhasiat sebagai obat dan kurang lebih 300 spesies sudah digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri obat tradisional (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, 2014). Bagi masyarakat Indonesia tumbuhan berkhasiat tersebut merupakan alternatif yang relatif murah dalam mengobati penyakit atau memelihara kesehatan tubuh dibandingkan obat obatan kimia (Handayani, 2001). Hal ini membuat industri dibidang obat tradisional berusaha meningkatkan kapasitas produksinya dalam peredaran obat tradisional (BPOM, 2006). Obat tradisional disebut juga dengan jamu oleh masyarakat Indonesia. Pada umumnya jamu ini diracik berdasarkan resep peninggalan leluhur yang belum diteliti secara ilmiah yang mana khasiat dan keamanannya hanya diketahui secara empiris (Yuliarti, 2009). Penggunaan jamu secara benar jarang sekali menimbulkan efek samping namun jamu dapat menjadi tidak aman karena beberapa penyebab, salah satunya adalah pencampuran dengan bahan kimia obat Pencampuran BKO didalam jamu berbahaya karena produsen jamu memasukkan BKO ke dalam jamu dengan sembarangan. Jamu yang murni tanpa BKO saja jika salah dalam penggunaan bisa membahayakan apalagi jika dicampur dengan BKO dalam dosis yang tidak jelas (Handayani, 2001). Penggunaan BKO dalam obat tradisional melanggar Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 tentang perlindungan konsumen, karena kesehatan masyarakat telah
diabaikan oleh produsen jamu. Bertentangan dengan larangan itu ternyata Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menemukan beberapa produk obat tradisional yang dicampuri Bahan Kimia Obat (BKO). Hal ini kemungkinan disebabkan kurangnya pengetahuan produsen akan bahaya mengkonsumsi bahan kimia obat secara tidak terkontrol baik dosis maupun cara penggunaannya atau bahkan semata-mata demi meningkatkan penjualan karena konsumen menyukai produk obat tradisional yang bereaksi cepat pada tubuh dan konsumen tidak menyadari adanya bahaya dari obat tradisional yang dikonsumsinya (BPOM, 2006). Melalui Surat Peringatan No. HM.03.05.1.43.11.13.4940 tanggal 8 November 2013, BPOM menemukan 59 produk jamu yang mengandung BKO. Jenis BKO yang ditemukan pada jamu - jamu tersebut antara lain sibutramin hidroklorida, deksametason, asam mefenamat, prednison, metampiron, teofilin, dan parasetamol. Jamu-jamu tersebut ditemukan di 15 provinsi di Indonesia, salah satunya adalah Banjarmasin. Selain itu, diperoleh berita tentang temuan jamu berbahaya illegal dan mengandung BKO di kota Banjarmasin pada pasar tradisional yaitu pasar Cempaka oleh BPOM Provinsi Kalimantan Selatan yang dimuat pada salah satu artikel berita online (Maskuriah, 2013). Adapun jamu yang mengandung bahan kimia obat tersebut salah satu yang paling sering dicemari BKO adalah jamu pegal linu dengan Metampiron sebagai bahan kimia obatnya (Yuliarti, 2009). Metampiron merupakan obat yang berkhasiat untuk menghilangkan nyeri, menurunkan demam, peradangan seperti rematik dan encok. Efek samping yang paling bahaya jika digunakan dalam jangka panjang atau dalam dosis tinggi dapat secara mendadak menimbulkan kelainan darah yang disebut dengan agranulositosis (Tjay, Kirana, 2007). Pengguna jamu biasanya mengabaikan ketepatan dosis. Mereka
beranggapan bahwa meminum jamu tidak berbahaya karena berasal dari bahan bahan alam. Namun berbeda halnya jika jamu yang mereka konsumsi mengandung bahan kimia obat dalam jumlah yang tidak diketahui seperti metampiron pada jamu pegal linu tadi, maka berpotensi menyebabkan kelebihan dosis dan kemunculan efek samping yang dapat mengamcam kesehatan pengguna jamu tersebut (BPOM 2013). Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui berapa persenkah jamu pegal linu yang beredar di pasar Cempaka Banjarmasin mengandung bahan kimia obat berupa metampiron. Penelitian ini menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Metode ini dipilih karena dibandingkan dengan metode konvesional yang sudah pernah dilakukan peneliti sebelumnya, metode ini memiliki kepekaan yang lebih tinggi karena dilengkapi dengan alat yang canggih, jumlah sampel yang diperlukan sedikit, dan waktu pengerjaannya relatif cepat (Gandjar, Rohman, 2012). Untuk lokasi pengambilan sampel dilakukan di Pasar Cempaka Banjarmasin karena disanalah para penjual jamu biasa membeli jamu dalam jumlah besar untuk dijual kembali.