IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
III. BAHAN DAN METODE

EVALUASI STATUS HARA KALIUM PADA TANAH SAWAH DI PULAU JAWA HENI HARIYANI A

III. BAHAN DAN METODE

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

EVALUASI STATUS HARA MIKRO (Fe, Mn, Zn DAN Cu) PADA TANAH SAWAH DI PULAU JAWA AZRIZAL

III. METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah 2.2. Fraksi-fraksi Kalium dalam Tanah

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS STATUS HARA FOSFOR PADA BERBAGAI LAHAN PERTANIAN PANGAN DI PULAU JAWA TUNGGUL EDWARD SITORUS A

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah

PENGELOLAAN HARA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH BUKAAN BARU DI HARAPAN MASA-TAPIN KALIMANTAN SELATAN

Tanah Ultisol di Indonesia menempati areal yang cukup luas, yaitu sekitar. 42,3 juta ha (Sri Adiningsih et a/, 1997; Rochayati et a/, 1997).

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri

EFEK SISA PEMANFAATAN ABU SEKAM SEBAGAI SUMBER SILIKA (Si) UNTUK MEMPERBAIKI KESUBURAN TANAH SAWAH

GELISOLS. Pustaka Soil Survey Staff Soil Taxonomy, 2 nd edition. USDA, NRCS. Washington. 869 hal.

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Inceptisol

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH

Relationship between WCa Ratios in the Soil Solution with the Dynamic of K in UZtisol and Vertisol of Upland Area ABSTRACT

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

FRAKSIONASI FOSFOR PADA TANAH-TANAH SAWAH DI PULAU JAWA

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

RESPON TANAMAN KARET DI PEMBIBITAN TERHADAP PEMBERIAN PUPUK MIKRO MAJEMUK

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

PENDAHULUAN. Tanah Ultisol tersebar di berbagai daerah di Indonesia, dan diperkirakan menduduki hampir 30 % dari seluruh dataran di

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kajian Status Kesuburan Tanah Sawah Untuk Menentukan Anjuran Pemupukan Berimbang Spesifik Lokasi Tanaman Padi Di Kecamatan Manggis

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

DASAR-DASAR ILMU TANAH

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

DASAR-DASAR ILMU TANAH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

RINGKASAN Maspeke, S. P dan Nurdin

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI-7. Unsur Hara Makro: Kalium (K)

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4.1. Bahan Induk Tanah, Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setelah N dan P. Umumnya K diserap tanaman dalam bentuk K larut (soluble K) yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MATERI-9. Unsur Hara Mikro: Kation & Anion

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha

Daftar Isi. III. Pengelolaan Tanah Masam Pengertian Tanah Masam Kendala Tanah Masam Mengatasi Kendala Tanah Masam 84

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Tanah Sawah di Pulau Jawa Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah sawah di Pulau Jawa disajikan pada Tabel 3. Status sifat kimia tanah yang diteliti dinilai berdasarkan kriteria penilaian Balai Penelitian Tanah (2009) yang disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan hasil analisis tersebut, rata-rata tanah sawah di Jawa Barat menunjukkan reaksi tanah yang agak masam dengan ph (H 2 O) sebesar 6.20. Kadar C-total termasuk dalam kategori sedang sebesar 2.14%. N-total termasuk dalam kategori sedang sebesar 0.21%. Nisbah CN termasuk dalam kategori rendah sebesar 9.90. Kadar Na dd berkategori sedang sebesar 0.57 cmol + kg -1. Adapun kadar Ca dd, Mg dd, KTK dan KB termasuk dalam kategori tinggi secara berturut-turut adalah 15.9 cmol + kg -1, 7.70 cmol + kg -1, 32.2 cmol + kg -1, dan 74.1%. Nilai rata-rata EC sebesar 93.2 ds cm -1. Tanah sawah di Jawa Tengah rata-rata menunjukkan reaksi tanah yang netral dengan ph (H 2 O) sebesar 6.80. Umumnya memiliki kadar C-total, N-total dan nisbah CN yang rendah masing-masing sebesar 1.84%; 0.18%; dan 10.2. Kadar Na dd termasuk kategori sedang sebesar 0.66 cmol + kg -1. Kadar Ca dd sangat tinggi sebesar 21.2 cmol + kg -1. Kadar Mg dd tinggi sebesar 7.93 cmol + kg -1. KTK termasuk dalam kategori tinggi sebesar 29.1 cmol + kg -1. Sedangkan KB sangat tinggi sebesar 116% dengan rata-rata EC sebesar 129 ds cm -1. Sementara tanah sawah di Jawa Timur, berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata tanah sawahnya memiliki reaksi tanah agak alkalin dengan ph (H 2 O) sebesar 8.00. Umumnya pada tanah sawah tersebut memiliki C- total dan N-total berkategori rendah masing-masing sebesar 1.55% dan 0.14%. Nisbah CN sedang sebesar 11.2. Kadar Na dd berkategori sedang sebesar 0.45 cmol + kg -1. Kadar Mg dd tinggi sebesar 7.13 cmol + kg -1. Sedangkan kadar Ca dd, KTK dan KB termasuk dalam kategori sangat tinggi secara berturut-turut adalah 37.5 cmol + kg -1, 42.0 cmol + kg -1, dan 109%. Nilai rata-rata EC pada tanah sawahnya sebesar 116 ds cm -1.

Tabel 3. Hasil Analisis Pendahuluan Tanah Sawah di Pulau Jawa Nama Lokasi ph C-total N-total Nisbah Na dd Ca dd Mg dd KTK KB EC (H 2 O) -------(%)------ CN -------------------------(cmol + kg -1 )------------------------ (%) (ds cm -1 ) Jawa Barat Karawang 5.40 2.32 0.23 10.1 0.56 16.3 5.14 33.3 67.5 63.0 Jatisari 5.50 2.16 0.22 9.80 0.90 18.0 8.61 37.3 75.0 212 Pamanukan 6.90 2.70 0.25 10.7 0.85 20.1 13.1 39.9 87.2 144 Indramayu 7.00 1.72 0.20 8.70 0.77 19.6 12.6 38.3 88.5 97.8 Palimanan 7.30 0.81 0.08 10.3 0.26 20.0 8.19 32.7 87.7 45.8 Cicalengka 5.40 2.90 0.29 10.0 0.18 7.71 3.58 22.8 51.0 49.2 Cikarawang 6.00 2.36 0.23 10.1 0.47 9.60 2.71 20.8 62.1 40.1 Rata-rata 6.20 2.14 0.21 9.90 0.57 15.9 7.70 32.2 74.1 93.2 Status Hara Agak masam Sedang Sedang Rendah Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi - Jawa Tengah Brebes 7.70 1.31 0.14 9.60 3.41 32.9 19.7 13.5 430 566 Suradadi 7.40 1.60 0.17 9.20 0.38 21.1 17.6 38.9 102 94.0 Batang 5.40 2.99 0.30 10.1 0.14 6.61 1.06 22.1 35.7 30.1 Kendal 6.50 2.40 0.23 10.3 0.40 28.5 8.43 41.2 91.8 95.8 Demak 8.30 1.59 0.16 10.0 1.07 41.0 7.59 38.4 131 291 Jekulo 7.00 1.46 0.14 10.3 0.22 13.6 5.50 30.4 64.6 56.9 Jogjakarta 7.00 0.90 0.10 9.00 0.17 8.32 3.03 14.3 82.0 31.8 Borobudur 6.10 1.47 0.15 9.70 0.15 6.41 1.71 11.1 76.1 56.7 14

Nama Lokasi Ph C-total N-total Nisbah Na dd Ca dd Mg dd KTK KB EC (H 2 O) -------(%)------ CN -------------------------(cmol + kg -1 )------------------------ (%) (ds/cm) Kutoarjo 6.80 1.86 0.18 10.2 0.61 27.5 8.99 37.6 99.4 63.3 Karanganyar 6.50 1.98 0.19 10.4 0.29 31.3 8.26 39.0 103 60.8 Buntu 5.80 2.70 0.26 10.2 0.46 16.2 5.38 33.3 67.5 76.9 Rata-rata 6.80 1.84 0.18 10.2 0.66 21.2 7.93 29.1 117 129 Status Hara Netral Rendah Rendah Rendah Sedang Jawa Timur Bojonegoro 7.60 1.82 0.16 11.5 0.43 48.9 8.43 60.1 96.6 69.2 Tambak Rejo 8.50 1.08 0.09 12.6 0.22 63.6 2.46 55.4 120 139 Nganjuk 8.10 1.49 0.14 11.0 0.39 30.5 10.2 39.5 105 138 Jombang 8.10 0.98 0.10 10.1 0.44 13.7 4.77 17.2 110 84.4 Ponorogo 7.70 2.38 0.22 11.0 0.77 31.1 9.78 37.6 112 151 Rata-rata 8.00 1.55 0.14 11.2 0.45 37.5 7.13 42.0 109 116 Status Hara Agak alkalin Rendah Rendah Sedang Sedang Keterangan : Status hara berdasarkan kriteria penilaian Balai Penelitian Tanah (2009). Sangat tinggi Sangat tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sangat tinggi Lanjutan Tabel 3.. Sangat tinggi Sangat tinggi - - 15

Hasil evaluasi sifat-sifat kimia tanah sawah di Pulau Jawa, rata-rata di Jawa Barat menunjukkan reaksi tanah yang agak masam dibandingkan dengan Jawa Tengah dan Jawa Timur yang bereaksi netral dan agak alkalin. Hal ini mungkin disebabkan karena curah hujan di Jawa Barat lebih tinggi jika dibandingkan dengan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Soepardi (1983) menyatakan bahwa keadaan masam merupakan hal yang biasa pada tanah yang berada di daerah dengan curah hujan tinggi. Menurut Nurwadjedi (2011), distribusi tipe iklim di Jawa menunjukkan bahwa bagian Barat Jawa memiliki bulan basah lebih banyak daripada bagian Timur atau semakin ke Timur lebih kering sehingga pencucian di Jawa Barat lebih intensif bila dibandingkan dengan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Selain itu, KB di Jawa Tengah dan Jawa Timur sangat tinggi bila dibandingkan dengan Jawa Barat. Tidak adanya pencucian secara intensif menyebabkan jumlah basa tanah demikian tinggi (Soepardi 1983). 4.2. Hasil Analisis Fraksi-fraksi Kalium Tanah Sawah di Pulau Jawa 4.2.1. K-dapat Dipertukarkan Berdasarkan Tabel 4 hasil analisis K dd menunjukkan bahwa kadar K dd di Jawa Barat berkisar antara 0.13 cmol + kg -1 sampai dengan 0.94 cmol + kg -1. Kadar K dd Jawa Tengah berkisar antara 0.08 cmol + kg -1 sampai dengan 2.03 cmol + kg -1. Kadar K dd Jawa Timur berkisar antara 0.09 cmol + kg -1 sampai dengan 0.64 cmol + kg -1. Brebes memiliki kadar K dd tertinggi diantara lokasi lainnya di Pulau Jawa dengan K dd sebesar 2.03 cmol + kg -1. Sementara Batang memiliki kadar K dd terendah jika dibandingkan dengan lokasi lainnya di Pulau Jawa dengan kadar K dd sebesar 0.08 cmol + kg -1. Brebes dan Batang merupakan daerah satu provinsi yaitu Jawa Tengah namun memiliki kadar K dd yang sangat jauh berbeda. Perbedaan kadar K dd tersebut mungkin dapat disebabkan karena jenis tanah di kedua lokasi tersebut berbeda. Brebes mempunyai jenis tanah Inceptisols sedangkan Batang mempunyai jenis tanah Ultisols. Menurut Karama et al. (1992), Ultisols merupakan tanah mineral masam dengan tingkat kesuburan marginal, kahat hara esensial salah satunya hara K merupakan kendala utama pada tanah tersebut. Sementara tanah muda seperti Inceptisols umumnya menyediakan cukup K (Odjak 1992). Selain karena jenis tanahnya, kadar K dd paling tinggi di Brebes 16

diduga karena pupuk K diberikan dalam jumlah yang banyak pada tanah sawah tersebut. Berdasarkan nilai rata-rata K dd pada setiap provinsi, kadar K dd tertinggi terdapat di Jawa Tengah sedangkan terendah di Jawa Timur. Kadar rata-rata K dd Jawa Barat sebesar 0.45 cmol + kg -1. Kadar rata-rata K dd Jawa Tengah sebesar 0.50 cmol + kg -1. Sementara kadar rata-rata K dd Jawa Timur sebesar 0.30 cmol + kg -1. Rata-rata K dd Jawa Tengah lebih tinggi dibanding dengan Jawa Barat diduga karena pencucian di Jawa Barat lebih intensif dibandingkan dengan Jawa Tengah. Menurut Soepardi dan Ismunadji (1987), secara umum dapat dikatakan di daerah beriklim basah ditemukan tanah dengan kahat kalium lebih tinggi. Pelapukan yang kurang intensif tidak memberikan peluang tercucinya kalium dari profil tanah. Sementara rata-rata K dd Jawa Tengah lebih tinggi dibandingkan dengan Jawa Timur diduga karena pemupukan K di Jawa Tengah lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan Jawa Timur. istribusi tipe iklim di Jawa menunjukkan bahwa bagian Barat Jawa memiliki bulan basah lebih banyak daripada bagian Timur atau semakin ke Timur lebih kering. Meskipun demikian hasil menunjukkan bahwa Jawa Timur memiliki kadar K dd paling rendah dibandingkan dengan yang lainnya. Begitu juga dengan hasil survai yang dilakukan oleh Partohardjo et al. (1977) dan Sudjadi et al. (1985) yang menyebutkan bahwa kadar K juga dipengaruhi oleh air irigasi, diperoleh kadar rata-rata air sungai atau irigasi sebesar 2.60 ppm K untuk Jawa Barat, 3.10 ppm K untuk Jawa Tengah, dan 5.20 ppm K untuk Jawa Timur. Kadar rata-rata K air sungai atau irigasi di Jawa Timur yang tinggi tersebut tidak menunjukkan kadar K dd Jawa Timur tinggi pada penelitian ini. Menurut Leiwakabessy et al. (2003), meskipun tanah memiliki kadar liat yang kaya akan K tetapi apabila tanah-tanah ini ditanami secara intensif tanpa penambahan pupuk K secara cukup, maka lambat laun akan kekurangan K. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada saat pengambilan contoh tanah terhadap petani setempat, pemupukan K tidak memiliki pola. Jumlah pupuk K yang diberikan hanya tergantung kepada kemampuan petani. Hasil analisis K dd pada tanah sawah di Pulau Jawa selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. 17

Tabel 4. Hasil Analisis K dd Pada Tanah Sawah di Pulau Jawa Nama Lokasi Ordo Tanah (USDA 2010) K dd (cmol + kg -1 ) Jawa Barat Karawang Inceptisols 0.45 Jatisari Inceptisols 0.45 Pamanukan Inceptisols 0.78 Indramayu Inceptisols 0.94 Palimanan Inceptisols 0.26 Cicalengka Inceptisols 0.17 Cikarawang Ultisols 0.13 Rata-rata 0.45 Jawa Tengah Brebes Inceptisols 2.03 Suradadi Inceptisols 0.62 Batang Ultisols 0.08 Kendal Inceptisols 0.50 Demak Vertisols 0.53 Jekulo Vertisols 0.36 Jogjakarta Vertisols 0.20 Borobudur Inceptisols 0.18 Kutoarjo Inceptisols 0.32 Karanganyar Inceptisols 0.23 Buntu Inceptisols 0.45 Rata-rata 0.50 Jawa Timur Bojonegoro Vertisols 0.34 Tambak Rejo Vertisols 0.19 Nganjuk Vertisols 0.24 Jombang Inceptisols 0.09 Ponorogo Vertisols 0.64 Rata-rata 0.30 4.2.2. K-tidak Dapat Dipertukarkan Hasil analisis pada Tabel 5 menunjukkan bahwa kadar K tdd di Jawa Barat berkisar antara 0.07 cmol + kg -1 sampai dengan 0.91 cmol + kg -1. Kadar K tdd di Jawa Tengah berkisar antara 0.09 cmol + kg -1 sampai dengan 3.13 cmol + kg -1. Kadar K tdd di Jawa Timur berkisar antara 0.22 cmol + kg -1 sampai dengan 0.46 cmol + kg -1. Jika dibandingkan dengan semua lokasi di Pulau Jawa, Jekulo memiliki kadar K tdd tertinggi sebesar 3.13 cmol + kg -1. Sementara Cicalengka memiliki kadar K tdd 18

terendah dibandingkan dengan lokasi lainnya dengan kadar K tdd sebesar 0.07 cmol + kg -1. Kadar K tdd tertinggi di Jekulo mungkin disebabkan karena jenis tanah di Jekulo Vertisols. Tanah-tanah yang didominasi mineral liat tipe 2:1 seperti tanah Vertisols memiliki kemampuan mengikat K. Soepardi (1983) menyebutkan bahwa K yang berasal dari pupuk seperti kalium klorida (KCl) tidak saja menjadi terjerap, tetapi juga dapat terikat oleh koloid tanah. Ion K yang mempunyai ukuran yang pas untuk ruangan yang terdapat antara kristal, sehingga kristal tersebut menahannya. Pada waktu bersamaan, menjadi tidak dapat dipertukarkan atau diikat untuk sementara waktu. Nilai rata-rata K tdd pada setiap provinsi pada Tabel 5 menunjukkan bahwa Jawa Tengah memiliki kadar K tdd tertinggi sedangkan terendah Jawa Timur. Kadar rata-rata K tdd Jawa Barat sebesar 0.40 cmol + kg -1. Kadar rata-rata K tdd Jawa Tengah sebesar 0.83 cmol + kg -1. Kadar rata-rata K tdd Jawa Timur sebesar 0.32 cmol + kg -1. Jawa Tengah memiliki K tdd paling tinggi diantara provinsi lainnya. Selain diduga karena terdapat mineral liat tipe 2:1 (berada di lokasi Demak, Jekulo, dan Jogjakarta) diduga juga karena pemupukan K pada tanah sawah di Jawa Tengah diberikan dalam jumlah yang sangat banyak. Menurut Soepardi (1983), selain sifat koloid tanah, pembasahan dan pengeringan, faktor lain yang mempengaruhi jumlah K yang diikat adalah adanya K berlebihan. Sementara Jawa Timur memiliki kadar rata-rata K tdd paling rendah dibandingkan dengan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Di Jawa Timur, meskipun contoh tanah sawahnya ada yang berjenis tanah Vertisols yaitu di Bojonegoro, Nganjuk, dan Ponorogo. Namun kadar K tdd pada provinsi tersebut rendah. Kadar K tdd rendah di Jawa Timur mungkin disebabkan karena pupuk K yang diberikan dalam jumlah sedikit. Hasil analisis kadar K tdd tanah sawah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5. 19

Tabel 5. Hasil Analisis K tdd Pada Tanah Sawah di Pulau Jawa Jawa Barat Nama Lokasi Ordo Tanah (USDA 2010) K tdd (cmol + kg -1 ) Karawang Inceptisols 0.20 Jatisari Inceptisols 0.39 Pamanukan Inceptisols 0.91 Indramayu Inceptisols 0.76 Palimanan Inceptisols 0.35 Cicalengka Inceptisols 0.07 Cikarawang Ultisols 0.12 Rata-rata 0.40 Jawa Tengah Brebes Inceptisols 0.94 Suradadi Inceptisols 0.81 Batang Ultisols 0.09 Kendal Inceptisols 1.11 Demak Vertisols 1.27 Jekulo Vertisols 3.13 Jogjakarta Vertisols 0.40 Borobudur Inceptisols 0.49 Kutoarjo Inceptisols 0.33 Karanganyar Inceptisols 0.30 Buntu Inceptisols 0.29 Rata-rata 0.83 Jawa Timur Bojonegoro Vertisols 0.46 Tambak Rejo Vertisols 0.22 Nganjuk Vertisols 0.30 Jombang Inceptisols 0.33 Ponorogo Vertisols 0.31 Rata-rata 0.32 4.2.3. K-total Hasil analisis kadar K t tanah sawah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur disajikan pada Tabel 6. Hasil menunjukkan bahwa kadar K t di Jawa Barat berkisar antara 0.04% sampai dengan 0.50%. Kadar K t di Jawa Tengah berkisar antara 0.03% sampai dengan 0.53%. Kadar K t di Jawa Timur berkisar antara 0.04% sampai dengan 0.14%. Berdasarkan hasil analisis K t tanah sawah dari semua lokasi di Pulau Jawa menunjukkan bahwa Brebes memiliki kadar K t 20

tertinggi diantara lokasi lainnya dengan K t sebesar 0.53%. Sementara kadar K t terendah yaitu Batang dengan kadar K t sebesar 0.03%. Tabel 6. Hasil Analisis K t Pada Tanah Sawah di Pulau Jawa Nama Lokasi Ordo Tanah (USDA 2010) K t (%) Jawa Barat Karawang Inceptisols 0.28 Jatisari Inceptisols 0.39 Pamanukan Inceptisols 0.39 Indramayu Inceptisols 0.50 Palimanan Inceptisols 0.13 Cicalengka Inceptisols 0.05 Cikarawang Ultisols 0.04 Rata-rata 0.26 Jawa Tengah Brebes Inceptisols 0.53 Suradadi Inceptisols 0.34 Batang Ultisols 0.03 Kendal Inceptisols 0.37 Demak Vertisols 0.42 Jekulo Vertisols 0.21 Jogjakarta Vertisols 0.07 Borobudur Inceptisols 0.06 Kutoarjo Inceptisols 0.10 Karanganyar Inceptisols 0.25 Buntu Inceptisols 0.41 Rata-rata 0.25 Jawa Timur Bojonegoro Vertisols 0.14 Tambak Rejo Vertisols 0.10 Nganjuk Vertisols 0.05 Jombang Inceptisols 0.04 Ponorogo Vertisols 0.09 Rata-rata 0.08 Batang memiliki K t terendah dibandingkan dengan lainnya diduga karena berjenis tanah Ultisols. Adiningsih (1984) menyebutkan bahwa Ultisols merupakan tanah berkadar K rendah karena tingkat pelapukan yang sangat intensif. Selain itu sumbangan K dari pupuk K maupun dari jerami dan sisa-sisa 21

tanaman padi juga diduga sedikit sehingga kadar K t pada sawah tersebut sangat rendah. Berdasarkan nilai rata-rata K t pada setiap provinsi, kadar K t antara Jawa Barat dan Jawa Tengah tidak berbeda jauh. Kadar rata-rata K t tertinggi adalah Jawa Barat dan terendah Jawa Timur. Kadar rata-rata K t Jawa Barat sebesar 0.26%. Kadar rata-rata K t Jawa Tengah sebesar 0.25%. Kadar rata-rata K t Jawa Timur sebesar 0.08%. 4.2.4. Perbedaan Kadar K dd, K tdd, dan K t Pada Setiap Lokasi Perbedaan kadar K dd, K tdd, dan K t pada setiap lokasi disajikan pada Tabel 7. Hasil menunjukkan bahwa uji lokasi tidak nyata secara statistik baik terhadap K dd, K tdd, maupun K t. Hasil uji yang tidak nyata ini diduga karena keragaman antara provinsi yang tinggi satu sama lain. Selain itu dapat pula disebabkan karena sebaran penggunaan pupuk K di setiap lokasi bervariasi, yang dapat dilihat dari standar deviasinya yang tinggi (Tabel 7). Tabel 7. Perbedaan Kadar K dd, K tdd, dan K t Pada Setiap Lokasi (n = 23) Lokasi K dd SD K tdd SD K t (cmol + kg -1 ) (cmol + kg -1 ) (%) SD Jawa Barat 0.45a 0.31 0.40a 0.32 0.26a 0.18 Jawa Tengah 0.50a 0.53 0.83a 0.85 0.25a 0.17 Jawa Timur 0.30a 0.21 0.32a 0.09 0.08a 0.04 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata pada uji Tukey (P < 0.05). 4.3. Status Hara Kalium Penetapan status hara K dinilai dari hasil analisis K dd. Hal ini dikarenakan K dd merupakan K yang tersedia, labil dan merupakan faktor kapasitas (Leiwakabessy et al. 2003). Status hara K tanah sawah di Pulau Jawa berdasarkan lokasi yang diambil bervariasi mulai dari rendah hingga tinggi. Di Jawa Barat menurut kriteria Puslittanak (1992) Cicalengka dan Cikarawang termasuk dalam status hara K rendah. Karawang, Jatisari, dan Palimanan berstatus hara K sedang. Pamanukan dan Indramayu berstatus hara K tinggi. Menurut kriteria FDALR 22

(2004), Cicalengka dan Cikarawang termasuk dalam status hara K rendah. Palimanan berstatus hara K sedang. Karawang, Jatisari, Pamanukan dan Indramayu berstatus hara K tinggi. Status hara K di Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Status Hara Kalium Pada Tanah Sawah di Pulau Jawa Nama Lokasi Ordo Tanah (USDA 2010) K dd (cmol + kg -1 ) Status Hara K Puslittanak (1992) FDALR (2004) Jawa Barat Karawang Inceptisols 0.45 Sedang Tinggi Jatisari Inceptisols 0.45 Sedang Tinggi Pamanukan Inceptisols 0.78 Tinggi Tinggi Indramayu Inceptisols 0.94 Tinggi Tinggi Palimanan Inceptisols 0.26 Sedang Sedang Cicalengka Inceptisols 0.17 Rendah Rendah Cikarawang Ultisols 0.13 Rendah Rendah Rata-rata 0.45 Sedang Tinggi Jawa Tengah Brebes Inceptisols 2.03 Tinggi Tinggi Suradadi Inceptisols 0.62 Tinggi Tinggi Batang Ultisols 0.08 Rendah Rendah Kendal Inceptisols 0.50 Sedang Tinggi Demak Vertisols 0.53 Tinggi Tinggi Jekulo Vertisols 0.36 Sedang Sedang Jogjakarta Vertisols 0.20 Rendah Sedang Borobudur Inceptisols 0.18 Rendah Rendah Kutoarjo Inceptisols 0.32 Sedang Sedang Karanganyar Inceptisols 0.23 Rendah Sedang Buntu Inceptisols 0.45 Sedang Tinggi Rata-rata 0.50 Sedang Tinggi Jawa Timur Bojonegoro Vertisols 0.34 Sedang Sedang Tambak Rejo Vertisols 0.19 Rendah Rendah Nganjuk Vertisols 0.24 Rendah Sedang Jombang Inceptisols 0.09 Rendah Rendah Ponorogo Vertisols 0.64 Tinggi Tinggi Rata-rata 0.30 Sedang Sedang 23

Berdasarkan Tabel 8, di Jawa Tengah, menurut kriteria Puslittanak (1992) Batang, Jogjakarta, Borobudur, dan Karanganyar termasuk dalam status hara K rendah. Kendal, Jekulo, Kutoarjo, dan Buntu berstatus hara K sedang. Brebes, Suradadi, dan Demak termasuk dalam status hara K tinggi. Menurut FDALR (2004), Batang dan Borobudur berstatus hara K rendah. Jekulo, Jogjakarta, Kutoarjo, dan Karanganyar berstatus hara K sedang. Brebes, Suradadi, Demak, Kendal, dan Buntu termasuk dalam status hara K tinggi. Sementara di Jawa Timur, menurut Puslittanak (1992) Tambak Rejo, Nganjuk, dan Jombang termasuk dalam status hara K rendah. Bojonegoro berstatus hara K sedang dan Ponorogo berstatus hara K tinggi. Menurut kriteria FDALR (2004), Tambak Rejo dan Jombang berstatus K rendah. Bojonegoro dan Nganjuk berstatus hara K sedang. Ponorogo berstatus hara K tinggi. Sebaran status hara K pada tanah sawah di Pulau Jawa berdasarkan kriteria Puslittanak (1992) dan FDALR (2004) dapat dilihat pada Gambar Lampiran 2-3. Rachim (1995) menyatakan bahwa kelas status hara K rendah mengindikasikan kebutuhan pupuk K yang banyak, respon pemupukan K tinggi, tanpa pupuk gejala kahat pasti muncul, pertumbuhan tanaman tanpa pupuk tidak normal, kemungkinan mati kecil meskipun tidak berubah. Kelas status hara K sedang menunjukkan bahwa kebutuhan hara K sedang, respon pemupukan K sedang, tanpa pupuk pertumbuhan tanaman kurang normal, gejala kahat tidak muncul, dan produksi rendah. Sedangkan untuk kelas status hara K tinggi tidak memerlukan pupuk, respon pemupukan rendah dan kebutuhan pupuk hanya untuk pemeliharaan. Berdasarkan nilai rata-rata pada setiap provinsi, menurut kriteria Puslittanak (1992), Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur berstatus hara K sedang. Sementara menurut kriteria FDALR (2004), Jawa Barat dan Jawa Tengah berstatus hara K tinggi sedangkan Jawa Timur berstatus hara K sedang. 4.4. Hubungan Jenis Tanah dengan Ketersediaan Kalium Contoh tanah sawah yang diambil di Pulau Jawa mempunyai jenis tanah berbeda-beda yang terdiri dari Inceptisols, Ultisols, dan Vertisols. Gambar 4 menunjukkan kadar K dd tertinggi Inceptisols dan terendah Ultisols. Kadar K dd 24

Inceptisols, Ultisols dan Vertisols secara berturut-turut adalah 0.53 cmol + kg -1, 0.11 cmol + kg -1, dan 0.36 cmol + kg -1. Tingginya kadar K tdd pada Inceptisols diduga karena pada tanah Inceptisols perkembangan tanahnya belum begitu matang apabila dibandingkan dengan tanah matang seperti Ultisols (Nurwadjedi 2011) sehingga kadar K dd lebih tinggi dibanding dengan Ultisols. Rayes (2000) melaporkan hasil penelitiannya tentang genesis tanah sawah berbahan volkan merapi, yang termasuk dalam ordo Inceptisols. Sementara Sofyan et al. (1992) menyatakan bahwa lahan-lahan sawah yang berstatus K tinggi umumnya terdapat pada lahan sawah intensifikasi dengan sistem irigasi teknis serta lahan sawah dengan bahan induk volkan. Tanah Ultisols mengalami pencucian intensif dari unsur pembentuk basabasa (kejenuhan basa < 35%). Tanah dengan jenis Ultisols secara umum mempunyai produktivitas yang rendah hingga sedang dan miskin akan unsur hara yang salah satunya hara K (Suwardi dan Wiranegara 2000). Selain itu, tanah Ultisols banyak mengandung mineral kaolinit, sehingga umumnya mempunyai kapasitas fiksasi rendah (Arifin et al. 1973). Oleh karena itu selain memiliki kadar K dd rendah, Ultisols juga memiliki kadar K tdd rendah dibandingkan dengan yang lainnya. Jenis tanah yang mempunyai kadar K tdd tertinggi yaitu Vertisols dan terendah Ultisols. Kadar K tdd Inceptisols, Ultisols dan Vertisols secara berturutturut adalah 0.52 cmol + kg -1, 0.11 cmol + kg -1, dan 0.87 cmol + kg -1. Hasil menunjukkan bahwa kadar K tdd tertinggi umumnya berjenis tanah Vertisols. Tanah-tanah yang didominasi mineral liat tipe 2:1 seperti tanah Vertisols umumnya mempunyai KTK, K-fiksasi serta kadar K t tinggi. Penelitian yang dilaksanakan di India menunjukkan bahwa tanah-tanah Vertisols mempunyai kapasitas fiksasi K dan daya sangga terhadap K yang sangat tinggi. Pemberian pupuk K selalu meningkatkan cadangan K tersedia dalam bentuk K tdd, tetapi tidak selalu memberikan kenaikan terhadap ketersediaan K (K dd dan K l ) karena tergantung pada daya sangga K dalam Tanah (Ravoniarijaona 2009). Fiksasi K dapat menyebabkan kekahatan K bagi tanaman, namun demikian secara umum fiksasi ini juga berguna karena membantu proses retensi dan siklus K melalui sistem organik dan inorganik (Metson 1980). Dengan 25

demikian dapat dikatakan bahwa fiksasi K merugikan dalam jangka pendek tetapi bermanfaat dalam jangka panjang karena K-terfiksasi merupakan K cadangan bagi tanaman. Sementara jenis tanah yang mempunyai kadar K t tertinggi Inceptisols dan terendah Ultisols. Kadar K t pada jenis tanah Inceptisols, Ultisols, dan Vertisols secara berturut-turut adalah 0.28%, 0.03%, dan 0.15%. 0,60 K dd Pada Setiap Jenis Tanah cmol + kg 1 0,40 0,20 0,00 Inceptisols Ultisols Vertisols K dd 0,53 0,11 0,36 K tdd Pada Setiap Jenis Tanah cmol + kg 1 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 Inceptisols Ultisols Vertisols K tdd 0,52 0,11 0,87 K t Pada Setiap Jenis Tanah 0,30 0,20 % 0,10 0,00 Inceptisols Ultisols Vertisols K total 0,28 0,03 0,15 Gambar 4. K dd, K tdd, dan K t Pada Setiap Jenis Tanah Hasil uji Tukey (P < 0.05) menunjukkan bahwa jenis tanah tidak nyata secara statistik baik terhadap K dd, K tdd maupun terhadap K t. Hal ini diduga karena keragaman kadar K dd, K tdd, dan K t pada setiap jenis tanah yang tinggi satu sama lain. Selain itu dapat pula disebabkan karena sebaran penggunaan pupuk K di 26

setiap jenis tanah tidak sama atau bervariasi yang dapat dilihat dari standar deviasinya yang tinggi (Tabel 9). Perbedaan kadar K dd, K tdd, dan K t pada setiap jenis tanah secara rinci dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Perbedaan Kadar K dd, K tdd, dan K t Pada Setiap Jenis Tanah (n = 23) Jenis Tanah K dd K tdd SD SD (cmol + kg -1 ) (cmol + kg -1 ) (%) Inceptisols 0.53 0.49 0.52 0.32 0.28 0.17 Ultisols 0.11 0.03 0.11 0.01 0.03 0.01 Vertisols 0.36 0.17 0.87 1.06 0.15 0.13 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata pada uji Tukey (P < 0.05). K t SD 27