BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. disebabkan karena tarif yang ditetapkan pada Perda Yogyakarta No. 5 tahun 2012

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENGANTAR. revisi dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki aset tetap yang kurang produktif dan belum termanfaatkan atau kurang

BAB I PENDAHULUAN. penelitian terkait analisis nilai sewa. Selain itu, dalam bab ini juga dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat memberikan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sisi retribusi

BAB I PENDAHULUAN. mengenai penyesuaian tarif sewa Rusunawa Tambak. Berdasarkan latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah sebagaimana diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 2008, dan

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. mengestimasi nilai barang milik daerah berupa nilai tanah dan bangunan Gedung

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. otonomi daerah, yang ditandai dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dikelolanya. Aset merupakan bagian terpenting dalam kegiatan pemerintahan,

BAB I PENDAHULUAN. pemilik aset. Aset berarti kekayaan atau harta yang nantinya diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. pemberdayaan. Pengertian aset menurut Standar Penilaian Indonesia (2015)

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

I. PENDAHULUAN. tersebut dibutuhkan sumber-sumber keuangan yang besar. Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dari segala bidang. Pembangunan tersebut bertujuan

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi desentralistik dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya pada

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya dana yang dibutuhkan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran. pemerintah di bidang pembangunan dan kemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang negatif. Dampak ini dapat dilihat dari ketidakmerataan

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. utuh, sehingga wilayah negara Indonesia terbagi ke dalam daerah otonom.

BAB 1 PENDAHULUAN. keputusan publik pada suatu wilayah kota. Dengan demikian, pertimbangan aspek

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Otonomi daerah dimulai sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan pemberian Otonomi Daerah kepada Daerah atas dasar. desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan secara umum tentang pengelolaan Barang Milik

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas, dalam menyelenggarakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

KAJIAN STRATEGI PENGELOLAAN RETRIBUSI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun Kebijkan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. termaktub di dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang. Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan menjadi salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta pada khususnya adalah milik pemerintah. Studi dari Britania Raya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar NKRI Tahun 1945 Alinea ke-iv, yakni melindungi

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan.undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang

EVALUASI RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

I. PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki fungsi dalam. mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami perubahan yaitu, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. mengingat kebutuhan serta kompleksitas permasalahan yang ada saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus yang sifatnya memperbaiki dan

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintah yang. dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan,

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

DAFTAR ISI. 1.2 Rumusan Masalah Maksud dan Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diambil adalah Kabupaten/ Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. sehingga berusaha untuk menggali sendiri sumber-sumber penerimaan daerahnya.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. wilayah yang lebih kecil. (Josef Riwu Kaho, 1998:135) pembayaran tersebut didasarkan atas prestasi atau pelayanan yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Otonomi merupakan suatu konsep politik yang terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah harus berusaha untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Dengan adanya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. Kota Cirebon terletak di bagian timur Provinsi Jawa Barat dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang. perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

Oleh : Indra Gunawan Dimas Andika James Antony. L. F

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan pembangunan yang berlangsung

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 97 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam tata pemerintahan di Indonesia. Penerapan otonomi daerah di

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan ini dalam artian bahwa karena lapangan retribusi daerah berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

Transkripsi:

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sejumlah anggaran dalam APBD Yogyakarta Tahun 2013 seperti potensi pendapatan pajak dan retribusi daerah belum dapat dimaksimalkan. Hal ini disebabkan karena tarif yang ditetapkan pada Perda Yogyakarta No. 5 tahun 2012 masih sama dengan tarif yang ditetapkan pada Perda Yogyakarta No. 3 tahun 2009, sehingga hal ini berdampak pada PAD Yogyakarta. Untuk memenuhi pembiayaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah dapat diperoleh dari penerimaan daerah sendiri atau dari luar daerah. Dalam rangka meningkatkan penerimaan daerah, pemerintah dapat mengoptimalkan PAD. Siregar (2004: 359) menyatakan bahwa potensi masing-masing daerah tentu berbeda. Jika sumber pendapatannya besar, maka makin besar pula kemampuan daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri, sehingga akan meningkatkan kemampuan memberikan pelayanan kepada masyarakat serta seberapa jauh suatu daerah mampu menggali sumber-sumber keuangannya sendiri. Harun (2004: 1) menyatakan bahwa ada dua macam cara meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu dengan menaikkan tarif pajak dan retribusi daerah dan menetapkan target PAD setiap tahun secara rasional. Dalam penelitian ini akan fokus pada cara peningkatan tarif retribusi daerah. Menurut Simanjuntak (2004: 21) dalam menganalisis pendapatan asli daerah (PAD) peningkatan pendapatan sangat tergantung pada kebijakan penyesuaian tarif. 1

2 Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah sendiri seperti hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, dan dana perimbangan. Sumber Pendapatan Asli Daerah yang terpenting salah satunya adalah retribusi daerah yang terdiri dari retribusi umum, retribusi usaha dan retribusi perijinan tertentu. Salah satu sumber PAD Kota Yogyakarta adalah retribusi umum yang berasal dari retribusi pelayanan pasar seperti pasar tradisional. Pasar tradisional sebagai salah satu pusat aktivitas masyarakat Kota Yogyakarta yang merupakan salah satu faktor pendorong kemajuan perekonomian masyarakat. Adapun yang menarik dari pasar tradisional karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Salah satu Pasar tradisional legendaris di Yogyakarta adalah Pasar Tradisional Beringharjo. Pasar Tradisional Beringharjo merupakan pasar tradisional yang terletak di Jalan Pabringan No. 1 Yogyakarta. Keberadaan Pasar Tradisional Beringharjo ini tidak dapat dipisahkan dengan Kraton Yogyakarta karena pasar ini dibangun di atas tanah keraton seluas 2,5 hektar. Secara sosial Pasar Tradisional Beringharjo mempunyai letak yang sangat strategis untuk daerah perdagangan karena dibangun di kawasan Central Business District yaitu Malioboro. Pasar Tradisional Beringharjo memiliki fungsi tiga pilar sekaligus, yaitu fungsi ekonomi, fungsi wisata dan fungsi pendidikan. Dalam fungsinya sebagai pusat ekonomi, 6.192 pedagang menggantungkan nasibnya di Pasar Tradisional

3 Beringharjo. Bagi para wisatawan Pasar Tradisional Beringharjo merupakan tempat wisata belanja oleh-oleh khas Yogyakarta. Selain itu, fungsi pendidikan adalah sebagai laboratorium untuk memahami Pasar Tradisional Beringharjo serta bagi para akademisi bisa dijadikan kajian tersendiri dalam suatu penelitian. Dalam melaksanakan fungsi ekonomi ini, tentunya didukung oleh ketersediaan tempat yang nyaman untuk melakukan transaksi. Kenyamanan ini bisa direalisasikan dengan cara mengoptimalkan pemanfaatannya dengan memperhatikan proses pengelolaan, operasional dan pemeliharaan bangunan. Optimalisasi manfaat tersebut tentunya membutuhkan sumber pendanaan untuk pemeliharan dan renovasi sebagai biaya operasionalnya agar potensi properti dapat secara efektif bermanfaat sebagai fasilitas pendukung pelalayanan masyarakat secara luas. Adapun sumber pembiayaan operasional tersebut berasal dari tarif retribusi los/kios/lapak. Penetapan tarif retribusi pasar yang ditetapkan pada Perda Yogyakarta No. 5 tahun 2012 masih sama dengan tarif yang ditetapkan pada Perda Yogyakarta No. 3 tahun 2009, sehingga hal ini berdampak pada PAD Yogyakarta. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembaharuan tarif retribusi Pasar Tradisional Beringharjo tersebut yang sesuai dengan potensi properti saat ini. 1.2 Rumusan Masalah Sejumlah anggaran dalam APBD seperti potensi retribusi daerah belum dapat dimaksimalkan karena tarif yang masih mengacu pada perda Nomor 3 Tahun 2009, sehingga berdampak pada PAD Yogyakarta dan tidak mencerminkan potensi pendapatan properti saat ini.

4 1.3 Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Tahun Alat Analisis Hasil Penelitian Rianto Jaya dan 2000 Pertama pendekatan perbandingan penjualan, yang digunakan untuk menghitung nilai tanah kosong, kedua pendekatan biaya, yang digunakan untuk menghitung pembangunan bangunan baru, ketiga pendekatan pendapatan, untuk menghitung dan memproyeksi semua pendapatan. Wilmath 2003 pendekatan perbandingan penjualan, pendekatan biaya, dan pendekatan pendapatan. Sakeh 2005 Pendekatan perbandingan penjualan (sales comparison approach Method), pendekatan biaya (cost approach), estimasi nilai sewa aset, metoda statistik deskriptif. Harto 2006 Pendekatan perbandingan data pasar, Pendekatan Biaya, estimasi nilai sewa, dan Statistik Deskriptif. Murhandjanto 2012 Pendekatan perbandingan data pasar, Pendekatan Biaya, estimasi nilai sewa. Pertama, estimasi nilai tanah dan nilai sewa selama ini, oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta telah menerapkan tingkat sewa sesuai dengan harga pasar yang berlaku. Kedua, bila Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta menginginkan peningkatan terhadap sewa, disarankan untuk menghitung ulang, karena harga selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Hasilnya dari tiga pendekatan penilaian tersebut yang paling sesuai untuk fasilitas olah raga (aset khusus) adalah pendekatan biaya (cost approach), karena tersedia data dan tindakan partisipan pasar. Berdasarkan estimasi nilai sewa diperoleh nilai sewa pasar rumah di Jl. Cendana, Jl. W.C.H.Oetmatan, Jl. Bil Nope dan Jl.W.Z.Johanes, Jl.Sudirman dan Jl.M.Hatta, Jl. Merpati yang berbeda-beda dan dengan tingkat kapitalisasi yang berbeda juga. Besarnya kontribusi sewa rumah dinas terhadap PAD sebesar 0,62 persen. Berdasarkan pendekatan perbandingan data pasar dan pendekatan biaya diperoleh estimasi nilai aset yaitu Rp8.264.798.525. Nilai aset tersebut digunakan sebagai dasar penetuan nilai sewa atas pemanfaatan aset daerah kepada pihak ketiga, sedangkan berdasarkan analisis menggunakan tingkat kapitalisasi langsung, maka estimasi nilai sewa tahunan atas aset daerah tersebut sebesar Rp588.179.982. Estimasi tersebut sesuai dengan nilai pasar wajar dan kondisi setempat pada saat penelitian 3) Besarnya kontribusi nilai sewa aset milik pemerintah daerah Ketapang terhadap total PAD sebesar 5,51 persen. Penetapan harga sewa berdasarkan biaya operasional dan pemeliharaan, dengan pendekatan metoda perbandingan data pasar, berdasarkan ATP dan WTP kelompok sasaran penghuni rusunawa Panggungharjo sehingga harga sewa rusunawa Panggungharjo ditetapkan dalam interval Rp200.000 Rp500.000 per bulan untuk unit hunian.

5 Apabila penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, maka penelitian ini mempunyai kesamaan yaitu menyangkut manajemen aset tanah dan bangunan. Perbedaannya terdapat pada tujuan penelitian dan pendekatan yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tarif retribusi Pasar Tradisional Beringharjo dengan menggunakan pendekatan biaya dan pendekatan pendapatan dengan optimalisasi nilai properti, serta menghitung besarnya kontribusi retribusi pasar tradisional terhadap PAD Yogyakarta. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitan ini adalah: 1. menganalisis tarif retribusi Pasar Tradisional Beringharjo berdasarkan nilai properti; 2. menghitung besarnya kontribusi pendapatan retribusi Pasar Tradisional Beringharjo terhadap PAD Yogyakarta. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. sebagai referensi atau masukan untuk pemerintah setempat dalam membuat kebijakan dalam menetapkan tarif retribusi Pasar Tradisional Beringharjo yang sesuai dengan potensi properti saat ini; 2. menambah pengetahuan tentang cara pemeliharaan dan pengelolaan Pasar Tradisional Beringharjo dari segi penetapan tarif retribusi yang optimal; 3. sebagai bahan referensi untuk penelitian yang serupa atau penelitian lanjutan.

6 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika dari penulisan tesis ini dibagi menjadi empat bab. Bab I merupakan pengantar yang menjelaskan tentang latar belakang, keaslian penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II mencakup tinjauan pustaka, alat analisis yang digunakan. Bab III merupakan analisis data yang mencakup cara penelitian dan pembahasan hasil penelitan. Bab IV mencakup kesimpulan dan saran yang menguraikan secara singkat mengenai kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran yang direkomendasikan sebagai masukan berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan selama penelitian.