Pembelajaran Persentase Yang Bermakna Melalui Pembelajaran Matematika Realistik

dokumen-dokumen yang mirip
PENGEMBANGAN PROTOTIPE PERANGKAT PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN PECAHAN DENGAN PENDEKATAN PMRI DI KELAS IV

Pengembangan Hipotesis Trayektori Pembelajaran Untuk Konsep Pecahan

P 30 PENJUMLAHAN BILANGAN DESIMAL MELALUI PERMAINAN RODA DESIMAL

MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN RELASIONAL SISWA MENGENAI LUAS BANGUN DATAR SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

PEMBELAJARAN TENTANG PERSENTASE DENGAN BATERAI HANDPHONE DI KELAS V SD NEGERI 119 PALEMBANG

ANALISIS KEMAMPUAN MAHASISWA PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FKIP UNIVERSITAS RIAU DALAM PENGUKURAN KELILING DAN LUAS BANGUN DATAR

MAKALAH. Oleh: R. Rosnawati, dkk

PENGGUNAAN BATANG PERSEN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN TENTANG PERSEN

PEMANFAATAN BUDAYA TRADISIONAL UNTUK MEMBANTU KEGIATAN INVESTIGASI PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

Pengembangan Student Worksheet Berbasis Matematika Realistik untuk Pembelajaran Matematika Secara Bilingual di Sekolah Menengah Pertama

MINIMARKET GURU UNTUK BELAJAR PENGURANGAN Oleh:

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK: SEJARAH, TEORI, DAN IMPLEMENTASINYA. Al Jupri Universitas Pendidikan Indonesia

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR

SIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

Hypothetical Learning Trajectory dan Peningkatan Pemahaman Konsep Pengukuran Panjang

MEMBANDINGKAN BILANGAN PECAHAN MENGGUNAKAN FRACTION CIRCLE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP SISWA

Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh

P 9 Pembelajaran Matematika Realistik Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Di SMP Kelas Vii

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

Pengaruh Pendekatan RME terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa pada Materi Operasi Hitung Campuran di Kelas IV SD IT Adzkia I Padang

Vol. 1 No. 1 Th. Jan-Des 2016 ISSN: PENGGUNAAN ICEBERG DALAM PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

DESIGN RESEARCH: KONSEP NILAI TEMPAT PADA OPERASI PENJUMLAHAN BILANGAN DESIMAL DI KELAS V SEKOLAH DASAR

Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik

Vol. 1 No. 1 Th. Jan-Des 2016 ISSN: PEMANFAATAN KOPERASI SEKOLAH DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PMRI DI KELAS VII

INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN PMRI. Makalah dipresentasikan pada. Pelatihan PMRI untuk Guru-Guru SD di Kecamatan Depok dalam rangka

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

Penelitian Desain (Design Research) halaman 1

PEMANFAATAN VIDEO TAPE RECORDER (VTR) UNTUK PEGEMBANGAN MATEMATIKA REALISTIK DI SMP

PENGEMBANGAN MULTIMEDIA PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA MATERI FUNGSI KUADRAT BERBASIS RME UNTUK SISWA SMA/MA

Menggunakan Kubus Satuan Untuk Mengembangkan Pemahaman Siswa Pada Konsep Pengukuran Volume

P 45 DESAIN DIDAKTIS PENGENALAN KONSEP PECAHAN SEDERHANA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK

DESAIN ATURAN SINUS DAN ATURAN COSINUS BERBASIS PMRI

Desain Pembelajaran Operasi Bilangan Rasional Menggunakan Pola Busana Di Kelas X SMK

LINTASAN BELAJAR UNTUK MEMBELAJARKAN MATERI SISTEM PERSAMAN LINEAR DUA VARIABEL (SPLDV) DENGAN DENGAN PENDEKATAN PMR UNTUK SISWA KELAS VIII

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

KURIKULUM MATEMATIKA TAHUN 1984 DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK. Tatang Herman

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol. 3, No. 1, Mei 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORITIS

MENGENALKAN KONSEP PERSENTASE PADA SISWA SEKOLAH DASAR

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA

DESAIN PEMBELAJARAN OPERASI PECAHAN MENGGUNAKAN KERTAS BERPETAK DI KELAS IV. Lukluk Khuriyati 1. Abstrak

P 32 MODEL DISAIN DIDAKTIS PEMBAGIAN PECAHAN BERBASIS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

PENGEMBANGAN DESIGN PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK MENEMUKAN RUMUS LUAS LINGKARAN DI SEKOLAH DASAR. Oleh Aklimawati*

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL Jozua Sabandar

DESAIN PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN BILANGAN 1-29 BERBASIS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DI SD NEGERI 117 PALEMBANG

UPAYA MENINGKATKAN MINAT BELAJAR MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI PADA SISWA KELAS VII SMP MAARIF 5 PONOROGO

JAM SEBAGAI STARTING POINT DALAM PEMBELAJARAN SUDUT DI SEKOLAH DASAR. Oleh Shahibul Ahyan

PERMAINAN TEPUK BERGILIR YANG BERORIENTASI KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN KONSEP KPK SISWA KELAS IV A DI SD N 21 PALEMBANG

PENUKARAN UANG DI KOPERASI SEKOLAH Oleh:

Pengembangan Alur Belajar Pecahan Berbasis Realistic Mathematics Education

BAB I. Matematika dan perkembangan teknologi serta informasi tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

Manfaat Permainan Tradisional untuk PMRI: Suatu Kajian 1

PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK, KAITANNYA DENGAN PERFORMANSI PESERTA DIDIK Oleh: Ahmad Nizar Rangkuti 1

Desain Pembelajaran Aturan Sinus dan Aturan Cosinus Berbasis PMRI untuk Mengetahui Strategi Siswa

KEMAMPUAN KONEKSI DAN KOMUNIKASI MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA SISWA SMP

Pembelajaran Fungsi Komposisi dan Fungsi Invers Melalui Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA

IDENTIFIKASI MASALAH DAN KEBUTUHAN DALAM IMPLEMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMA

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MELALUI PENDEKATAN PMR DALAM POKOK BAHASAN PRISMA DAN LIMAS. FMIPA UNP,

IMPLEMENTASI LESSON STUDY MELALUI PENDEKATAN PMRI PADA MATA KULIAH METODE STATISTIKA I

PEMBELAJARAN MATEMATIKA HUMANISTIK DAN KAITANNYA DENGAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) * Rahmah Johar

MENDESAIN SENDIRI SOAL KONTEKSTUAL MATEMATIKA *

PELATIHAN PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA MENGACU PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) BAGI GURU-GURU SMP DI YOGYAKARTA

ISSN Jurnal Exacta, Vol. IX No. 1 Juni 2011

Reni Wahyuni 1)*, Fitriana Yolanda 2), Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Islam Riau, Pekanbaru, Abstrak

Kemampuan Berpikir Relasional Siswa dalam Mengerjakan Soal Kontekstual dengan Pendekatan Realistik Pada Topik Fungsi Linear

PROSIDING ISBN :

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang

DESAIN PEMBELAJARAN PENYELESAIAN PERSAMAAN KUADRAT MELALUI PENDEKATAN GEOMETRIS

Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan

PERAN GURU REALISTIK DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER DAN KONSTRUKSI PENGETAHUAN MATEMATIS SISWASD

MODEL FRACTION CIRCLE UNTUK MENDORONG PEMAHAMAN KONSEP SISWA DALAM PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN PECAHAN

Pembelajaran Pecahan Senilai dengan Bermain Lego

PEMBELAJARAN PMRI. Oleh Muhammad Ridhoni (Mahasiswa Magister Pend. Matematika Universitas Sriwijaya, Palembang)

Makna Realistic dalam RME dan PMRI

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Siswa melalui Pembelajaran Matematika Realistik

BAB I PENDAHULUAN. berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global.

UJI COBA INSTRUMEN PENILAIAN ASPEK RME PADA PENGAJARAN GURU

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

Pengebangan Design Pembelajaran Tematik untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Bilangan Desimal Siswa Sekolah Dasar

KEBIASAAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS MASALAH

Utami Murwaningsih Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo

PEMBELAJARAN MATERI BANGUN RUANG SISI LENGKUNG MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK DI SMP

PERMAINAN MATEMATIKA SEBAGAI LATIHAN UNTUK MENUMBUHKAN MINAT TERHADAP MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. zaman inilah yang mendorong para pendidik untuk lebih kreatif dalam. nasional (Marsigit dalam Renni Indrasari,2005:1).

PENINGKATAN PROFESIONAL GURU SEKOLAH DASAR MELALUI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

SEKILAS TENTANG PMRI. Oleh Shahibul Ahyan

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

MENEMUKAN KONSEP LUAS TRAPESIUM DENGAN PENDEKATAN PERSEGI PANJANG DAN SEGITIGA Oleh:

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

Oleh Ariyadi Wijaya Jurdik Matematika FMIPA UNY. Abstrak:

Transkripsi:

Pembelajaran Persentase Yang Bermakna Melalui Pembelajaran Matematika Realistik P 48 Oleh: Veronika Fitri Rianasari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Abstrak Banyak penelitian mengungkapkan bahwa para siswa sering mengalami kesulitan untuk memahami persentase walaupun mereka dapat mengungkapkan bahwa persen adalah per seratus dan dapat melakukan perhitungan secara benar. Hal ini mungkin terjadi karena pembelajaran persentase cenderung berfokus pada prosedur-prosedur tanpa mengeksplorasi pemahaman yang mendasar mengenai persentase itu sendiri. Menyadari hal tersebut, diperlukan paradigma baru yang berfokus pada perkembangan pemahaman siswa. Makalah ini akan membahas ide-ide untuk mendukung pemahaman siswa mengenai persentase melalui pembelajaran matematika realistik. Prinsip utama dari pendidikan matematika realistik adalah bahwa matematika harus bermakna bagi siswa. Hal ini dapat dicapai dengan penggunaan situasi yang bermakna, baik dalam bentuk permasalahan maupun aktivitas sebagai landasan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, beberapa permasalahan kontekstual mengenai persentase dieksplorasi untuk digunakan sebagai titik awal pembelajaran persentase. Norma sosial kelas (classrooms social norms) dan norma sosial matematika (sociomathematical norms) dalam proses pembelajaran sangat penting dibangun untuk mendukung berlangsungnya proses pembelajaran yang bermakna. Kata kunci: persentase, pemahaman yang bermakna, pendidikan matematika realistik, norma kelas 1. Pendahuluan Matematika adalah ilmu pengetahuan yang digunakan secara luas dalam kehidupan sehari-hari dan memegang peranan penting dalam kurikulum untuk hampir seluruh ilmu pengetahuan alam maupun pengetahuan sosial. Persentase adalah salah satu topik matematika yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan memegang peranan penting dalam kurikulum sekolah. Menyadari pentingnya persentase dalam kehidupan sehari-hari, persentase sudah diajarkan sejak sekolah dasar. Namun, banyak soal-soal persentase di sekolah mengindikasikan bahwa pembelajaran cenderung difokuskan pada prosedur-prosedur (Van den Hauvel-Panhuizen, 1994). Banyak siswa dapat dengan cepat belajar bagaimana menghitung persentase secara benar melalui prosedur perhitungan namun mereka kesulitan untuk menjelaskan persentase itu sendiri. Hal itu dapat terjadi karena konsep matematika diberikan pada siswa di sekolah langsung pada level formal dan diberikan sebagai konsep yang terpisah dari permasalahan kontekstual (Van de Walle & Folk, 2005). Armanto (2002) juga mengungkapkan bahwa matematika di Indonesia cenderung diajarkan pada level Makalah dipresentasikan dalam dengan tema Matematika dan Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran pada tanggal 3 Desember 2011 di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY

formal; guru menjelaskan operasi dan prosedur-prosedur matematika, dan memberi contoh, kemudian menyuruh murid untuk mengerjakan soal yang serupa. Menyadari hal itu, sebaiknya matematika tidak langsung diajarkan pada level formal. Pembelajaran matematika harus berfokus pada pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran matematika yang bermakna menuntut peran aktif siswa dalam belajar. Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (Realistic Mathematics Education) memandang bahwa siswa perlu mengalami proses belajar matematika sebagai suatu kegiatan penemuan kembali (re-inventin) suatu konsep matematika. Realistic Mathematics Education (RME) didasarkan pada pemikiran Hans Freudenthal yang menyatakan bahwa matematika merupakan aktivitas manusia, bukan sebagai ilmu pengetahuan yang harus dipindahkan dari guru ke siswa (Freudenthal, 1991). Dalam pembelajaran matematika realistik, siswa diberi kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai masalah kontekstual sehingga pembelajaran dibangun dari pengetahuan informal siswa (Van den Hauvel-Panhuizen, 2003). Dengan mengaitkan matematika dengan kehidupan nyata, diharapkan siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan yang bermakna dan tidak hanya sekedar ingatan prosedural. Oleh karena itu, permasalahan utama yang akan dibahas dalam makalah ini adalah mengenai bagaimana mendukung siswa untuk memperoleh pemahaman yang bermakna khususnya pada topik persentase. Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan suatu teori instruksional local (local instructional theory) yang mendukung siswa untuk memperoleh pemahaman yang bermakna khususnya pada topik persentase. Manfaat penelitian dapat di kategorikan dalam dua hal yaitu kemanfaaatan secara praktis dan kemanfaatan secara teoritis. Secara teoritis, penelitian ini memberi kontribusi bagi sebuah teori instruksional yang mendasar (grounded instructional theory) dalam pembelajaran persentase. Secara praktis, penelitian ini memberikan gambaran bagi guru-guru dan peneliti-peneliti tentang bagaimana mendesain suatu pembelajaran yang menekankan pemahaman khususnya pada topik persentase. 2. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia Pendidikan Matematika Realistik didasarkan pada pemikiran Freudenthal mengenai matematika sebagai aktivitas manusia (Gravemeijer, 1994). Berdasarkan Yogyakarta, 3 Desember 2011 MP 518

pemikiran Freudenthal, matematika harus terkait dengan realita, dekat dengan dunia siswa dan harus relevan dengan kehidupan sosial. Kata realistik tidak hanya berarti suatu kenyataan, tetapi realistik berarti sesuatu yang bermakna bagi siswa. Dalam pembelajaran matematika realistik, permasalahan kontekstual yang dipakai harus bermakna bagi siswa. Pada pendekatan mekanistik, permasalahan kontekstual juga dipakai dalam pembelajaran permasalahan kontekstual, tetapi permasalahn kontekstual diberikan di akhir pembelajaran sebagai suatu bentuk penerapan dari konsep yang dipelajari. Sedangkan pada pendekatan realistik, permasalahan kontekstual digunakan sebagai titik awal pembelajaran (pondasi) dan juga aplikasi dari suatu konsep matematika (Van den Heuvel-Panhuizen, 2003). Pendekatan RME akan lebih lanjut dijelaskan dengan mengelaborasi lima karakteristik dari Pendidikan Matematika Realistik yang dijelaskan oleh Treffers (1987), yaitu: 1. Eksplorasi Fenomenologis Dalam pembelajaran matematika realistik, siswa diberi kesempatan untuk mengeksplorasi fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang bermakna bagi siswa. Dari kegiatan eksplorasi fenomena kehidupan sehari-hari ini, pengetahuan informal siswa kemudian dikembangkan menjadi pengetahuan matematika formal. 2. Penggunaan model dan simbol untuk matematika progresif Dalam pembelajaran matematika realistik, model-model dan symbol-simbol digunakan, dieksplorasi, dan dikembangkan untuk menjembatani perbedaaan level dari level konkrit ke level formal. 3. Penggunaan hasil kerja siswa Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi dan memberikan kontribusi mengenai berbagai strategi dapat mendukung perkembangan individu siswa. Dalam pembelajaran realistik, siswa dituntut lebih aktif dan kreatif dalam mengembangkan ide-ide dan strategi-strategi. 4. Interaktivitas Interaksi antara siswa dan antara siswa dan guru dapat mendukung proses belajar siswa. Interaksi ini didukung oleh suasana kelas yang kondusif. Oleh karena itu, salah satu tugas utama seorang guru adalah membangun suasana kelas yang diharapkan Yogyakarta, 3 Desember 2011 MP 519

(Gravemeijer & Cobb, 2006). Interaksi sosial ini juga dapat menstimulasi siswa untuk mempersingkat proses belajar mereka. 5. Keterkaitan Dalam merancang aktivitas instruksional, penting bagi guru untuk melakukan integrasi antar topik baik dalam bidang matematika maupun antar bidang ilmu lainnya. Hal ini menunjukkan bagaimana manfaat dan peran suatu topik atau konsep terhadap topik yang lain 3. Pemahaman dalam Pembelajaran Persentase Dalam matematika dikenal berbagai istilah mengenai pemahaman, termasuk diantaranya pemahaman instrumental dan pemahaman relasional (Skemp, 1987). Carpenter dan Lehrer (1999) menegaskan bahwa pemahaman adalah suatu proses. Pemahaman sendiri dibangun tidak hanya dengan sekedar menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya, tetapi juga melibatkan suatu proses membangun struktur pengetahuan dan hubungan yang mencerminkan gagasan dan prinsip dasar dalam matematika (big ideas). Berikut akan dibahas suatu kasus tentang pemahaman persentase pada penelitian di kelas V SD (siswa-siswa yang terlibat merupakan siswa yang sudah pernah belajar persentase di sekolah). Seorang siswa yaitu Doni (nama samaran) mengalami kebingungan dalam membuat arsiran yang menyatakan 90%. Pada waktu pembelajaran, guru menyuruh Doni untuk mengarsir suatu persegi panjang yang merupakan suatu model dari sawah. Guru menceritakan bahwa 90% dari sawah tersebut akan ditanami padi dan guru tersebut kemudian menyuruh Doni untuk mengarsir bagian sawah yang akan ditanami padi. Hal yang sangat mengejutkan terjadi saat Doni hanya mengarsir kurang lebih seperempat dari persegi panjang tersebut. Pada kesempatan lain, pada saat Doni dihadapkan pada situasi dimana ia harus menghitung suatu jumlah jika persentase dan jumlah keseluruhan diketahui (contoh: menghitung 10% dari 20), ia dapat mengerjakan soal tersebut dengan benar dengan menggunakan algoritma prosedural. Apa yang dialami oleh Doni merupakan indikasi terbatasnya pemahaman Doni mengenai persentase. Pengetahuan Doni mengenai persentase hanya terbatas pada perhitungan prosedural dan masih terlepas dari gagasan dasar (big ideas) mengenai persentase seperti nilai relatif suatu bagian dari suatu jumlah. Banyak penelitian Yogyakarta, 3 Desember 2011 MP 520

mengungkapkan bahwa persentase diajarkan hanya sebagai cara lain merepresentasikan notasi pecahan. Oleh karena itu, siswa hanya belajar sekilas mengenai persentase dan hanya menguasai algoritma prosedural untuk menghitung persentase. Kesalahan yang dilakukan Doni mungkin terkait dengan pembelajaran persentase yang hanya cenderung menekankan mengenai perhitungan tanpa membangun gagasan-gagasan (big ideas) tentang persentase. Fosnot & Dolk (2002) menyatakan bahwa persentase adalah hubungan yang berdasarkan pada perseratusan; sehingga persentase menyatakan nilai relatif bagian dari suatu keseluruhan dan bukan menyatakan nilai absolut. Siswa-siswa tidak perlu menjelaskan pengertian tersebut, tetapi mereka harus menunjukkan menyadari bahwa persentase selalu terkait dengan suatu satuan (jumlah) dan persentase tidak dapat dibandingkan tanpa merujuk pada suatu satuan (jumlah) (Van den Heuvel-Panhuizen, 1994). Beberapa konsep dasar yang terkait dengan pembelajaran pecahan dirangkum dalam bagan sebagai berikut: Big ideas for learning percentage Sense of fullness of percentage Meaning of percentage Relative value of percentage Multiple interpretation s of percentage Percentage greater than 100 Dalam pembelajaran tersebut, hal yang penting yang mendasari pembelajaran adalah pengeksplorasian berbagai permasalahan kontekstual yang dekat dengan dunia siswa. Berbagai permasalahan kontekstual yang digunakan dalam penelitian di SD di Yogyakarta dan Surabaya yaitu loading bar, diskon, konsentrasi gula dalam minuman, dan sebagainya. Selain itu, keguanaan konsep persentase dalam kehidupan sehari-hari hendaknya dikenalkan kepada siswa. Kegunaan persentase terletak pada kemudahannya Yogyakarta, 3 Desember 2011 MP 521

dalam membandingkan proporsi. Galen et al (2008) menyatakan bahwa persentase bukan hanya suatu cara lain dalam menyatakan notasi pecahan. Persentase muncul karena keterbatasan yang dimiliki pecahan; pecahan sulit untuk dibandingkan satu sama lain, dan skala yang dimiliki tidak jelas. 4. Norma Kelas Sebagai dampak dari proses reformasi dalam bidang pendidikan matematika, peran guru dalam pembelajaran bergeser menjadi fasilitator belajar. Sebagai fasilitator belajar, salah satu tugas penting guru yaitu menyiapkan sarana belajar termasuk membangun norma kelas (classrooms norms) sehingga proses belajar dapat berjalan dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses mengkonstruksi pengetahuan. Norma kelas yang dimaksud disini adalah norma sosial (social norms) dan norma sosial matematika (socio-mathematical norms). Yackel & Cobb (1999) menekankan bahwa membangun norma sosial dan norma sosial matematika sangat penting dalam proses pembelajaran yang menanamkan pemahaman. Yackel & Cobb (1999) mengemukakan bahwa norma sosial (social norms) penting dibangun demi terwujudnya budaya kelas yang kondusif; yang menekankan partisipasi siswa secara aktif. Gravemeijer & Cobb (2006) memberikan beberapa contoh norma sosial yang penting dibangun dalam suatu pembelajaran, yaitu siswa menjelaskan dan memberikan argument (justifikasi), siswa mendengarkan dan mencoba memahami penjelasan yang dberikan oleh siswa lain, serta siswa memberikan pendapat atau komentar yang menginformasikan bahwa ia sependapat atau tidak sependapat dengan pendapat siswa lain. Selanjutnya, menurut Yackel & Cobb (1999) mengemukakan bahwa norma sosial mendukung terciptanya norma sosial matematika (norma-norma yang secara khusus mendukung pemikiran matematika di dalam pembelajaran). Contoh-contoh norma sosial matematika (socio-mathematical norms) yaitu siswa mencoba memberikan berbagai strategi dan penyelesaian, siswa mencoba untuk memberikan penjelasan atau justifikasi atas suatu ide matematika, guru membimbing siswa untuk mengevaluasi atau mengkritisi suatu penyelesaian matematika. Yogyakarta, 3 Desember 2011 MP 522

5. Metode Penelitian 5.1. Metodologi Penelitian Desain (Design Research Methodology) Sehubungan dengan tujuan penelitian, metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian desain (design research). Design research adalah suatu jenis metode penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan teori mengenai proses dan sarana belajar yang mendukung proses pembelajaran (Gravemeijer & Cobb, 2006). Tiga tahapan dalam design research menurut Gravemeijer & Cobb (2006), yaitu: 1. Tahap persiapan dan perancangan 2. Tahap eksperimen 3. Tahap analisis retrospektif Bakker (2004) menjelaskan bahwa alat yang terbukti sangat berguna dalam semua tahapan design research yaitu hipotesis trayektori pembelajaran (hypothetical learning trajectory). A hypothetical learning trajectory (HLT) adalah jembatan antara teori dan pelaksanaan pembelajaran di kelas. Simon (1995, in Simon and Tzur, 2004) menjelaskan bahwa HLT teridiri dari tujuan pembelajaran bagi siswa, masalah atau tugas matematika, dan hipotesis atau dugaan mengenai proses belajar siswa. 5.2. Subyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di kelas V SD di Surabaya dan di Yogyakarta. 5.3. Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini dilaksanakan dengan mengumpulkan dua jenis data sbb: - Video Pada penelitian ini, data video merupakan data utama. Video merekam seluruh aktivitas dan diskusi saat pembelajaran di kelas, diskusi di kelompok-kelompok kecil, serta merekam wawancara peneliti dengan guru dan siswa. - Data tertulis Data tertulis mencakup hasil pekerjaan siswa, lembar observasi, pre test dan post test, serta catatan-catatan lain yang dikumpulkan selama penelitian. 5.4. Reliabilitas dan Validitas Reliabilitas terkait dengan kualitas pengukuran. Dalam penelitian ini, untuk meyakinkan reliabilitas penelitian diupayakan dua cara yaitu triangulasi data dan Yogyakarta, 3 Desember 2011 MP 523

interpretasi silang. Interpretasi silang dilakukan untuk meminimalkan subyektivitas peneliti. Validitas internal merujuk pada suatu kualitas kumpulan data yang diperoleh dan penalaran yang kuat yang melandasi kesimpulan. Dalam penelitian ini, validitas internal diuapayakan dengan dua cara yaitu dengan melakukan pengujian dugaan dan juga trackability dari kesimpulan. 6. Hasil Penelitian dan Pembahasan Berdasarkan penelitian yang dilakukan dibangun sebuah teori instruksional lokal untuk pembelajaran persentase di kelas V yang dirangkum dalam sebuah tabel berikut. Permasalahan kontekstual/ media Loading process (program aplikasi mengenai loading process) Permasalahan mengenai luas (kertas berpetak) Aktivitas Memperkirakan besarnya persentase dari suatu proses loading Menggambar sketsa suatu rumah Tujuan Siswa menyadari bahwa jika persentase mendekati 100 itu berarti hampir seluruhnya dan jika persentase mendekati 0 itu berarti hampir tidak ada. Siswa menyadari bahwa jika seseorang membagi suatu total dalam seratus bagian, maka satu bagian kecil menyatakan 1% dari jumlah total, atau jika seseorang membagi suatu total dalam seratus bagian, maka sepuluh bagian kecil menyatakan 10%. Gagasan Matematika The fullness of percentage Persen berarti beberapa bagian dari 100 bagian keseluruhan. Yogyakarta, 3 Desember 2011 MP 524

Permasalahan kontekstual/ media Permasalahan mengenai jumlah permen (potonganpotongan kertas) Diskon (gambar diskon penjualan suatu produk di dua toko berbeda) Konsentrasi sari jeruk (beberapa gelas minuman sirup jeruk) Suatu produk dengan tambahan ekstra gratis Berat dan luas Aktivitas Menentukan jumlah bagian dari benda diskrit dari suatu keseluruhan. Membandingkan dua diskon yang berbeda Mengurutkan tingkat kemanisan minuman Menggambar suatu produk yang memiliki tambahan ekstra gratis dan menentukan beratnya. Menyelesaikan permasalahn yang melibatkan persentase lebih dari 100. Tujuan Siswa menyadari pentingnya persentasepersentase sederhana yang bisa menjadi suatu patokan (benchmark percentages) seperti 5%, 10% yang diperoleh dari membagi suatu objek menjadi beberapa bagian yang sama. Siswa mengetahui bahwa seseorang tidak dapat membandingkan persentase-persentase secara absolut. Siswa mengetahui penggunaan persentase untuk mempermudah dalam membandingkan proporsi. Siswa mengetahui bahwa persentase lebih dari 100 mengindikasikan bahwa ada peningkatan. Siswa mengetahui bahwa terdapat banyak cara dalam menyelesaikan persoalan yang melibatkan persentase lebih dari 100. Gagasan Matematika Persen berarti beberapa bagian dari 100 bagian keseluruhan. Persentase merupakan relatif Persentase merupakan relatif nilai nilai Persentase lebih besar dari 100 Persentase lebih besar dari 100 7. Simpulan dan Saran Secara umum, pembelajaran yang didesain dapat mendukung siswa dalam memahami persentase. Permasalahan kontekstual yang dirancang dalam pembelajaran membantuk siswa untuk dapat lebih memaknai persentase sehingga siswa tidak hanya sekedar menguasai perhitungan formal yang biasa diperkenalkan di sekolah. Penggunaan media pembelajaran seperti aplikasi loading prosess,kertas berpetak, serta Yogyakarta, 3 Desember 2011 MP 525

model-model konkret lainnya juga membantu siswa untuk lebih memahami konsep persentase. Namun, tidak semua siswa mampu mengeksplorasi dan memahami semua gagasan matematika yang ada. Masih ada siswa yang sangat terpaku pada algoritma prosedural sehingga sangat sulit untuk menyelesaikan beberapa persoalan non-rutin yang disajikan. Merancang pembelajaran yang bermakna dan mengajak siswa untuk dapat lebih memaknai matematika bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilaksanakan. Tetapi hal tersebut sangat mungkin dilaksanakan dalam pembelajaran. Dalam proses pembelajaran yang menanamkan pemahaman, pemahaman siswa dibangun lewat diskusi bersama. Oleh karena itu, tugas utama guru di kelas yaitu membangun budaya kelas yang menekankan partisipasi aktif dari siswa. Pembelajaran yang bermakna patut diupayakan demi meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di Indonesia. 8. Daftar Pustaka Armanto, D. (2002). Teaching Multiplication and Division Realistically in Indonesian Primary Schools: A Prototype of Local Instructional Theory. Dissertation. Enschede: University of Twente. Carpenter, T., & Lehrer, R. (1999). Teaching and Learning Mathematics with Understanding. In E. Fennema & T. A. Romberg (Eds), Mathematics Classrooms that Promote Understanding (pp. 19-32). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates. Fosnot, T.F. & Dolk, M. (2002). Young Mathematicians at Work: Constructing Fractions, Decimals, and Percents. Portsmouth: Heinemann Freudenthal, H. (1991). Revisiting Mathematics Education: China Lectures. Dordrecht, The Netherlands: Kluwer Academics Publisher Gravemeijer, K. (1994). Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: CD Beta Press Gravemeijer, K., Cobb, P. (2006). Design Research from a Learning Design Perspective. Educational Research, 17-51. Simon, MA and Ron Tzur (2004). Explicating the Role of Mathematical Tasks in Conceptual Learning: An Elaboration of the Hypothetical Learning Trajectory. Mathematical Thinking and Learning. Yogyakarta, 3 Desember 2011 MP 526

Skemp, Richard R. (1987). The Psychology of learning mathematics. USA: Lawrence Erlbaum Associates, Inc., Pubsilhers. TAL Team. (2008). Fraction, Percentage, Decimal and Proportions. Utrecht: Sense Publishers Treffers, A. (1987). Three Dimensions. A Model of Goal and Theory Description in Mathematics Instruction The Wiskobas Project. Dordrecht, The Netherlands: Reidel Publishing Company Van de Walle, J. & Folk, S. (2005). Elementary and Middle School Mathematics. Teaching Developmentally. Toronto: Pearson Education Canada Inc. Van den Heuvel-Panhuizen, M. (1994). Improvement of didactical assessment by improvement of the problems: An attempt with respect to percentage. Educational Studies in Mathematics, 27, 341-372. Van den Heuvel-Panhuizen, M. (2003). The didactical use of models in realistic mathematics education: An example from a longitudinal trajectory on percentage. Educational Studies in Mathematics, 54(1), 9-35. Yackel, E., & Cobb, P. (1996). Sociomath norms, argumentation, and autonomy in mathematics. Journal for Research in Mathematics Education, 27 (4), 458-477. Yogyakarta, 3 Desember 2011 MP 527