I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh

Pemetaan Tingkat Polusi Udara di Kota Surabaya Berbasis Android

BAB I PENDAHULUAN. kota yang menjadi hunian dan tempat mencari kehidupan sehari-hari harus bisa

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

Bab I Pendahuluan. Gambar I.1 Bagan alir sederhana sistem pencemaran udara (Seinfield, 1986)

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA)

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai ERP Dilihat dari Willingness To Pay (WTP) Pengguna Jalan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan jumlah penduduk, ekonomi, industri, serta transportasi,

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

BAB I PENDAHULUAN. Hasil Analisa Bulan November Lokasi/Tahun Penelitian SO2 (µg/m 3 ) Pintu KIM 1 (2014) 37,45. Pintu KIM 1 (2015) 105,85

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

GREEN TRANSPORT: TRANSPORTASI RAMAH LINGKUNGAN DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENGURANGI POLUSI UDARA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR

B A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kusumawati, PS.,Tang, UM.,Nurhidayah, T 2013:7 (1)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

STUDI TINGKAT KUALITAS UDARA PADA KAWASAN RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO DI MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 : PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang semakin menurun untuk mendukung kehidupan mahluk hidup. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Semakin bertambahnya aktivitas manusia di perkotaan membawa

BAB I PENDAHULUAN 1 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas lingkungan yang baik merupakan hal penting dalam menunjang kehidupan manusia di dunia.

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN.

FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA

PETUNJUK TEKNIS EVALUASI KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI PERKOTAAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. udara terbesar mencapai 60-70%, dibanding dengan industri yang hanya

BAB V Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri

VIII. SKENARIO KEBIJAKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GREEN TRANSPORTATION

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, negara, dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka

KONSENTRASI POLUSI UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR PADA RUAS JALAN SAM RATULANGI MANADO

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

IV. METODE PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan :

BAB I PENDAHULUAN. kebanyakan dihasilkan oleh industri-industri. Pada awalnya kegiatan industri

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara sudah menjadi masalah yang serius di kota-kota besar di dunia. Polusi udara perkotaan yang berdampak pada kesehatan manusia dan lingkungan telah dikenal secara luas selama kurang lebih 50 tahun terakhir (Azmi et al., 2010; Gurjar et al., 2008; Ozden et al., 2008). Selain dampak terhadap kesehatan manusia, polusi udara juga dapat berdampak negatif terhadap ekosistem, material dan bangunan-bangunan, vegetasi dan visibilitas (Ilyas et al., 2009). Kota Makassar sebagai sebagai pusat pengembangan kawasan strategis di kawasan timur Indonesia, cenderung mengalami pertumbuhan yang pesat di berbagai bidang termasuk sektor transportasi sebagai penunjang aktivitas masyarakat yang sangat penting dirasakan saat ini. Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan jumlah penduduk memberi dampak pertumbuhan sektor tranportasi yang meningkat sangat cepat. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah kendaraan di Kota Makassar, baik kendaraan umum maupun pribadi yang mencapai sekitar 856 ribu unit pada tahun 2010 dengan tingkat pertumbuhan mencapai 12% pertahun (Dinas Perhubungan Kota Makassar, 2010). Pertumbuhan kendaraan yang pesat di kota-kota besar mencerminkan kurang memadainya sistem transportasi kota. Masyarakat terdorong untuk menggunakan mobil pribadi dan sepeda motor karena ketiadaan transportasi umum yang nyaman, aman, murah dan tepat waktu. Pertumbuhan jumlah kendaraan yang tidak sebanding dengan peningkatan volume jalan yang cenderung statis mengakibatkan terjadinya perlambatan hingga kemacetan di berbagai ruas jalan. Hal ini berakibat pada pemborosan konsumsi bahan bakar kendaraan dan juga terjadinya akumulasi jumlah emisi dan degradasi kualitas udara (WRI, 2008). Beberapa hasil kajian juga menyimpulkan bahwa sektor transportasi memberikan kontribusi yang besar terhadap pencemaran udara perkotaan di beberapa kota besar di Indonesia. Sektor transportasi menyumbang 65% hingga 75% dari pencemar nitrogen oksida (NO 2 ) dan 15% hingga 55% pencemar particulate matter (PM 10 ) (Syahril et al., 2002; Suhadi dan Damantoro, 2005).

2 Menurut JICA (2004), kendaraan bermotor merupakan sumber utama polusi udara di daerah perkotaan dan menyumbang 70% emisi NO 2, 52% emisi VOC dan 23% partikulat. Beberapa studi tentang pencemaran udara di Kota Makassar telah dilaporkan. Hasil riset yang dilakukan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) pada tahun 2006 hingga 2008 di 30 kota besar di Indonesia termasuk Kota Makassar menunjukkan peningkatkan nilai konsentrasi emisi sulfur dioksida (SO 2 ) sebesar 23.10 hingga 45.29 µg/m 3, dan nitrogen dioksida (NO 2 ) sebesar 14.80 hingga 62.11 µg/m 3. Hasil pengukuran partikulat yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2009 di kawasan terminal regional Daya sebesar 256.97 µg/m 3 atau telah melampaui baku mutu yang telah ditetapkan berdasarkan SK. Gubernur No.14 Tahun 2003 sebesar 230 µg/m 3. Sedangkan untuk konsentrasi NO 2 dan SO 2 masih berada di bawah baku mutu udara ambien yaitu sebesar 92.5 dan 20.9 µg/m 3. Menurut Mehta et al., (2011), setiap peningkatan 10 µg/m 3 konsentrasi PM 10 pada jangka panjang berhubungan dengan peningkatan 12% resiko kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Hasil studi Hariyati et al. (2009) yang mengkaji pencemaran udara akibat emisi Carbon Monoksida (CO) dan Nitrogen Oksida (NO x ) akibat kendaraan bermotor pada 4 ruas jalan padat lalu lintas di Kota Makassar menunjukkan peningkatan emisi CO dan NO x pada hari kerja (Senin) dibandingkan pada hari libur (Sabtu dan Minggu) pada 4 ruas jalan yang dikaji. Kondisi ini jika tidak segera diambil tindakan pengendalian akan menimbukan dampak ekologis seperti pencemaran udara, resiko kesehatan penduduk, menurunnya nilai estetika dan nilai ekonomi akibat resiko kesehatan. Beberapa kajian juga menyebutkan bahwa menurunnya kualitas udara wilayah perkotaan dapat diduga dari tingginya konsumsi bahan bakar minyak untuk sektor transportasi, sekitar 53% (Lvovsky et al. 2000). Tingginya penggunaan bahan bakar minyak tersebut menyebabkan kontribusi sektor transportasi terhadap penurunan kualitas udara di berbagai kota besar di dunia cukup besar yang rata-rata mencapai 70% (Tietenberg, 2003). Menurut Kementerian Keuangan & Bank Dunia (2008), emisi tahunan Indonesia dari

3 sektor energi mencapai 275 juta ton carbon dioksida ekuivalen atau sekitar 9% dari total emisi Indonesia. Diperkirakan, dengan kebijakan pemerintah saat ini yang cenderung mendukung pengembangan bahan bakar fosil ditambah dengan besarnya hambatan pengembangan energi terbarukan, emisi dari sektor energi akan cenderung meningkat dengan tajam menjadi tiga kali lipat di tahun 2030. Dalam basis perkapita, emisi gas rumah kaca Indonesia telah tumbuh 173% sejak tahun 1980, atau 75% sejak tahun 1990 (WRI, 2008). Hasil studi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), dengan sampel Kota Makassar menemukan bahwa yang menyumbang andil kemacetan adalah kendaraan roda dua. Penyebabnya adalah pertumbuhan kepemilikan warga kota terhadap kendaraan roda dua sangat tinggi, mencapai 709 ribu unit hingga tahun 2010. Pertumbuhan kendaran roda dua yang paling dominan dibanding dengan angkutan umum dan kendaraan pribadi roda empat yaitu sebesar 13.59% per tahun. Sementara jumlah angkutan umum dalam kota hanya sekitar 8.4 persen dari jumlah total kendaraan yang ada di Kota Makassar. Hasil rinci dan detil uji emisi mengidentifikasi bahwa 90.9% angkutan kota dalam kondisi kritis karena seluruh parameter uji emisi tidak ideal, baik karena usia kendaraan, jenis mesin, maupun karena kurangnya perawatan kendaraan dan mesin (Mansyur, 2008). Pendekatan pengendalian pencemaran udara yang dilaksanakan saat ini oleh Pemerintah Daerah adalah pendekatan peraturan perundang-undangan berupa baku mutu, baik baku mutu emisi maupun baku mutu udara ambien melalui SK Gubernur Sulawesi Selatan No. 14 Tahun 2002. Dalam baku mutu udara ambien ditetapkan tingkat pencemaran tertinggi untuk waktu pemaparan tertentu. Berbagai upaya untuk menanggulangi pencemaran udara telah dilakukan baik dalam konteks pencegahan dan penanggulangan, dalam bentuk perbaikan kualitas bahan bakar, mengefektifkan manajemen lalu lintas, pengetatan standar emisi serta penegakan hukum, namun belum semuanya terlaksana secara optimal sehingga tingkat kemacetan dan polusi udara masih tetap meningkat. Untuk merencanakan strategi pengendalian pencemaran udara di Kota Makassar maka diperlukan informasi yang mendasar mengenai karakteristik beban emisi dan pencemaran udara akibat kegiatan transportasi saat ini. Informasi tersebut berupa karakteristik jumlah dan jenis emisi pencemar udara, kondisi

4 meteorologis yang mempengaruhi pencemaran, dan konsentrasi pencemar yang terjadi di wilayah Kota Makassar. Oleh karena itu penelitian ini dibutuhkan untuk mengkaji karakteristik tersebut dan membangun model pengendalian emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk membangun model pengendalian emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar yang diharapkan dapat digunakan sebagai arahan bagi pemerintah daerah dalam pengambilan kebijakan pengendalian pencemaran udara. Secara spesifik penelitian ini bertujuan: 1. Mengestimasi total beban emisi (CO, SO 2, NO 2 dan PM 10 ) kendaraan bermotor di Kota Makassar. 2. Mengestimasi tingkat konsentrasi udara ambien (CO, SO 2, NO 2 dan PM 10 ) di Kota Makassar 3. Mengestimasi dampak pencemaran udara terhadap kesehatan dan nilai ekonomi akibat pencemaran. 4. Menentukan prioritas strategi reduksi beban emisi kendaraan bermotor. 5. Membangun model pengendalian emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar. 1.3 Kerangka Pemikiran Kota Makassar merupakan kota yang terus berkembang. Seiring dengan perkembangan tersebut jumlah penduduk Kota Makassar juga terus bertambah dan akan mempengaruhi potensi dalam menghasilkan polusi udara melalui sumber antropogenik seperti emisi dari kendaraan bermotor, kegiatan industri dan kegiatan rumah tangga. Kontribusi sektor transportasi terhadap komposisi emisi pencemar udara di kota-kota besar di Indonesia menunjukkan bahwa sektor transportasi mempunyai kontribusi yang dominan yaitu mencapai 96.8 hingga 99.8 persen untuk emisi CO, 56.3 hingga 82.5 persen untuk emisi NO 2, 12.6 hingga 63.5 persen untuk emisi SO 2, dan 12.6 hingga 44.1 persen untuk emisi partikulat (Soedomo, 2001). Dengan makin banyaknya kendaraan yang beroperasi di perkotaan, maka emisi gas buang dari kendaraan bermotor juga meningkat.

5 Emisi gas buang kendaraan dan kualitas udara ambien secara langsung saling mempengaruhi, termasuk pada saat terjadi kemacetan akan mempengaruhi kualitas udara secara keseluruhan. Sementara itu, menurut data Bank Dunia (2003), komposisi dari kerusakan lingkungan akibat dari pembakaran bahan bakar fosil pada enam kota di negara berkembang yang dipantau adalah 68% berdampak pada kesehatan, 21% berdampak pada perubahan iklim dan 11% berdampak pada aspek lain. Pencemaran udara selain merusak lingkungan dan kesehatan, juga merugikan secara ekonomi. Hasil kajian Purwanto (2001) menemukan dampak ekonomi akibat pencemaran udara di Jakarta sebesar Rp 1.8 triliun dan jumlah tersebut akan membengkak menjadi Rp 4.3 triliun pada tahun 2015. Apabila jumlah polutan melebihi ambang batas yang telah ditentukan maka dapat mempengaruhi kesehatan manusia, kesuburan daerah pertanian dan perkebunan, bahkan dapat mempengaruhi kerusakan infrastruktur untuk jangka waktu yang lebih lama (Powe, 2004) Pola penyebaran pencemar udara perkotaan memiliki suatu karakteristik tersendiri. Perubahan dalam parameter meteorologis akan membawa pengaruh yang besar dalam penyebaran dan difusi pencemar udara yang diemisikan, baik terhadap kota itu sendiri dalam skala lokal, maupun terhadap daerah pedesaan sekitarnya dalam skala regional (Kimmel, 2003). Dengan pengetahuan dasar mendalam mengenai emisi, topografi, meteorologi dan kimia, suatu model dapat dikembangkan untuk meramalkan konsentrasi pencemar, baik bagi pencemar primer maupun yang sekunder sebagai fungsi dari berbagai tempat dan lokasi yang berbeda dalam daerah aliran udaranya (Geddes et al., 2009). Perilaku sistem pencemaran udara yang rumit, berubah cepat dan mengandung ketidakpastian menyebabkan pengendalian pencemaran udara di Makassar tidak mungkin dikaji atau dikendalikan oleh satu atau dua metode spesifik saja, namun membutuhkan pendekatan sistem dan pemodelan. Pendekatan sistem diperlukan dalam rangka pembatasan ruang lingkup dan meminimalkan pengaruh serta output yang tidak dikehendaki, agar pengendalian pencemaran berlangsung secara berkelanjutan.

6 Desain sistem berdasarkan pendekatan model dinamik diperlukan untuk memahami perilaku dan melakukan simulasi terhadap sistem secara sederhana, sehingga kemungkinan alternatif pengendalian dan strategi pengelolaan menjadi lebih efektif dan terpadu. Model pengendalian pencemaran yang dibangun didasarkan pada beban emisi dan karakteristik meteorologis yang berpengaruh terhadap penyebaran polutan, serta faktor-faktor yang berpengaruh dalam rangka pencapaian tujuan. Model dinamik juga menawarkan berbagai cara untuk menggambarkan sistem yang dikembangkan, menganalisis perilaku sistem, dan menghubungkan perilaku yang diamati dengan struktur sistem dengan suatu bentuk desain sistem dan pemodelan (Pramudya, 2006; Muhammadi et al., 2001). Model-model yang telah divalidasikan dengan hasil pengamatan lapangan, akan merupakan suatu instrumen yang sangat berguna dalam merumuskan kebijakan yang efektif (Hartrisari, 2007). Pemodelan sistem dinamik digunakan untuk menentukan interaksi antara variabel yang berpengaruh di dalam sistem dan menganalisis interaksi variabel-variabel tersebut terhadap waktu, selain itu model dapat berfungsi sebagai alat bantu dalam menunjang pengambilan keputusan (Avianto, 2010; Handoko, 2005). 1.4 Rumusan Masalah Jumlah kendaraan bermotor di Kota Makassar tiap tahun terus meningkat, hal ini terbukti dengan makin banyaknya jumlah titik kemacetan dan penurunan kecepatan kendaraan di berbagai ruas jalan. Kawasan atau jalur rawan kemacetan di Makassar terus bertambah seiring menurunnya tingkat pelayanan jalan dengan perbandingan volume kendaraan dan kapasitas jalan (V/C ratio) dari 0.36 sampai 0.78 atau kondisi lalulintas yang berpotensi terjadi tundaan sampai kemacetan (Dinas Perhubungan Kota Makassar, 2010). Sebagian besar kawasan kota, daya tampung ruas jalan terhadap volume lalulintas tidak memadai lagi yang berdampak pada penurunan kualitas lingkungan (Dinas PU Kota Makassar, 2010). Kemacetan juga disebabkan karena hingga kini belum ada transportasi massal yang memadai yang dapat dijadikan sebagai sarana penunjang mobilitas masyarakat hingga masyarakat cenderung menggunakan kendaraan pribadi sebagai moda utama transportasi. Hal ini tentunya akan memperburuk kualitas

7 udara akibat pembakaran bahan bakar yang cukup tinggi (Mansyur, 2007). Skema kerangka pemikiran penelitian diilustrasikan pada Gambar 1. Kota Metro Makassar Pusat Pengembangan Kawasan Strategis Nasional di KTI Konsep Umum PPU: Baku Mutu Udara Ambien, Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan, ISPU Kondisi Eksisting Peningkatan Jumlah Penduduk Peningkatan Jumlah Kend. Bermotor. Volume Jalan Relatif Tetap Belum ada Moda Transportasi Massal Kemacetan Meningkat Peningkatan Emisi Gas Buang Kendaraan Pencemaran Udara Ambien Ekologi: Degradasi Lingkungan Peningkatan Emisi Peningkatan Konsentrasi Udara Ambien Ekonomi: Biaya Kesehatan Produktivitas Menurun Sosial: Peningkatan Penyakit ISPA Model Pengendalian Pencemaran Emisi Kendaraan Bermotor Sub-model Emisi (Lingkungan): Emisi Kendaraan Bermotor Konsentrasi Ambien Polutan Sub-model Dampak Pencemaran (Sosial-Ekonomi) : Estimasi Dampak Pencemaran pd Kesehatan Nilai Ekonomi Dampak Pencemaran Arahan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara di Kota Makassar Gambar 1. Kerangka pikir model pengendalian emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar.

8 Dampak terparah dari menurunnya kualitas udara adalah pada kesehatan masyarakat, baik secara sosial maupun ekonomi. Peningkatan konsentrasi gas buang kendaraan tersebut di udara akan menyebar ke daerah sekitarnya dan sebagai akibatnya dapat mengganggu kesehatan masyarakat (Cahaya, 2003). Kebijakan pembangunan transportasi dan manajemen yang kurang tepat serta aspek peruntukan lahan dan tata ruang yang tidak terencana akan memperburuk dampak negatif tersebut. Diperlukan strategi dan upaya pengendalian yang efektif agar dampak dari emisi kendaraan terhadap degradasi lingkungan dapat diminimalkan. Untuk menjaga kualitas udara sesuai baku mutu yang diinginkan, diperlukan upaya pengendalian. Tanpa upaya pengendalian, pencemaran akan terus berlangsung dan dampaknya akan semakin luas, baik dampak terhadap lingkungan maupun dampak terhadap kesehatan masyarakat. Pentingnya pengendalian kualitas udara merupakan implikasi dari tekanan polutan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun akibat meningkatnya jumlah sumber polutan. Beberapa pertanyaan penelitian terkait model pengendalian emisi kendaraan bermotor yang akan dibangun adalah: 1. Bagaimana karakteristik beban emisi (CO, SO 2, NO 2 dan PM 10 ) di Kota Makassar. 2. Bagaimana tingkat konsentrasi udara ambien (CO, SO 2, NO 2 dan PM 10 ) di Kota Makassar. 3. Bagaimana dampak pencemaran udara terhadap kesehatan dan nilai ekonomi akibat pencemaran. 4. Bagaimana prioritas strategi reduksi beban emisi 5. Bagaimana model pengendalian emisi kendaraan bermotor yang dapat diterapkan di Kota Makassar. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi berupa konsep model pengendalian emisi kendaraan bermotor dalam mendukung pembangunan berkelanjutan. Penelitian ini secara praktis dapat memberikan kontribusi antara lain:

9 1. Sebagai pedoman dalam penentuan titik pemantauan kualitas udara di Kota Makassar. 2. Sebagai pedoman perencanaan tata ruang kota berdasarkan distribusi spasial polutan. 3. Sebagai alternatif penyusunan kebijakan untuk mengatasi pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar. 4. Sebagai referensi bagi penelitian dalam bidang pencemaran udara khususnya dari emisi kendaraan bermotor. 1.6 Kebaruan Gagasan (Novelty) Berkaitan dengan kebaruan dalam model pengendalian pencemaran udara khususnya yang bersumber dari emisi kendaraan bermotor, dilakukan melalui penelusuran kepustakaan berupa tesis, disertasi, jurnal penelitian dalam dan luar negeri serta publikasi lainnya. Fokus penelusuran kepustakaan dilakukan pada hasil kajian pemodelan menggunakan sistem dinamis atau model lainnya yang terkait dengan pengendalian pencemaran udara dari kendaraan bermotor di beberapa kota besar di Indonesia maupun di luar negeri. Penggunaan sistem dinamis saat ini banyak digunakan pada berbagai objek penelitian di berbagai bidang termasuk di bidang pengelolaan lingkungan. Penggunaan metode sistem dinamis dapat menggambarkan proses, perilaku dan kompleksitas dari sistem. Kajian model pengendalian pencemaran udara selama ini banyak dilakukan secara parsial tanpa memperhatikan keseluruhan komponen yang berpengaruh pada proses pengendalian. Kajian penggunaan model dinamis pada penelitian sebelumnya juga belum didukung dengan metode spasial untuk melihat distribusi beban emisi dan konsentrasi ambien polutan pada suatu wilayah. Kebaruan dalam penelitian ini adalah: 1. Dari segi metode, penelitian ini mengaplikasikan pendekatan sistem dinamik yang didukung dengan metode spasial sehingga analisis yang dihasilkan lebih komprehensif baik dalam skala waktu maupun ruang. 2. Dihasilkannya konsep model pengendalian emisi kendaraan bermotor yang dibangun berdasarkan kondisi meteorologis wilayah yang diteliti serta strategi pengendalian pencemaran udara yang direkomendasikan.

10 berikut. Kajian penelitian sebelumnya terkait kebaruan dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1. Penelitian sebelumnya terkait novelty No Peneliti Hasil Penelitian Perbedaan Metode 1. Sofyan, (2001) estimasi beban emisi kendaraan Tidak melakukan prediksi bermotor dan konsentrasi kualitas udara dalam jangka ambien CO di Kota Bandung panjang dan tidak mengkaji aspek sosial ekonomi yang 2. Syahril et al., (2002) Prediksi beban emisi dan konsentrasi ambien polutan (PM 10, NO 2, CO, SO 2, THC), dampak kesehatan dan kerugian ekonomi di Jakarta hingga Tahun 2015 3. Santosa, (2005) Tingkat konsentrasi ambien dan penyebaran polutan (SO 2, NO 2, CO) di Kota Bogor 4. Hariyati et al., (2007) Estimasi beban emisi dan konsentrasi ambien polutan CO dan NO 2 akibat kendaraan bermotor pada ruas jalan padat lalu lintas di Kota Makassar 5. Soleiman, (2008) Peningkatan beban emisi dan konsentrasi ambien polutan PM 10, dampak kesehatan dan kerugian ekonomi di Jakarta hingga Tahun 2025 6. Listyarini, (2008) Prediksi biaya kesehatan dan akibat pencemaran SO 2 dan NO 2 hingga tahun 2025 di Jakarta 7. Rahmawati, (2009) 8. Jhosua et al. (2010) Estimasi dan prediksi beban emisi dan konsentrasi udara ambien polutan CO, NO x dan PM 10 hingga tahun 2020 serta pengaruh penerapan skenario terhadap reduksi beban emisi dan konsentrasi udara ambien di Jakarta Hasil model konsisten dengan hasil pengukuran dengan konsentrasi O 3 dan PM yang lebih tinggi pada musin dingin dibanding pada musim panas. 9. Azmi et al., 2010 Konsentrasi ambien dari seluruh polutan atmosferik pada 3 wilayah monitoring yang berbeda di Klang Valley Malaysia masih berada di bawah baku mutu yang diisinkan. ditimbulkan akibat pencemaran Hasil prediksi emisi dan konsentrasi udara ambien tidak didukung metode spasial (GIS) Tidak melakukan estimasi beban emisi dan kajian aspek sosial ekonomi Tidak melakukan prediksi kualitas udara jangka panjang dan tidak menggunakan metode spasial (GIS) Menggunakan model dinamik tetapi tidak didukung analisis spasial (GIS) Menggunakan model dinamik tetapi tidak didukung analasis spasial (GIS) Tidak didukung analasis spasial (GIS) serta tidak mengkaji aspek sosial ekonomi Tidak melakukan prediksi kualitas udara jangka panjang dan tidak ada kajian aspek sosial ekonomi Tidak melakukan prediksi beban emisi serta tidak didukung analisis spasial (GIS)