Lex et Societatis, Vol. II/No. 4/Mei/2014. PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA 1 Oleh : Valentine Phebe Mowoka 2

dokumen-dokumen yang mirip
PELAKSANAAN PENGAWASAN TERHADAP TUGAS DAN FUNGSI NOTARIS 1 Oleh : Marisco A. Umbas 2. Kata kunci: Pengawasan, Notaris

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015. TANGGUNGJAWAB HUKUM PEJABAT NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DITERTIBKAN 1 Oleh : Maureen Turangan 2

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012. Dinny Fauzan, Yunanto, Triyono. Perdata Agraria ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

PERATURAN JABATAN NOTARIS (PJN/UUJN)

BAB I PENDAHULUAN. notaris merupakan pejabat umum yang mendapatkan delegasi kewenangan. yang tidak memihak dan penasehat hukum yang tidak ada cacatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal

DAFTAR PUSTAKA. Adam Muhammad, Asal Usul Sejarah Notaris, Sinar Baru, Bandung, 1985., Notaris Berkomunikasi, Alumni, Bandung, 1984.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat terkenal yaitu Ubi Societas Ibi Ius ( dimana ada masyarakat disana

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PENYIMPANAN MINUTA AKTA SEBAGAI BAGIAN DARI PROTOKOL NOTARIS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum

PERANAN DAN FUNGSI MAJELIS PENGAWAS WILAYAH TERHADAP PELAKSANAAN TUGAS JABATAN NOTARIS RUSLAN / D

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

DAFTAR PUSTAKA. Adami,Chazawi,Kejahatan Terhadap Pemalsuan, Jakarta: Raja Grafindo

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan jasa notaris, telah dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. termasuk bidang hukum, mengingat urgensi yang tidak bisa dilepaskan. melegalkan perubahan-perubahan yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, (Jakarta:Rajawali, 1982), hlm. 23.

BAB 1 PENDAHULUAN. Tinjauan meengenai..., Dini Dwiyana, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

DAFTAR PUSTAKA. Achmad, Ali, Menguak Tabir Hukum: Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, PT. Gunung Agung Tbk, Jakarta, 2002.

BAB I PENDAHULUAN. akan disebut dengan UUJNP, sedangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM MENJALANKAN TUGAS PROFESINYA. Oleh : Elviana Sagala, SH, M.Kn Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

BAB I PENDAHULUAN. otentik, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, pasar modal, dan untuk kepastian

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pilar-pilar utama dalam penegakan supremasi hukum dan atau. memberikan pelayanan bagi masyarakat dalam bidang hukum untuk

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

Lex et Societatis, Vol. III/No. 7/Ags/2015. PROSES PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN DALAM PEMBUATAN AKTA OLEH NOTARIS 1 Oleh: Gian Semet 2

TANGGUNGJAWAB WERDA NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA HERIANTO SINAGA

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NOTARIS PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN TAHUN 2014

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

makalah etika profesi hukum

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2

TANGGUNGGUGAT NOTARIS SELAKU PEJABAT UMUM DALAM PEMBUATAN PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN Adwin Tista Abstrak

Lex Administratum, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang tergabung dalam komunitas tersebut menanggung amanah. yang berat atas kepercayaan yang diembankan kepadanya.

BAB I PENDAHULUAN. robot-robot mekanis yang bergerak dalam tanpa jiwa, karena lekatnya etika pada

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

BAB II BATASAN PELANGGARAN YANG DILAKUKAN NOTARIS DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS DAN KODE ETIK NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan budaya manusia yang telah mencapai taraf yang luar biasa. Di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode,

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WERDA NOTARIS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN AKTA YANG DIBUATNYA

Transkripsi:

PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA 1 Oleh : Valentine Phebe Mowoka 2 ABSTRAK Dalam kehidupan interaksi antara masyarakat baik dari sisi perbuatan hukum antara masyarakat satu dengan yang lainnya perlu dibuatkan suatu hubungan hukum agar memiliki legalitas, yang mana salah satu fungsi hukum adalah untuk memberikan kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat. Keberadaan jabatan sebagai notaris sangat penting dan dibutuhkan masyarakat luas, mengingat fungsi notaris adalah sebagai Pejabat Umum yang membuat alat bukti tertulis berupa akta otentik. Penelitian ini bertujuan mengetahui & menganalisis tugas, kewenangan, serta bentuk pelaksanaan tanggung jawab notaris terhadap akta yang diterbitkannya. Pendekatan masalah Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian, Fungsi akta otentik dalam hal pembuktian tentunya diharapkan dapat menjelaskan secara lengkap dalam proses pembuktian di persidangan sebagai bentuk pelaksaan tanggung jawabnya karena pada proses peradilan berdasarkan hukum acara pidana, di dalamnya terdapat proses pembuktian, yang menekankan pada alat - alat bukti yang sah menurut pasal 184 KUHAPidana, artinya dalam perkara pidana akta notaris merupakan alat bukti yang tidak mengikat penyidik dan hakim dalam pembuktian, atau bersifat bebas. Apabila dalam perkara perdata, akta otentik yang dikeluarkan oleh Notaris sebagai pejabat yang di angkat oleh pemerintah merupakan alat bukti yang bersifat mengikat dan memaksa, mengandung maksud hakim harus membenarkan akta otentik tersebut. Adapun akta notaris batal demi hukum apabila tidak memenuhi syarat subyektif dan syarat obyektif. Kata kunci: Notaris, Akta PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat manusia sehingga di dalam masyarakat selalu ada sistem hukum, ada masyarakat ada norma hukum (ubi societas ibi ius). Hukum berupaya menjaga dan mengatur keseimbangan antara kepentingan atau hasrat individu yang egoistis dan kepentingan bersama agar tidak terjadi konflik. Oleh karena itu, secara hakiki hukum haruslah pasti dan adil sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Hal tersebut menunjukkan pada hakikatnya para penegak hukum (hakim, jaksa, Notaris, dan polisi) adalah pembela kebenaran dan keadilan sehingga para penegak hukum harus menjalankan dengan itikad baik dan ikhlas, sehingga profesi hukum merupakan profesi terhormat dan luhur (officium nobile). Oleh karena mulia dan terhormat, profesional hukum sudah semestinya merasakan profesi ini sebagai pilihan dan sekaligus panggilan hidupnya untuk melayani sesama di bidang hukum. 3 Begitu juga dengan profesi Notaris yang memerlukan suatu tanggung jawab baik individual maupun sosial terutama ketaatan terhadap norma-norma hukum positif dan kesediaan untuk tunduk pada kode etik profesi, bahkan merupakan suatu hal yang wajib sehingga akan memperkuat norma hukum positif yang sudah ada. 4 Demi 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Lendy Siar, SH.MH., Engelien R. Palandeng, SH.MH., Vecky Y. Gosal, SH.MH 2 NIM 100711257. Mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat, Manado 3 Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 1990, hlm. 145. 4 Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris dalam Penegakan Hukum Pidana, PT. Bayu Indra Grafika, Yogyakarta, 1995, hlm. 4 59

tercapainya kepastian hukum tersebut dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum, hal ini berdampak pula pada peningkatan di bidang jasa Notaris, dimana penjelasan mengenai Notaris adalah pejabat yang diangkat oleh pemerintah untuk melayani kebutuhan masyarakat akan dokumen-dokumen legal yang sah. Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa tersebut, akta otentik yang merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat. 5 Suatu akta adalah otentik, bukan karena penetapan undang-undang, akan tetapi karena dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum. Otentisitas dari akta Notaris bersumber dari Pasal 1 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN), di mana Notaris dijadikan sebagai pejabat umum, sehingga akta yang dibuat oleh Notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik. Dengan perkataan lain, akta yang dibuat oleh Notaris mempunyai sifat otentik, bukan oleh karena undang-undang menetapkan sedemikian, akan tetapi oleh akta itu dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum, seperti yang dimaksud dalam Pasal 1868 5 Republik Indonesia, Penjelasan Atas Undangundang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, TLNRI Nomor 5491. KUHPerdata. Fungsi akta otentik dalam hal pembuktian tentunya diharapkan dapat menjelaskan secara lengkap dalam proses pembuktian di persidangan. Akta otentik sebagai produk notaris dalam pembuktian di persidangan dikategorikan sebagai alat bukti surat. Sebagaimana yang diatur dalam pasal 1 angka 1 UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Kewenangan membuat akta otentik ini merupakan permintaan para pihak, sepanjang tidak bertentangan dengan pasal 1320 KUH Perdata. Atas dasar kewenangan tersebut, dalam menjalankan tugas dan kewajibannya notaris dituntut untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan pelayanan yang profesional. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana tugas dan kewenangan notaris selaku Pejabat Umum? 2. Bagaimakah pelaksanaan tanggung jawab notaris sebagai pejabat umum dalam pembuatan akta yang diterbitkan? C. Metode Penelitian Agar dapat menyelesaikan suatu penelitian ilmiah diperlukan suatu metode penelitian yang tepat dan sesuai dengan permasalahan yang telah ditentukan. Pendekatan masalah yang dipilih dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Pada penelitian hukum normatif yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder, yang mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah : Undang- Undang Dasar 1945, Kitab Undang-Undang Perdata, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Sedangkan bahan hukum sekunder terdiri dari hasil-hasil seminar, karya ilmiah baik berupa literatur maupun 60

hasil penelitian, jurnal, yang ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Bahan hukum tertier terdiri dari Kamus Hukum, Kamus Umum Bahasa Indonesia, maupun buku-buku petunjuk lain yang ada kaitannya dengan permasalahan dalam penelitian ini. Bahan hukum yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis secara normatif dengan menggunakan logika berpikir secara deduksi. PEMBAHASAN A. Tugas dan Kewenangan Notaris Selaku Pejabat Umum Sebagian besar masyarakat Indonesia masih banyak yang tidak mengerti ataupun tidak mengetahui tugas dan kewenangan yang dimiliki oleh notaris, termasuk akta- akta apa saja yang boleh dibuat oleh notaris. Tugas dan wewenang notaris erat hubungannya dengan perjanjian-perjanjian, perbuatan-perbuatan dan juga ketetapan-ketetapan yang menimbulkan hak dan kewajiban antara para pihak, yaitu memberikan jaminan atau alat bukti terhadap perbuatan, perjanjian, dan juga ketetapan tersebut agar para pihak yang terlibat di dalamnya mempunyai kepastian hukum. Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum. 6 Dengan dasar seperti ini mereka yang diangkat sebagai notaris harus mempunyai semangat untuk melayani masyarakat. Mengenai tugas notaris sebagai pejabat umum, maka terdapat unsur-unsur sebagai berikut : 7 6 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Admirtistritif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Bandung, PT. Refilca Aditama, 2008, hat. 32. 7 Komar Andasasmita, Notaris Selayang Pandang, Bandung, Alumni, 1983, hal. 2. a) "Pejabat Umum", bukan berarti notaris itu merupakan pegawai negeri yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, melainkan jabatan yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata. Notaris bukan pegawai negeri dari suatu korps pegawai yang tersusun dengan hubungan kerja yang hierarkis (maksudnya adalah urutan tingkatan atau jenjang jabatan atau pangkat jabatan; yang digaji oleh pemerintah). Jabatan Notaris bukan suatu jabatan yang di gaji, notaris tidak menerima gaji dari pemerintah melainkan mendapatkan honorarium dari mereka yang meminta jasa seorang notaris. b) "Akta Otentik", menurut Pasal 1868 KUHPerdata yang dimaksud ialah suatu akta yang di dalam bentuk menurut ketentuan Undang-Undang dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat di mana akta itu dibuat. c) "Menjamin kepastian tanggalnya", hendaknya di artikan tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta yang bersangkutan menurut kenyataannya. d) "Menyimpan aktanya", yang mengharuskan para notaris untuk menyimpan Minuta Akta, Repertorium, Buku Daftar Akta di bawah tangan, Klapper, Buku Daftar Protes, Buku Daftar Wasiat, Buku Daftar lainnya yang harus di simpan oleh notaris. Dan harus menyimpannya dengan cermat atau seksama di tempat yang patut dan aman. e) "Grosse Akta", mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama seperti yang diberikan kepada putusan hakim (vonis) yang bagian atasnya bertuliskan "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KE'TUHANAN YANG MAHA ESA". Wewenang utama yang dimiliki oleh notaris adalah membuat suatu akta otentik sehingga keotentikannya suatu 61

akta notaris bersumber dari Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris dan juga Pasal 1868 KUHPerdata. Wewenang yang diberikan kepada notaris pada prinsipnya merupakan wewenang yang bersifat umum. Wewenang yang bersifat umum artinya bahwa wewenang ini meliputi pembuatan segala jenis akta, kecuali yang dikecualikan tidak dibuat oleh notaris. Perkataan ini juga mengandung arti bahwa pejabat-pejabat lain, selain notaris hanya mempunyai kewenangan akta tertentu saja dan harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. B. Pelaksanaan Tanggung Jawab Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalam Pembuatan Akta Yang Diterbitkan 1. Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Yang Diterbitkan Kedudukan seorang Notaris sebagai fungsionaritas dalam masyarakat dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasihat yang boleh diandalkan dan pembuatan dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum. Sehingga masyarakat membutuhkan seorang (figure) yang ketentuan-ketentuannya dapat diandalkan, dapat dipercaya, yang tanda tangannya serta segalanya (capnya) memberikan jaminan dan bukti kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat yang tidak ada cacatnya, yang tutup mulut, dan membuat suatu perjanjian yang dapat melindunginya di hari yang akan datang. 8 Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk pembuatan akta yang memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Sehingga pembuatan akta Notaris dapat digunakan sebagai pembuktian 8 Tan Thong Kie, Studi Notariat Serba Sebi Praktek Notaris, Ichtiar Baru Van Hoeve,( Jakarta, 2000), hal. 162. dalam sebuah sengketa hukum yang digunakan untuk : Alat untuk mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang telah terjadi, sehingga dapat digunakan untuk kepentingan pembuktian. 9 Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa bukti tulisan merupakan salah satu alat bukti tertulis. Demikian pula dalam Pasal 1867 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dikatakan: Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan dibawah tangan. 2. Tanggung Jawab Notaris sebagai Pejabat Umum dalam Mempertanggungjawabkan Isi Akta yang Menimbulkan Perkara Pidana Seorang Notaris dalam menjalankan jabatanya membuat akta otentik yang berkaitan dengan keperdataan memiliki kewenangan atributif yaitu kewenangan yang melekat pada jabatan itu dan diberikan oleh undang-undang. Bila seorang notaris melakukan penyimpangan akan sebuah akta yang dibuatnya sehingga menimbulkan suatu perkara pidana maka harus mempertanggung jawabkan secara pidana apa yang telah dilakukan. Pertanggungjawaban pidana lahir dengan diteruskannya celaan (verwijbaarheid) yang obyektif terhadap perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana berdasarkan hukum pidana yang berlaku, dan secara subyektif kepada pelaku yang memenuhi persayaratan untuk dapat dikenakan pidana karena perbuatannya itu. 10 Jadi, pertanggungjawaban pidana adalah berbicara kesalahan dalam hukum pidana. Unsur kesalahan dalam hukum pidana merupakan unsur paling penting, 9 R.Soegondo Notodisoerjo, Hukum Natariat Di Indonesia Suatu Penjelasan, (Rajawali Pers,Jakarta,1982),hal.19. 10 Dwidja Priyatno, Kebijakan Legislasi tentang Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Indonesia, (CV. Utomo, Bandung; 2004), hlm. 30. 62

karena berdasarkan asas geen straf zonder schuld atau liability based on fault/guilt atau culpabilitas, maka adanya kesalahan menjadi yang pertama untuk dicari dalam setiap tindak pidana. Bila isi akta yang diterbitkan oleh seorang Notaris terbukti adanya perbuatan Pidana berupa pemalsuan baik berupa isi ataupun tanda tangan dalam suatu akta yang diterbitkan seorang notaris maka pertanggungjawaban Pidana yang dijatuhkan sesuai dengan ketentuan yang ada didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Isi akta yang dimaksud adalah akta yang dibuat oleh seorang notaris dan harus memenuhi syarat formil dan materil adapun syarat formil adalah harus memuat tanggal, bulan, tahun. ditandatangani oleh para pihak, saksi dan Notaris. Penanda tanganan oleh para pihak dalam akta otentik harus ditegaskan dalam akta dengan Tujuan mengenai penegasan ini tidak lain untuk mengotentikkan tanda tangan para pihak dalam akta tersebut. Dalam pasal 263 ayat 1 tersebut memiliki dua buah unsur yaitu unsur Obyektif dan unsur Subyektif. Unsur Obyektif terdiri dari a) Membuat surat palsu, b) Memalsukan surat, c) Yang dapat menerbitkan suatu hak, yang dapat menerbitkan suatu perjanjian/perikatan, yang dapat diperuntukkan guna menjadi bukti atas suatu hal. Sedangkan Unsur Subyektif dengan maksud sebagai berikut : a) Untuk mempergunakan atau memakai surat itu seolah-olah asli dan tidak palsu, b) Pemakaian dan penggunaan surat itu dapat menimbulkan kerugian. Dalam pasal 263 ayat 1 mengandung dua jenis perbuatan yang dilarang yaitu membuat surat palsu dan memalsukan surat. Kejahatan ini disebut Pemalsuan Surat. Notaris dalam menerbitkan suatu akta tidak boleh ada unsur kesengajaan melakukan kejahatan dan merugikan pihak lainnya agar aktanya tidak ada permasalahan dalam bentuk pidana maupun lainnya. Jika notaris aktanya ada perbuatan pidana maka ia harus mempertanggungjawabkan apa yang dibuat dalam aktanya. Pertanggungjawabannya adalah diberi sanksi yang tegas sesuai penerapan hukum dengan KUHP Dan KUHAP. 3. Akibat Hukum terhadap Akta Notaris yang Aktanya Menimbulkan Perkara Pidana Akta notaris yang menimbulkan perkara pidana akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau menjadi batal demi hukum sebagaimana ketentuan pasal 41 UUJN yang berisi Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf j, Pasal 16 ayat (1) huruf l, Pasal 17, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49 ayat (4), Pasal 50, Pasal 51, atau Pasal 52. Sebuah akta otentik yang hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. Jika seorang notaris melakukan tugas dan kewajibannya sesuai dengan Undangundang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris, memenuhi tata cara dan persyaratan dalam pembuatan akta dan isi akta telah sesuai dengan keinginan para pihak yang menghadap, maka tuntutan perbuatan melawan hukum berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata Untuk menghindari agar akta notaris tidak terdegradasi menjadi akta dibawah tangan atau akta notaris menjadi batal demi hukum dan perbuatan notaris dengan para penghadap tidak dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum, maka seorang notaris dalam menjalankan tugasnya harus mematuhi berbagai 63

ketentuan yang terdapat dalam UUJN dan peraturan materiil substantif lainnya. Jika kita melihat dari aspek Formil dan Materiil suatu akta tersebut maka sebuah akta memiliki kekuatan pembuktian sebagai berikut : 1. Mempunyai kekuatan pembuktian lahiriah (Uitwendige bewijskracht) yaitu kemampuan akta itu sendiri untuk dapat membuktikan dirinya sebagai akta otentik. Kemampuan ini berdasarkan Pasal 1875 KUHPerdata yang tidak dapat diberikan kepada akta yang dibuat di bawah tangan. Artinya dari bentuk lahiriah akta dan dari isi kata-katanya menunjukkan bahwa akta itu berasal dari seorang pejabat umum, maka akta dianggap sebagai akta otentik sampai dapat dibuktikan bahwa akta tersebut bukanlah suatu akta otentik. 2. Mempunyai kekuatan pembuktian formal (Formale bewijskracht), bahwa akta tersebut memberikan kepastian tentang sesuatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap. Artinya bahwa pejabat yang bersangkutan telah menyatakan dalam tulisan sebagaimana yang tercantum dalam akta itu dan selain dari itu kebenaran dari apa yang diuraikan oleh pejabat dalam akta itu sebagai yang dilakukan dan disaksikannya didalam jabatannya itu. 3. Dalam arti formal, sepanjang mengenai akta pejabat (ambtelijke acte), akta itu Mempunyai kekuatan pembuktian material (materiele bewijskracht), bahwa apa yang tersebut dalam akta itu merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). Dapat disimpulkan bahwa suatu akta otentik harus memuat ketiga unsur tersebut (lahiriah, formil dan materiil) jika salah satu unsur tersebut tidak benar dan menimbulkan perkara pidana yang dapat dibuktikan ketidakbenarannya maka kedudukan akta Notaris yang dibuatnya hanya berakibat pada akta yang dibuatnya hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau menjadi batal demi hukum sebagaimana ketentuan pasal 41 UUJN. Sehingga dalam menjalankan jabatannya seorang Notaris harus tunduk pada ketentuan Undang-Undang dan akta tersebut dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Umum sesuai dengan prosedur dan tata cara pembuatan akta otentik agar keotentikanya tidak menjadi akta di bawah tangan atau batal demi hukum. 4. Pengawasan terhadap Notaris Dalam Menjalankan Tugas dan Kewenangannya Sebagai pejabat umum, Notaris berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya. Mengingat tugas, fungsi dan kewenangan Notaris sangat penting bagi lalu lintas kehidupan masyarakat, maka perilaku dan perbuatan Notaris dalam menjalankan jabatan profesinya rentan terhadap penyalahgunaan yang dapat merugikan masyarakat, sehingga lembaga pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris perlu diefektifkan. Pengawasan terhadap Notaris tidak hanya ditujukan dalam pentaatan terhadap kode etik, tetapi juga bertujuan lebih luas yaitu agar notaris dalam menjalankan tugas jabatannya memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan demi kepentingan masyarakat yang dilayaninya. Majelis Pengawas Notaris dibentuk sebagai perwujudan dari Pasal 67 UUJN yang mengamanatkan pengawasan terhadap profesi Notaris, yang lebih sistematis, profesional dan terprogram dengan baik. Majelis Pengawas, adalah 64

suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris (Pasal 1 angka 6 Juncto Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris). Salah satu dasar hukum yang mengatur tentang pengawasan terhadap Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya adalah Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Jabatan Notaris, menyatakan bahwa Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris. Berdasarkan pasal tersebut diatas, maka yang melakukan tugas pengawasan terhadap Notaris setelah berlakunya Undang-Undang Jabatan Notaris adalah tugas dari Majelis Pengawas. Sehingga menjadi tugas pokok pengawasan adalah agar segala hak dan kewenangan maupun kewajiban yang diberikan kepada notaris dalam menjalankan tugasnya sebagaimana yang diberikan oleh peraturan dasar yang bersangkutan, senantiasa dilakukan diatas jalur yang telah ditentukan bukan saja jalur hukum tetapi juga atas dasar moral dan etika profesi demi terjaminya perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. Dengan demikian, perlu adanya mekanisme pengawasan yang terus menerus terhadap notaris di dalam menjalankan tugas dan jabatannya, baik yang bersifat preventif dan kuratif. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Tugas dan Kewenangan Notaris selaku Pejabat Umum sangat erat hubungannya dengan perjanjianperjanjian, perbuatan-perbuatan dan juga penetapan-penetapan yang menimbulkan hak dan kewajiban antara para pihak yang membutuhkan pelayanan jasa dari notaris, yaitu memberikan jaminan atau alat bukti terhadap perbuatan, perjanjian dan juga penetapan tersebut agar para pihak yang terlibat di dalamnya mempunyai kepastian hukum. Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum. 2. Dalam pelaksanaan tanggung jawab notaris, kedudukan hukum Akta Notaris sebagai alat bukti yang sempurna selama prosedur dan tata cara pembuatan sesuai dengan Undang- Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. Tetapi bila tidak sesuai Prosedur dan tata cara dalam pengaturan undang-undang maka akta tersebut hanya dapat digunakan sebagai pembuktian di bawah tangan sesuai dengan pasal 41 UUJN. Menurut Hukum acara Perdata, Akta Notaris memiliki nilai pembuktian yang sempurna dan mengikat artinya bila aktanya sesuai dengan syarat Formil dan Materill dan tidak ada terbukti sebaliknya maka oleh Hakim dinyatakan sempurna dan mengikat, sehingga isi akta tersebut dianggap benar dengan nilai pembuktian sempurna maka akta Notaris tidak perlu alat bukti lain (dapat berdiri sendiri). Menurut Hukum acara Pidana, akta Notaris melekat nilai pembuktian bebas artinya tidak melekat kekuatan yang sempurna dan mengikat. Disini hakim bebas menilai karena dalam Hukum acara pidana harus ada sekurangkurangnya 2 (dua) alat bukti sesuai pasal 183 KUHAP. Akibat hukum 65

terhadap akta yang memuat keterangan palsu adalah menjadi akta di bawah tangan sesuai dengan pasal 41 UUJN dan batal demi hukum apabila pihak yang mendalilkan dapat membuktikannya. Adapun perjanjian yang tertulis dalam akta Notaris tersebut batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat Subyektif dan syarat Obyektifnya. B. Saran Tidak sedikit kasus pidana yang berkaitan dengan profesi jabatan notaris sebab sekarang ini semakin meningkat pula kebutuhan masyarakat atas otentitas suatu produk akta, membuat notaris harus dapat melaksanakan bentuk pertanggungjawabannya terhadap akta otentik yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana, mengharuskan Notaris hadir dalam pemeriksaan awal yaitu penyidikan di tingkat Kepolisian, penuntutan di Kejaksaan sampai dengan proses persidangan di Pengadilan. Agar masyarakat dapat memperoleh pelayanan jasa dan produk hukum yang maksimal maka notaris harus menjalankan sebaikbaiknya amanat yang terdapat dalam UUJN dan Kode Etik Notaris serta menghindar dari larangan yang jelas ditetapkan oleh undang-undang. DAFTAR PUSTAKA Adjie, Habib., Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan), cet. 1, CV. Mandar Maju, Bandung, 2009. ---------., Sanksi Perdata dan Administritif Terhadap Notara: Sebagai Pejabat Publik, PT. Refika Aditama, Bandung, 2008. Ali, Muhammad., Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Moderen, Jakarta, Pustaka Amani, 1995. Andasasmita, Komar., Notaris Selayang Pandang, Cet. 2, Alumni, Bandung, 1983. Anwar, H.A.K.M., Hukum Pidana Bagian Khusus KUHP Buku II, Jilid I, Alumni, Cetakan ke-3, Bandung, 1982. Fachruddin, Irfan., Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah, PT. Alumni, Bandung, 2004. Fauzi, Machmud., Kewenangan Majelis Pengawas Cerminkan Kelembagaan Notaris, Majalah Renvoi Nomor 8.56.V, Edisi Januari 2008. Hadjon, Philipus Djatmiati, M. Tatik Sri., Tentang Wewenang, Majalah Yuridika, Edisi V, Surabaya, 1997. Hamidi, Jazim dan Lutfi, Mustafa., Eksistensi Komisi Ombudsman Nasional Dalam Mewujudkan Good Governance, Majalah Hukum Varia Peradilan, Edisi April 2009. Husen, Laode., Hubungan Fungsi Pengawasan DPP Dengan BPK Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, CV.Utomo, Bandung, 2005. Kie, Tan Thong., Buku I Studi Notariat Serba- Serbi Praktek Notaris, cet. 2, Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000. Koentjoro, Halim., Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004. Kohar, A., Notaris Dalam Praktek Hukum, Alumni, Bandung, 1983. Lotulung, Paulus Effendi., Penegakan Hukum Lingkungan oleh Hakim Perdata, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993. Notodisoerjo, R. Soegondo., Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjetasan, CV. Rajawali, Jakarta, 1982. Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, 100 Tahun Ikatan Notaris Indonesia Jati Diri Notaris Indonesia Dulu, Sekarang, dan Di Masa Datang, cet. 2, PT. Gramedia Pustaka, Jakarta, 2009. Ridwan, Hukum Administrasi Di Daerah, FH.UII Press, Yogyakarta, 2009. Sianturi, S.R., Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya, Alumni AHM-PTHM, Jakarta, 1983. 66

Soekanto, Serjono dan Mamudji, Sri., Pengantar Peneltian Hukum Normatif, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001. Soesanto, R., Tugas, Kewajiban dan Hak- Hak Notaris, Wakil Notaris (Sementara), Pradnya Paramita, Jakarta, 1982. -----------., Tugas, Kewajiban dan Hak-Hak Notaris (Sementara), Pradnya Paramita, Jakarta, 1977. Sujamto, Beberapa Pengertian Di Bidang Pengawasan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983. ------------., Norma dan Etika Pengawasan, Sinar Grafika, Jakarta, 1989. Tobing, G.H.S. Lumban., Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1999. 67