BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari seperti mengenal garis, bangun datar dan bangun ruang. Geometri

DESAIN DIDAKTIS KONSEP VOLUME LIMAS PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP BERDASARKAN LEARNING TRAJECTORY

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dwi Wahyuni, 2013

DESAIN DIDAKTIS BANGUN RUANG SISI DATAR UNTUK MENINGKATKAN LEVEL BERPIKIR GEOMETRI SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. siswa, karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika memegang peranan penting dalam semua aspek kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. trigonometri, kalkulus, statistika, dan peluang. dengan yang lain (Bariyah, 2010). Jarak pada bangun ruang adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DESKRIPSI KEMAMPUAN GEOMETRI SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE

datar berdasarkan kemampuan berpikir geometris Van Hiele sebagai berikut:

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses pemberian pengalaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Putri Dewi Wulandari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. atau hanya gambaran pikiran. Makna dari penjelasan tersebut adalah sesuatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pengalaman Belajar sesuai Teori Berpikir van Hiele

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya akan selalu berkembang ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu,

Geometri dan Pengukuran dalam Kurikulum Matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TABEL SITUASI DIDAKTIS, PREDIKSI RESPON SISWA DAN ANTISIPASINYA (LESSON DESIGN REVISI)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Desain Disaktis Persamaan Garis Lurus pada Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Deslyn Everina Simatupang, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Intan Cahyaningrum, 2015

ANALISIS LEVEL PERTANYAAN GEOMETRI BERDASARKAN TINGKATAN VAN HIELE PADA BUKU TEKS MATEMATIKA SMP KELAS VII

DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS DAERAH LAYANG-LAYANG PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU no. 20 tahun 2004, pendidikan merupakan usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Panji Wiraldy, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sarbaini, Identifikasi Tingkat Berpikir Siswa Berdasarkan Teori Van

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2015 DESAIN DIDAKTIS UNTUK MENGATASI LEARNING OBSTACLE TOPIK PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang. dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dhias Mei Artanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dini Asri Kusnia Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORITIK. mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang. sesuatu melalui akal dari hasil olahan informasi.

BAB I PENDAHULUAN. dimilikinya. Kualitas pendidikan akan menggambarkan kualitas SDM (sumber

2015 DESAIN DIDAKTIS PERSAMAAN KUADRAT UNTUK SISWA SMP KELAS VIII

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari hasil penelitian ini diantaranya adalah : siswa dan terkait variasi informasi yang ada pada soal.

BAB I PENDAHULUAN. geometri, dan analisis (Hamzah Uno, 2007: 129). mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Persoalan-persoalan disekitar kita banyak yang dapat dipecahkan dengan

2015 DESAIN DIDAKTIS SIFAT-SIFAT SEGIEMPAT UNTUK MENCAPAI LEVEL BERPIKIR GEOMETRI PENGELOMPOKKAN PADA SISWA SMP

A.2 TABEL SITUASI DIDAKTIS, PREDIKSI RESPON SISWA DAN ANTISIPASINYA (LESSON DESIGN AWAL)

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi bangsa tersebut. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika selain memiliki sifat abstrak, ternyata juga memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Adakalanya seorang siswa mengalami kesulitan walaupun dia telah

BAB III METODE PENELITIAN

2015 D ESAIN D IDAKTIS UNTUK MENGEMBANGKAN KOMPETENSI SISWA TERHAD AP KONSEP SUD UT PAD A BANGUN RUANG BERD ASARKAN LEARNING TRAJECTORY

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil,

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. kemampuan spasial dan sikap siswa. Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah:

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Geometri Van Hiele. a) Kemampuan berpikir geometri Van Hiele

BAB I PENDAHULUAN. dalam matematika itu sendiri maupun dalam bidang-bidang yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tri Aprianti Fauzia, 2015

BAB II KAJIAN TEORETIS. Soal cerita merupakan permasalahan yang dinyatakan dalam bentuk kalimat bermakna dan

BAB I PENDAHULUAN. cukup menjadi alasan, sebab matematika selalu diajarkan di setiap jenjang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Muhammad Fu ad, 2013

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA PADA MATERI KUBUS DAN BALOK DI KELAS VIII SMP NEGERI 1 TIBAWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tia Agnesa, 2014

2016 DESAIN DIDAKTIS KONSEP GARIS SINGGUNG LINGKARAN PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP van Hiele) dimensi tiga. : 6.1. Menentukan kedudukan titik, garis dan bidang dalam. ruang dimensi tiga.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Eksplorasi epistemological dan didactical obstacle serta hypothetical learning trajectory pada pembelajaran konsep jarak

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari matematika adalah mempunyai obyek dasar yang abstrak. Objek-objek

ANALISIS KETERAMPILAN GEOMETRI SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH GEOMETRI BERDASARKAN TINGKAT BERPIKIR VAN HIELE

BAB 1 PENDAHULUAN. bermanfaat dalam kehidupan kita. Hampir di setiap bagian dari hidup kita

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menggunakan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metaphorical Thinking. (repository.upi.edu, 2013), 3.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN. fisika, teknik, dan statistik. Salah satu bidang ilmu yang menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matermatika yang dilakukan di Indonesia kira-kira seperti yang

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah et.al open ended

BAB 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN. prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. matematikawan mulai dari zaman Mesir kuno, Babylonia, hingga Yunani kuno.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Konsep matematika merupakan ilmu dasar bagi pengembangan sains dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Clement dan Sarama (CPRE, 2011, hlm. 23) menyatakan bahwa learning trajectory adalah deskripsi pemikiran anak-anak ketika belajar dalam domain matematika tertentu, dan menduga rute terkait melalui serangkaian tugas pembelajaran yang dirancang untuk menimbulkan proses-proses mental atau tindakan hipotesis untuk memindahkan anak-anak melalui perkembanganperkembangan tingkat berpikir, diciptakan dengan maksud mendukung prestasi anak ke tujuan tertentu dalam domain matematika. Learning trajectory dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu keterkaitan antara konsep, keterkaitan antara konteks berpikir pada level yang sama serta keterkaitan konteks berpikir pada level yang berbeda. Tiga hal tersebut sangat penting dalam proses pembelajaran sebagai salah satu cara untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran yang efektif, khususnya dalam matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang selalu ada di setiap tingkatan sekolah, bahkan setiap materi yang dipelajari selalu bersangkutan satu dan lainnya, sehingga mempelajari matematika haruslah bertahap supaya dapat menguasai konsep-konsep matematika dengan baik. Menurut Suherman (Lestari, 2012, hlm. 2) konsep-konsep dalam matematika memiliki keterkaitan yang cukup tinggi, yaitu konsep yang satu dapat menunjang bahkan membangun konsep yang lain. Artinya, dengan adanya keterkaitan antara konsep-konsep tersebut mengakibatkan bahwa dalam mempelajari matematika tidak boleh ada konsep yang terlewatkan. Memahami konsep matematika yang abstrak tentu dibutuhkan kemampuan matematis yang harus dicapai setiap siswa untuk dapat menyelesaikan masalah matematika. Kemampuan matematis tersebut tidak muncul tiba-tiba dalam diri siswa karena diperlukan kebiasaan untuk mengasahnya. Hamley (Tambunan, 2006, hlm. 29) mengungkapkan bahwa kemampuan matematika adalah gabungan dari inteligensi umum pembayangan visual, kemampuan untuk mengamati angka, konfigurasi spasial dan menyimpan

2 konfigurasi sebagai pola mental. Dalam kemampuan spasial tersebut diperlukan adanya pemahaman perspektif, bentuk-bentuk geometris, menghubungkan konsep spasial dengan angka, juga kemampuan dalam mentransformasi mental dari bayangan visual. Menurut Abdussakir (Lestari, 2012) geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika menengah karena banyaknya konsep yang termuat di dalamnya. Sehingga dalam mempelajari geometri siswa berkesempatan mengasah kemampuannya dalam berbagai kasus dengan konteks-konteks berpikir geometri pada level yang sama. Selanjutnya Abdussakir (Lestari, 2012) menjelaskan bahwa pada dasarnya geometri memiliki peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa dibandingkan dengan cabang matematika yang lain karena ide-ide geometri sudah dikenal siswa sebelum mereka masuk sekolah seperti garis, bidang, dan ruang, namun di lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar geometri masih rendah dan perlu ditingkatkan. Hasil belajar geometri yang masih rendah tersebut seharusnya mendapatkan perhatian lebih, karena dalam berpikir geometri terdapat benyak kemampuan matematis yang bisa diasah yang juga melibatkan kemampuan spasial siswa. Menurut Van de Walle (2008) tidak semua orang berpikir ide-ide geometri dengan cara yang sama. Tentunya semua tidak sama, tetapi semua dapat menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan untuk berpikir dan menimbang dalam konteks geometri. Riset dari Pierre van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof telah menghasilkan wawasan dalam perbedaan dalam pemikiran geometri. Menurut van Hiele (Van de Walle, 2008, hlm. 151) terdapat lima tingkat cara pemahaman ide-ide ruang yang setiap tingkatannya menggambarkan proses pemikiran yang diterapkan dalam konteks geometri sehingga tingkatan-tingkatan tersebut menjelaskan tentang bagaimana berpikir dan jenis ide-ide apa saja yang dipikirkan, bukan berapa banyak pengetahuan yang dimiliki. Perbedaan yang signifikan dari satu level ke level berikutnya adalah objek-objek pikiran apa yang mampu dipikirkan secara geometris. Tingkatan-tingkatan tersebut dimulai dari visualisasi, analisis, deduksi informal, deduksi, dan ketepatan (Rigor). Tingkatan-tingkatan van Hiele tersebut dapat dijadikan tolak ukur suatu tahapan kemampuan berpikir anak, sehingga dapat dilakukan analisis learning trajectory yang dilalui anak selama pembelajaran. Hal ini sejalan dengan ungkapan

3 Suryadi (2013, hlm. 1) bahwa proses berpikir guru dalam konteks pembelajaran terjadi pada tiga fase yaitu sebelum pembelajaran, pada saat pembelajaran berlangsung, dan setelah pembelajaran. Rencana pembelajaran biasanya kurang mempertimbangkan keragaman respon siswa atas situasi didaktis yang dikembangkan sehingga rangkaian situasi didaktis yang dikembangkan berikutnya kemungkinan besar tidak lagi sesuai dengan keragaman learning trajectory masingmasing siswa. Untuk membatu siswa yang memiliki keragaman learning trajectory dalam pembelajaran di kelas, guru harus mampu membantu mengarahkan siswa untuk memahami konsep-konsep matematika sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa lebih sistematis. Dengan adanya proses berpikir guru dalam konteks pembelajaran yang terjadi pada tiga fase tersebut diharapkan guru dapat memahami learning trajectory siswa sehingga dapat menentukan beberapa predikisi situasi didaktis yang akan dilaksanakan saat proses pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan seorang guru matematika di salah satu SMP swasta di Bandung terkait persiapan membuat bahan ajar di sekolah, ternyata dia hanya mengikuti apa yang ada di buku panduan siswa BSE yang dianggap paling mudah untuk dipahami siswa dan yang dapat mewakili materi yang harus disampaikan kepada siswa. Namun pada kenyataannya, saat penulis observasi ke sekolah yang bersangkutan, ternyata siswa masih sangat kesulitan dalam memahami materi yang ada pada buku panduan siswa tersebut. Berikut merupakan topik pada buku panduan siswa di sekolah tersebut.

4 Gambar 1.1 Proses konstruksi volume prisma pada buku BSE Langkah-langkah yang ditunjukkan buku panduan siswa tersebut untuk mendapatkan volume sebuah prisma memang terlihat lebih memunculkan dari cara berpikir aljabar siswa karena siswa belum terlalu memperlihatkan proses berpikir geometri. Jika dilihat dari level berpikir Van Hiele hanya terdapat satu proses yang berlangsung pada learning trajectory yang muncul yaitu level visualisasi, yaitu level pada saat siswa bisa menentukan bentuk sebuah benda dari apa yang mereka lihat. Ketika sebuah balok dibagi dua menjadi dua buah bangun ruang yang sama besarnya maka sesuai pemahaman mereka sebelumnya mereka dapat mengatakan bahwa bangun ruang tersebut adalah 1 balok atau disebut dengan prisma segitiga 2 karena memiliki alas berbentuk segitiga. Penelitian Shermann (Tambunan, 2006) menemukan bahwa adanya hubungan yang positif antara prestasi belajar matematika dengan kemampuan spasial anak usia sekolah. Kemampuan matematika yang harus dimiliki siswa yang berhubungan dengan meningkatnya kemampuan berpikir siswa sangat erat kaitannya dengan tingkatan-tingkatan pemahaman geometri van Hiele. Merujuk

5 pada teori van Hiele dan proses berpikir guru yang terjadi pada tiga fase tersebut, guru seharusnya mampu membuat rencana pembelajaran yang dapat mengasah kemampuan matematis siswa, sehingga guru harus bisa mengembangkan materi ajar bagi siswa yang dapat mendukung terjadinya proses-proses yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran tidak hanya terpaku pada buku pegangan guru dan siswa saja. Berdasarkan hasil observasi ke sekolah, penulis menyimpulkan bahwa pada dasarnya guru yang menggunakan buku paket saja sebagai bahan ajar belum dapat memahami situasi dan kondisi yang dibutuhkan siswa berdasarkan learning trajectory siswa. Padahal untuk mencapai tahapan berpikir geometri Van Hiele, siswa sebaiknya diajak untuk menemukan hal baru dalam proses belajar sehingga dapat tercapainya peningkatan berpikir siswa pada tahap seharusnya yang telah atau sedang dilalui siswa. Uraian tersebut menjadi dasar bagi penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul Ðesain Didaktis Volume Limas dan Prisma Berdasarkan Irisan Kubus pada Pembelajaran Matematika Sekolah Menengah Pertama: Kajian Learning Trajectory Berdasarkan Level Berpikir Van Hiele. Desain didaktis yang disususn dengan mempertimbangkan learning trajectory siswa dalam konsep volume limas dan prisma ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan perkembangan level berpikir geometri siswa berdasarkan pada teori Van Hiele. B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian di muka, masalah dalam penelitian ini dirumuskan ke dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Masalah apa saja yang teridentifikasi dalam pembelajaran volume limas dan prisma? 2. Bagaimana bentuk desain didaktis awal berdasarkan analisis masalah yang terdapat pada pembelajaran volume limas dan prisma? 3. Bagaimana implementasi desain didaktis ditinjau dari respon siswa? 4. Bagaimana desain didaktis revisi pada pembelajaran volume limas dan prisma berdasarkan analisis terhadap hasil implementasi?

6 C. Batasan Masalah Berdasarkan rumusan masalah, peneliti menetapkan batasan masalah sehingga penelitian dapat terfokus pada permasalahan yang terkait dengan teoriteori yang telah ada, serta sesuai dengan learning trajectory siswa sebagai berikut: 1. Penyusunan desain didaktis awal volume limas dan prisma berdasarkan irisan kubus ini disesuaikan dengan karakteristik siswa SMP kelas VIII. 2. Penyusunan desain didaktis volume limas dan prisma didasarkan pada kajian learning trajectory berdasarkan level berpikir Van Hiele. 3. Pengukuran keberhasilan implementasi desain didaktis ditinjau dari proses berpikir siswa.

7 D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi masalah yang terdapat pada pembelajaran volume limas dan prisma. 2. Mengetahui bentuk desain didaktis awal volume limas dan prisma berdasarkan analisis masalah. 3. Mengetahui implementasi desain didaktis awal ditinjau dari respon siswa. 4. Memperoleh bentuk desain didaktis revisi volume limas dan prisma berdasarkan analisis dari hasil implementasi. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagi siswa, diharapkan dapat lebih memahami volume limas dan prisma melalui irisan kubus sehingga dapat mengasah kemampuan berpikir geometri siswa. 2. Bagi guru, diharapkan dapat menciptakan pembelajaran matematika yang sesuai dengan learning trajectory siswa melalui desain didaktis. 3. Bagi peneliti, diharapkan dapat membuat desain didaktis alternatif volume limas dan prisma. F. Definisi Operasional Berikut inni merupakan istilah-istilah operasional yang digunakan. 1. Learning trajectory adalah lintasan belajar siswa dalam mencapai suatu kemampuan tertentu yang dikembangkan melalui serangkaian kegiatan pembelajaran. 2. Desain didaktis adalah rancangan situasi didaktis yang memperhatikan respon siswa yang disertai dengan antisipasinya yang dikembangkan sesuai konsep matematika berdasarkan pada kajian learning trajectory.