BAB I PENDAHULUAN. manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk

dokumen-dokumen yang mirip
Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap

I. PENDAHULUAN. Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1

BAB III METODE PERANCANGAN. dapat digunakan ialah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif merupakan

I. PENDAHULUAN. sepanjang khatulistiwa dan km dari utara ke selatan. Luas negara Indonesia


Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. II/1999 seluas ha yang meliputi ,30 ha kawasan perairan dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di bumi ini terdapat berbagai macam kehidupan satwa, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Timur. Wilayah Kepulauan Derawan secara geografis terletak di 00 51`00-0l

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. maupun kegiatan manusia yang membahayakan populasinya secara langsung

Penangkaran Penyu di Desa Perancak Kab. Jembrana BAB I PENDAHULUAN

Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali

BAB I PENDAHULUAN. Naisbitt dalam bukunya Global Paradox yakni bahwa where once. usaha lainnya (http;//pariwisata.jogja.go.id).

PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. (2.392 meter) dan Gunung Lamongan (1.600 meter), serta di bagian Selatan

PEMETAAN KAWASAN HABITAT PENYU DI KABUPATEN BINTAN

LAPORAN PERJALANAN DINAS NOMOR : ST. 602 /BPSPL/T /IX/2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata l) DI PULAU PETElORAN TIMUR DAN BARAT TAMAN NASIONAl KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

MENDAPATKAN KEUNTUNGAN DARI KONSERVASI PENYU DI KABUPATEN BERAU, KALIMANTAN TIMUR, INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati

C. Model-model Konseptual

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Hijau ini adalah mencakup tiga aspek yang terdiri dari prinsip-prinsip yang ada

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera. Lampung memiliki banyak keindahan, baik seni budaya maupun

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas lingkungan hidup di Indonesia sekarang ini mulai sangat

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Jumlah Spesies dan Endemik Per Pulau

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Berikut obyek wisata yang bisa kita nikmati:

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

LOKASI BERTELUR PENYU DI PANTAI TIMUR KABUPATEN MINAHASA PROVINSI SULAWESI UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Kota Kediri adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia, yang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

WISATA ALAM BERBASIS MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN PENYU DI PANTAI TEMAJUK KAWASAN PERBATASAN KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. dan melestarikan alam. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW berikut :

Bab 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

JAKARTA (22/5/2015)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Dari ketiga

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nom

Journal Of Marine Research. Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di:

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. sudah dinyatakan punah pada tahun 1996 dalam rapat Convention on

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa karena keanekaragaman hayati dan agroekosistem Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. jarak yang jauh di sepanjang kawasan Samudera Hindia, Samudra Pasifik dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa yang patut dijaga, dikelola dan dikembangkan dengan baik

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Keberadaan hutan di Indonesia mempunyai banyak fungsi dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. secara lestari sumber daya alam hayati dari ekosistemnya.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari daratan dan lautan seluas ± 5,8 juta Km 2 dan sekitar 70 %

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini banyak kerusakan lingkungan yang terjadi akibat perbuatan manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk kesejahteraan umat manusia itu sendiri, dengan cara menjadikannya sebagai sahabat dan mengolahnya demi kepentingan bersama. Alam akan menjadi sahabat dan memberikan yang terbaik apabila kita memperlakukannya dengan baik. Islam sebagai agama paripurna, memiliki ajaran yang universal dan konprehensif. Islam sejak dirisalahkan oleh para utusan Tuhan telah memusatkan perhatian pada masalah lingkungan. Terlebih dalam misi yang disampaikan Nabi Muhammad saw. baik melalui kitab al-qur an maupun hadits. Untuk menjaga dan memelihara kelangsungan kehidupan ( sustainable) di bumi dengan segala keanekaragaman (diversity) hayati, Tuhan memfasilitasi bumi ini dengan sirkulasi musim, hujan, gumpalan awan berarak dan angin secara apik (QS. al-fathir ( 9): 27-28, Yasin: 33-34, Rum:48, Qaf:9). Semua itu hanyalah diperuntukkan bagi kenikmatan manusia di bumi. Namun harus diingat oleh manusia bahwa daya dukung alam juga ada batasnya. Karena itu manusia harus memperlakukan alam ini dengan baik dan benar. Hal ini menyangkut etika dengan lingkungan alam salah satunya tentang bagaimana manusia membangun sikap proporsional ketika berhadapan dengan lingkungan. Sehingga lingkungan dapat terpelihara dan terjaga kelestariannya sepanjang generasi umat manusia. 1 P a g e

PUSAT KONSERVASI PENYU HIJAU DI PULAU DERAWAN, KALIMANTAN TIMUR Namun pada kenyataannya saat ini banyak terjadi kerusakan lingkungan akibat perbuatan manusia. Tuhan tahu akan sikap manusia yang lupa bersyukur (berterima kasih) atas segala nikmat indahnya alam yang diciptakan Tuhan ini (QS. Luqman: 20). Kerusakan lingkungan oleh perbuatan manusia ini sesuai dengan isi ayat al-qur an yang menyebutkan bahwa kerusakan di alam (daratan dan lautan) itu akibat ulah kejahatan manusia, sehingga berbagai akibat dari perusakan itu ditanggung oleh manusia juga (QS. al-baqarah: 205, al-rum: 41, al- Qashshash: 77). Berikut ini ayat Al-Qur an tentang larangan membuat kerusakan di muka bumi. Surat Ar Rum ayat 41-42 tentang larangan membuat kerusakan di muka bumi Artinya : Telah tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah: Adakanlah perjalanandimuka bumi dan perlihatkanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah). (QS Ar Rum : 41-42). Ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia selain untuk beribadah kepada Allah swt. juga diciptakan sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai khalifah, manusia memiliki tugas untuk memanfaatkan, mengelola dan memelihara alam 2 P a g e

semesta. Allah telah menciptakan alam semesta untuk kepentingan dan kesejahteraan semua makhluk Nya, khususnya manusia. Oleh karena itu keserakahan dan perlakuan buruk sebagian manusia terhadap alam dapat menyengsarakan manusia itu sendiri ke dalam bencana alam seperti tanah longsor, banjir, kekeringan, tata ruang daerah yang tidak karuan dan udara serta air yang tercemar adalah buah kelakuan manusia yang justru merugikan manusia dan makhluk hidup lainnya. Dalam Islam umat manusia telah diajarkan untuk selalu senantiasa menjaga lingkungan alam. Sehingga sudah sewajarnya sebagai khalifah di muka bumi manusia harus menjaga lingkungan alam dengan sebaik-baiknya. Untuk itu dalam kehidupan saat ini usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan sesuai dengan kandungan ayat tersebut ialah dengan melakukan kegiatan seperti program pelestarian lingkungan yang terdiri dari program penyelamatan hutan, tanah, air, pendayagunaan daerah pantai, wilayah laut dan kawasan udara (Hanafiah, 2008). Kontribusi nyata manusia sebagai khalifah di bumi ini salah satunya adalah melindungi habitat penyu. Penyu merupakan reptil yang hidup di laut serta mampu bermigrasi dalam jarak yang jauh disepanjang kawasan Samudra Hindia, Samudra Pasifik dan Asia Tenggara. Keberadaannya telah lama terancam, baik oleh faktor alam maupun faktor kegiatan manusia yang membahayakan populasinya secara langsung maupun tidak langsung. Dari tujuh jenis penyu di dunia, tercatat enam jenis penyu yang hidup di perairan Indonesia yaitu penyu hijau ( Chelonia mydas), penyu sisik ( Eretmochelys imbricata), penyu abu-abu (Lepidochely olivacea), penyu pipih ( Natator depressus), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), serta penyu tempayan ( Caretta caretta). Kerusakan 3 P a g e

habitat pantai dan menipisnya sumber pakan, kematian akibat interaksi dengan aktivitas perikanan, pengelolaan teknik-teknik konservasi yang tidak memadai, perubahan iklim, penyakit serta pengambilan penyu dan telurnya untuk dimanfaatkan daging, cangkang, tulang serta proteinnya yang tidak terkendali merupakan faktor-faktor penyebab penurunan populasi penyu. Hewan berpunggung keras ini tergolong hewan yang dilindungi dengan kategori Appendix I CITIES (Convention on International Trade in Endangered Species), sehingga segala bentuk pemanfaatan dan peredarannya harus mendapat perhatian secara serius (Limpus et al. 1992, Charuchinda et al. 2002). Permasalahan-permasalahan yang dapat mengancam kehidupan penyu secara umum dapat digolongkan menjadi ancaman alami dan ancaman karena perbuatan manusia. Ancaman alami bagi penyu berasal dari hewan pemangsa seperti biawak dan burung elang yang memangsa tukik. Selain itu, wabah penyakit akibat bakteri dan virus serta pencemaran lingkungan perairan merupakan ancaman alami bagi kelangsungan hidup penyu. Adapun ancaman karena perbuatan manusia berasal dari aktivitas perikanan yang menangkap penyu dengan sengaja maupun tidak disengaja. Selain itu kegiatan penangkapan penyu dewasa untuk dimanfaatkan daging, cangkang dan tulangnya yang tidak terkendali semakin mengancam kelangsungan hidup penyu. Hal ini semakin diperburuk dengan adanya aktivitas pembangunan di wilayah pesisir seperti pembangunan tanggul pantai yang dapat merusak habitat penyu untuk bertelur. Selain masalah-masalah yang dijabarkan karakteristik siklus hidup penyu sangat panjang dan unik, sehingga untuk mencapai kondisi stabil (dimana 4 P a g e

populasi relatif konstan selama 5 tahun terakhir) dapat memakan waktu cukup lama. Sehingga menyebabkan tingkat populasi penyu semakin menurun di sepanjang tahun. Kondisi ini yang menyebabkan semua jenis penyu di Indonesia diberikan status dilindungi oleh Negara sebagaimana tertuang dalam PP nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Akan tetapi pemberian status perlinduangan saja tidak cukup untuk memulihkan atau setidaknya mempertahankan populasi penyu di Indonesia. Oleh karena itu dibutuhkan tindakan nyata dalam melakukan pengelolaan konservasi penyu komprehensif, sistematis dan terukur. Bahkan pemerintah secara terus-menerus mengembangkan kebijakan-kebijakan yang sesuai dalam upaya pengelolaan konservasi penyu dengan melakukan kerjasama regional seperti IOSEA-CMP, SSME dan BSSE. Munculnya UU No. 31 tahun 2004 tentang perikanan dan PP 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan membawa nuansa baru dalam pengelolaan konservasi penyu (Dermawan dkk, 2009: Pedoman Teknis Pengelolaan Konservasi Penyu hal.15-16). Pulau Derawan merupakan salah satu pulau tempat habitat penyu hijau yang ada di Indonesia. Pulau ini terletak di Kecamatan Pulau Derawan, Kabupaten Berau, Propinsi Kalimantan Timur. Setiap malam, sepanjang tahun 10 sampai 30 ekor penyu hijau bersarang di pulau Derawan. Selain itu berdasarkan hasil penelitian, Pulau Derawan merupakan area Feeding Ground (area mencari makan) bagi penyu hijau. Di pulau ini belum terdapat kegiatan konservasi penyu oleh LSM Turtle Foundation seperti yang ada di pulau Sangalaki. Hal tersebut menyebabkan pengambilan telur-telur penyu di sepanjang pantai oleh penduduk ataupun pengunjung pulau ini masih sangat bebas. Sehingga menyebabkan 5 P a g e

penurunan populasi penyu hijau yang sangat tinggi dari tahun ke tahun (Sumber : Balai Konservasi Kaltim). Oleh karena itu untuk meningkatkan populasi penyu hijau ( Chelonia mydas) di pulau Derawan perlu dibangun sebuah pusat konservasi penyu hijau. Fungsi dari pusat konservasi ini sendiri selain sebagai tempat konservasi penyu hijau juga berfungsi sebagai tempat wisata dan pendidikan bagi para penduduk dan pengunjung yang ada di pulau Derawan. Di pusat konservasi ini nantinya para pengunjung selain berwisata juga dapat belajar tentang cara membudidayakan penyu hijau. Sehingga diharapkan dengan adanya perancangan pusat konservasi ini semakin banyak masyarakat yang peduli untuk melestarikan penyu hijau dan lingkungan yang meliputi flora, fauna dan terumbu karang yang ada di Pulau Derawan. Dengan melihat lingkungan dan cara hidup penyu hijau yang memiliki karakteristik tersendiri, maka Biomimetic Architecture di pilih sebagai tema perancangan pusat konservasi penyu hijau di pulau Derawan. Biomimetik sendiri merupakan suatu interdisiplin yang menggabungkan bidang ilmu biologi dengan ilmu lainnya seperti teknologi, kimia, fisika, arsitektur dan sebagainya untuk menciptakan sesuatu yang akan sangat berguna di zaman modern sekarang ini (http://biomimicryinstitute.org/). Selain itu pengertian lain dari Biomimetik adalah menganalisa model, sistem, proses, dan elemen yang ada di alam yang dapat menginspirasi pembuatan sesuatu yang dapat menyelesaikan masalah manusia. Sehingga dengan menerapkan tema biomimetik pada bangunan konservasi ini diharapkan dapat meningkatkan populasi penyu hijau dan menjaga kelestarian lingkungan. Sesuai dengan tema yang diterapkan desain bangunan konservasi 6 P a g e

penyu hijau ini nantinya akan meniru mekanisme dan sistem yang ada pada penyu hijau dan lingkungan yang ada di sekitar pulau derawan dan material bangunan yang digunakan merupakan perpaduan antara material alam dan material teknologi tinggi. 1.2 Rumusan Masalah Adapun permasalahan dari perancangan Pusat Konservasi Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pulau Derawan adalah: 1. Bagaimana perancangan Pusat Konservasi Penyu Hijau yang dapat berfungsi sebagai tempat konservasi, wisata dan edukasi di Pulau Derawan? 2. Bagaimana perancangan dengan menerapkan tema Biomimetik pada bangunan pusat konservasi penyu hijau di Pulau Derawan? 1.3 Tujuan Perancangan Tujuan dari perancangan Pusat Konservasi Penyu Hijau (Chelonia mydas) ini adalah: 1. Merancang bangunan Pusat Konservasi Penyu Hijau yang dapat berfungsi sebagai tempat konservasi, wisata dan edukasi di Pulau Derawan. 2. Menerapkan tema Biomimetik pada bangunan Pusat Konservasi Penyu Hijau di Pulau Derawan. 7 P a g e

1.4 Manfaat Perancangan 1.4.1 Manfaat Bagi Akademik Manfaat bangunan pusat konservasi penyu hijau bagi para akademis adalah sebagai tempat belajar tentang karakteristik penyu hijau dan cara pelestarian lingkungan terutama lingkungan perairan laut. Selain itu para akademisi dapat mempelajari penerapan tema biomimetik dengan menganalisa model, sistem, proses, elemen dari alam yang menginspirasi pembuatan bangunan ini. 1.4.2 Manfaat Bagi Masyarakat Manfaat bangunan pusat konservasi penyu hijau bagi masyarakat di sekitar Pulau Derawan adalah untuk membantu masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan pulau Derawan. Selain itu bangunan ini juga bermanfaat untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat yang ada di pulau Derawan. Manfaat lain dari bangunan konservasi penyu hijau ini adalah sebagai tempat berwisata dan belajar bagi masyarakat di luar pulau Derawan, baik untuk wisatawan domestik maupun wisatawan asing. 8 P a g e

1.4.3 Manfaat Bagi Pemerintah Membantu pemerintah untuk mengelola dan menjalankan program konservasi hijau terutama tentang pelestarian penyu hijau dan biota laut di Pulau Derawan. Pemerintah juga mendapatkan pemasukan tambahan dari bangunan pusat konservasi penyu hijau karena bangunan ini dapat meningkatkan jumlah wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara yang berkunjung untuk berwisata dan belajar mengenai penyu hijau di Pulau Derawan. 1.4.4 Manfaat Bagi Organisasi Terkait Masalah Bangunan Mewadahi dan memberikan fasilitas kepada organisasi-organisasi pelestarian lingkungan seperti LSM Turtle Foundation untuk melakukan kegiatan konservasi dan penelitian penyu hijau yang ada di Pulau Derawan. 1.5 Batasan Perancangan 1.5.1 Batasan Obyek Fungsi utama dari pusat konservasi penyu hijau adalah sebagai tempat konservasi dan penelitian penyu hijau yang ada di Pulau Derawan. Objek perancangan diletakkan di pesisir pantai yang dekat dengan lokasi bertelur dan berjemur penyu hijau untuk memudahkan proses kegiatan konservasi penyu hijau seperti pemindahan telur dan penanaman rumput laut. Skala layanan dari bangunan pusat konservasi penyu hijau ini mencakup skala layanan nasional dan internasional, yang tujuannya untuk 9 P a g e

mewadahi para akademisi dan wisatawan lokal dan asing yang ingin belajar dan berwisata di Pulau Derawan. 1.5.2 Batasan Tema Perancangan pusat konservasi penyu hijau ini menggunakan tema Biomimetic Architecture. Biomimetik yang dimaksud pada perancangan adalah menganalisa model, sistem, proses, dan elemen yang ada di alam. Sesuai dengan tema yang di terapkan, desain bangunan konservasi penyu hijau ini nantinya akan meniru mekanisme dan sistem yang ada pada penyu hijau dan lingkungan yang ada di sekitar Pulau Derawan dan material bangunan yang digunakan merupakan perpaduan antara material alam dan material teknologi tinggi. 10 P a g e