BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

Pertumbuhan yang telah dicapai dari berbagai kebijakan akan memberi dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi angka pengangguran

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

5.1 ARAH PENGELOLAAN APBD

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB V PENUTUP. dengan rencana yang telah dibuat dan melakukan pengoptimalan potensi yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Bab-3 Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

RANPERDA PERUBAHAN APBD TA SOSIALISASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PERUBAHAN APBD PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN ANGGARAN 2017

PENUTUP BAB 7 LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN BUPATI BLITAR TAHUN 2014 VII - 1

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BEBERAPA CATATAN ATAS APBD PROVINSI RIAU TAHUN 2012 FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN (FITRA RIAU) APBD 2012 Bagi-Bagi Untuk Siapa?

BAB IIIGAMBARAN GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang-

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

SOSIALISASI PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

LKPJ- AMJ Bupati Berau BAB III halaman 45

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. pusat mengalami perubahan. Jika sebelumnya pemerintah bersifat sentralistik

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB V PENDANAAN DAERAH

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. pada potensi daerah dengan sumber daya yang berbeda-beda. Oleh karena itu,

BAB III PENGELOLAAN KEUNGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004

BAB 3. GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menegaskan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

3.2. Kebijakan Pengelolalan Keuangan Periode

Transkripsi:

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 7.1 Kebijakan Umum Pengelolaan Pendapatan Daerah Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara bahwa Keuangan Daerah sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Keuangan Negara, maka harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundangan, efisien, efektif, ekonomis, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Acuan lainnya adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tantang Perimbangan Keuangan antara Perintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Undang-Undang tersebut diatas menunjukan bahwa pengelolaan Keuangan Daerah mendapat perhatian yang serius dan perlu dilakukan tata kelola yang baik berdasarkan prinsip transparansi, akuntabilitas dan partisipatif. Oleh karenanya, perencanaan dan penganggaran yang tercermin dalam APBD harus berdasarkan arah kebijakan, skala prioritas dan penetapan alokasi serta terlaksananya distribusi sumberdaya dengan keterlibatan masyarakat. Kebijakan Umum pengelolaan pendapatan daerah diarahkan pada suatu upaya untuk menggali berbagai potensi daerah dan upaya peningkatan pendapatan daerah dari sumber lainnya seperti sektor pajak, retribusi dan pengoptimalan perolehan dana perimbangan. Secara umum, trend kenaikkan peranan PAD dan trend penurunan dari peranan Dana Perimbangan Kabupaten Kubu Raya sampai dengan 2014 diperkirakan masih akan terus berlangsung. Dan diperkirakan dominasi peranan Dana Perimbangan dalam membentuk total perolehan Pendapatan Daerah akan

tetap berada di atas peranan PAD dengan perkiraan komposisi sekitar ± 80 % dana berasal dari Dana Perimbangan dan ± 19 % akan bersumber dari PAD. Sedangkan untuk komponen Lain-lain Pendapatan yang Sah peranannya diperkirakan akan semakin mengecil hingga mencapai ± 1 % dari total pendapatan. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan catatan bagi prospek keuangan daerah ke depan yang antara lain adalah: a. Bahwa peranan sektor Pajak Daerah dalam memberikan sumbangan ke Pendapatan Asli Daerah untuk beberapa tahun mendatang tampaknya akan semakin penting. Untuk itu, berbagai upaya baik ekstensifikasi melalui perluasan basis pajak tanpa harus menambah beban kepada masyarakat, maupun intensifikasi melalui upaya yang terus menerus dalam melakukan perbaikan ke dalam dan senantiasa meningkatkan kesadaran wajib pajak dan retribusi dalam memenuhi kewajibannya, adalah hal yang mutlak untuk tetap dilanjutkan secara konsisten, termasuk didalamnya upaya untuk terus meningkatkan efisiensi di tubuh penyelenggara pemerintahan daerah. b. Kabupaten Kubu Raya akan mengupayakan maksimalisasi pendapatan melalui sektor Badan Usaha Milik Daerah. Saat ini Kabupaten Kubu Raya baru memiliki satu perusahaan Daerah yaitu Perusahaan Daerah Air Minum yang masih memerlukan banyak pembenahan, namun juga merupakan suatu sumber pendapatan yang potensial jika dikelola secara maksimal dan profesional. Diharapkan di tahun tahun selanjutnya pengembangan perusahaan daerah dapat ditingkatkan untuk meningkatkan efektivitas pemerintah daerah dan pengembangan enterpreneurship dalam pemerintahan. c. Prioritas pembangunan daerah harus benar-benar fokus pada sektorsektor yang mampu menarik investasi guna mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan sebagai salah satu upaya peningkatan daya beli masyarakat dengan tetap mengarusutamakan lingkungan hidup untuk menjaga keberlanjutannya.

Kebijakan umum pendapatan tersebut di atas sangat tergantung pada penciptaan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha dan pengembangan investasi secara umum. Kedua hal ini secara tidak langsung akan berdampak pula pada perwujudan stabilitas fiskal daerah sehingga ketersediaan sumber pembiayaan kegiatan pembangunan dapat lebih terjamin. Dengan tersedianya pembiayaan kegiatan pembangunan diharapkan kelancaran pemerintahan juga akan tercipta dan pelayanan publik yang akan diberikan kepada masyarakat juga akan semakin meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya. Dengan menggunakan pendekatan analisis pertumbuhan elastisitas dalam menghitung proyeksi PAD, serta dengan meletakkan beberapa asumsi, seperti : 1. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kubu Raya rata-rata diprediksi mencapai kisaran 5-6 % pertahun. Secara detail pertumbuhan ekonomi disajikan pada Tabel 7.1. 2. Tingkat Inflasi Kabupaten Kubu Raya Tahun 2009 berdasarkan estimasi data BPS Kabupaten Kubu Raya 11,19 %. Berdasarkan Estimasi ini diharapkan inflasi berkisar 11-11,50 % per tahun untuk proyeksi 5 (lima) Tahun kedepan. 3. Kebutuhan investasi selama periode proyeksi dengan asumsi nilai ICOR 3,5 setiap tahunnya diperkirakan akan mencapai rata-rata sekitar Rp. 1.358.204.19 Triliyun atau sekitar 26,85 % dari rata-rata total proyeksi PDRB atas dasar harga berlaku. 4. Derajat Desentralisasi fiskal Kabupaten Kubu Raya selama periode proyeksi mencapai 0,89 %, hal ini berarti tingkat ketergantungan Kabupaten Kubu Raya untuk membiayai pembangunan berdasarkan kemampuan keuangan daerah (PAD) masuk dalam katagori rendah. Derajat sumbangan dari pemerintah yang lebih tinggi, yang bersumber dari dana Perimbangan untuk tujuan pembiayaan pembangunan di Kabupaten Kubu Raya mencapai 37,63 %. Tax Ratio (PAD terhadap PDRB) selama periode proyeksi diperkirakan akan mencapai sekitar 7,49 % untuk setiap tahunnya.

5. Untuk komponen Dana Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Pajak & Bantuan Keuangan Propinsi pada Dana Perimbangan diperkirakan tumbuh sekitar 9 % setiap tahunnya. Selama periode proyeksi, komponen DAU, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak pada Dana Perimbangan, serta Lain-lain Pendapatan yang Sah diperkirakan sesuai asumsi proyeksi PAD tersebut di atas. 7.2 Kebijakan Umum Pengelolaan Belanja Daerah Pengelolaan pengeluaran/belanja Daerah lebih memfokuskan rasionalitas belanja dengan perimbangan belanja publik yang lebih besar dibandingkan dengan belanja aparatur. Belanja Pelayanan Publik dialokasikan atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat dan dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat. Sedangkan belanja aparatur dialokasikan atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang terkait dengan tugas dan fungsi aparatur yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kebijakan belanja daerah Kabupaten Kubu Raya sampai dengan tahun 2014 masih didominasi belanja pelayanan publik terutama pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat seperti pendidikan, kesehatan dan penyediaan infrastruktur, sekitar 80,43%. Sedangkan untuk belanja aparatur daerah, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan serta belanja tidak terduga diperkirakan menyerap rata-rata 11,78 %, 1,08 % dan 6,71%. Dilihat dari sisi pertumbuhannya, komponen belanja daerah Tahun 2009-2014 diperkirakan mengalami pertumbuhan rata-rata sekitar 20 %, dimana pertumbuhan rata-rata untuk masing-masing komponen belanja adalah (i) belanja aparatur daerah sampai tahun 2011 akan meningkat 20 persen; dan menurun hingga rata-rata 5 % per tahun, pada tahun selanjutnya hingga 2014 (ii) belanja pelayanan publik 5 % per tahun; (iii) belanja bagi hasil dan bantuan keuangan 2 % per tahun; serta (iv) belanja tak terduga 3 % per tahun. Dalam konteks pertumbuhan daerah maka komposisi belanja ini perlu dikembangkan porsinya

tentu pada aspek pembiayaan bagi kepentingan simulasi peningkatan kesejahteraan masyarakat.