Prawacana. Penyunting. LITERAT No. 31 Tahun 2010 ISSN: Bismillahirrohmanirrohiim, Assalamu alaikum Warrohmatullohi Wabarokatuh,

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal Ilmu Kesehatan Anak

HUBUNGAN ANTARA KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD Dr. R. KOESMA TUBAN TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang

BAB I PENDAHULUAN. plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui

BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah kelahiran hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi AKB

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA ASFIKSIA NEONATURUM PADA BAYI BARU LAHIR DI RUANG PERINATALOGI RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. Organization (WHO), salah satunya diukur dari besarnya angka kematian

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai

HUBUNGAN ANTARA PENDAMPINGAN PERSALINAN OLEH KELUARGA DENGAN LAMANYA PERSALINAN KALA II DI BPS HJ. YUSFA F. ZUHDI GEMPOL PADING PUCUK

HUBUNGAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL YOGYAKARTA PERIODE NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA PERSALINAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM DI RSUD DR. SOESELO KABUPATEN TEGAL

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif.

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara teratur dan

KEHAMILAN LETAK SUNGSANG DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI PADA IBU BERSALIN

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab tingginya angka kematian ibu terutama disebabkan karena faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu komplikasi atau penyulit yang perlu mendapatkan penanganan lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. anak. Setiap prosesnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. adalah kematian ibu dan angka kematian perinatal. Di dunia, setiap menit

HUBUNGAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. H. MOCH. ANSHARI SALEH BANJARMASIN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna

BAB 1 PENDAHULUAN. umur kehamilan minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Badan

HUBUNGAN ANTARA IBU HAMIL PRE EKLAMSI DENGAN KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RSUD SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN

BAB V PEMBAHASAN. bersalin umur sebanyak 32 ibu bersalin (80%). Ibu yang hamil dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kehamilan merupakan suatu anugerah yang menyenangkan bagi

PENGETAHUAN DAN KECEMASAN IBU PENGGUNA KONTRASEPSI AKDR. Vera Virgia

BAB I PENDAHULUAN. proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun kedalam jalan lahir

HUBUNGAN PERSALINAN KALA I MEMANJANG DENGAN KESEJAHTERAAN JANIN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA

HUBUNGAN KEHAMILAN POSTTERM DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD ABDUL MOELOEK

Devita Zakirman Stikes Jend. A. Yani Cimahi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

B AB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat, terdapat beberapa

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia karena masih dijumpainya penduduk yang sangat miskin, yang

HUBUNGAN ANTARA PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DENGAN TEKANAN DARAH PADA AKSEPTOR KB SUNTIK DI PUSKESMAS DELANGGU KLATEN

Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 2, Oktober 2013 ISSN HUBUNGAN USIA IBU DENGAN KOMPLIKASI KEHAMILAN PADA PRIMIGRAVIDA

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP AKSEPTOR KB TERHADAP KONTRASEPSI METODE OPERASI WANITA (MOW) DI DESA BARON MAGETAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hubungan Usia Kehamilan dan Preeklampsia dengan Asfiksia Neonatorum Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu strategi dalam upaya peningkatan status kesehatan di Indonesia.

CAIRAN AMNION TERCAMPUR MEKONIUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA ASFIKSIA NEONATORUM PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2009

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkedudukan di masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002, hlm. 215).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU (usia, Pendidikan, Pekerjaan, Dan Paritas ) DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI SUNTIK DI PUSKESMAS SUKUDONO SIDOARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan janin intrauterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai

BAB I PENDAHULUAN. dan misi Program KB Nasional. Visi KB itu sendiri yaitu Norma Keluarga

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI TERHADAP KEPATUHAN PERIKSA KEHAMILAN DI PUSKESMAS 1 TOROH KABUPATEN GROBOGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. bayi baru lahir merupakan proses fisiologis, namun dalam prosesnya

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB IV METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. metode kontrasepsi tersebut adalah Intra Uterine Device (IUD), implant, kondom, suntik, metode operatif untuk wanita (MOW), metode

HUBUNGAN ANTARA KEHAMILAN SEROTINUS DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD INDRAMAYU PERIODE 01 SEPTEMBER-30 NOVEMBER TAHUN 2014

HUBUNGAN PARITAS DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA. Endang Wahyuningsih, Saifudin Zukhri 1

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI PADA IBU BERSALIN

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE

BAB I PENDAHULUAN. menjadi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) dengan. variabel yang mempengaruhi fertilitas (Wiknjosastro, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. mengalami hambatan dalam persalinan. 1. interaksi secara sinkron antara kekuatan his dan mengejan (power), jalan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas tahun 2015 dan misi sangat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet, dan abortus. 1 Infeksi

23,3 50,0 26,7 100,0

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA IBU HAMIL DI KABUPATEN TABANAN

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

BAB I PENDAHULUAN. hamil, pencegahan, pengobatan penyakit dan rehabilitasi. Program ini

BAB I PENDAHULUAN. proses selanjutnya. Proses kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL DENGAN KECEMASAN PROSES PERSALINAN DI BPM HJ. MARIA OLFAH, SST BANJARMASIN ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

Trisna Ebtanastuti 2, Anjarwati 3 INTISARI

PENELITIAN HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN TERHADAP HASIL LUARAN JANIN. Idawati*, Mugiati*

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROFIL UMUR DAN PEKERJAAN IBU BERSALIN SECTIO CAESAREA YANG MEMPUNYAI RIWAYAT SECTIO CAESAREA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami perubahan dalam dirinya baik fisik maupun psikologis. Dua

HUBUNGAN ANTARA SENAM HAMIL DENGAN PROSES PERSALINAN NORMAL DI RUMAH BERSALIN AS SYIFA UL UMMAH GROBOGAN

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, melakukan kunjungan neonatus, ibu pasca salin memilih alat

BAB 1 PENDAHULUAN. bayi yang di kandung (Saifuddin, 2009:284). (Hani, 2011:12). Berdasarkan pengalaman praktek di polindes Kradenan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Kebidanan atau Obstetri ialah bagian Ilmu Kedokteran yang

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperaatan. Disusun oleh : SUNARSIH J.

BAB IV METODE PENELITIAN. Perinatologi RSUP Dr. Kariadi / FK Undip Semarang.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin

ISSN No Media Bina Ilmiah 29

BAB I PENDAHULUAN. penurunan karena kematian. Crude Birth Rate (CBR) turun dari sekitar 21 per

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PARTUS LAMA DI RUANG KEBIDANAN RSUD IBNU SUTOWO BATURAJA TAHUN 2015

KARAKTERISTIK IBU KAITANNYA DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH

KARAKTERISTIK IBU BERSALIN YANG DI RUJUK DENGAN KASUS KETUBAN PECAH

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan salah satunya adalah keluarga berencana. Visi program

Prevalensi Kejadian Asfiksia Neonatorum Ditinjau Dari Faktor Risiko Intrapartum Di PONEK RSUD Jombang

PENGARUH UMUR KEHAMILAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

PARITAS DENGAN KEJADIAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN Sri Handayani, Umi Rozigoh

HUBUNGAN KEHAMILAN POST TERM DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR SOEDIRMAN KEBUMEN

SINOPSIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERSALINAN PREMATUR DI KAB BOJONEGORO TESIS OLEH INDRAYANTI

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak kalah penting dalam memberikan bantuan dan dukungan pada ibu. bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan (Sumarah, dkk. 2008:1).

BAB 1 PENDAHULUAN. pada ibu dan janin sehingga menimbulkan kecemasan semua orang termasuk

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Intra Uterine Fetal Death (IUFD)

Transkripsi:

LITERAT No. 31 Tahun 2010 ISSN: 1411 2566 Prawacana Bismillahirrohmanirrohiim, Assalamu alaikum Warrohmatullohi Wabarokatuh, Pada bulan September tahun ini, Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas (JIKK) Akademi Kebidanan Ar Rahmah hadir dengan sejumlah hasil kajian dan penelitian para dosen, baik dosen AKBID Ar Rahmah maupun dosen perguruan tinggi lainnya, yang dengan senang hati berbagi wawasan dan pengetahuan mereka demi meningkatkan kualitas keilmuan di bidang kebidanan di bumi pertiwi ini. Mengawali JIKK edisi ke-2 ini, Widyastuti mengkaji tentang Hubungan Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum. Tulisan selanjutnya, Winarni memaparkan Hubungan Paritas, Usia, Dan Pendidikan Ibu Hamil Trimester III Dengan Tingkat Kecemasan Dalam Menghadapi Masa Menjelang Persalinan. Tak kalah menarik, JM Weking mendeskripsikan Hubungan Pengetahuan Dan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Penggunaan Metode Kontrasepsi Efektif Terpilih. Tulisan selanjutnya, Ajeng Widyastuti A memaparkan tentang Pengetahuan Remaja SMA Kelas XI Tentang HIV AIDS. Selanjutnya, Nunung Kanianingsih memaparkan Gambaran Tingkat Kecemasan Ibu Hamil Trimester III Dalam Menghadapi Proses Persalinan. Tulisan Selanjutnya, Yuliustina Mengkaji tentang Gambaran Pengetahuan Keluarga Tentang Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Dalam Rumah Tangga, Tulisan Terakhir, Iis Wahyuni Hubungan Riwayat Kehamilan Ektopik Dengan Kejadian Kehamilan Ektopik. Tak hentinya kami mengajak pembaca dari semua kalangan untuk senantiasa menggunakan JIKK sebagai media publikasi hasil kajian dan penelitian. Kami yakin, setiap kegiatan ilmiah yang telah dilakukan akan terasa lebih bermanfaat tatkala dipublikasikan dan menjadi konsumsi masyarakat ilmiah. Oleh karena itu, kami tunggu karya Anda untuk edisi JIKK selanjutnya. Akhir kata, sajian JIKK edisi kali ini diharapkan bermanfaat dan senantiasa membuka cakrawala informasi bagi Anda. Selamat membaca! Billahittaufiq walhidayah, Wassalamu alaikum Warrohmatullohi Wabarokatuh. Penyunting. Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal 1

ISSN: 2356-5454 Nomor 02 Tahun 2011 jikk Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Nomor 02 Tahun 2011, ISSN: 2356-5454 Diterbitkan oleh, Ar Rahmah Press Akademi Kebidanan Ar Rahmah Bandung Penanggung Jawab Hj. Diah Nurmayawati Ketua Penyunting Yuliati Wakil Ketua Penyunting Andi Laksana B Anggota Esti Hitatami Sundari Desra Amelia Irma Rosliani Dewi Iis Wahyuni Widyastuti Nunung Kanianingsih Winarni Ajeng Windyastuti JM Weking Yuliustina Mitra Bestari (Penyunting Ahli) Elvi Era Liesmayani (AKBID Panca Bhakti) Widyah Setyowati (STIKES Ngudi Waluyo U) Titiek Soelistyowatie (Unika Atma Jaya) Ari Murdiati (Univ. Muhammadiyah Semarang) Lingga Kurniawati (POLTEKKES Semarang) Frida Cahyaningrum (STIKES Karya Husada) Crismis Novalina Ginting (Univ. Gadjah Mada) Santy Deasy Siregar (Univ. Sumatera Utara) Deby Novita Siregar (STIKes Helvetia) Jupri Kartono (AKBID Panca Bhakti) Aries Cholifah (Univ. Negeri Surakarta) Setting Layout & Sirkulasi M. Andriana Gaffar Yadi Firmansyah Hamdan Hidayat Hamdani Fitriasukma Ekaputra Daftar Isi HUBUNGAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM oleh Widyastuti 3 HUBUNGAN PARITAS, USIA, DAN PENDIDIKAN IBU HAMIL TRIMESTER III DENGAN TINGKAT KECEMASAN DALAM MENGHADAPI MASA MENJELANG PERSALINAN oleh Winarni 9 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN TINGKAT PENDIDIKAN IBU DENGAN PENGGUNAAN METODE KONTRASEPSI EFEKTIF TERPILIH oleh JM Weking 13 PENGETAHUAN REMAJA SMA KELAS XI TENTANG HIV AIDS oleh Ajeng Widyastuti A 18 GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN IBU HAMIL TRIMESTER III DALAM MENGHADAPI PROSES PERSALINAN oleh Nunung Kanianingsih 23 GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DALAM RUMAH TANGGA oleh Yuliustina... 32 HUBUNGAN RIWAYAT KEHAMILAN EKTOPIK DENGAN KEJADIAN KEHAMILAN EKTOPIK oleh Iis Wahyuni... 40 Hal 2 Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung

Nomor 02 Tahun 2011 ISSN: 2356-5454 HUBUNGAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM oleh Widyastuti ABSTRAK Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya tanpa disertai tanda inpartu dan setelah satu jam tetap tidak diikuti dengan proses inpartu sebagaimana mestinya. Ketuban pecah dini merupakan salah satu penyebab terjadinya asfiksia neonatorum dan infeksi yang dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas perinatal. Nilai Apgar adalah cara untuk menilai kondisi postnatal yang mencerminkan fungsi-fungsi vital pada neonatus. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD Dr. R Koesma Tuban tahun 2009. Dalam penelitian ini menggunakan metode analitik dengan desain Cross Sectional. Populasi yang digunakan adalah semua ibu bersalin dengan KPD dan ibu bersalin tanpa komplikasi di RSUD Dr R. Koesma Tuban Tahun 2009 sebanyak 240 responden, sampel diambil dari sebagian ibu bersalin dengan KPD dan ibu bersalin tanpa komplikasi di RSUD Dr R. Koesma Tuban Tahun 2009 yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 148 responden. Tehnik sampling menggunakan Simple Random Sampling. Pengumpulan data menggunakan data sekunder yaitu didapatkan dari data register persalinan. Data diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabel silang kemudian dianalisis menggunakan uji Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar ibu bersalin dengan ketuban pecah dini di RSUD Cililin Bandung Barat Tahun 2009 melahirkan bayi tidak asfiksia 65 (81,25%). Dari analisa data mengunakan uji Chi Square didapatkan nilai frekuensi harapan < 5 lebih dari 20% sehingga tidak memenuhi syarat untuk dilakukan analisa data dengan menggunakan uji Chi Square dan sebagai gantinya maka digunakan analisa data menggunakan uji Exact Fisher dengan menggunakan program SPSS versi 11,5 didapatkan p = 0,064 dimana p > 0,05 maka Ho diterima artinya tidak ada hubungan antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir. Kesimpulan dari panelitian ini adalah bahwa tidak ada hubungan antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir. Maka disarankan bagi masyarakat lebih sadar dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya ketuban pecah dini dengan rutin memeriksakan kehamilannya, agar bidan dapat memantau kondisi ibu dan janin untuk meminimalkan dan mengantisipasi kemungkinan terjadinya ketuban pecah dini beserta komplikasinya. Kata Kunci: Ketuban Pecah Dini, Asfiksia PENDAHULUAN Ketuban pecah dini (KPD) adalah selaput ketuban yang pecah sebelum adanya tanda persalinan.1 Insiden KPD di Indonesia berkisar 4,5% sampai 7,6% dari seluruh kehamilan, sedangkan di luar negeri insiden KPD antara 6% sampai 12%.2 Asfiksia neonatorum adalah keadaan fetus atau bayi baru lahir, mengalami gangguan oksigen atau gangguan perfusi dari berbagai organ yang berhubungan dengan hipoksia jaringandan asidosis.3 Derajat asfiksia ditentukan berdasarkan nilai Apgar. Nilai Apgar biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, selanjutnya dilakukan pada 5 menit berikutnya karena hal tersebut mempunyai korelasi yang erat dengan mortalitas dan morbiditas neonatal.4 Nilai Apgar menit pertama menunjukkan toleransi bayi terhadap proses kelahirannya, dan menit kelima menujukkan adaptasi bayi terhadap lingkungan barunya.5 Penelitian yang dilakukan di California mendapatkan insidens asfiksia pada bayi baru lahir sebesar 2%-9%.6 Ketuban pecah dini berkaitan dengan komplikasi persalinan, meliputi kelahiran kurang bulan, Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal 3

ISSN: 2356-5454 Nomor 02 Tahun 2011 sindrom gawat napas, kompresi tali pusat, khorioamnionitis, abruption plasenta, sampai kematian janin yang meningkatkan mortalitas dan morbiditas perinatal.1,2,7,8 Semakin lama KPD, semakin besar kemungkinan komplikasi yang terjadi.1,7,8 Asfiksia dapat terjadi akibat kelahiran kurang bulan, sindrom gawat napas, gangguan plasenta maupun infeksi.1,2,7,8 Asfiksia yang terjadi pada bayi cukup bulan, seringkali diawali infeksi.7 Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nilufar dkk,9 didapatkan 33% insiden terjadinya asfiksia pada KPD yang lama, berbeda secara signifikan dengan tanpa asfiksia 6,7%. Berdasarkan latar belakang KPD yang merupakan salah satu penyebab terjadinya asfiksia, maka perlu diketahui berapa lama kejadian KPD dapat menyebabkan terjadinya asfiksia. Penelitian kami bertujuan untuk mengetahui besar risiko lama KPD terhadap kejadian asfiksia pada kehamilan cukup bulan. Metode Penelitian analitik observasional dengan rancangan kasus kontrol dilakukan selama periode bulan Mei sampai November 2010, di ruang perawatan neonatus Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah, Denpasar. Kriteria inklusi adalah bayi asfiksia, usia kehamilan cukup bulan, persalinan berlangsung spontan/ tanpa tindakan (forsep, vakum ekstrasi, seksio sesarea). Kriteria eksklusi adalah bayi yang dilahirkan menderita kelainan bawaan, bayi mengalami intra-uterine growth retardation (IUGR), risiko infeksi, meliputi ibu febris, ibu tersangka infeksi saluran kencing, korioamnionitis dan ketuban hijau, dan data yang diperoleh kurang lengkap. Definisi operasional variabel asfiksia neonatorum adalah keadaan fetus atau bayi baru lahir mengalami gangguan oksigen, atau gangguan perfusi dari berbagai organ yang berhubungan dengan hipoksia jaringan dan asidosis.3 Asfiksia ditentukan berdasarkan nilai Apgar pada menit 1, dengan penilaian didasarkan pada Apgar 7 (tidak asfiksia) dan Apgar <7 (asfiksia).7 Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban setiap saat sebelum terdapat tanda-tanda persalinan. Dibedakan menjadi dua yaitu KPD <12 jam dan KPD 12 jam. Besar sampel berdasarkan kesalahan tipe I 5%, kesalahan tipe II 20%, nilai P2 dari penelitian Nili dkk10 diperoleh 0,7. Pada penelitian kami, RO (rasio odds) yang dianggap bermakna adalah 1,3. Berdasarkan perhitungan diperoleh n1 dan n2, yaitu masingmasing38, jadi jumlah total sampel adalah 76 orang. Populasi adalah bayi asfiksia yang dirawat di RSUP Sanglah, Denpasar, sedangkan sampel diambil dari semua populasi yang memenuhi kriteria penelitian secara consecutive sampling. Faktor risiko asfiksia dikelompokkan berdasarkan kelompok risiko tinggi dan risiko rendah, mengalami asfiksia dari faktor ibu ataupun bayi. Risiko tinggi mengalami asfiksia, meliputi umur ibu <18 tahun atau >35 tahun, paritas 1 (primipara) atau 5 (grand multipara), terdapat sakit, seperti asma, preeklamsi, eklamsi, gagal jantung dan riwayat obstetri buruk selama kehamilan, berat badan lahir <2500 gram atau >4000 gram, dan KPD 12 jam. Bayi asfiksia dijadikan kasus, sedangkan kontrol adalah bayi tidak asfiksia, kemudian masing-masing subjek akan dilihat secara retrospektif, apakah ibu mengalami KPD <12 jam atau KPD 12 jam. Data lama KPD diambil dari rekam medik. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk narasi, dianalisis dengan uji Kai-kuadrat, dan analisis multivariat (regresi logistik) dengan menggunakan komputer dengan tingkat kemaknaan =0,05 (IK95%), serta dikatakan bermakna apabila p <0,05. Penelitian kami telah mendapatkan kelayakan etik dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Hasil Tujuhratus limabelas jumlah total persalinan selama bulan Mei-November 2010. Berdasarkan kriteria inklusi didapatkan 128 Hal 4 Jurnal Ilmiah Keperawatan Akademi Keperawatan Panca Bhakti

Nomor 02 Tahun 2011 ISSN: 2356-5454 orang. Pasien yang dieksklusi 80 orang karena risiko infeksi (73), menderita kelainan bawaan (2), dan IUGR (5). Setelah ditambahkan kontrol sebesar 38 orang, jumlah total sampel 76 orang. Bayi asfiksia didapatkan pada umur ibu >35 tahun 2 sampel, paritas 1 (primipara) 21 sampel, paritas 5 (grand multipara) 2 sampel, terdapat sakit, seperti asma, preeklamsi, eklamsi, gagal jantung atau riwayat obstetri buruk selama kehamilan 8 sampel, berat badan lahir <2500 gram 3 sampel, dan KPD 12 jam 34 sampel. Karakteristik subjek pada kedua kelompok tertera pada Tabel 1. Kami mendapatkan hubungan yang bermakna antara lama KPD dengan asfiksia. Rasio odds asfiksia pada KPD 12 jam 9,7 kali dengan nilai p 0,004 (Tabel 2). Analisis multivariat dengan regresi logistik didapatkan tidak terdapat faktor risiko lain yang diteliti yang berbeda secara bermakna, selain faktor KPD seperti pada Tabel 3. PEMBAHASAN Ketuban pecah dini merupakan masalah penting yang berkaitan dengan komplikasi, meliputi kelahiran kurang bulan, sindrom gawat napas, kompresi tali pusat, khorioamnionitis, abruptio plasenta, sampai kematian janin yang meningkatkan mortalitas dan morbiditas perinatal.1,3,7,8 Pasien yang mengalami ketuban pecah dini 50%-75% akan mengalami persalinan secara spontan dalam waktu 48 jam, 33% akan mengalami sindrom gawat napas, 32%-76% mengalami kompresi tali pusat, 13%-60% mengalami khorioamnionitis, 4%-12% mengalami abruption plasenta, dan 1%-2% kemungkinan mengalami kematian janin.1,8 Semakin lama KPD, semakin besar kemungkinan komplikasi yang terjadi, sehingga meningkatkan risiko asfiksia.1,7,8 Ketuban pecah dini dapat mengakibatkan asfiksia, baik akibat kelahiran kurang bulan, sindrom gawat napas, gangguan plasenta maupun infeksi.1,3,7,8 Terjadinya asfiksia seringkali diawali infeksi yang terjadi pada bayi, baik pada bayi cukup bulan terlebih lagi pada bayi kurang bulan,7 dengan infeksi keduanya saling mempengaruhi.1,7 Ketuban pecah dini dapat memudahkan infeksi asenden. Infeksi tersebut dapat berupa amnionitis dan korionitis atau gabungan keduanya disebut korioamnionitis.1,2,13 Selain itukorioamnionitis dapat dihubungkan dengan lama pecah selaput ketuban, jumlah kali periksa dalam dan pola kuman terutama grup Staphylococus.1,2 Sepsis awitan dini sering dihubungkan dengan infeksi intranatal, sedangkan sepsis awitan lambat sering dihubungkan dengan infeksi pascanatal terutama nosokomial. Kami mendapatkan KPD 12 jam dengan asfiksia 44,7%, sedangkan KPD <12 jam dengan asfiksia 5,3%, dengan RO (rasio odds) 9,7 dan nilai p=0,004, sehingga terdapat perbedaan yang bermakna antara lama KPD (<12 atau 12) jam terhadap asfiksia. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Halimah dkk,14 Setiyana,15 dan Fahrudin.16 Penelitian Halimah dkk mendapatkan 24 (63,15%) bayi mengalami asfiksia neonatorum ketika terjadi KPD selama proses persalinan, yaitu 1 bayi (2,63%) menderita asfiksia ringan, 8 bayi (21,05%) menderita asfiksia sedang, dan 15 bayi (39,47%) menderita asfiksia berat. Penelitian Setiyana mendapatkan KPD >12 meningkatkan risiko asfiksia neonatorum, dan penelitian Fahrudin mendapatkan berat badan lahir rendah, KPD, persalinan lama, tindakan seksio sesaria, riwayat obstetri yang jelek dan status perawatan prenatal yang buruk merupakan faktor risiko asfiksia neonatorum. Secara teori terdapat berbagai komplikasi pada bayi akibat KPD, antara lain persalinan kurang bulan, gawat janin, oligohidramnioan, penekanan tali pusat, sindrom gawat napas, serta risiko infeksi.1,8 Semakin lama KPD, maka semakin besar risiko komplikasi yang terjadi. Asfiksia dapat terjadi bisa akibat penekanan tali pusat, oligohidramnion, gawat janin, sindrom gawat napas maupun infeksi. Sehingga, semakin lama KPD maka komplikasi yang terjadi semakin besar, berakibat risiko terjadinya Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal 5

ISSN: 2356-5454 Nomor 02 Tahun 2011 asfiksia pada janin, juga semakin meningkat.1,7,8 Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir Terbukanya hubungan intra uterin dengan ekstra uterin, dengan demikian mikroorganisme dengan mudah masuk dan menimbulkan infeksi intrapartum apabila ibu sering diperiksa dalam, infeksi puerpuralis, peritonitis dan sepsis. Ketuban pecah dini pada kondisi kepala janin belum masuk pintu atas panggul mengikuti aliran air ketuban, akan terjepit antara kepala janin dan dinding panggul, keadaan sangat berbahaya bagi janin. Dalam waktu singkat janin akan mengalami hipoksia hingga kematian janin dalam kandungan (IUFD), pada kondisi ini biasanya kehamilan segera diterminasi. Bayi yang dilahirkan jauh sebelum aterm merupakan calon untuk terjadinya respiratory distress sindroma (RDS). Hipoksia dan asidosis berat yang terjadi sebagi akibat pertukaran oksigen dan karbondioksida alveoli kapiler tidak adekuat, terbukti berdampak sangat fatal pada bayi (Mochtar, 2003). Dengan demikian sesuai dengan fakta dan teori diatas pada penelitian ini sebagian besar ibu bersalin di RSUD Cililin Bandung Barat mengalami ketuban pecah dini. Banyaknya kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu infeksi, trauma, kelainan letak, disproporsi antara kepala janin dan panggul ibu, multigravida, perdarahan antepartum dan lain-lain yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Adapun sikap dalam menghadapi ketuban pecah dini ini hal yang harus dipertimbangkan adalah lamanya ketuban pecah, usia kehamilan, perkiraan berat badan janin, presentasi intra uterin, komplikasi dan resiko yang akan dihadapi janin dan maternal sehingga dapat tercapai tujuan well born baby dan well health mother atau setidak- tidaknya well health mother jika terpaksa bayi harus dikorbankan. Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa hampir seluruhnya dari 148 bayi baru lahir yang tidak mengalami asfiksia 87,16%, dan sebagian kecil bayi baru yang lahir mengalami asfiksia berat 3,38%. Kondisi patofisiologis yang menyebabkan asfiksia meliputi kurangnya oksigenasi sel, retensi karbon dioksida berlebihan, dan asidosis metaboli. Kombinasi ketiga peristiwa itu menyebabkan kerusakan sel dan lingkungan biokimia yang tidak cocok dengan kehidupan. Selama apnea, penurunan oksigen yang tersedia menyebabkan pembuluh darah di paru-paru mengalami kontriksi. Vasokontriksini menyebabkan paru-paru resistan terhadap ekspansi sehingga mempersulit kerja resusitasi. Salah satu efek hipoksia pada sirkulasi dalam jantung adalah sirkulasi janin yang persisten (Varney, 2007). Asfiksia yang mungkin timbul dalam masa kehamilan dapat dicegah dengan melakukan pengawasan antenatal yang adekuat dan melakukan koreksi sedini mungkin terhadap setiap kelainan yang terjadi. Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau persalinan hampir selalu disertai anoreksia / hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia neonatorum dan perlu mendapat perhatian utama agar persiapan dapat dilakukan sehingga bayi perwatan yang adekuat dan maksimal pada saat lahir (FKUI, 2007). Kegawatan janin selama persalinan dapat dideteksi dengan pemantauan frekuensi denyut jantung janin secara terus menerus berguna untuk mencegah terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir (Nelson, 2000). Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul (Prawirohardjo, 2007). Dengan demikian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ada kesesuaian antara fakta dan teori walaupun hanya sebagian kecil bayi baru lahir di RSUD Cililin Bandung Barat yang mengalami asfiksia. Untuk itu diharapkan masyarakat menyadari akan Hal 6 Jurnal Ilmiah Keperawatan Akademi Keperawatan Panca Bhakti

Nomor 02 Tahun 2011 ISSN: 2356-5454 pentingnya antenatal karena hal ini dapat digunakan sebagai deteksi dini adanya kelainan pada ibu sehingga perbaikan sedinidininya dapat diusahakan dan agar dapat dilakukan persiapan yang sempurna untuk kelahirannya. Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini dan bayi yang dilahirkan tidak mengalami asfiksia sedang 81,25% dan yang mengalami asfiksia berat 5,00%. Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang disebutkan memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran premature, merokok, dan perdarahan selama kehamilan. Resiko kelahiran bayi prematur adalah resiko terbesar kedua setelah infeksi akibat ketuban pecah dini. Pemeriksaan mengenai kematangan dari paru janin sebaiknya dilakukan terutama pada usia kehamilan 32-34 minggu. Hasil akhir dari kemampuan janin untuk hidup sangat menentukan langkah yang akan diambil. Komplikasi yang sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernafasan yang terjadi pada bayi baru lahir. Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin saehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Terjadinya asfiksia seringkali diawali infeksi yang terjadi pada bayi baik pada bayi aterm terlebih pada bayi prematur, antara KPD dan asfiksia keduanya saling mempengaruhi. Pada induksi persalinan kontraksi otot rahim yang berlebihan dapat menimbulkan asfiksia janin (Manuaba, 2001). Dengan demikian dari teori-teori yang diuraikan diatas dan dari hasil penelitian di RSUD Cililin Bandung Barat bulan juli 2010 bahwa masih banyak kejadian ketuban pecah dini dan asfiksia bayi baru lahir, namun kedua kejadian ini tidak selalu menjadi penyebab dari masing-masing kejadian tersebut. Jika ketuban sudah pecah sebelum waktunya maka akan membahyakan janin karena air ketuban berguna untuk mempertahankan atau memberikan perlindungan terhadap bayi dari benturan yang diakibatkan oleh lingkungannya diluar rahim. Dengan kejadian ini maka kemungkinan asfiksia bisa saja terjadi. Hal ini juga sesuai dengan analisa data yang menggunakan uji Exsact Fisher dengan menggunakan program SPSS versi 11,5 didapatkan p = 0,064 dimana p > 0,05 maka Ho diterima artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir. Meskipun kedua faktor ini sangat berkaitan, namun tidak selalu ketuban pecah dini menyebabkan asfiksia begitu juga asfiksia tidak selalu disebabkan karena ketuban pecah dini karena masih ada faktor lain yang dapat menyebabkan asfiksia antara lain adalah partus lama, pre eklamsi dan eklamsi, kehamilan lewat waktu, perdarahan abnormal dan lain-lain. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian, KPD merupakan faktor risiko terjadinya asfiksia. Penelitian kami menggunakan data sekunder dari catatan rekam medik pasien. Disamping itu, variabel yang diteliti terbatas hanya beberapa variabel yang tersedia sehingga sangat memungkinkan terjadinya bias terhadap hasil penelitian. Untuk mencegah terjadinya asfiksia pada bayi, maka persalinan dengan KPD 12 jam sebaiknya dilakukan di rumah sakit sehingga resusitasi bayi baru lahir dapat dilakukan secara optimal. REFERENSI Modena AB, Kaihura C, Fieni S. Prelabour rupture of the membranes: recent evidence. Acta Bio Medica Ateneo Parmense 2004;75:5-10. Cammu H, Verlaenen H, Derde P. Premature Rupture of Membranes at Term in Nulliparous Women: A Hazard?Obstet Gynecol 1990;76:671-4. Khan PA, Azam M, Malik FA. Birth Asphyxia; risk factors. The Professional 2004;2:416-24. Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal 7

ISSN: 2356-5454 Nomor 02 Tahun 2011 Onama C, Tumwine JK. Immediate Outcome of Babies With Low Apgar Score In Mulago Hospital, Uganda. East African Med J 2003;80:22-30. Whelan MA. The Apgar Score. Pediatrics 2006; 118:1313-4. Yvonne W, Kendall H, Shoujun Z, Heather J, Claiborne J. Declining Diagnosis of Birth Asphyxia in California: 1991 2000. Pediatrics 2004;114:1584-90. Khreisat W, Habahbeh Z. Risk Factors of Birth Asphyxia. Pak J Med Sci 2005;21:30-4. Tanya M, Medina, Ashley H. Preterm Premature Rupture of Membranes: Diagnosis and Management. Am Fam Physician 2006;73:659-65. Nilufar S, Nazmun N, Mollah A. Risk Factors and Short-Term Outcome of Birth Asphyxiated Babies in Dhaka Medical College Hospital. Bangladesh J Child Health 2009;33:83-89. Nili F, Shams A. Neonatal Complications of Premature Rupture of Membrane. Acta Medica Iranica 2003; 41:175-80. Rehana M, Yasmeen M, Farrukh M, Naheed P, Uzma D. Risk Factors of Birth Asphyxia. J Ayub Med Coll Abbottabad 2007;19:67-71. Shehla N, Ali F, Rubina B, Ruqqia S. Prevalence of PPROM and its Outcome. J Ayub Med Coll Abbottabad 2006;19:14-8. Flenady V, King JF. Antibiotics for prelabour rupture of membranes at or near term (Review). The Cochrane Library 2009;2:1-22. Halimah S, Candra D, Wisnubroto P. Hubungan Kejadian Ketuban Pecah Dini Pada Saat Persalinan Dengan Kejadian Asfiksia Bayi Baru Lahir (BBL). Diunduh 18 Oktober 2010. Didapat dari: URL:http://www.scribd.com/doc/15689407. Setiyana A. Hubungan antara lama ketuban pecah dini terhadap nilai APGAR pada kehamilan aterm di badan rumah sakit daerah Cepu (Tesis). Surakarta: FKUMS, 2009. Fahrudin. Analisis beberapa faktor risiko kejadian asfiksia neonatorum di kabupaten Purworejo (Tesis). Semarang: MIKMUNDIP, 2003. Hal 8 Jurnal Ilmiah Keperawatan Akademi Keperawatan Panca Bhakti

Nomor 02 Tahun 2011 ISSN: 2356-5454 HUBUNGAN PARITAS, USIA, DAN PENDIDIKAN IBU HAMIL TRIMESTER III DENGAN TINGKAT KECEMASAN DALAM MENGHADAPI MASA MENJELANG PERSALINAN oleh Winarni ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara dukungan sosial dan kecemasan dalam menghadapi persalinan pada ibu hamil trimester ketiga. Berdasarkan hasil mean hipotetik diketahui bahwa dukungan sosial subjek berada pada rata-rata tinggi sedangkan untuk kecemasan dalam menghadapi persalinan subjek berada pada rata-rata rendah. Teknik pengambilan sample dalam penelitian ini adalah sampling random sederhana dimana setiap unit dalam sample mempunyai peluang yang sama untuk dipilih. Sedangkan metode pengumpulan datanya adalah metode skala. Skala dukungan social yang dibuat berdasarkan bentuk-bentuk dukungan sosial dari House, Watson, dan Thoits (dalam Firman & Khairani, 2000), yaitu: bantuan materi, informasi, emotional support, dan dukungan penghargaan. Sedangkan skala kecemasan disusun berdasarkan gejalagejala kecemasan dari Conley (2004), Ibrahim (2002), Hurlock dan Darajat (dalam Hasibuan & Simatupang, 1999) yaitu berupa gejala fisik dan gejala psikologis. Ibu yang sedang mengalami kehamilan, akan mengalami perubahan secara fisik dan psikoogis 9mental), oleh karena itu iu hamil dituntut tidak hanya harus siap secarafisik, tetapi juga haus siap secara mental. Perubahan secara mental pada ibu akan mempengaruhi emosi si ibu. Pada trimester ketigaperubahan psikologis yang terjadi antara lain merasakan kegelisahan mengenai kelahiran bayinya, perasaan takut mati, trauma kelahiran, perasaan bersalah atau berdosa dan ketakutan riil seperti ketakutan bayinya lahir cacat. Apabila pengaruh emosi si ibu tidak didukung oleh lingkungan keluarga yang harmonis ataupun lingkungan tempat tinggal yang kondusif, maka hal ini dapat menimbulkan gangguan emosi dan fisik (ringan sampai berat) pada para ibu seperti kecemasan. Mencegah hal tersebut terjadi, maka dukungan sosial untuk ibu hamil sangatlah penting. Kata Kunci: Dukungan sosial, Kecemasan. Persalinan, Kehamilan PENDAHULUAN Kehamilan dan persalinan merupakan proses fisiologis dan alamiah yang akan dialami oleh setiap wanita. Dalam persalinan terdapat beberapa faktor utama yang sangat berpengaruh penting terhadap kelancaran proses persalinan, salah satunya adalah faktor psikologis (kejiwaan). Karena itulah seorang wanita memerlukan kematangan fisik, emosional, dan psikoseksual serta psikososial sebelum kawin dan menjadi hamil. Perasaan cemas, takut, dan nyeri akan membuat wanita tidak tenang menghadapi kehamilan, persalinan, dan nifas (Mochtar, Rustam. 1998 : 178). Pada setiap tahapan kehamilan, ibu hamil akan mengalami proses kejiwaan yang berbeda. Pada trimester III yang sudah mendekati hari persalinan akan timbul gejolak baru untuk menghadapi persalinan dan perasaan tanggung jawab sebagai ibu pada pengurusan bayi yang akan dilahirkan. Saat ini kehidupan psikologis dan emosional ibu hamil dipenuhi oleh pikiran dan perasaan mengenai persalinan dan tanggung jawab sebagai ibu (Mochtar, Rustam. 1998 : 179). Persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 37-40 minggu disebut persalinan normal. Pada masa ini baik tubuh bayi maupun ibu sudah siap memasuki proses persalinan. Untuk itu, persiapan mental menuju persalinan sudah harus dimulai (Pusdiknakes, 2002). Walaupun persalinan adalah sebuah proses alami yang sekaligus menakjubkan dan sudah menjadi kodrat bagi seorang wanita untuk menjalaninya, tetapi seringkali ibu hamil tidak dapat menghilangkan rasa khawatir dan takut Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal 9

ISSN: 2356-5454 Nomor 02 Tahun 2011 dalam menghadapi proses persalinan tersebut (Andriana, Evarini, 2007). Proses melahirkan pada setiap ibu pasti berbeda-beda. Ternyata, selain penyebab yang bersifat klinis, suasana psikologis sang ibu yang tidak mendukung juga ikut andil mempersulit proses persalinan. Seperti ibu dalam kondisi cemas, khawatir dan takut yang berlebihan, hingga akhirnya berujung pada stres. Itulah sebabnya menjelang proses persalinan, ibu hamil membutuhkan ketenangan agar proses persalinan menjadi lancar tanpa hambatan. Semakin ibu tenang menghadapi proses persalinan maka persalinan akan berjalan semakin lancar (Pusparini, Wening, 2003). Perasaan takut, kehati-hatian atau kewaspadaan yang tidak jelas dan tidak menyenangkan adalah manifestasi cemas yang dapat dialami oleh setiap orang terutama pada ibu hamil yang menantikan proses persalinan. Penelitian di luar negeri menyebutkan 12% wanita menyatakan persalinan adalah saat- saat yang menyeramkan. Rasa cemas, takut dan sakit menimbulkan stress yang mengakibatkan gangguan proses persalinan, sehingga menghilangkan rasa cemas dan takut selama proses persalinan menjadi sangat penting (Aryasatiani, Ekarini, 2007). Pengalaman rasa nyeri berbeda antara satu wanita dengan wanita yang lain, demikian pula antara persalinan pertama dengan persalinan berikutnya pada wanita yang sama ataupun pada wanita yang berbeda (Aryasatiani, Ekarini, 2007). Dengan semakin dekatnya jadwal persalinan, terutama pada persalinan pertama, wajar timbul perasaan cemas ataupun takut. Meski sangat menantikan kelahiran sang bayi, di lain pihak timbul kekhawatiran apakah akan bisa menjalani persalinan tanpa suatu halangan apapun. Apakah segala persiapan selama ini sudah memadai, serta aneka kecemasan lain. Salah satu kecemasan para ibu menghadapi persalinan adalah ketakutan terhadap rasa nyeri, apalagi bagi calon ibu yang belum pernah melahirkan sebelumnya (Pusparini, Wening, 2003). Untuk persalinan pertama, timbulnya kecemasan ini sangat wajar karena segala sesuatunya adalah pengalaman baru (Pusdiknakes, 2002). Perubahan psikologis menghadapi persalinan dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya adalah faktor pengalaman sebelumnya (Mahasiswi Prodi Kebidanan Negeri Jakarta, 2002). Menurut Kuswandi, semua orang selalu mengatakan bahwa melahirkan itu sakit sekali, oleh karena itu muncul ketakutan-ketakutan pada ibu yang baru pertama hamil dan belum memiliki pengalaman bersalin. Jika dilihat dari pengalaman melahirkan, ada dua golongan ibu yang diliputi rasa takut dan cemas menghadapi persalinan. Golongan pertama adalah perempuan yang sudah pernah melahirkan, namun mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan pada kehamilan dan persalinan sebelumnya. Golongan kedua adalah ibu hamil pertama kali dan belum pernah mempunyai pengalaman melahirkan sebelumnya, tetapi banyak mendengar tentang cerita-cerita dan pengalamanpengalaman yang menakutkan dari orang lain tentang proses persalinan (Arifin, Laili, 2007). BPS Laili Fauziah, Amd. Keb. terletak di Desa Rejomulyo Kecamatan Kras Kabupaten Kediri. Dari studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti, dalam waktu satu minggu (7 hari) terdapat 21 ibu hamil trimester III yang melakukan pemeriksaan ANC, terdiri dari 10 nullipara, 7 primipara, 3 multipara, 1 grandemultipara. Dari wawancara yang dilakukan, seluruh ibu hamil nullipara dan sebagian besar ibu hamil primipara mengeluh merasa cemas menghadapi persalinan, sedangkan ibu hamil multipara dan grandemultipara mengatakan biasa saja atau tidak merasa cemas dalam menghadapi persalinan. Dari data yang diperoleh menunjukkan cukup tingginya jumlah ibu hamil khususnya trimester III yang melakukan pemeriksaan ANC, macam paritas beragam Hal 10 Jurnal Ilmiah Keperawatan Akademi Keperawatan Panca Bhakti

Nomor 02 Tahun 2011 ISSN: 2356-5454 dan tingkat kecemasan menghadapi persalinannyapun bervariasi. PEMBAHASAN Dalam rencana strategi nasional Making Pregnancy Safer (MPS), disebutkan bahwa visi rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman serta bayi yang akan dilahirkan hidup sehat, dengan misinya menurunkan kesakitan dan kematian maternal dan neonatal melalui pemantapan sistem kesehatan di dalam menghadapi persalinan yang aman. Perawatan antenatal yang teratur dapat menurunkan secara mendasar mortalitas dan morbiditas Ibu dan anak, perawatan antenatal yang memadai juga dapat mengurangi risiko dalam persalinan. Risiko dalam persalinan yang sering dijumpai yaitu perpanjangan dari kelahiran bayi, partus lama, hal ini tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan yaitu : power, passage, passenger, psikis, penolong. Faktor psikis dalam menghadapi persalinan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi lancar tidaknya proses kelahiran. Dukungan yang penuh dari anggota keluarga penting artinya bagi seorang Ibu bersalin terutama dukungan dari suami sehingga memberikan support moril terhadap Ibu (Kartini Kartono, 1986 : 192). Namun demikian faktor psikis selama ini belum mendapatkan perhatian oleh penolong persalinan, hal ini sesuai dengan pendapat (Kartini Kartono) yang menyatakan bahwa para dokter dan bidan hampir-hampir tidak mempunyai waktu untuk memperhatikan kondisi psikis wanita tersebut, sebab mereka biasanya disibukkan oleh faktor-faktor somatis (jasmaniah). Pada umumnya para dokter dan bidan menganggap tugas mereka telah selesai apabila bayinya sudah lahir dengan selamat dan ibunya tidak menunjukkan tanda-tanda patologis (Kartini Kartono, 1986). Sejalan dengan hal tersebut, di masyarakat paradigma persalinan masih menganggap persalinan itu merupakan pertaruhan hidup dan mati, sehingga wanita yang akan melahirkan mengalami ketakutanketakutan, khususnya takut mati baik bagi dirinya sendiri ataupun bayi yang akan dilahirkannya (Kartini Kartono, 1986:190). Melihat fenomena di atas, menunjukkan bahwa proses persalinan selain dipengaruhi oleh faktor passage, passanger, power dan penolong, faktor psikis juga sangat menentukan keberhasilan persalinan. Dimana kecemasan atau ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (intra psikis) dapat mengakibatkan persalinan menjadi lama/partus lama atau perpanjangan Kala II (Depkes RI Pusdiknakes). PENUTUP Berdasarkan hasil uraian diatas dapat disimpulkan pada penelitian ini menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki dukungan sosial yang rata-rata tinggi dan kecemasan dalam menghadapi persalinan yang rata-rata rendah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka saran-saran yang dapat diberikan: 1. Sebaiknya subjek dalam menjalani kehamilannya berusaha terbuka mengenai hal-hal yang dirasakannya kepada lingkungan sosialnya, karena hal ini dapat membantu komunikasi diantara mereka untuk menghadapi masa kehamilan terutama masa menjelang persalinan dengan baik. Sebaiknya selama kehamilan ibu hamil memperluas wawasan mengenai persalinan dan hal-hal yang berhubungan dengan parenting, berusaha terbuka dengan lingkungan sosial mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kehamilannya, hal ini diperlukan guna memberikan wawasan untuk ibu hamil sehingga dapat Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal 11

ISSN: 2356-5454 Nomor 02 Tahun 2011 mengantisipasi hal-hal yang dapat menggangunya selama kehamilan. 2. Sebaiknya para suami dan keluarga selalu mendampingi ibu hamil selama kehamilan terutama menjelang masa persalinan dengan cara memberikan perhatian, dukungan dan bantuan, dan mengembangkan komunikasi yang baik dengan para ibu hamil. Hal ini perlu dilakukan agar ibu hamil merasa mendapatkan dukungan dari lingkungan sosialnya, dan dapat meminimalisasikan kecemasan dalam menghadapi persalinan. REFERENSI http://kti-akbid.blogspot.com/2011/05/ktihubungan-paritas-dengan-tingkat.html Ambarwati, W & Sintowati, R. (2004). Pendidikan kesehatan mengatasi keluhan hamil pada ibu-ibu hamil di Asrama Group PII Kopassus Kartasura. Laporan Penelitian Kajian Wanita. Surakarta: Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Anastasia & Urbina. (1997). Tes psikologi Edisi ke Tujuh. Jakarta: PT. Macanan Jaya Cemerlang. Azwar, S. (1996). Tes pretasi: Fungsi dan pengembangan pengukuran prestasi belajar Edisi II. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Conley, T. (2004). Breaking free from the anxiety trap. http://www.yakita.or.id/ kecemasan.htm+kecemasan Firman & Khairani. (2000). Dukungan sosial dan penerimaan diri pedagang wanita pasar pedesaan Minangkabau dalam memberdayakan sumber ekonomi keluarga. Laporan Penelitian Kajian Wanita. Sumatra Barat: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang Hasibuan, R & Simatupang, N. (1999). Kecemasan pada kehamilan pertama ditinjau dari peran social support. Laporan Penelitian. Surabaya: Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Brawijaya Malonda, B.F. (2003). Sosial-budaya, gangguan emosi, dan fisik pasca salin masyarakat pedesaan Sumedang. Tesis (tidak diterbitkan). Universitas Sam Ratulangi. Ramli, H. (2003). Pengaruh jenis dukungan sosial keluarga terhadap kecemasan wanita hamil pertama di balai kesehatan Muhammadiyah Malang. Tesis (tidak diterbitkan). Malang: Fakultas Psikologi JIPTUMM Suririnah. (2006). Beberapa perubahan pada ibu hamil. http://www.infoibu.achiza. blogsome.com/+kecemasan+pada+wanit a+hamil+menghadapi+persalinan Suryaningsih. (2007). Tips mengatasi stres saat kehamilan. http://www.suryaningsih. wordpress.com/2007/05/22/tipsmengatasi-stres-saatkehamilan/+dukungan+sosial+untuk+w anita+hamil Yulianti, N. (2004). Gambaran rasa cemas wanita hamil pertama dan dukungan suami yang diterima. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Hal 12 Jurnal Ilmiah Keperawatan Akademi Keperawatan Panca Bhakti

Nomor 02 Tahun 2011 ISSN: 2356-5454 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN TINGKAT PENDIDIKAN IBU DENGAN PENGGUNAAN METODE KONTRASEPSI EFEKTIF TERPILIH oleh JM Weking ABSTRAK KB merupakan program yang berfungsi bagi pasangan untuk menunda atau mencegah kehamilan, menjarangkan kehamilan, serta untuk menghentikan atau mengakhiri kesuburan. Kontrasepsi sesuai dengan makna asal katanya, dapat kita definisikan sebagai tindakan atau usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya konsepsi atau pembuahan (Notodihardjo, 2002). Tujuan KB Untuk mempercepat penurunan angka kematian bayi dan balita serta angka kelahiran dalam rangka mempercepat terwujudnya Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) (DepKes, 1999). Untuk menjaga jarak antar anak ibu dapat menggunakan alat kontrasepsi metode hormonal. Sedangkan bila tidak mau menambah anak lagi dapat menggunakan metode mekanis (Biran, 2004). Macam-macam Kontrasepsi menurut Hartanto (2000): 1. Metode sederhana: Kondom, Spermiside, Koitus interuptus (senggama terputus), Pantang berkala 2. Metode efektif: Hormonal: Pil KB: progesterone only pil, pil KB kombinasi, pil KB sekuensial. Suntikan KB: Depropovera setiap 3 bulan, Norigest setiap 10 minggu, Cyclofem setiap bulan; Susuk KB: setiap 5 tahun (Norplant), 3 tahun (Implanon); Mekanis: Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) (Copper T, Medusa, Seven Copper). Kata Kunci : Keluarga berencana, Kontrasepsi, angka kelahiran PENDAHULUAN Program Keluarga Berencana Nasional telah diawali dan dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 1974. Tujuan dari pada pemerintah tersebut untuk mengurangi jumlah penduduk dan juga untuk mengurangi tingkat kematian pada ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi yang dilahirkan. Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita, meskipun tidak selalu diakui demikian. Untuk optimalisasi manfaat kesehatan KB, pelayanan tersebut harus disediakan bagi wanita dengan cara menggabungkan dan memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi utama dan yang lain. Juga responsif terhadap berbagai tahap kehidupan reproduksi wanita. Peningkatan dan perluasan pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan yang dialami oleh wanita. (Dyah noviawati dan Sujiyatini, 2009) Sembilan puluh sembilan persen (99%) kesakitan pada wanita yang mengalami kehamilan terjadi di negara berkembang dan hampir 500 juta jiwa yang meninggal setiap tahunnya akibat komplikasi kehamilan. (Sarwono, 2005) Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit. Tidak hanya karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia, tetapi juga karena metode-metode tersebut mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kesehatan individual, dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi. Dalam memilih suatu metode, wanita harus menimbang berbagai faktor, termasuk status kesehatan mereka, efek samping potensial suatu metode, konsekuensi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, besarnya keluarga yang diinginkan dan kerjasama pasangan mengenai kemampuan mempunyai anak. (Derek dan Jones, 2001) Menurut WHO di negara bangladesh pada tahun 2004 penduduk yang menggunakan alat kontrasepsi yaitu 58,1% penduduk, dengan presentase penggunaan jenis kontrasepsi yaitu pil (26,2%), suntik dan implant (10,5), IUD(0,6%), kondom (4,2%), Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal 13

ISSN: 2356-5454 Nomor 02 Tahun 2011 metode penghalang vagina (0%), Mop (0,6%), MOW (5,2%), metode lainnya (0%). (http://translate.google.co.id/who/2004) Indonesia menghadapi masalah dengan jumlah dan kualitas sumber daya manusia dengan kelahiran 5.000.000 per tahun. Untuk dapat mengangkat kehidupan bangsa telah dilaksanakan bersamaan pembangunan ekonomi dan keluarga berencana yang merupakan sisi masing-masing mata uang. Bila gerakan KB tidak dilakukan bersamaan dengan pembangunan ekonomi, dikhawatirkan hasil pembangunan tidak akan berarti.( Manuaba, 1998 ) Gerakan Keluarga Berencana Nasional Indonesia telah berumur panjang sejak tahun 1970 dan masyarakat dunia telah menganggap Indonesia telah berhasil menurunkan angka kelahiran dengan bermakna.(manuaba, 1998) Keluarga Berencana adalah merupakan suatu perencanaan kehamilan yang diinginkan untuk menjadikan norma keluarga kecil, bahagia dan sejahtera dan pada hakikatnya keluarga berencana adalah upaya untuk menjarangkan atau mengatur kelahiran dan menghentikan kehamilan, bila ibu sudah melahirkan anak yang banyak. Secara tidak langsung Keluarga Berencana dapat menyehatkan fisik dan kondisi, sehat ekonomi keluarga dan meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. (DEPKES RI, 1996) Pada saat sekarang ini telah banyak beredar berbagai macam alat kontrasepsi, khususnya alat kontrasepsi metode efektif yaitu: pil, suntik, IUD, implant. Alat kontrasepsi hendaknya memenuhi syarat yaitu aman pemakaiannya dan dapat dipercaya, efek samping yang merugikan tidak ada, lama kerjanya dapat diatur menurut keinginan, tidak mengganggu hubungan seksual, harganya murah dan dapat diterima oleh pasangan suami istri. Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Namun demikian meskipun telah mempertimbangkan untung rugi semua kontrasepsi yang tersedia, tetap saja terdapat kesulitan untuk mengontrol fertilitas secara aman, efektif, dengan metode yang dapat diterima, baik secara perseorangan maupun budaya pada berbagai tingkat reproduksi. Tidaklah mengejutkan apabila banyak wanita merasa bahwa penggunaan kontrasepsi terkadang problematis dan mungkin terpaksa memilih metode yang tidak cocok dengan konsekuensi yang merugikan atau tidak menggunakan metode KB sama sekali. Dari 61,4 % pengguna metode kontrasepsi di Indonesia sebanyak 31,6 % menggunakan suntik. Sedangkan yang memakain pil hanya 13,2 %, memakai IUD atau spiral 4,8 %, implant 2,8 %, dan kondom 1,3 %, sisanya vasektomi dan tubektomi. Terjadi kenaikan pemakaian metode kontrasepsi suntik dari tahun 1991 sampai 2007 lalu. Menurut survey yang dilakukan oleh BKKBN tentang penggunaan metode kontrasepsi suntik pada tahun 1991 hanya 11,7 % pada tahun 1994 menjadi 15,2%, 1997 menjadi 12,1 %, tahun 2003 menjadi 27,8 % dan pada tahun 2007 mencapai 31,6 %. Salah satu kontrasepsi yang populer di Indonesia adalah kontrasepsi suntik. Kontrasepsi suntik yang digunakan adalah Noretisteron Enentat ( NETEN), Depo Medroksi Progesteron Acetat (DMPA), dan Cyclofem.( Sarwono 1998) Di Balikpapan Jumlah akseptor baru KB pada tahun 2009 mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2008. Pada taun 2008 akseptor baru sebanyak 9,45% dan akseptor aktif sebanyak 76,38% sedangkan pada tahun 2009 akseptor baru mengalami penurunan menjadi 8,93% dan akseptor aktif sebanyak 66,80%. Pada tahun 2009 Jenis kontrasepsi yang diminati oleh akseptor adalah KB suntik, yang mencapai 41,40%. IUD (17,20%), MOW/MOP (3,93%), Implant (5,05%), Pil (29,30%) dan kondom (3,12%). (DKK, 2009) Wanita Pernah Kawin Berumur 15-49 Tahun Menurut Cara KB yang Digunakan di Kota Balikpapan, Tahun 2010 yaitu MOW Hal 14 Jurnal Ilmiah Kebidanan Akademi Kebidanan Panca Bhakti

Nomor 02 Tahun 2011 ISSN: 2356-5454 3,68%, MOP 0,74%, Pil 42,79%, Suntik 30,13%, Implant 1,64%, IUD 15,60%, kondom 3,03% dan cara tradisional 2,39%. (Badan statistik, 2010) PEMBAHASAN Pada awalnya program Keluarga Berencana (KB) adalah upaya pengaturan kelahiran dalam rangka peningkatan kesejahteraan ibu dan anak, namun dalam perkembangannya program KB dituntut untuk dapat menciptakan dan membudayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS), sehingga pelaksanaan program KB yang berkembang saat ini dilaksanakan secara terpadu dengan program-program pembangunan lainnya yang pada intinya pelaksanaan program KB diarahkan untuk meningkatkan pendewasaan usia perkawinan, pemberdayaan ekonomi keluarga dan peningkatan ketahanan keluarga (BKKBN, 2006). Efek samping dan komplikasi alat dan obat kontrasepsi bervariasi antara satu metode dengan metode yang lain dan dari satu akseptor ke akseptor yang lain. Penanganan efek samping dan komplikasi alat kontrasepsi yang kurang benar dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan seperti drop out dari program KB (DepKes, 1999). Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan Tingkat Pengetahuan (Notoatmodjo, 2007) 1. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. 2. Memahami (comprehension) diartikan sebagai sesuatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (aplication) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). 4. Analisis (ananlysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen tapi masih berada dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (synthesis) dimana dalam hal ini menunjukan suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagianbagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi (evaluation) yang dalam hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian suatu materi atau obyek. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Suliha, 2002), adalah: 1. Tingkat pendidikan, Pendidikan adalah upaya yang memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. 2. Informasi, Seseorang yang mempunyai sumber infomasi yang lebih banyak akan memberikan pengetahuan yang jelas. 3. Budaya, Tingkah laku manusia atau kelompok dalam memenuhi kebutuhan yang memiliki sikap dan kepercayaan. 4. Pengalaman, Sesuatu yang dialami seseorang akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat nonformal. Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung Hal 15

ISSN: 2356-5454 Nomor 02 Tahun 2011 5. Sosial Ekonomi, Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup. 6. Pekerjaan, Pekerjaan bukan merupakan sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan 7. cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. 8. Umur, Umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun (Mubarak, 2006). Berdasarkan hasil analisis data kemudian identifikasi data responden penelitian dilakukan pembahasan berdasarkan kajian teori. Menurut Notoatmodjo (2007; h. 140) menyatakan pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Dalam menentukan sikap, pengetahuan, pikiran, dan keyakinan memegang peranan penting. Lebih lanjut Notoatmodjo (2007; h. 143) menjelaskan bahwa sikap mempunyai beberapa komponen yaitu, kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional, atau evaluasi terhadap suatu objek dan yang terakhir kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). Beberapa komponen diatas secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Berdasarkan teori tersebut maka tingkat pengetahuan tentang KB suntik memiliki peranan penting terhadap sikap responden dalam memilih alat kontrasepsi khususnya KB suntik 3 bulanan. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar ibu dalam penelitian memiliki pengetahuan cukup tentang KB suntik yaitu 63,3%. Namun masih terdapat pengetahuan tentang KB suntik kategori kurang yaitu 23,4%. Umur responden sebagian besar adalah 20-35 tahun. Soekanto (2000) mengemukakan bahwa semakin tinggi umur semakin matang baik fisik, psikologis, maupun kemampuan berfikir secara rasional dan memusatkan perhatian kepada hal yang benar. Pada usia ini responden lebih mempunyai keinginan lebih kuat untuk mencari informasi daripada umur lebih dari 35 tahun. Pendidikan responden paling banyak adalah SMA, sehingga dapat dikatakan bahwa responden memiliki pendidikan relatif cukup. Menurut Soekanto (2003) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan makin mudah menerima informasi, sehingga semakin banyak pula pengetahuannya. Sebaliknya yang kurang akan menghambat perkembangan sikap yang dimiliki. Pendidikan responden yang cukup mengakibatkan responden mudah menerima informasi tentang KB suntik sehingga meningkatkan pengetahuannya tentang KB suntik. Namun sebagian responden memiliki pengetahuan tentang KB suntik termasuk kurang, karena sebagian responden pada penelitian memiliki pendidikan relatif rendah yaitu hanya memiliki latar belakang pendidikan SMP dan umur sebagian responden masih relatif yaitu dibawah 20 tahun. Pendidikan yang relatif rendah mengakibatkan responden lebih sulit menerima informasi dibandingkan yang berpendidikan lebih tinggi, dan umur yang muda berkaitan dengan pengalaman, yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang. Hasil penelitian diperoleh sikap sebagian besar responden cukup mendukung dalam memilih KB suntik 3 bulanan yaitu 46,7%. Selebihnya 33,3% mendukung dan 20,0% kurang mendukung. Menurut Notoatmodjo (2010; h. 142) sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat,tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Hal 16 Jurnal Ilmiah Kebidanan Akademi Kebidanan Panca Bhakti