12 Telepon Genggam terdapat banyak gaya bahasa yang khas dan unik serta belum banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam Kumpulan Puisi Telepon Genggam karya Joko Pinurbo adalah; gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa pertentangan, gaya bahasa pertautan, serta gaya bahasa perulangan. Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yang kedua adalah penelitian dua karya sastra Antologi Geguritan Pagelaran Karya J.F.X Hoery dan Antologi Puisi Celana Karya Joko Pinurbo ini merupakan penelitian yang menggunakan sastra bandingan sebagai bidang kajian. Dalam penelitian ini, peneliti mengacu pada sastra bandingan menurut aliran Perancis. Sedangkan teori yang digunakan adalah pengembangan lebih lanjut teori sastra bandingan aliran Perancis, khususnya lingkup sastra nasional menurut Hutomo pada butir keenam. pokok yaitu: (1) bagaimanakah tema keprihatinan dekadensi moral antologi guritan "Pagelaran" karya J.F.X Hoery, (2) bagaimanakah tema keprihatinan dekadensi moral antologi puisi "Celana" karya Joko Pinurbo, (3) bagaimanakah cara pengungkapan tema keprihatinan kedua antologi itu, dan (4) bagaimanakah perbandingan cara pengungkapan tema keprihatinan kedua puisi tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan semiotik Riffaterre, dengan analisis melalui beberapa tahapan, yaitu pembacaan heuristik, hermeneutik, hipogram, matriks, untuk berlanjut pada tahap penganalisisan simbolisme benda yang terdapat pada lima puisi karya Joko Pinurbo yang peneliti pilih.
13 B. LandasanTeori 1. Semiotika Riffaterre Sebagai tanda, karya sastra merupakan dunia dalam kata yang dapat dilihat sebagai sarana komunikasi antara pembaca dan pengarang. Kata sastra bukan merupakan sarana komunikasi biasa. Oleh karena itulah, karya sastra dapat dipandang sebagai gejala semiotik (Teeuw, 1983:43). Semiotik merupakan disiplin yang meneliti semua bentuk komunikasi dengan menggunakan tanda yang didasarkan pada sistem-sistem tanda ( Segers dalam Sangidu, 2004:18). Atas dasar pengertian tersebut, maka karya sastra jenis apapun dapat dipandang sebagai gejala semiotik dan sebagai tanda (Sangidu, 2004:18). Dalam semiotik, arti bahasa tingkat pertama disebut meaning atau arti. Namun dalam karya sastra sendiri dapat ditemukan sistem tanda yang lebih tinggi kedudukannya daripada bahasa. Dalam arti kata-kata (bahasa) ditentukan oleh konvensi sastra (Wahyuningtyas dan Heru Santosa, 2011:185). Karya sastra merupakan sistem semiotik tingkat kedua yang mempergunakan bahasa sebagai sistem semiotik tingkat pertama (Rachmat Djoko Pradopo, 1995:146). Menurut Riffaterre, puisi itu menyatakan sesuatu secara tidak langsung sehingga untuk mendapatkan makna karya sastra maka diperlukan konvensi-konvensi untuk memproduksi makna. Konvensi tersebut antara lain: 1. Konvensi ketaklangsungan makna kata dihasilkan oleh tiga hal yaitu penggatian arti (displacing of meaning), penyimpangan arti (distorting of meaning), dan penciptaan arti (creating of meaning) (Riffaterre, 1978:2). a. Penggantian Arti (displacing of meaning)
14 Penggantian arti terjadi bila tanda bergeser dari satu makna ke makna lain dan bila satu kata mengacu pada kata lain, sebagaimana terjadinya dengan metafora dan metonimi (Riffaterre,1978:2). Metafora dan metonimi merupakan bahasa kiasan yang sangat penting untuk menggantikan bahasa kiasan lainnya (Pradopo, 1995:124) b. Penyimpangan Arti (distorting of meaning) Penyimpangan arti dalam karya sastra disebabkan oleh tiga hal yaitu ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense. Pertama, ambiguitas disebabkan oleh bahasa sastra itu memiliki arti ganda (Pradopo, 1995:125). Ambiguitas adalah keragu-raguan atau ketidakpastian dalam menafsirkan makna atau ungkapan dalam karya sastra karena adanya berapa kemungkinan. Kedua, kontradiksi berarti mengandung pertentangan yang disebabkan oleh paradoks atau ironi. Paradoks adalah kata-kata yang diucapkan berlawanan artinya dengan dimaksudkan untuk untuk menghaluskan tuturan. Ironi adalah majas yang menyatakan suatu hal secara kebalikan, biasanya untuk mengejek atau menyindir suatu keadaan (Pradopo, 1995:129). Ketiga, nonsense merupakan bentuk kata-kata yang tidak mempunyai arti karena hanya merupakan rangkaian bunyi. Akan tetapi, dalam puisi, nonsense itu memiliki makna sehingga dapat menimbulkan asosiasi-asosiasi tertentu. c. Penciptaan Arti (creating of meaning) Penciptaan arti merupakan konvensi kepuitisan yang berupa bentuk visual yang secara linguistik tidak mempunyai arti, tetapi menimbulkan makna dalam karya sastra (puisi). Jadi penciptaan arti ini merupakan organisasi teks di luar
15 linguistik, diantaranya pembaitan, persajakan tipografi dan homologues (Pradopo, 1995:129). Untuk mendapatkan makna karya sastra, maka harus diketahui konvensikonvensi tambahan yang memungkinkan diproduksinya makna. Konvensikonvensi yang mendasari timbulnya makna ini kemudian dieksplisitkan dalam konkretisasi (Preminger dalam Pradopo, 1995:109) konvensi-konvensi tersebut antara lain: 2. Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik Pembacaan Heuristik merupakan cara kerja yang dilakukan oleh pembaca dengan menginterpretasikan teks sastra secara referansial lewat tanda-tanda linguistik (Sangidu, 2004:19).ArtiArti bahasa dapat dijelaskan apabila susunan kalimat dibalik seperti susunan bahasa secara normatif, diberi tambahan kata sambung dan kata-kata dikembalikan ke dalam bentuk morfologinya yang normatif. Kalimat karya sastra diberi sisipan-sisipan arti kata atau sinonimnya dan diletakkan dalam tanda kurung supaya artinya menjadi jelas (Pradopo, 1995:136). Pembacaan heuristik dipengaruhi oleh kompetensi linguistik pembacaan yang menyangkup kemampuan pembaca dalam memberikan persepsi secara linguistik (Riffaterre,1978:5). Tahap kedua adalah pembacaan hermeneutik atau retroaktif. Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang dari awal sampai akhir dengan penafsiran. Sebagai pembaca menyimak teks, pembaca mengingat apa yang baru saja dibacanya, kemudian memodifikasi pemahamannya berdasarkan apa yang telah ia serap (Riffaterre,1978:5).
16 Dari pembacaan ulang itu pembaca dapat mengingat peristiwa atau kejadian di dalam teks sastra yang dibaca. Selanjutnya, pembacaan hermeneutik diharapkan dapat merebut makna yang terkandung dalam teks. Pada tahap ini, kode dalam karya sastra dibongkar atas dasar konvensi sastra sehingga mampu menafsirkan makna. Pembacaan heuristik bisa digolongkan dalam tataran sintaksis, sedangkan pembacaan hermeneutik digolongkan ke dalam tataran semantik karena memiliki tataran yang lebih tinggi dalam hal makna. 3. Hipogram Ada isitilah khusus dalam prinsip intertekstualitas puisi, yakni hipogram. Adalah satu sistem tanda yang berisi setidak-tidaknya satu pernyataan, dan ia bisa sama besar dengan satu teks yang terdahulu, sedangkan potensial maksudnya hipogram dilihat dari bahasa (Riffaterre,1978:23). Hubungan intertekstualitas karya sastra dipandang penting untuk memperjelas maknanya sebagai karya sastra sehingga memudahkan pemahamannya, baik pemahaman makna teks maupun makna dan posisi kesejarahannya. Hubungan intertekstualitas tersebut dapat berupa hubungan karya-karya sastra masa lampau, hubungan karya-karya sastra masa kini, dan hubungan karya-karya sastra masa depan (Sangidu,2004:151). 4. Matriks Matriks adalah satu konsep abstrak pada hakikatnya tidak pernah teraktualisasi (Riffaterre, 1978:13). Matriks merupakan hipogram intern yang ditransformasikan menjadi varian-varian yang berupa masalah atau uraian.
17 Matriks (kata kunci) adalah salah satu cara untuk menentukan tema yang terdapat dalam sebuah puisi (Sangidu,2004:24). 5. Tanda-tanda Simbolis Tanda simbolis yang paling penting dalam teks sastra adalah tanda bahasa. Tanda bahasa merupakan tanda yang dihubungkan kesepakatan. Tanda bahasa dalam sebuah teks sastra tentu sangat beragam. Kata-kata atau bagiannya (morfem) juga merupakan tanda simbolis. Demikian pula dengan kelompok kata (frasa, anak kalimat, sekuen dan sebagainya) (Zoest, 1993: 75).
18 C. Kerangka Pikir Kerangka pikir pada penelitian ini didasari adanya lima buah puisi karya Joko Pinurbo pada kumpulan puisi Celana Pacar Kecilku di BawahKibaran Sarung yang di dalamnya terdapat simbolisme benda yang berpengaruh besar terhadap pemaknaan puisi tersebut. Penelitian menganalisis apa saja simbolisme benda yang terdapat pada kelima puisi itu serta dilanjutkan dengan pemaknaannyadan simpulan. 1. Bagan Dari Kerangka Pikir Sajak-sajak Joko Pinurbodalam buku kumpulan Puisi Celana Pacar kecilku di Bawah Kibaran Sarung Lima Puisi yang terdapat simbolisme benda didalamnya Teori Semiotik Riffaterre Pembacaan heuristik dan hermeneutik Hipogram Matriks Simbolisme Benda Makna Simpulan
19