BAB II KAJIAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DAN TREND PADA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN ANGGARAN

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA AMBON

BAB III METODE PENELITIAN. berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang.

ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTODA DI KABUPATEN NGANJUK

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang

BAB III METODE PENELITIAN. Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN dengan menggunakan data. Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN KULON PROGO

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA GORONTALO (Studi Kasus Pada DPPKAD Kota Gorontalo) Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI KABUPATEN MAGETAN (TAHUN ANGGARAN )

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) DITINJAU DARI RASIO KEUANGAN (Studi Kasus di Kabupaten Sragen Periode )

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini merupakan hasil pemekaran ketiga (2007) Kabupaten Gorontalo. Letak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB V PENUTUP. dengan rencana yang telah dibuat dan melakukan pengoptimalan potensi yang ada di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = x 100 Bantuan Pemerintah Pusat dan Pinjaman

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertumbuhan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang tahun 2008

transparan dan bertanggung jawab. Pengelolaan keuangan daerah

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Kota Surakarta) dalam penelitiannya menyimpulkan sebagai berikut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB V PENDANAAN DAERAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Accounting Principles Board (1970), akuntansi adalah suatu kegiatan jasa dimana

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

Pemetaan Kinerja Pendapatan Asli Daerah dan Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Jaya (1999 :11), keuangan daerah adalah seluruh tatanan perangkat

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

SKRIPSI. Oleh : PURNOMO NIM: B

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH SEBAGAI PENILAIAN KINERJA (Studi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Semarang)

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. antara eksekutif dan legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk

M. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA Kediri

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diambil adalah Kabupaten/ Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

local accountability pemerintah pusat terhadap pembangunan di daerah.

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

EVALUASI KINERJA KEUANGAN DAERAH 2010 DAN ESTIMASI 2011 STUDI KASUS: KABUPATEN LOMBOK BARAT, NTB

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. angka rasio rata-ratanya adalah 8.79 % masih berada diantara 0 %-25 %

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB III METODE PENELITIAN. Buleleng (4) Kab. Gianyar (5) Kab. Jembrana (6) Kab. Karangasem (7) Kab. Klungkung (8) Kab. Tabanan (9) Kota Denpasar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH BOJONEGORO DAN JOMBANG TAHUN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 ayat 7

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan layanan tersebut di masa yang akan datang (Nabila 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA INDEX PERHITUNGAN RATIO ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN KULONPROGO YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SAMPAI DENGAN 2011

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN BLORA (STUDI KASUS PADA DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KABUPATEN BLORA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Kota Jambi. oleh :

ANALISIS ANTARA ANGGARAN DENGAN REALISASI PADA APBD KABUPATEN KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN Nama : Sukur Kurniawan NPM :

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB IV METODA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kota Jambi. Oleh:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERTANYAAN PENELITIAN. 1. Tinjauan tentang Akuntansi Pemerintahan. a. Pengertian Akuntansi Pemerintahan

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TEORI 1. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, APBD didefinisikan sebagai rencana oprasional keuangan pemerintah daerah, dimana suatu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran guna membiayai kegiatankegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran tertentu dan pihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud. Seperti halnya pada pemerintah pusat, pada pemerintah daerah, pengurusan keuangan daerah juga diataur dengan membaginya menjadi pengurusan umum dan pengurusan khusus. Dengan demikian pada Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo terdapat anggaran dan pendapatan dan belanja daerah (APBD) dalam pengurusan umum -nya. Bagian ini akan menjelaskan secara singkat APBD sebagai inti pengurusan umum keuangan daerah (Halim 2012:21). 2. Struktur Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Berdasarkan undang-undang No. 17 Tahun 2003 dan Standar Akuntansi Pemerintah, struktur APBD merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari: a) Pendapatan Daerah adalah semua penerimaan kas yang menjadi hak daerah dan diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam satu tahun anggaran dan tak perlu dibayar lagi oleh pemerintah. Kelompok pendapatan terdiri atas:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 3. Lain-lain pendapatan yang sah adalah pendapatan lain-lain yang dihasilkan dari bantuan dan dana penyeimbang dari pemerintah pusat. b) Belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah atau kewajiban yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Kelompok belanja terdiri 1. Belanja administrasi umum (belanja tak langsung) adalah belanja yang secara tak langsung dipengaruhi program atau kegiatan. 2. Belanja operasi dan pemeliharaan (belanja langsung) adalah belanja yang secara langsung dipengaruhi program atau kegiatan. 3. Belanja modal adalah belanja langsung yang digunakan untuk membiayai kegiatan yang akan menambah aset.

4. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan adalah belanja langsung yang digunakan dalam pemberian bantuan berupa uang dengan tidak mengharapkan imbalan. 5. Belanja tak disangka adakah belanja yang langsung dialokasikan untuk kegiatan diluar rencana, seperti terjadinya rencana, seperti terjadinya bencana alam. c) Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil. d) Pembiayaan adalah setiap pemerintah yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima keembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup devisit atau memanfaatkan surplus anggaran. 3. Keuangan Daerah Keuangan daerah dapat diartikan sebagai: semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatau baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh Negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan perundangan yang berlaku (Mamesah,dalam Halim 2012:25). Keuangan daerah dikelolah melalui manajemen keuangan daerah. Jadi, manajemen keuangan daerah adalah pengorganisasian dan pengelolaan sumbersumber daya atau kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk mencapai tujuan yang

dikehendaki daerah tersebut. Alat untuk melakukan menejemen keuangan derah disebut dengan tata usaha daerah (Halim 2012:29). Menurut Mamesa dalam Halim (2012:29), tata usaha keuangan daerah dibagi menjadi dua golongan, yaitu: tata usaha umum dan tata usaha keuangan. Tata usaha umum menyangkut kegiatan surat-menyurat, mengagenda, mengekspedisi, menyimpan surat-surat penting atau mengarsipkan serta kegiatan dokumentasi lainnya. Di lain pihak tata usaha keuangan pada intinya adalah tata buku yang merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis di bidang keuangan berdasarkan prinsipprinsip, standar-standar tertentu erta prosedur-prosedur tertentu sehingga dapat memberikan informasi aktual dibidang keuangan. Tata usaha keuangan atau tatabuku inilah yang sering disebut dengan akuntansi keuangan daerah, meskipun tidak tepat benar karena tata buku hanya merupakan sebagian kecil dari akuntansi (Halim 2012:29). 4. Pengertian Kinerja Keuangan Pada dasarnaya pengukuran kinerja keuangan daerah menyangkut tiga bidang analisis yang saling terkait satu dengan yang lainya, ketiga bidang analisis tersebut meliputi: (Halim 2008: 142). 1) Analisis penerimaan, yaitu analisis mengenai kemampuan Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo dalam menggali sumber-sumber pendapatan yang potensial. 2) Analisis pengeluaran, yaitu analaisis mengenai seberapa besar biaya-biaya dari suatu pelayanan publik dan factor-faktor yang menyebabkan biaya-biaya tersebut meningkat.

3) Analaisis anggaran, yaitu analisis mengenai hubungan antara pendapatan dan pengeluaran serta kecendrungan yang diproyeksikan untuk masa depan. 5. Analisis Rasio Keuangan Analisis keuangan adalah usaha mengidentifikasikan cirri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia (Halim, 2004:231). Pemerintaha daerah sebagai pihak yang diberikan tugas menjalankan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat wajib menyampaikan laporan pertanggung jawaban keuangan daerah sebagai dasar penilaiankinerja keuangannya. Salah satu alatar penilaiankinerja keuangannya. Salah satu alat untuk meng untuk menganalisis kinerja keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakan (Halim, 2012:126). Sedangkan analisis rasio keuangan adalah suatu cara untuk membuat perbandingan data keuangan, sebagai dasar untuk mengetahui kinerja keuangan suatau lembaga (samryn, 2002:324). Dalam rangka ppengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efesien dan akuntabel rasio keuangan terhadap pendapatan belanja daerah perlu dilaksanakan meskipun terdapat perbedaan kaidah pengengkuntansiannya dengan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan suwasta. Analisis rasio keuangan pada APBD dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang dicapai dari satu priode dengan priode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana kecendrungan yang terjadi. Beberapa rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo (Halim, 2008:128), yaitu rasio kemandirian

keuangan, rasio efektivitas dan efisiensi keuangan daerah, rasio kemampuan rutin, rasio keserasian, rasio pertumbuhan. Adapun menurut Sularmi (2006:51) rasio keuangan dapat diukur melalui rasio kebutuhan fiskal, Rasio Kapasitas fiskal dan Rasio upayah fiskal. 5.1.Rasio Kemandirian Kemandirian daerah menunjukan kemempuan Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah (Halim 2008:232). Rasio kemandirian keuangan daerah menunjukan tingkat kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retrebusi sebagai sumber pendapatan yang diperoleh daerah. Rasio kemandirian ditunjukan oleh besarnya pendpatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain (pihak ekstern) antara lain:bagi Hasil Pajak, Bagi Hasil bukan Pajak sumber daya Alam, Dana Alokasi Umum dan Alokasi khusus, Dana Darurat dan Pinjaman (Widodo, 2001:262). Rumus yang digunakan untuk menghitung rasio kemandirian adalah sebagai berikut. Rasio Kemandirian = Pendapatan Asli Daerah ( PAD) Bantuan Pemerintah Pusat/ Provinsi dan Pinjaman Berhubungan dengan hal ini, Paul Hersey dan Kenneth Blanchard dalam Halim (2012:168) mengemukakan mengenai hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

dalam pelaksanaan otonomi daerah, terutama pelaksanaan Undang-undangn tentang Perimbangan Keuangan anata Pemerintah Pusat dan Daerah, yaitu sebagai berikut: 1. Polah hubungan instruktif, yaitu peranan Pemerintah Pusat lebih dominan dari pada kemandirian Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo (daerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah secara finansial). 2. Pola hubungan konsultatif, yaitu campur tangan Pemerintah Pusat sudah mulai berkurang dan lebih banyak pada pemberian konsultasi karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi daerah. 3. Pola hubungan partisipatif, yaitu pola dimana peranan Pemerintah Pusat semakin berkurang mengingat tingkat kemandirian daerah otonomi bersangkutan mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi. Peran pemberian konsultasi terlebih ke peran partisipasi pemerintah pusat. 4. Pola hubungan delegatif, yaitu campur tangan Pemerintah Pusat sudah tidak ada lagi karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah. Pemerintah Pusat siapa dan dengan keyakinan penuh mendelegasikan otonomi keuanagan kepada Pemerintah Daerah. Pola hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah serta tingkat kemandirian dan kemampuan keuangan daerah dapat disajikan dalam matriks seperti pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 2 Pola Hubungan Tingkat Kemandirian dan Kemampuan Keuangan Daerah Kemampuan Rasio Kemandirian Pola Keuangan (%) Hubungan Rendah Sekali 0-25 Instruktif Rendah >25-50 Konsultatif

Sedang >50-75 Partisipatif Tinggi >75-100 Delegatif Sumber : Anita Wulandari (2001:21) Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal, semakin tinggi rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap pihak eksternal semakin rendah dan sebaliknya rasio ini juga menggambarkan tingkatpartisipasi masyarakat dala pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayarpajak dan retribusidaerah yang merupakan komponen dari PAD. 5.2.Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah (Halim 2008:234). Adapun rumus untuk Rasio Efektivitas adalah sebagai berikut. Rasio Efektifitas = Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli DaerahTarget Penerimaan PAD berdasarkanpotensi ril daerah Kemampuan daerah dikatakan efektif apabila rasio yang dicapai minimal 1 atau 100%, dan semakin tinggi rasio yang dicapai menunjukan kemepuan yang semakin efektif dan menggambarkan kemampuan daerah semakin baik. Rasio efisien adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima (Halim 2008:234). Adapun rumus efisien sebagai berikut.

Rasio Efesiensi Anggaran = Biaya Untuk Memungut PADRealisasi Penerimaan PAD Kinerja Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo dalam mengelola anggaran dikatakan efesien, apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 atau kurang dari 100%, semakin kecil rasionya semakin efisien. 5.3.Rasio Kemampuan Rutin Indeks kemampuan rutin dapat dilihat melalui proporsi antara Pendapatan Asli Daerah dengan pengeluaran rutin tanpa transfer dari pemerintah pusat. Adapun mengitung rasio kemampuan rutin adalah sebagai berikut. Rasio belanja rutin terhadap APBD = Pendapatan Asli daerahtotal Pengeluarann Rutin Sedangkan menilai indeks kemampuan rutin dengan menggunakan skala menurut wulandari (2001:15) sebagai mana yang terlihat dalam table 2. Tabel 3 Skala Kemampuan Daerah % Kemampuan Keuangan Daerah 00,00-20,00 20,01-40,00 40,01-60,00 60,00-80,00 80,00-100,00 Sangat kurang Kurang Cukup Baik Sangat Baik Sumber : Anita Wulandari (2001:22) 5.4.Rasio Keserasian

Rasio keserasian menunjukan bagaiman Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal (Halim 2008:235). Adapun rumus rasio keserasian adalah sebagai berikut. Rasio Belanja Rutin = Total Belanja RutinTotal Aggaran Pendapatan Belanja Daerah Rasio Belanja Pembanguan = Total Belanja PembangunanTotal Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Semakin tinggi presentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin/belanja aparatur daerah artinya presentase belanja pembangunan/belanja pelayanan public yang digunakan untuk menyediakan saran dan prasaranaekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Walaupun belum ada patokan yang pasti untuk belanja pembangunan. Sehingga pemerintah masih berfokus pada belanja rutin. 5.5.Rasio Pertumbuhan Rasio pertumbuhan mengukur seberapa besar kemampuan Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai dari period eke periode berikutnya, baik dilihata dari sumber pendapatan maupun pengeluaran (Halim 2008:241). Adapun rumus dari rasio pertumbuhan adalah sebagai berikut. r = Pn-PoPo

r = Pertumbuhan Pn = TPD/PAD/Belanja Rutin/Belanja pembangunan yang dihitung pada tahun ke-n Po = TPD/PAD/Belanja Rutin/Belanja Pembangunan Data yang dihitung pada tahun ke-o Pertumbuhan APBD dilihat dari berbagai komponen penyusun APBD yang terdiri dari pendapatan asli daerah, total pendapatan, belanja rutin dan belanja pembangunan (Widodo, 2001:270). Rasio pertumbuhan berfungsi untuk mengevaluasi fungsi-fungsi daerah yang perlu mendapatkan perhatian. Semakin tinggi nilai PAD, Total Pendapata Daerah (TPD) dan belanja pembangunan yang dikuti semakin rendah belanja rutin, maka termbuhannya adalah positif. Artinya bahwa daerah yang bersangkutan telah mampu mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhannya dari periode yang satu ke periode berikutnya. Jika semakin tinggi nilai PAD, TPD, dan belanja rutin yang diikuti oleh semakin rendahnya belanja pembangunan, maka pertumbuhannya adalah negative. Artinya bahwa belum mampu meningkatkan pertumbuhan daerahnya. 5.6.Kebutuhan Fiskal Menurut Uu no. 33 Tahun 2004 Pasal 28 ayat 1, kebutuhan fiscal Daerah merupakan kebutuhan pendapatan Daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum (Undang-undang Otonomi Daerah 2004:236 dalam Haryati 2006:47). Maka rumus dari rasio pertumbuhan fiscal adalah sebagai berikut. Pelayanan public perkapita (PPP) = Pengeluaran Perkapita Untuk Jasa- Jasa Publik ( PPP) Standar Kebutuhan Fiskal ( SKF)

Keterangan PPP = Jumlah Pengeluaran Rutin dan Pembangunan per kapita masing-masing daerah Rata-rata kebutuhan Fiskal Standar adalah: Standar Kebutuhan Fiskal (SKF) = Jumlah pengeluaran daerah/ Jumlah Penduduk jumlah Kabupaten Kota Semakin tinggi Indeks Pelayanan Publik Perkapita (IPPP), maka kebutuhan fiscal suatu daerah semakin besar. IPPP dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar jumlah pengeluaran atau kebutuhan fiskal daerah dan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan penduduk untuk mengetahui seberapa besar kemampuan penduduk untuk memenuhinya. Apabila jumlah pengeluaran per kapita suatu daerah lebih besar dibandingkan dengan standar kebutuhan fiscal, berarti kebutuhan fiskalnya besar. Apabila pemerintah mampu mencukupi seberapa kebutuhan fiscal daerah tersebut berarti Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo sudah dianggap mampu. 5.7.Kapasitas Fiskal Menurut UU No 33 tahun 2004 Pasal 28 ayat 3, Kapasitas fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan dana bagi hasil. Ibid:236 (Haryat 2006:48). Sehingga rumusnya sebagai berikut. Kapasitas Fiskal = Jumlah PDRB/ Jumlah PendudukKapasitas Fiskal Standar Kapasitas Fiskal Standar = Jumlah PDRB/ Jumlah pendudukjumalah kabupaten Kota Keterangan : PDRB = Produk Domestik Bruto

Semakin tinggi rata-rata kapasitas fiskal (FC) suatu daerah maka kemampuan daerah dalam mendanai kebutuhannya semakin memadai guna membiayai pembangunan daerah. Apabila jumlah PAD yang diberikan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo lebih besar dari jumlah kebutuhan fiskal daerah tersebut berarti potensi untuk mendapatkan PAD di daerah tersebut cukup bagus tanpa ada subsidi dari pemerintah pusat. Apabila pendapatan (kapasitas fiskal) lebih besar dari pengeluaran atau kebutuahan fiskal sama dengan surplus, dapat dikatakan bahwa daerah tersebut sudah mampu membiayai kebuituhan fiskal daerahnya dan apa bila pendapatan atau kapasitas fiskal kurang dari pengeluaran atau kebutuhan fiskal, sama dengan defisit, dapat dikatakan derah tersebut belum mampu membiayai sendiri kebutuhan fiskalnya dan masi harus di tutup dengan subsidi dari pemerintah pusat. 5.8.Upaya Fiskal Analisis upaya fiscal merupakan analisis yang bertujuan untuk mengetahui tingkat pendapatan asli daerah dengan laju pertumbuhan Produk domestic Bruto (Haryati 2006:51). Oleh karena itu rumus upaya fiscal adalah sebagai berikut. Elastisitas PAD terhadap PDRB harga berlaku = Pendapatan Asli Daerah PDRB Keterangan: = Perubahan Upaya fiskal dihitung dengan mencari koefiosien elastisitas PAD terhadap PDRB. Semakin elastis PAD di daerah akan semakin baik. Untuk mengetahui tingkat PAD

dengan laju pertumbuhan produk domestic regional bruto dengan criteria penilaian yang apabila PDRB naik 1 % maka akan berpengaruh pada PAD.