Aliansi untuk Iklim dan Pemanfaatan Lahan: Ikhtisar Singkat

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

Deklarasi New York tentang Kehutanan Suatu Kerangka Kerja Penilaian dan Laporan Awal

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

Inisiatif Accountability Framework

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR Latar Belakang

PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

Pidato kebijakan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhyono Bogor, 13 Juni 2012

INDUSTRI PENGGUNA HARUS MEMBERSIHKAN RANTAI PASOKAN MEREKA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

REDD+: Selayang Pandang

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

Deklarasi Rio Branco. Membangun Kemitraan dan Mendapatkan Dukungan untuk Hutan, Iklim dan Mata Pencaharian

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.

Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial

REVITALISASI KEHUTANAN

Peluang untuk Meningkatkan Produktivitas dan Profiabilitas Petani Kecil Kelapa Sawit di Kalimantan Tengah

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA

HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional

LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

Climate and Land Use Alliance (CLUA) Evaluasi independen atas hibah kepada. Satuan Tugas Hutan dan Iklim Gubernur (GCF) Michael P. Wells & Associates

BAB I PENDAHULUAN. peradaban umat manusia di berbagai belahan dunia (Maryudi, 2015). Luas hutan

PIPIB untuk Mendukung Upaya Penurunan Emisi Karbon

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut

Pemetaan Pendanaan Publik untuk Perubahan Iklim di Indonesia

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs

RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK)

Strategi Nasional REDD+

MENCIPTAKAN HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

TFD IMPF III Ringkasan Co-chairs. Pekanbaru 5 8 Maret 2007

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG

Produksi minyak sawit berkelanjutanmelestarikan. masa depan hutan

KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS)

Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jambi Tahun I. PENDAHULUAN

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Panggilan untuk Usulan Badan Pelaksana Nasional Mekanisme Hibah Khusus untuk Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal Indonesia November 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

Terjemahan Tanggapan Surat dari AusAID, diterima pada tanggal 24 April 2011

FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI

Muhammad Zahrul Muttaqin Badan Litbang Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP. Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Forestry Options Launching, Feb 2007, p. 1

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF

Menyelaraskan hutan dan kehutanan untuk pembangunan berkelanjutan. Center for International Forestry Research

PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

POTRET KETIMPANGAN v. Konsentrasi Penguasaan Lahan ada di sektor pertambangan, perkebunan dan badan usaha lain

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DANA INVESTASI IKLIM

Saudara-saudara yang saya hormati,

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

2018, No rangka penurunan emisi dan peningkatan ketahanan nasional terhadap dampak perubahan iklim; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaima

Kebijakan APRIL Group dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Juni 2015

Mempersiapkan Program Pengurangan Emisi dalam Kerangka Skema Carbon Fund

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

Pendanaan Iklim dan Kehutanan Gubernur

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan

Transkripsi:

Aliansi untuk Iklim dan Pemanfaatan Lahan: Ikhtisar Singkat Misi dari Aliansi untuk Iklim dan Pemanfaatan Lahan (Climate and Land Use Alliance - CLUA) adalah untuk mewujudkan potensi-potensi yang terkandung dalam lanskap hutan dan pertanian dalam memitigasi sebab-sebab perubahan iklim, memberikan manfaat untuk masyarakat, dan melindungi lingkungan hidup. Aliansi ini beranggotakan ClimateWorks Foundation, David and Lucile Packard Foundation, Ford Foundation, serta Gordon and Betty Moore Foundation. Masing-masing anggota Aliansi membawa keunggulan perspeksi dan prioritas organisasi yang unik dalam membangun strategi CLUA dan rencana pelaksanaannya. Margaret A. Cargill Foundation bekerja selaras dengan kebijakan CLUA serta mendukung berbagai strateginya melalui penerapan kegiatan-kegiatan di daerah-daerah khusus yang dipilih. Melalui kebijakan-kebijakan dan praktik-praktik yang benar, perubahan dalam praktik pemanfaatan lahan dapat: Menghasilkan pengurangan emisi yang substansial dengan pembiayaan yang efektif Memberikan berbagai peluang pembangunan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan Meningkatkan penghidupan dan daya kontrol atas sumberdaya alam oleh masyarakat yang bergantung pada hutan, termasuk masyarakat adat dan petani perkebunan kecil Memberikan manfaat lingkungan dan sosial yang saling menguntungkan, termasuk perlindungan keragaman hayati, penurunan polusi udara dan air, dan perlindungan daerah aliran sungai, yang juga akan meningkatkan daya lenting daerah dan regional dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Saat ini, strategi-strategi CLUA dikelompokkan dalam empat prakarsa yang berfokus pada daerah geografis (Brasil, Indonesia, Meksiko dan Amerika Tengah, dan Amerika Serikat) dan satu Prakarsa Global yang berfokus pada kebijakan publik-swasta dan kebijakan pendanaan internasional. Para anggota tim kami yang berasal dari berbagai lembaga menyumbangkan beragam keahlian dalam mengembangkan dan memelihara hubungan yang kuat dengan para mitra mulai dari para mitra penerima hibah dan kontraktor sampai lembaga donor, lembaga pemerintah dan sektor swasta. Kami mengutamakan intervensi strategis, yang bertujuan mengisi celah-celah penting, dan berkolaborasi dengan berbagai pihak. CLUA menghadapi suatu lanskap global yang rumit. Berbagai perundingan internasional di bawah proses Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB (United Nations Framework Convention on Climate Change - UNFCCC) terlalu lamban dan jika bekerja sendirian maka UNFCCC tidak akan pernah meraih tujuan awal yang dimandatkan pada saat didirikan stabilnya konsentrasi gas rumah kaca dalam atmosfer pada suatu tingkat yang dapat mencegah campur tangan manusia (anthropogenic) yang berbahaya (dan mempengaruhi) dalam sistem iklim atau tugas yang terkait dengan pemanfaatan lahan yang lebih khusus dimana UNFCCC memiliki komitmen untuk memperlambat, menghentikan, dan membalikkan hilangnya hutan penutup dan karbon.

Sebuah konsensus ilmiah dan politis telah mengemuka untuk menghadapi perubahan iklim dengan membatasi kenaikan suhu paling tinggi 2 derajat Celsius. Namun, sayangnya peluang untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer pada suatu masa untuk mencapai tingkat kenaikan itu telah lewat dengan cepat, digantikan dengan proyeksi industrial BAU (business as usual) yang kini dibahas dengan kenaikan suhu bumi dari 4 hingga 6 derajat Celcius. Pemanfaatan lahan bertanggung-jawab terhadap sekitar 25% dari emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh kegiatan manusia melebihi sumbangan emisi sektor transportasi dari seluruh dunia. Emisi ini utamanya terjadi dalam bentuk karbon dioksida (CO 2 ) yang berasal dari deforestasi, perusakan hutan, serta pengeringan dan pembakaran lahan gambut tropis. Gas yang terimisi juga menghasilkan nitrogen oksida (N 2 O) yang berasal dari penggunaan pupuk di lahan-lahan pertanian serta gas metana (CH 4 ) yang berasal dari persawahan dan peternakan. Jika emisi dari pemanfaatan lahan tidak dikurangi secara substansial, maka upaya menghindari dampak perubahan iklim yang berbahaya secara signifikan akan lebih sulit dan mahal.. Emisi gas rumah kaca dari pemanfaatan lahan Deforestasi (gross) Degradatsi hutan (net) Pengeringan & pembakaran lahan gambut CH4 dari pembusukan entertik CH4 from persawahan N2O dari tanah CH4 & N2O dari pengelolaan kotoran ternak CH4 & N2Odari sumber lain 0 1 2 3 4 CO 2 e per tahun (milliar ton ) Risiko-risiko baru terhadap pencapaian misi CLUA diantaranya adalah lemahnya perhatian politis pada perubahan iklim pada umumnya, dan secara khusus pada peran pemanfaatan lahan. Sebagai tambahan, harapan yang tidak realistis terhadap berbagai prakarsa baru untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan perusakan hutan (REDD+) masih belum tercapai, meskipun kemajuan yang sangat signifikan telah terjadi. Kinerja pasar karbon yang buruk pada saat ini, dan berbagai risiko yang timbul dengan mengaitkan pengunurnan emisi dari deforestasi dengan pasar karbon, telah menimbulkan kerisauan tentang pendekatan pembayaran berbasis kinerja (payment for performance) sehubungan dengan mekanisme REDD+. Sementara itu, perluasan produksi komoditas dan perluasan pembangunan infrastrukturnya sebagai 2

penyebab utama deforestasi dan penggusuran masyarakat adat serta para petani kecil terus terjadi dan semakin mengancam hutan-hutan tropis dan penghuninya. Produksi komoditas pertanian tidak lagi semata-mata digerakkan oleh permintaan dari negara-negara industri namun juga oleh permintaan dari negara-negara dengan perekonomian yang bertumbuh pesat. Strategi-strategi CLUA harus menyesuaikan dengan kenyataan diatas.untuk mengatasi tantangan dan peluang yang ditimbukannya. Baru-baru ini kami menyusun strategi-strategi yang telah diperbaiki untuk masing-masing fokus daerah geografis dari empat prakarsa di Brasil, Indonesia, Meksiko dan Amerika Tengah, Amerika Serikat, dan untuk Prakarsa Global. Secara kolektif, pekerjaan ini saling terhubung dan terkait dengan maksud tujuan kami untuk: Mengalihkan perluasan produksi komoditas dari hutan alam dan lahan gambut ke wilayah yang sudah dibudidayakan, di mana kenaikan produktivitas berkelanjutan dapat dicapai, atau ke wilayah-wilayah yang sudah mengalami kerusakan sejak dulu dan kini kurang dimanfaatkan Meningkatkan pengakuan atas hak-hak masyarakat adat dan masyarakat pedesaan terhadap hutan sebagai bagian penting untuk mewujudkan hak tenurial sumber daya yang jelas dan lebih koheren Mendorong pemberian penghargaan untuk pengurangan emisi melalui kebijakan, pengukuran, dan tindakan yang konsisten dengan panduan yang diakui secara internasional tentang rambu-rambu pengaman, pemantauan, pelaporan dan verifikasi, serta tingkat referensi karbon Mempromosikan transparansi dan komunikasi strategis Membangun berbagai kemampuan dan keberdayaan yang relevan di wilayah kerja geografis kami 3

Aliansi untuk Iklim dan Pemanfaatan Lahan: Prakarsa Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karbon dioksida utama. Sebagian besar diakibatkan oleh deforestasi dan kerusakan lahan gambut. Angka laju deforestasi tahunan yang diperkirakan antara 350.000 hingga 1,5 juta hektar dan data emisi gas rumah kaca masih terus diperdebatkan dengan sengit sebuah terbitan BAPPENAS terbaru menyimpulkan bahwa setengah dari emisi Indonesia berasal dari kerusakan lahan gambut. Padahal, kegiatan ekonomi yang diperoleh dari lahan gambut hanya menyumbang sekitar satu persen dari PDB. Indonesia telah memberikan komitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 41% emisi neto pada tahun 2020 dari kegiatan industri BAU. Hal ini berarti bahwa Indonesia akan mengembalikan tingkat emisinya sedikit lebih rendah dari tahun 2005 pada tahun 2020. Meskipun terdengar ambisius, pengurangan emisi yang besar dapat dicapai dengan perbaikan sistem pengelolaan lahan gambut dan hutan. Paradigma utama pembangunan pedesaan di Indonesia memprioritaskan penumpukan kekayaan dari pengerukan sumber daya alam (mineral, minyak, kayu) dan produksi dari perkebunan monokultur (kebanyakan berupa serat untuk produksi kertas dan minyak sawit). Usaha berskala besar ini mengakibatkan pembukaan lahan yang luas di Indonesia melalui pembangunan sarana infrastruktur, perpindahan jutaan penduduk secara terorganisir dan spontan karena daya tarik untuk mendapatkan pekerjaan dan tanah. Usaha ini mengandalkan diri pada penanaman modal raksasa, tenaga kerja yang murah, dan akses untuk mendapatkan tanah yang dibantu oleh pemerintah. Operasi industri bubur kertas dan kertas juga menerima subsidi besar dari pemerintah secara langsung dan akses ke serat yang murah dengan melumatkan hutan-hutan tropis alami. Peran utama dari model pertumbuhan ekonomi yang digerakkan oleh penanaman modal secara intensif dan sektor swasta ini dipertegas dalam Rencana Induk untuk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia-MP3EI 2011 2025 (Masterplan for the Acceleration and Expansion of Indonesian Economic Development). Pengurangan emisi dari deforestasi dan perusakan lahan gambut sangat terkait secara mendalam dengan konteks kepemilikan dan tata kelola pertanahan di Indonesia, di mana lebih dari 60% dari tanah negara diklasifikasikan sebagai kawasan hutan permanen. Praktik-praktik korupsi yang sudah berlangsung sejak zaman pemerintahan diktator telah memenangkan perluasan perkebunan monokultur untuk pengusaha dari kelompok elit nasional dan internasional. Peruntukan perluasan lahan ini mengalahkan pentingnya pengelolaan ekosistem oleh masyarakat adat dan hak-hak adat di Indonesia. Namun demikian, terdapat tanda-tanda bahwa beberapa pemimpin Indonesia baik di pemerintah maupun dunia industri cenderung memilih pengembangan ekonomi pedesaan yang lebih berimbang, dengan melakukan berbagai perubahan terhadap praktik-praktik usaha BAU menuju praktik-praktik baik untuk meningkatkan 4

keberlanjutan, menurunkan risiko terutama dari konflik dengan masyarakat setempat, dan mempertahankan akses ke berbagai pasar yang menuntut legalitas proses produksi dan kepatuhan terhadap standar-standar sosial dan lingkungan. Prakarsa Indonesia berfokus pada dukungan untuk memperkuat hak-hak tanah dan tenurial masyarakat pada wilayah hutan dan lahan gambut untuk membantu memperbaiki penghidupan dan menurunkan emisi dari kedua bentang alam tersebut. Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa penurunan laju deforestasi dapat dicapai jika terdapat keamanan tenurial atas tanah, ditambah dengan penghargaan yang sesuai dan kerangka peraturan yang mendukung pemanfaatan lahan secara berkelanjutan, dan ditegakan secara konsisten. Lebih lanjut, penurunan laju deforestasi bisa lebih berhasil lagi jika para pengembang perkebunan menghormati dan bernegosiasi dengan masyarakat setempat, dan bukannya mencoba merampas tanah dengan memanfaatkan pengaruh mereka atas pemerintah. Tujuan dari prakarsa ini ialah agar masyarakat, pemerintah, dan sektor perkebunan untuk bernegosiasi dan beralih ke ekonomi pedesaan yang menyimpan stok karbon tinggi, namun rendah emisi, dan meningkatkan kehidupan setempat, serta menghasilkan penurunan gas rumah kaca paling sedikit 1Gt dari hutan dan lahan gambut pada tahun 2020 dari praktek BAU. Mencapai sasaran ini akan membutuhkan transformasi sistemik dalam cara pemanfaatan lahan dan bagaimana sumber-sumber daya hutan diperuntukan dan dikendalikan. Transformasi ini menuntut adanya upaya untuk memberikan informasi yang baik dan mendalam dari para pemangku kepentingan kepada proses pengambilan keputusan dan tindakan oleh tiga kelompok kunci: para pengambil keputusan yang di lembaga-lembaga yang bertugas untuk menentukan prioritas dan membuat keputusan di tingkat pemerintah, anggota masyarakat pedesaan, dan pelaksana jajaran eksekutif dan manajer perusahaan-perusahaan swasta. Bagian ini menjelaskan tiga tujuan prioritas dan strategi-strategi pelaksanaan yang diidentifikasi oleh CLUA sebagai sasaran-sasaran yang diperkirakan dapat memberikan dampak besar dengan sumber-sumber daya yang terbatas. Tujuan pertama dari Prakarsa Indonesia ialah untuk mengitegrasikan konsep ekonomi pedesaan yang lebih berimbang sebagai dasar untuk melaksanakan pengurangan emisi ke dalam pembentukan Badan REDD+ yang baru serta sistem pelaporan dan verifikasi, dan lembaga-lembaga pemerintah terkait. Sejumlah kementrian dan lembaga pemerintah yang sedang bekerja saat ini, utamanya adalah Kementerian Kehutanan, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), serta Kementerian Lingkungan Hidup, sudah menanggapi tantangan perubahan iklim dengan mengeluarkan berbagai strategi, kebijakan dan melakukan berbagai kajian. Namun koordinasi antar sektor masih merupakan tantangan. Sebuah Badan REDD+ yang khusus dibangun, lembaga MRV, dan Dana Perwalian REDD+ seperti yang dicerminkan dalam persetujuan Indonesia Norwegia, semuanya sedang dikembangkan. 5

CLUA akan mendukung pekerjaan yag dilakukan baik dari dalam maupun dari luar lembagalembaga tersebut dengan cara memberikan data dan informasi untuk mendukung berbagai argumen untuk perubahan. Dukungan dari luar lembaga tersebut dilakukan dengan cara mendukung aksi kampanye/komunikasi dan aksi legal untuk memasarkan issue secara lebih luas beserta solusinya. CLUA juga mendukung berbagai usaha untuk memperbaharui cara pelaksanaan dan interaksi lembaga-lembaga terkait dengan penekanan khusus pada para pihak yang bertanggung-jawab dalam perencanaan tata ruang, pengakuan atas hak-hak tanah setempat, serta alokasi peruntukan ijin konversi lahan. Dengan pemahanan bahwa pada akhirnya apa yang diperlukan ialah terjadinya reformasi birokrasi untuk mengubah lembagalembaga tersebut sehingga bergerak dengan orientasi pada hasil dan bertanggungjawab penuh, maka CLUA akan menjajaki dukungan untuk program-program jangka panjang yang bertujuan untuk memberikan lebih banyak pengaruh dan mengembangkan kemampuan melalui pusat pelatihan dari kementrian terkait, seperti Kementrian Pemberdayaan Aparatur Negara, BAPPENAS, dan lembaga lain yang diprioritaskan. Transparansi informasi dan pengambilan keputusan merupakan suatu tema sentral yang menggarisbawahi pentingnya perubahan khusus yang diharapkan dapat didukung oleh CLUA. Pekerjaan dengan instansi-instansi pemerintah dalam hal ini mencakup penguatan kemampuan, perintisan sistem registrasi data, dan pengembangan tata cara pembagian data. Berbagai usaha di luar ini mencakup pemanfaatan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, serta penyusunan sistem pemasukan data alternatif untuk publik yang secara terbuka sehingga mampu menuntut pemerintah untuk membagi data mereka. 6

Prakarsa Indonesia CLUA Tujuan Pertama Tujuan Perubahan-perubahan yang diperlukan Strategi Penerapan Badan REDD+ dan MRV yang efektif dan mandiri serta mekanisme keuangan interim terbentuk dan memiliki sumber daya untuk bekerja Menyusun dan menerapkan sistem yang efektif untuk memantau perubahan penggunaan lahan Memobilisasi pendapat umum dan para pengambil keputusan mengenai perlunya lembaga yang beroperasi efektif melalui forum publik, intervensi diplomatis tingkat nasional dan internasional, serta penggunaan media populer Konsep ekonomi pedesaan yang berimbang sebagai dasar dalam menerapkan pengurangan emisi diadopsi oleh badan REDD+ yang efektif, sistem pelaporan dan verifikasi, dan setiap lembaga negara yang terkait Digunakannya bukti yang kredibel tentang perlunya pengurangan emisi melalui ekonomi pedesaan yang berimbang oleh lembaga pemerintah yang penting Berkembangnya pengumpulan data dan analisis kebijakan yang terus berlanjut Analisis dan komunikasi mengeai rencana perluasan perkebunan dan dampaknya: implikasi emisi, korupsi, hak asasi manusia, dan matapencaharian di pedesaan Pembelajaran dari program, perintis dipakai dalam perencanaan dan penerapan kegiatan untuk mempromosikan ekonomi pedesaan yang berimbang Mengembangkan dan menerapkan registrasi perijinan dan hak-hak Meningkatkan perencanaan dan pemantauan tata ruang secara partisipatif Peran pemerintah-pemerintah daerah baik di tingkat provinsi dan kabupaten/kota sangat penting. Tidak saja untuk mengambil tindakan yang perlu diambil dalam berbagai wilayah geografis prioritas CLUA, namun juga karena pengaruh yang dapat dimiliki oleh berbagai lembaga ini di dalam debat kebijakan nasional. Tindakan-tindakan yang diuraikan di atas juga berlaku sama untuk pemerintah-pemerintah daerah, dengan suatu penekanan tertentu dalam mengidentifikasi berbagai kabupaten/kotamadya yang memiliki minat dalam reformasi, transparansi dan perencanaan pemanfaatan lahan yang lebih baik.. Tujuan kedua ialah terwujudnya perluasan dan penguatan hak-hak masyarakat atas tanah dan sumber-sumber daya hutan agar dapat memperkuat ekonomi pedesaan beremisi rendah. Tersisihnya masyarakat pedesaan dari proses pengambilan keputusan pembangunan dan paradigma pembangunan utama telah melancarkan jalan untuk pembangunan ekonomi 7

beremisi tinggi, dan menciptakan konflik serta ketidak-pastian hukum yang mengakibatkan berbagai risiko praktis dan risiko regulasi untuk berbagai prakarsa pengurangan emisi. Satu langkah pertama yang penting sekali ialah mendefinisikan, mengenali, dan mengamankan hakhak ulayat,, memperbolehkan masyarakat daerah untuk menegaskan hak berpartisipasi dalam perencanaan pemanfaatan lahan melalui proses kesepakatan di awal tanpa paksa (Padiatapa/FPIC), dan juga untuk menuntut perbaikan pelayanan publik dan untuk melakukan negosiasi secara lebih efektif dengan para mitra dari sektor swasta. Prakarsa Indonesia CLUA Tujuan Kedua Tujuan Perubahan-perubahan yang diperlukan Strategi Penerapan Mendukung mekanisme dan pelaksanaan registrasi prakarsa pemetaan Mendukung penerapan proses pengukuhan kawasan yang sedang berlangsung Tersedianya mekanisme dan landasan hukum untuk pengakuan terhadap hak-hak adat Kampanye informasi publik tentang issue hak-hak adat Menciptakan katalis untuk terciptanya mekanisme pengakuan validitas hak-hak masyarakat adat Memperluas dan meningkatkan pemetaan partisipatif/berbasis masyarakat Terwujudnya perluasan dan penguatan hak-hak masyarakat atas tanah dan sumber-sumber daya hutan agar dapat memperkuat ekonomi pedesaan beremisi rendah Terjadinya perluasan hak masyarakat secara formal untuk mengakses dan mengelola sumbersumber daya hutan Mengusulkan alokasi lahan dalam perencanaan tata ruang dan tata guna hutan Mendukung argumen untuk penyederhanaan regulasi dan prosedur perijinan kehutanan kemasyarakatan Memberikan bantuan hukum untuk kasus-kasus tertentu dan menciptakan preseden hukum Memperkuat lembaga-lembaga masyarakat untuk tata kelola sumber daya dan resolusi konflik berbasis masyarakat Meningkatnya kehidupan dan matapencaharian masyarakat dari pengelolaan hutan yang berkelanjutan Mendukung berbagai proyek perintis untuk memperkuat pengelolaan hutan kemasyarakatan oleh para pemegang hak 8

Namun demikian, pengalaman di Indonesia sampai hari ini menunjukkan bahwa pengakuan hak merupakan pra-syarat yang perlu namun bukan pra-syarat yang mencukupi untuk mewujudkan praktik-praktik emisi rendah. Tentu saja, tanpa mekanisme rambu-rambu pengaman yang sesuai, maka pengakuan atas hak-hak saja dapat mendorong kenaikan penjualan tanah dan sumber-sumber daya hutan untuk meraih keuntungan jangka pendek. Bantuan nyata diperlukan untuk membantu para pemegang hak untuk mempertahankan dan meningkatkan berbagai tradisi dalam pengelolaan hutan secara berkelanjutan. Dukungan CLUA berfokus pada penguatan dan peningkatan berbagai kegiatan untuk memperkuat hak-hak masyarakat dan berbagai dialog kebijakan yang terus berlanjut, terutama dalam proses reformasi tenurial hutan secara makro. Upaya ini mendukung perintisan proses pengukuhan kawasan hutan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik. Sebagai tambahan, CLUA akan mendukung kelompok-kelompok yang sedang bekerja untuk melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi terkini mengenai pengakuan hak-hak masyarakat adat dalam kawasan hutan dan undang-undang lain yang memperkuat pengakuan dan peran masyarakat lokal dan masyarakat adat dalam pengambilan keputusan terkait pemanfaatan sumber daya alam. Meskipun undang-undangnya sudah ada, namun hingga hari ini peraturan pelaksanaannya masih kurang. Bersamaan dengan pekerjaan ini, CLUA akan mendukung program intervensi perintis untuk memperkuat pengelolaan hutan berkelanjutan oleh para pemegang hak, di mana terdapat kemungkinan untuk meningkatkan sumbangan dari pengelolaan hutan yang lestari terhadap kehidupan dan matapencaharian setempat.. Tujuan ketiga dari Prakarsa ini ialah diadopsinya praktik yang baik berdasarkan kontrakkontrak yang ditegakan bersama oleh masyarakat dan pelaku sektor swasta yang terkemuka. Para produsen kelapa sawit, bubur kertas dan kertas adalah sebagian dari para pendukung kuat praktik-praktik BAU., Namun ada berapa contoh di mana perusahaan-perusahaan secara individual dan berkelompok mulai mengadopsi praktik yang baik untuk menanggapi tekanan pasar dan kreditor yang sedang berlangsung atau yang akan terjadi. Definisi-definisi yang ketat untuk menjelasakan apa itu praktik usaha yang baik dan pemantauan yang transparan diperlukan sebagai standar penilaian keberhasilan pencapaian komitmen suatu perusahaan. Penilaian ini memerlukan ukuran-ukuran yang tegas dan jelas untuk mengakhiri deforestasi dan pasokan serat kayu yang berasal dari hutan alam dari rantai produksi. Harus ada ukuran yang lugas untuk menilai adanya gerakan peralihan yang dapat ditunjukan dengan jelas menuju pengembangan perkebunan pada lahan berkarbon rendah, dan proses-proses pelibatan masyarakat yang didokumentasikan dan terverifikasi secara independen, termasuk didalamnya penerapan prinsip kesepakatan di awal tanpa paksaan (Padiatapa). Tuntutan untuk penerapan praktik usaha yang baik dan keuntungan komparatif dari perusahaan-perusahaan yang mengadopsinya dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan pendokumentasian dan penyebarluasan praktik-praktik usaha yang buruk. Hal ini mencakup pekerjaan di Indonesia dan juga negara-negara pasar dari produk ini dan bagaimana menghubungkan keduanya. Perusahaan-perusahaan yang membuat komitmen untuk menerapkan prinsip keberlanjutan menemukan bahwa regulasi atau penafsiran dari regulasi kadang-kadang menjadi kendala 9

yang menghambat keberhasilan. Contohnya, tanah yang dicadangkan untuk dilindungi sebagai kawasan dengan nilai konservasi tinggi atau stok karbon yang tinggi bisa jadi disebutkan sebagai kawasan yang tidak layak dikembangkan dan oleh karenanya sangat rentan untuk diduduki atau dialokasikan kepada perusahaan lain. Regulasi juga dapat mendorong alasan pengusaha melakukan praktik yang buruk misalnya dengan memperbolehkan suatu perusahaan untuk menggunakan konflik yang belum diselesaiakan sebagai alasan untuk menata ulang ijin penggunaan tanah mereka, dan bukannya memecahkan masalah. Bahkan ketika regulasi nampaknya dipatuhi dengan baik, penegakan hukum mungkin dijalankan sebagai syarat pekerjaan saja atau sebagai praktik yang korup dan oleh karenanya tidak efektif. CLUA akan mendukung kegiatan-kegiatan organisasi masyarakat sipil serta kelompok masyarakat yang berminat untuk bekerja-sama dengan perusahaan-perusahaan, pejabat yang berwenang, dan jika perlu dengan lembaga anti korupsi atau penegak hukum yang lain untuk melakukan pemantauan yang dapat diverifikasi secara independen untuk membuktikan pelaksanaan komitmen pengusaha di lapangan. Lebih jauh dari dukungan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang sudah memberikan komitmen, perusahaan-perusahaan lain perlu didorong untuk bergabung. Perusahaanperusahaan terkemuka segan untuk tampil terlalu menonjol untuk menunjukkan tindakantindakan mereka. Mereka perlu didukung agar terus membujuk rekan mereka untuk membuat komitmen yang sama. Dalam hal ini penting untuk mendukung kampanye-kampanye yang berkesinambungan dari sisi permintaan, dengan penekanan pada kasus positif mengenai keberhasilan pencapaian komitmen perusahaan dalam menerapkan prinsip keberlanjutan. 10

Prakarsa Indonesia CLUA Tujuan Ketiga Tujuan Perubahan-perubahan yang diperlukan Strategi Penerapan Terdapat perusahaanperusahaan terkemuka yang secara proaktif menyusun dan mengujicoba bagaimana mengukur praktik usaha yang baik Mengemukakan bukti-bukti kredibel yang menunjukan keberhasilan bisnis dengan praktik yang baik Mendukung pengembangan dan pemantauan persetujuan antara masyarakat dan perusahaan yang dapat dalam kasus-kasus tertentu Diadopsinya praktik yang baik berdasarkan kontrak-kontrak yang ditegakan bersama oleh masyarakat dan pelaku sektor swasta yang terkemuka Perusahaan-perusahaan yang ditargetkan berubah dan mengurangi praktikpraktik buruk sebagai hasil dari tekanan kampanye negatif dan berkurangnya pangsa pasar Terintegrasinya berbagai pendekatan untuk memberikan penghargaan kepada para pemimpin daerah yang merintis penerapan pengembangan ekonomi daerah dan pengembangan matapencaharian pedesaan inovatifberimisi rendah di wilayah dengan kandungan karbon yang tinggi Mendokumentasikan kasus dan permasalahan tentang praktik usaha yang buruk, termasuk yang terkait hak asasi manusia dan penyaluran praktik usaha yang baik Melakukan kampanye tentang perubahan pada peristiwa yang sesuai (pertemuan pasar/pembeli internasional, asosiasi industri, pemerintah yang peka) Menyusun atlas ancaman untuk mengidentifikasi risiko tinggi, daerah-daerah berpotensi tinggi Mengadopsi mekanisme penyerahan insentif yang sudah ada untuk memberikan penghargaan kepada kegiatan beremisi rendah di tingkat masyarakat Mendefinisikan, menganalisis dan menerbitkan data tentang berbagai cara alternatif pemanfaatan lahan di berbagai lanskap berkarbon tinggi Memastikan ijin pemanfaatan lahan diberikan di area-area berkarbon rendah dan memperoleh kesepakatam dari masyarakat (melalui Padiatapa/FPIC) Untuk setiap tujuan CLUA tersebut di atas, diperlukan pekerjaan pelengkap yang harus dilakukan dengan skala lebih luas yang berada di luar cakupan dan kemampuan kami untuk menerapkannya. Ini termasuk (1) bagi Indonesia untuk menerapkan pendekatan ekonomi pedesaan emisi rendah yang lebih berimbang sebagai landasan kebijakan dan pelaksanaan satu pemerintah ; (2) untuk mengarusutamakan model-model pembangunan ekonomi inovatif dengan emisi rendah untuk masyarakat pedesaan, termasuk didalamnya, namun tidak terbatas hanya pada pengelolaan hutan; dan (3) untuk menerapkan sepenuhnya dan menegakkan kerangka kerja nasional untuk praktik usaha yang baik yang efektif dan diwajibkan untuk sektor swasta. 11