PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NO. 741/MENKES/PER/VII/2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 741/MENKES/PER/VII/2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

PETUNJUK TEKNIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

DEFINISI OPERASIONAL STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN PEMERINTAH KOTA BLITAR

BUPATI BARITO UTARAA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL KESEHATAN DI KABUPATEN BARITO UTARA

-1- PETUNJUK TEKNIS PERENCANAAN PEMBIAYAAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KETAHANAN PANGAN PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA I.

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 35 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 862 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 828/MENKES/SK/IX/2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BULUNGAN

PENGINTEGRASIAN SPM DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN KABUPATEN/KOTA

Juknis Operasional SPM

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

HALAMAN JUDUL STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BELITUNG

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR ^7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN KABUPATEN BANYUMAS

PONED sebagai Strategi untuk Persalinan yang Aman

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

Standar Pelayanan Minimal Puskesmas. Indira Probo Handini

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

PENCAPAIAN SPM KESEHATAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JATENG TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PENCAPAIAN SPM BIDANG KESEHATAN KABUPATEN/KOTA

BAB IV PELAYANAN PUBLIK BIDANG KESEHATAN

BAB III INDIKATOR PEMANTAUAN

PENCAPAIAN SPM BIDANG KESEHATAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JATENG TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Tersusunnya laporan penerapan dan pencapaian SPM Tahun 2015 Bidang Kesehatan Kabupaten Klungkung.

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

BAB 1 PENDAHULUAN. bayi baru lahir merupakan proses fisiologis, namun dalam prosesnya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG,

PP No 38/2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMDA PROVINSI DAN KAB/KOTA PP 65/2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2015

KEPUTUSAN KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR : 440 / 104 / KPTS / KES / 2015 TENTANG

STANDAR PELAYANAN MINIMAL

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

PEMERINTAH KOTA MALANG DINAS KESEHATAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016

PEMANTAUAN WILAYAH SETEMPAT KESEHATAN IBU DAN ANAK (PWS-KIA) Tarwinah

SITUASI UPAYA KESEHATAN JAKARTA PUSAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan pada

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA

Filosofi. Mendekatkan Akses pelayanan kesehatan yg bermutu kepada masyarakat. UKM_Maret

BAB 1 PENDAHULUAN. hamil perlu dilakukan pelayanan antenatal secara berkesinambungan, seperti

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asuhan Kebidanan merupakan penerapan fungsi dan kegiatan yang

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB II PERENCANAAN KINERJA

Oleh : Dr. MOCH. ISMAIL Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB Disampaikan pada Pertemuan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA

Upaya Pelayanan Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. millenium (MDG s) nomor 5 yaitu mengenai kesehatan ibu. Adapun yang menjadi

PELAYANAN KESEHATAN DASAR

BAB I PENDAHULUAN. B. Rumusan Masalah

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

KEPUTUSAN. Nomor : 449.1/KEP-III/003 / 03/ 2016 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR MUTU DAN KINERJA DI UPTD PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT SUSUKAN

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Kebidanan atau Obstetri ialah bagian Ilmu Kedokteran yang

PEMERINTAH KOTA PRABUMULIH DINAS KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan akibat langsung proses reproduksi

BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 5 TAHUN 2011

d. Sumber Data Laporan Puskesmas. Laporan Dinas Kesehatan Kab/Kota

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 47

D I N A S K E S E H A T A N

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 4 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertama ibu hamil K-4 adalah ibu hamil yang mendapatkan pelayanan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

PENGUKURAN INDIKATOR KINERJA SASARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan petunjuknya serta memberikan kekuatan kepada kita semua dalam melaksanakan pembangunan kesehatan.

BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA

1 Usia Harapan Hidup (UHH) Tahun 61,2 66,18. 2 Angka Kematian Bayi (AKB) /1.000 KH Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI) /100.

Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat.

KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap saat yang dapat membahayakan jiwa ibu dan bayi (Marmi, 2011:11).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. proses selanjutnya. Proses kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir

suplemen Informasi Jampersal

KATA PENGANTAR. Soreang, Februari 2014 KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANDUNG

PENYUSUNAN PERENCANAAN SOSIAL DAN BUDAYA Kegiatan Penyusunan Masterplan Kesehatan Kabupaten Banyuwangi

BUKU SAKU DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR TAHUN 2014 GAMBARAN UMUM

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 31 TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF DINAS KESEHATAN PROVINSI BANTEN

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

BAB 1 PENDAHULAN. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia berdasarkan hasil Survei

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu komplikasi atau penyulit yang perlu mendapatkan penanganan lebih

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NO. 741/MENKES/PER/VII/2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: 1. Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, perlu menetapkan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota; 2. Bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota tidak sesuai lagi; 3. Bahwa berdasarkan huruf a dan huruf b tersebut di atas, dipandang perlu menetapkan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 100 Tahun 1992, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495); 2. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); Himpunan Produk Hukum Standar Pelayanan Minimal (SPM) 61

PERMENKES NO. 741/MENKES/PER/VII/2008 6. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tatacara Pelaksanaan Kerjasama Antar Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761); 11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal; 12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal; 14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 100.05-76 Tahun 2007 tentang Pembentukan Tim Konsultasi Penyusunan Standar Pelayanan Minimal. Mengingat : Hasil Rekomendasi Sidang Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah tanggal 11 Juni 2008 M E M U T U S K A N: Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/ KOTA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan selanjutnya disebut SPM Kesehatan adalah tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan Daerah Kabupaten/Kota. 2. Pelayanan dasar kepada masyarakat adalah fungsi Pemerintah dalam memberikan dan mengurus keperluan kebutuhan dasar masyarakat untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat. 3. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Menteri Kesehatan. 62 Himpunan Produk Hukum Standar Pelayanan Minimal (SPM)

STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA 4. Daerah Otonom selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah Kabupaten/Kota dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 6. Pemerintah Daerah adalah Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 7. Pengembangan kapasitas adalah upaya meningkatkan kemampuan sistem atau sarana dan prasarana, kelembagaan, personil, dan keuangan untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan dalam rangka mencapai tujuan pelayanan dasar dan/ atau SPM Kesehatan secara efektif dan efisien dengan menggunakan prinsipprinsip tata pemerintahan yang baik. 8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. BAB II STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN Pasal 2 1. Kabupaten/Kota menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai SPM Kesehatan. 2. SPM Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang meliputi jenis pelayanan beserta indikator kinerja dan target Tahun 2010 Tahun 2015: a. Pelayanan Kesehatan Dasar : 1) Cakupan kunjungan Ibu hamil K4 95 % pada Tahun 2015; 2) Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 80 % pada Tahun 2015; 3) Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan 90% pada Tahun 2015; 4) Cakupan pelayanan nifas 90% pada Tahun 2015; 5) Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani 80% pada Tahun 2010; 6) Cakupan kunjungan bayi 90%, pada Tahun 2010; 7) 7. Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) 100% pada Tahun 2010; 8) 8. Cakupan pelayanan anak balita 90% pada Tahun 2010; 9) 9. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6-24 bulan keluarga miskin 100 % pada Tahun 2010; 10) 10. Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan 100% pada Tahun 2010; 11) 11. Cakupan Penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat 100 % pada Tahun 2010; 12) 12. Cakupan peserta KB aktif 70% pada Tahun 2010; Himpunan Produk Hukum Standar Pelayanan Minimal (SPM) 63

PERMENKES NO. 741/MENKES/PER/VII/2008 13) 13. Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit 100% pada Tahun 2010; 14) 14. Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin 100% pada Tahun 2015. b. Pelayanan Kesehatan Rujukan 1) Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin 100% pada Tahun 2015; 2) 2. Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan sarana kesehatan (RS) di Kabupaten/Kota 100 % pada Tahun 2015. c. Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa /KLB Cakupan Desa/ Kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan epidemiologi < 24 jam 100% pada Tahun 2015. d. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Cakupan Desa Siaga Aktif 80% pada Tahun 2015. Pasal 3 Di luar jenis pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Kabupaten/Kota tertentu wajib menyelenggarakan jenis pelayanan sesuai kebutuhan, karakteristik, dan potensi daerah. Pasal 4 SPM Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 diberlakukan juga bagi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. BAB III PENGORGANISASIAN Pasal 5 1. Bupati/Walikota bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai SPM Kesehatan yang dilaksanakan oleh Perangkat Daerah Kabupaten/Kota dan masyarakat; 2. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai SPM Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara operasional dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota; 3. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai SPM Kesehatan dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan. BAB IV PELAKSANAAN Pasal 6 1. SPM Kesehatan yang ditetapkan merupakan acuan dalam perencanaan program pencapaian target masing-masing Daerah Kabupaten/Kota. 2. Standar Pelayanan Minimal sebagaimana dimaksud dalam perencanaan program pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Pedoman/Standar Teknis yang ditetapkan. 64 Himpunan Produk Hukum Standar Pelayanan Minimal (SPM)

STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA BAB V PELAPORAN Pasal 7 1. Bupati/Walikota menyampaikan laporan teknis tahunan kinerja penerapan dan pencapaian SPM Kesehatan kepada Menteri Kesehatan. 2. Berdasarkan laporan teknis tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri Kesehatan melakukan pembinaan dan pengawasan teknis penerapan SPM Kesehatan. BAB VI MONITORING DAN EVALUASI Pasal 8 1. Menteri Kesehatan melaksanakan monitoring dan evaluasi atas penerapan SPM Kesehatan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat. 2. Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan. 3. Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Daerah untuk Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Pasal 9 Hasil monitoring dan evaluasi penerapan dan pencapaian SPM Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipergunakan sebagai: a. Bahan masukan bagi pengembangan kapasitas pemerintah daerah dalam pencapaian SPM Kesehatan; b. Bahan pertimbangan dalam pembinaan dan pengawasan penerapan SPM Kesehatan, termasuk pemberian penghargaan bagi pemerintah daerah yang berprestasi sangat baik; dan c. Bahan pertimbangan dalam memberikan sanksi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang tidak berhasil mencapai SPM Kesehatan dengan baik dalam batas waktu yang ditetapkan dengan mempertimbangkan kondisi khusus Daerah yang bersangkutan sesuai peraturan perundang-undangan. BAB VII PENGEMBANGAN KAPASITAS Pasal 10 1. Menteri Kesehatan memfasilitasi pengembangan kapasitas melalui peningkatan kemampuan sistem, kelembagaan, personal dan keuangan, baik di tingkat pemerintah maupun Kabupaten/Kota. Himpunan Produk Hukum Standar Pelayanan Minimal (SPM) 65

PERMENKES NO. 741/MENKES/PER/VII/2008 2. Fasilitasi pengembangan kapasitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemberian orientasi umum, petunjuk teknis, bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan, dan/atau bantuan lainnya meliputi: a. Perhitungan sumber daya dan dana yang dibutuhkan untuk mencapai SPM Kesehatan, termasuk kesenjangan pembiayaan; b. Penyusunan rencana pencapaian SPM Kesehatan dan penetapan target tahunan pencapaian SPM Kesehatan; c. Penilaian prestasi kerja pencapaian SPM Kesehatan; dan d. Pelaporan prestasi kerja pencapaian SPM Kesehatan. 3. Fasilitasi, pemberian orientasi umum, petunjuk teknis, bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan, dan/atau bantuan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), mempertimbangkan kemampuan kelembagaan, personal dan keuangan negara serta keuangan daerah. BAB VIII PENDANAAN Pasal 11 1. Pendanaan yang berkaitan dengan kegiatan penyusunan, penetapan, pelaporan, monitoring dan evaluasi, pembinaan dan pengawasan, pembangunan sistem dan/atau sub sistem informasi manajemen, serta pengembangan kapasitas untuk mendukung penyelenggaraan SPM Kesehatan yang merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah, dibebankan kepada APBN Departemen Kesehatan. 2. Pendanaan yang berkaitan dengan penerapan, pencapaian kinerja/ target, pelaporan, monitoring dan evaluasi, pembinaan dan pengawasan, pembangunan sub sistem informasi manajemen, serta pengembangan kapasitas, yang merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintahan daerah dibebankan kepada APBD. BAB IX PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 12 1. Menteri Kesehatan melakukan pembinaan teknis atas penerapan dan pencapaian SPM Kesehatan. 2. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan menyusun Petunjuk Teknis yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan. 3. Menteri Kesehatan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, dapat mendelegasikan pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah. Pasal 13 1. Menteri Kesehatan dalam melakukan pengawasan teknis atas penerapan dan pencapaian SPM Kesehatan, dibantu oleh Inspektorat Jenderal Departemen Kesehatan. 66 Himpunan Produk Hukum Standar Pelayanan Minimal (SPM)

STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA 2. Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah dalam melakukan pengawasan teknis atas penerapan dan pencapaian SPM Kesehatan, dibantu oleh Inspektorat Provinsi berkoordinasi dengan Inspektorat Kabupaten/Kota. 3. Bupati/ Walikota melaksanakan pengawasan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai SPM Kesehatan di daerah masing-masing. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 14 1. Pada saat peraturan ini mulai berlaku semua peraturan yang berkaitan dengan SPM Kesehatan dinyatakan tidak berlaku. 2. Dengan berlakunya peraturan ini, maka keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 15 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Juli 2008 MENTERI KESEHATAN RI, ttd Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP (K) Himpunan Produk Hukum Standar Pelayanan Minimal (SPM) 67

68 Himpunan Produk Hukum Standar Pelayanan Minimal (SPM)

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 828/MENKES/SK/IX/2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pembinaan sebagaimana tercantum dalam Pasal 12 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota, perlu menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 100 Tahun 1992, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495); 2. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 1

4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tatacara Pelaksanaan Kerjasama Antar Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761); 11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal; 12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal; 2

14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 100.05-76 Tahun 2007 tentang Pembentukan Tim Konsultasi Penyusunan Standar Pelayanan Minimal. 15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota; M E M U T U S K A N: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PETUNJUK TEKNIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA. Kesatu : Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan ini. Kedua : Petunjuk Teknis sebagaimana dimaksud diktum kesatu digunakan sebagai acuan bagi perangkat kesehatan di Daerah Kabupaten/Kota untuk mencapai target Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Ketiga : Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1091/MENKES/SK/X/2004 tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota dinyatakan tidak berlaku lagi. Keempat : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 September 2008 MENTERI KESEHATAN, Dr.dr.Siti Fadilah Supari, Sp.JP (K) 3

Lampiran I Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 317/MENKES/SK/V/2009 Tanggal : 4 Mei 2009 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM serta Permendagri No. 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan SPM, pemerintah wajib menyusun SPM berdasarkan urusan wajib yang merupakan pelayanan dasar, yaitu bagian dari pelayanan publik. Sedangkan Permendagri No. 79 Tahun 2007 selanjutnya mengatur tentang Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal berdasarkan Analisis Kemampuan dan Potensi Daerah. Menindaklanjuti hal tersebut di atas, Departemen Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kab/Kota. SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota mencakup 4 (empat) jenis pelayanan, terdiri dari : 1. Pelayanan Kesehatan Dasar 2. Pelayanan Kesehatan Rujukan 3. Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB 4. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam rangka penerapan dan pencapaian SPM Bidang Kesehatan secara bertahap diperlukan panduan perencanaan pembiayaan pencapaian SPM bidang kesehatan di Kab/Kota untuk dijadikan acuan bagi pemerintah daerah dengan memperhatikan potensi dan kemampuan daerah. B. TUJUAN DAN SASARAN Panduan ini bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kesamaan visi kepada pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam penyusunan perencanaan pembiayaan penerapan SPM bidang kesehatan di Kab/Kota. Adapun sasaran dari panduan ini adalah tersusunnya perencanaan pembiayaan SPM bidang kesehatan oleh pemerintah Daerah Kab/Kota dalam rangka pencapaian secara bertahap SPM Bidang kesehatan di daerahnya.

C. PENGERTIAN 1. Indikator kinerja SPM bidang kesehatan adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif di bidang kesehatan yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian SPM bidang kesehatan di Kab/Kota berupa masukan, proses, hasil, dan/atau manfaat pelayanan. 2. Batas waktu pencapaian adalah batas waktu yang dibutuhkan untuk mencapai target (nlai) indikator SPM secara bertahap yang ditentukan untuk mencapai SPM daerah Kab/kota. 3. Langkah kegiatan adalah tahapan kegiatan yang harus dilaksanakan untuk memenuhi capaian indikator SPM sesuai situasi dan kondisi serta kemampuan keuangan pemerintah daerah Kab/kota. 4. Kurun waktu adalah kurun/waktu dalam pelaksanaan kegiatan periode 1 (satu) tahun. 5. Satuan kerja/lembaga penanggung jawab adalah lembaga di daerah yang bertanggung jawab dalam penerapan SPM. Penentuan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ini harus mempertimbangkan tugas pokok dan fungsi, kualifikasi dan kompetensi sumber daya SKPD yang bersangkutan. 6. Kemampuan dan potensi daerah adalah kondisi keuangan daerah seperti PAD, DAU, dan DAK serta sumber daya yang dimilki daerah untuk meyelenggarakan urusan wajib pemerintahan daerah dan dalam rangka pembelanjaan untuk membiayai penerapan SPM. 7. Rencana Pencapaian SPM adalah target pencapaian SPM yang dituangkan dalam dokumen perencanaan daerah yang dijabarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), RKPD, Renstra-SKPD dan Renja-SKPD untuk digunakan sebagai dasar perhitungan kebutuhan biaya dalam penyelenggaraan pelayanan dasar. 8. Analisis kemampuan dan potensi daerah terkait data dan informasi menyangkut kapasitas dan sumber daya yang dimiliki daerah. 9. Program adalah penjabaran kebijakan SKPD dalam bentuk upaya yang berisi satu atau lebih kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang disediakan untuk mencapai hasil yang terukur sesuai dengan misi SKPD. 10. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau lebih unit kerja pada SKPD sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik yang berupa personal (sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumber daya tersebut.sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa.

D. DASAR HUKUM 1. Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM; 2. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan SPM 3. Permendagri No. 79 Tahun 2007 selanjutnya mengatur tentang Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal. 4. Peraturan Menteri Kesehatan No. 741/MENKES/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kab/Kota. 5. SK Menkes No. 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kab/Kota E. RUANG LINGKUP Ruang lingkup panduan perencanaan pembiayaan pencapaian SPM bidang kesehatan, meliputi: 1. Rencana Pencapaian SPM 2. Pengintegrasian rencana pencapaian SPM dalam bentuk dokumen perencanaan dan penganggaran 3. Mekenisme pembelanjaan penerapan SPM dan perencanaan pembiayaan pencapaian SPM bidang kesehatan di Kab/Kota 4. Sistem penyampaian informasi rencana dan realisasi pencapaian target tahunan SPM kepada masyarakat

BAB II RENCANA PENCAPAIAN SPM Dalam menentukan rencana pencapaian dan penerapan SPM, pemerintah daerah harus mempertimbangkan: 1. Kondisi awal tingkat pencapaian pelayanan dasar Kondisi awal tingkat pencapaian pelayanan dasar dilihat dari kegiatan yang sudah dilakukan oleh daerah sampai saat ini, terkait dengan jenis-jenis pelayanan yang ada di dalam SPM bidang kesehatan di Kab/Kota. 2. Target pelayanan dasar yang akan dicapai Target pelayanan dasar yang akan dicapai mengacu pada target pencapaian yang sudah disusun oleh Departemen Kesehatan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 741/MENKES/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kab/Kota dan SK Menkes No. 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kab/Kota 3. Kemampuan, potensi, kondisi, karakteristik dan prioritas daerah Rencana pencapaian SPM Bidang Kesehatan di daerah mengacu pada batas waktu pencapaian SPM Bidang Kesehatan secara nasional yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan dengan memperhatikan analisis kemampuan dan potensi daerah. Analisis kemampuan dan potensi daerah disusun berdasarkan data, statistik dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan baik yang bersifat khusus maupun umum. Pengertian khusus dalam hal ini adalah data, statistik dan informasi yang secara langsung terkait dengan penerapan SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota, misalnya data teknis, sarana dan prasarana fisik, personil, alokasi anggaran untuk melaksanakan SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota. Sedangkan pengertian umum dalam hal ini adalah data, statistik, dan informasi yang secara tidak langsung terkait dengan penerapan SPM Bidang Kesehatan, namun keberadaannya menunjang pelaksanaan SPM secara keseluruhan. Misalkan kondisi geografis, demografis, pendapatan daerah, sarana prasarana umum dan sosial ekonomi. Potensi daerah yang dimaksud dalam hal ini mengandung pengertian ketersediaan sumber daya yang dimiliki baik yang telah dieksploitasi maupun yang belum dieksploitasi yang keberadaannya dapat dimanfaatkan untuk menunjang pencapaian SPM. Faktor kemampuan dan potensi daerah digunakan untuk menganalisis: a. penentuan status awal yang terkini dari pencapaian pelayanan dasar di daerah; b. perbandingan antara status awal dengan target pencapaian dan batas waktu pencapaian SPM yang ditetapkan oleh pemerintah.

c. Perhitungan pembiayaan atas target pencapaian SPM, analisa standar belanja kegiatan berkaitan dengan SPM dan satuan harga kegiatan; serta d. Perkiraan kemampuan keuangan dan pendekatan penyediaan pelayanan dasar yang memaksimalkan sumber daya daerah. Analisis kemampuan dan potensi daerah digunakan untuk menyusun skala prioritas program dan kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan pencapaian dan penerapan SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota.

BAB III PENGINGTEGRASIAN RENCANA PENCAPAIAN SPM DALAM DOKUMEN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Pemerintah daerah menyusun rencana pencapaian SPM bidang kesehatan yang dituangkan dalam RPJMD dan dijabarkan dalam target tahunan pencapaian SPM bidang kesehatan. RPJMD yang memuat rencana pencapaian SPM bidang kesehatan akan menjadi pedoman dalam penyusunan Renstra SKPD, kebijakan umum APBD (KUA) dan Prioritas Plafond Anggaran (PPA). Adapun mekanisme rencana pencapaian SPM dalam RPJMD sbb: Gambar 2. Pengintegrasian Urusan pemerintahan Urusan pilihan Pelayanan Dasar Analisis keuangan & kondisi umum daerah Urusan bersama Urusan wajib SPM Kondisi umum daerah Urusan mutlak Renja - SKPD RKA - SKPD Renstra - SKPD Visi misi & tujuan Strategi & kebijakan Program, indikasi kegiatan, prestasi kerja berbasis SPM RKPD Penetapan Perda ttg RPJMD Menjadi salah satu faktor dalam menggambarkan Menjadi acuan dalam penyusunan Rancangan RPJMD Strategi pembagunan daerah Arah kebijakan keuangan daerah Program prioritas daerah Urusan pemerintahan kewenangan daerah Faktor geografis Perekonomian daerah Kondisi sosial budaya Prasarana dan sarana Pemerintahan umum Prestasi kerja pelayanan publik berbasis SPM Pengintegrasian rencana pencapaian SPM ke dalam RPJMD dilakukan dengan menggunakan format sesuai tabel 2.

BAB IV MEKANISME PEMBELANJAAN PENERAPAN SPM DAN PERENCANAAN PEMBIAYAAN PENCAPAIAN SPM BIDANG KESEHATAN Nota kesepakatan tentang KUA dan PPA yang disepakati bersama antara Kepala Daerah dan DPRD wajib memuat target pencapaian dan penerapan SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota. Nota kesepakatan inilah yang menjadi dasar penyusunan RKA-SKPD yang menggambarkan secara rinci dan jelas program dan kegiatan yang akan dilakukan dalam rangka pencapaian dan penerapan SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota. Pengintegrasian SPM ke dalam RAPBD ini dapat dilihat pada gambar 3. Gambar 3. Pengintegrasian SPM ke dalam RAPBD RKPD Rancangan KUA Analisis standar belanja SPM Nota Kesepakatan KUA Rancangan PPAS Nota Kesepakatan PPAS SE KDh ttg Pedoman Penyusunan RKA - SKPD SKPD Penyusunan rincian anggaran pendapatan Penyusunan rincian anggaran belanja tidak langsung Penyusunan rincian penerimaan pembiayaan daerah Penyusunan rincian pengeluaran pembiayaan daerah Standar satuan harga RKA _ SKPD Penetapan Perda APBD Evaluasi Raperda Penyusunan Raperda APBD Badan Kepegawaian/ Daftar Pegawai Per. KDH Penjabaran SPBD Raperda APBD Nota Keuangan Akuntansi/ Laporan Kuangan Mekanisme perencanaan pembiayaan pencapaian SPM bidang kesehatan (gambar 4) dilakukan untuk melihat kemampuan dan potensi daerah dalam pencapaian dan penerapan SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota. Adapun tahapan mekanisme perencanaan pembiayaan SPM adalah sbb: 1. Pemerintah daerah menyusun rincian kegiatan untuk masing-masing jenis pelayanan dalam rangka pencapaian SPM dengan mengacu pada indikator kinerja dan batas waktu pencapaian SPM yang telah ditetapkan oleh pemerintah. 2. pemerintah daerah menetapkan batas waktu pencapaian SPM untuk daerahnya dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM secara nasional, kemampuan dan potensi daerahnya masing-masing.

3. pemerintah daerah menetapkan target tahunan pencapaian SPM mengacu pada batas waktu yang sudah ditentukan oleh masing-masing daerah. 4. pemerintah daerah membuat rincian belanja untuk setiap kegiatan dengan mengacu pada rincian belanja yang sudah ditetapkan oleh masing-masing daerah. 5. pemerintah daerah dapat mengembangkan jenis kegiatan dari masingmasing jenis pelayanan yang sudah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan sesuai kebutuhan daerahnya dalam pencapaian SPM di daerah masing-masing. 6. pemerintah daerah menggunakan perencanaan pembiayaan pencapaian SPM bidang kesehatan untuk melihat kondisi dan kemampuan keuangan daerahnya dalam mencapai SPM Bidang Kesehatan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. 7. apabila pembiayaan yang dibutuhkan dalam pencapaian SPM bidang kesehatan melebihi kemampuan keuangan daerah maka pemerintah daerah dapat mengurangi kegiatan atau mencari sumber anggaran lainnya. Gambar 4. Mekanisme Perencanaan Pembiayaan SPM Bidang Kesehatan Pemda Indikator SPM Program kegiatan pencapaian SPM RPJMD Batas waktu pencapaian SPM daerah Batas waktu pencapaian SPM nasional Target tahunan RKPD Rincian belanja Adapun uraian kegiatan dan biaya dalam rangka penyusunan perencanaan pembiayaan pencapaian SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota, dijelaskan pada lampiran berikut:

BAB V SISTEM PENYAMPAIAN INFORMASI Rencana pencapaian target tahunan SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota dan realisasinya merupakan bagian dari Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD), Laporan Keuangan Pertanggungjawaban (LKPJ) dan Informasi laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (ILPPD) yang harus diinformasikan kepada masyarakat. Selain itu, sesuai dengan Pasal 12 PP 65/2005 Pemerintah Daerah mengakomodasikan pengelolaan data dan informasi penerapan SPM ke dalam sistem informasi daerah yang dilaksanakan sesuai peraturan perundangundangan. Gambar 5. Mekanisme Sistem Pengelolaan Data dan Informasi SPM Bidang Kesehatan Depkes (Siknas Online) Dinkes Provinsi Dinkes Kab/Kota (Bag. Program) Pemda Kab/Kota (Bupati/Walkota) Puskesmas Rumah Sakit Balai Praktek Swasta/ perorangan Unit Kesehatan BUMN/BUMD 1) Puskesmas/ Rumah Sakit/ Balai/ praktek perorangan/swasta/ Unit Kesehatan BUMN/ BUMND menyusun laporan kegiatan untuk masingmasing jenis pelayanan dan indikator kinerja serta batas waktu pencapaian melalui pelaporan puskesmas (LB-1, LB-2, LB-3, dan LB-4) serta pelaporan RS (RL-1, RL-2, RL-3, RL-4 dan RL-5) untuk kemudian dikirim secara berkala kepada dinas Kab/Kota. 2) Dinas Kesehatan kab/kota mengkompilasi laporan sebagimana dimaksud pada nomor (1) di atas, kemudian dimasukan ke dalam formulir SPM dan Sistem SIKNAS online. 3) Dinas Kesehatan kab/kota mengirimkan laporan sebagai tembusan kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan Pemerintah Daerah Kab/Kota (Bupati/ Walikota). 4) Dinas Kesehatan Provinsi melakukan monitoring dan evaluasi atas penyelenggaraan SPM Kab/Kota. 5) Departemen Kesehaan melalui SIKNAS online mengkompilasi laporan kegiatan SPM secara nasional. Kemudian juga memperbarui data aplikasi nasional serta melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan SPM kab/kota.

BAB VI PENUTUP Panduan perencanaan pembiayaan pencapaian SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota disusun sebagai acuan daerah dalam menyusun perencanaan pembiayaan pencapaian SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota. Perencanaan pembiayaan pencapaian SPM ini akan memudahkan daerah dalam mengalokasikan besarnya biaya yang dibutuhkan bagi pelaksanaan SPM di daerah selama 5 tahun ke depan dan mengevaluasi setiap tahunnya.

Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008 DEFINISI OPERASIONAL STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA I. PELAYANAN KESEHATAN DASAR 1. Cakupan kunjungan Ibu Hamil K- 4 a. Pengertian 1) Ibu hamil K-4 adalah ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar paling sedikit empat kali, dengan distribusi pemberian pelayanan yang dianjurkan adalah minimal satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua dan dua kali pada triwulan ketiga umur kehamilan. 2) Kunjungan ibu hamil sesuai standar adalah pelayanan yang mencakup minimal : (1) Timbang badan dan ukur tinggi badan, (2) Ukur tekanan darah, (3) Skrining status imunisasi tetanus (dan pemberian Tetanus Toksoid), (4) (ukur) tinggi fundus uteri, (5) Pemberian tablet besi (90 tablet selama kehamilan), (6) temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling), (7) Test laboratorium sederhana (Hb, Protein urin) dan atau berdasarkan indikasi (HbsAg, Sifilis, HIV, Malaria, TBC). 3) Jumlah sasaran Ibu Hamil dihitung melalui estimasi dengan rumus : 1,10 x Crude Birth Rate x Jumlah Penduduk (pada tahun yang sama). Angka CBR dan jumlah penduduk Kab/Kota didapat dari data BPS masing masing Kab/Kota/Provinsi pada kurun waktu tertentu. 1,1 adalah konstanta untuk menghitung Ibu hamil. 4) Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam melindungi ibu hamil sehingga kesehatan janin terjamin melalui penyediaan pelayanan antenatal. b. Definisi Operasional Cakupan kunjungan ibu hamil K-4 adalah cakupan Ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling sedikit 4 kali di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus Cakupan kunjungan ibu hamil K4 = Jml Ibu Hamil yg memperoleh pelayanan antenatal K4 di satu wil. kerja pada kurun waktu tertentu x 100% Jumlah sasaran ibu hamil di satu wil. kerja dalam kurun waktu yang sama 2) Pembilang Jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai standar minimal 4 kali di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3) Penyebut Jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama. 1

Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%) 5) Contoh Perhitungan Jumlah Penduduk 500.000, Angka Kelahiran Kasar (CBR) 2,3 %. Hasil pelayanan antenatal K4 = 12.000 Bumil Januari - Desember tahun 2003, Maka: Persentase cakupan K4 adalah = Jml kunjungan ibu hamil K4 x 100% Jml sasaran ibu hamil dalam satu tahun 12.000 x 100 % = 94,86 % 1,1 x 2,3% x 500.000 d. Sumber Data 1) SIMPUS (LB 3) dan SIRS termasuk pelayanan yang dilakukan oleh swasta. 2) Kohort ibu, 3) Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) KIA e. Rujukan 1) Buku Pedoman Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) tahun 2008. 2) Buku Pegangan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal tahun 2002; 3) Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) tahun 2003; 4) Pedoman pelayanan kebidanan dasar berbasis HAM dan keadilan gender tahun 2004; 5) Pedoman pemberian Tablet besi Folat dan Sirup Besi bagi petugas Depkes tahun 1999; 6) Booklet anemia Gizi dan tablet tambah darah untuk WUS; 7) Buku KIA tahun 2006; 8) Pedoman pelayanan IMS/ISR pada pelayanan Kespro terpadu tahun 2006; 9) Pedoman PMTCT tahun 2006; 10) Pedoman pencegahan dan penanganan Malaria pada ibu hamil tahun 2006; 11) Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi. f. Target Target 2015: 95 % g. Langkah Kegiatan 1) Pengadaan buku KIA (dengan stiker P4K); 2) Pendataan Bumil; 3) Pelayanan Antenatal sesuai standar; 4) Kunjungan rumah bagi yang Drop Out; 5) Pembuatan kantong persalinan; 6) Pelatihan KIP/konseling; 7) Pencatatan dan Pelaporan; 8) Supervisi, Monitoring dan Evaluasi (PWS KIA, Analisis Manajemen Prog. KIA tahun 2000). h. SDM 1) Dokter 2) Bidan 3) Perawat 2

Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008 2. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani a. Pengertian 1) Komplikasi yang dimaksud adalah kesakitan pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas yang dapat mengancam jiwa ibu dan/atau bayi; 2) Komplikasi dalam kehamilan : a) Abortus, b) Hiperemesis Gravidarum, c) perdarahan per vaginam, d) Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia), e) kehamilan lewat waktu, f) ketuban pecah dini. Komplikasi dalam persalinan : a) Kelainan letak/presentasi janin, b) Partus macet/ distosia, c) Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia), d) perdarahan pasca persalinan, e) Infeksi berat/ sepsis, f) kontraksi dini/persalinan prematur, g) kehamilan ganda. Komplikasi dalam Nifas : a) Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia), b) Infeksi nifas, c) perdarahan nifas. 3) Ibu hamil, ibu bersalin dan nifas dengan komplikasi yang ditangani adalah ibu hamil, bersalin dan nifas dengan komplikasi yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan (Polindes, Puskesmas, Puskesmas PONED, Rumah bersalin, RSIA/RSB, RSU, RSU PONEK); 4) PONED : Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Dasar, meliputi kemampuan untuk menangani dan merujuk : a) Hipertensi dalam kehamilan (Preeklampsia, Eklampsia), b) Tindakan Pertolongan Distosia Bahu dan Ekstraksi Vakum pada Pertolongan Persalinan, c) Perdarahan post partum, d) Infeksi nifas, e) BBLR dan Hipotermi, Hipoglikemia, Ikterus, Hiperbilirubinemia, masalah pemberian minum pada bayi, f) Asfiksia pada bayi, g) Gangguan nafas pada bayi, h) Kejang pada bayi baru lahir, i) Infeksi neonatal, j) Persiapan umum sebelum tindakan kedaruratan Obstetri Neonatal antara lain Kewaspadaan Universal Standar. 5) Puskesmas PONED adalah Puskesmas Rawat Inap yang memiliki kemampuan serta fasilitas PONED siap 24 jam untuk memberikan pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin dan nifas dan bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/ masyarakat, bidan di desa, Puskesmas dan melakukan rujukan ke RS PONEK pada kasus yang tidak mampu ditangani. 6) PONEK adalah Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif di Rumah Sakit, meliputi kemampuan untuk melakukan tindakan a) seksio sesaria, b) Histerektomi, c) Reparasi Ruptura Uteri, Cedera Kandung/saluran Kemih, d) Perawatan Intensif Ibu dan Neonatal, e) Transfusi Darah. 7) RS PONEK 24 Jam adalah RS yang memiliki kemampuan serta fasilitas PONEK siap 24 jam untuk memberikan pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di desa, Puskesmas dan Puskesmas PONED. 8) Penanganan definitif adalah penanganan/pemberian tindakan terakhir untuk menyelesaikan permasalahan setiap kasus komplikasi kebidanan. 9) Perhitungan jumlah Ibu dengan komplikasi kebidanan di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama : dihitung berdasarkan angka estimasi 20% dari Total Ibu Hamil disatu wilayah pada kurun waktu yang sama. 10) Total sasaran Ibu Hamil dihitung melalui estimasi dengan rumus : 1,10 x Crude Birth Rate x Jumlah Penduduk (pada tahun yang sama). Angka CBR dan jumlah penduduk Kab/Kota didapat dari data BPS masing masing Kab/Kota/Provinsi pada kurun waktu tertentu. 1,1 adalah konstanta untuk menghitung Ibu hamil. 11) Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara profesional kepada ibu (hamil, bersalin, nifas) dengan komplikasi. 3

Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008 b. Definisi Operasional Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani adalah ibu dengan komplikasi kebidanan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu yang mendapat penanganan definitif sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan terlatih pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan (Polindes, Puskesmas, Puskesmas PONED, Rumah Bersalin, RSIA/RSB, RSU, RSU PONEK). c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus Cakupan komplikasi kebidanan yg ditangani = Jumlah Komplikasi kebidanan yang mendapat penanganan definitif disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu Jml Ibu dengan komplikasi kebidanan di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama x 100% 2) Pembilang Jumlah komplikasi kebidanan di satu wilayah tertentu yang mendapat penanganan definitif pada kurun waktu tertentu. 3) Penyebut Jumlah ibu dengan komplikasi kebidanan di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama. 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%) 5) Contoh Perhitungan Jumlah Penduduk 500.000, Angka Kelahiran Kasar (CBR) 2,3%. Hasil cakupan komplikasi kebidanan = 2250 bayi periode Januari - Desember tahun 2003, maka: Persentase cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani adalah : 2250 x 100 % = 88,93 %. 20% x 1,1 x 2,3 % x 500.000) d. Sumber Data 1) SIMPUS dan SIRS termasuk pelayanan yang dilakukan oleh swasta. 2) Laporan Audit Maternal dan Perinatal (AMP). e. Rujukan 1) Buku acuan pelatihan PONED tahun 2007; 2) Buku KIA tahun 2006; 3) Buku Pegangan Praktis Pelayanan Kesehatan maternal dan Neonatal tahun 2002; 4) Acuan Asuhan Persalinan Normal/APN tahun 2007; 5) Standar Pelayanan Kebidanan (th. 2003); 6) Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat (PWS-KIA) tahun 2004; 7) Pedoman Pengembangan PONED tahun 2004; 8) Pedoman Teknis Audit Maternal-Perinatal di tingkat Kab/kota tahun 2007; 9) Buku Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar berbasis HAM dan Keadilan Gender tahun 2004; 10) Buku Pedoman Manajemen PONEK 24 jam di Kab/Kota tahun 2006; 11) Pedoman sistem rujukan maternal dan neonatal di RS Kab/Kota tahun 2006; 12) Buku pedoman penyelenggaraan RS; 4

Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008 13) Buku pedoman penyelenggaraan RS PONEK 24 jam; 14) Buku Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. f. Target Target 2015: 80 % g. Langkah Kegiatan 1) Deteksi Bumil, Bulin, dan Bufas Komplikasi 2) Rujukan kasus komplikasi kebidanan 3) Pelayanan penanganan komplikasi kebidanan 4) Penyediaan pusat pelatihan Klinis 5) Pelatihan PONED bagi Bidan Desa dan Tim Puskesmas 6) Pelatihan Tim PONEK di RS Kabupaten/Kota 7) Penyediaan peralatan PONED di Puskesmas dan PONEK di RS Kabupaten/Kota 8) Penyediaan Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) 9) Pelaksanaan PONED dan PONEK 10) Pencatatan dan Pelaporan 11) Pemantauan & Evaluasi h. SDM 1) Tim PONEK RS (1 Dr.SpOG, 1 Dr.SpA, 1 Dr. umum, 3 bidan, dan 2 perawat) 2) Tim PONED Puskesmas (1 dokter, 1 bidan, 1 Perawat) 3) Bidan di Desa 5

Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008 3. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan. a. Pengertian 1) Pertolongan persalinan adalah proses pelayanan persalinan dimulai pada kala I sampai dengan kala IV persalinan. 2) Tenaga Kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan adalah tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan klinis kebidanan sesuai standar. 3) Jumlah seluruh Ibu Bersalin dihitung melalui estimasi dengan rumus : 1,05 x Crude Birth Rate x Jumlah Penduduk. Angka CBR dan jumlah penduduk Kab/Kota didapat dari data BPS masing masing Kab/Kota/Provinsi pada kurun waktu tertentu. 1,05 adalah konstanta untuk menghitung Ibu bersalin 4) Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam menyelenggarakan pelayanan persalinan yang profesional. b. Definisi Operasional Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan adalah Ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan = Jumlah ibu bersalin yg ditolong oleh tenaga kesehatan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu Jumlah seluruh sasaran ibu bersalin di satu wilayah kerja dalam kurun waktu yg sama x 100% 2) Pembilang Jumlah ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3) Penyebut Jumlah seluruh sasaran ibu bersalin di satu wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama. 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%) 5) Contoh Perhitungan Jumlah Penduduk 500.000, Angka Kelahiran Kasar (CBR) 2,3 %. jumlah ibu bersalin ditolong oleh Nakes Januari- Desember tahun 2003, = 10.500 Maka : Persentase cakupan Pn adalah = Jml persalinan oleh tenaga kesehatan x 100 % Jml seluruh sasaran persalinan dalam satu tahun 10.500 x 100 % = 86,96 % 1,05 x 2,3% x 500.000 6

Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008 d. Sumber Data SIMPUS dan SIRS termasuk pelayanan yang dilakukan oleh swasta e. Rujukan 1) Buku Pegangan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal tahun 2002; 2) Acuan Asuhan Persalinan Normal/APN tahun 2007 3) Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) tahun 2003 4) Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar berbasis HAM dan Keadilan Gender tahun 2004 5) PWS KIA tahun 2004 f. Target Target 2015: 90 % g. Langkah Kegiatan 1) Kemitraan Bidan Dukun 2) Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) 3) Pelayanan persalinan 4) Penyediaan/Pengantian Peralatan Persalinan (Bidan KIT) 5) Pelatihan + Magang (APN) 6) Supervisi, Monitoring, dan Evaluasi (PWS-KIA dan Analisis Manajemen Program KIA) h. SDM 1) Dr. SpOG 2) Dokter Umum 3) Bidan 7

Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008 4. Cakupan Pelayanan Nifas a. Pengertian 1) Nifas adalah periode mulai 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan. 2) Pelayanan nifas sesuai standar adalah pelayanan kepada ibu nifas sedikitnya 3 kali, pada 6 jam pasca persalinan s.d 3 hari; pada minggu ke II, dan pada minggu ke VI termasuk pemberian Vitamin A 2 kali serta persiapan dan/atau pemasangan KB Pasca Persalinan. 3) Jumlah seluruh Ibu Nifas di hitung melalui estimasi dengan rumus: 1,05 x Crude Birth Rate (CBR) x Jumlah Penduduk. Angka CBR dan jumlah penduduk Kab/Kota didapat dari data BPS masing masing Kab/Kota/Provinsi pada kurun waktu tertentu. 1,05 adalah konstanta untuk menghitung Ibu Nifas 4) Dalam pelaksanaan pelayanan nifas dilakukan juga pelayanan neonatus sesuai standar sedikitnya 3 kali, pada 6-24 jam setelah lahir, pada 3-7 hari dan pada -28 hari setelah lahir yang dilakukan difasilitas kesehatan maupun kunjungan rumah. 5) Pelayanan kesehatan neonatal adalah pelayanan kesehatan neonatal dasar (ASI ekslusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, pemberian vitamin K1 injeksi bila tidak diberikan pada saat lahir, pemberian imunisasi hepatitis B1 (bila tidak diberikan pada saat lahir), manajemen terpadu bayi muda. 6) Neonatus adalah bayi berumur 0-28 hari. 7) Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam menyelenggarakan pelayanan nifas yang professional. b. Definisi Operasional Cakupan pelayanan nifas adalah pelayanan kepada ibu dan neonatal pada masa 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan sesuai standar. c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus Cakupan Pelayanan NIfas = Jumlah ibu nifas yg telah memperoleh 3 kali pelayanan nifas sesuai standar di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu Seluruh Ibu nifas di satu wilayah kerja dalam kurun waktu yg sama x 100% 2) Pembilang Jumlah ibu nifas yang telah memperoleh 3 kali pelayanan nifas sesuai standar di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3) Penyebut Jumlah seluruh ibu nifas di satu wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama. 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%) 5) Contoh Perhitungan Jumlah Penduduk 500.000, Angka Kelahiran Kasar (CBR) 2,3 %. Hasil pelayanan nifas = 10.000 Januari - Desember tahun 2003, Maka : Persentase cakupan pelayanan nifas adalah Jml ibu nifas yg telah memperoleh 3 kali pelayanan nifas sesuai Standar di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu x 100% = Seluruh Ibu nifas di satu wilayah pada kurun waktu tertentu 8

Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008 10.000 x 100 % = 82,82% 1,05 x 2,3% x 500.000 d. Sumber Data 1) SIMPUS dan SIRS termasuk pelayanan yang dilakukan oleh swasta. 2) Kohort LB3 Ibu PWS-KIA e. Rujukan 1) Buku Pedoman Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) tahun 2008 2) Buku Pegangan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal 3) Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) tahun 2003; 4) Pelayanan Kebidanan Dasar berbasis HAM dan Keadilan Gender 5) PWS KIA tahun 2004 6) Buku Pedoman Pemberian Vit A pada Ibu Nifas tahun 2005 f. Target Target 2015: 90 % g. Langkah Kegiatan 1) Pelayanan Nifas sesuai standar (ibu dan neonatus) 2) Pelayanan KB pasca persalinan 3) Pelatihan/magang klinis kesehatan maternal dan neonatal. 4) Pelayanan rujukan nifas 5) Kunjungan Rumah bagi yang Drop Out 6) Pencatatan dan Pelaporan 7) Supervisi, Monitoring dan Evaluasi (PWS KIA, Analisis Manajemen Prog. KIA) h. SDM 1) Dokter 2) Bidan 3) Perawat 9

Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008 5. Cakupan Neonatus dengan komplikasi yang ditangani a. Pengertian 1) Neonatus adalah bayi berumur 0 28 hari. 2) Neonatus dengan komplikasi adalah neonatus dengan penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan, dan kematian. Neonatus dengan komplikasi seperti asfiksia, ikterus, hipotermia, tetanus neonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR (berat badan lahir rendah < 2500 gr ), sindroma gangguan pernafasan, kelainan kongenital. 3) Neonatus dengan komplikasi yang ditangani adalah neonatus komplikasi yang mendapat pelayanan oleh tenaga kesehatan yang terlatih, dokter, dan bidan di sarana pelayanan kesehatan. 4) Perhitungan sasaran neonatus dengan komplikasi : dihitung berdasarkan 15% dari jumlah bayi baru lahir. Jika tidak diketahui jumlah bayi baru lahir maka dapat dihitung dari Crude Birth Rate x jumlah penduduk. Angka CBR dan jumlah penduduk Kab/Kota didapat dari data BPS Kab/Kota/Provinsi. 5) Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara profesional kepada neonatus dengan komplikasi. 6) Sarana Pelayanan Kesehatan adalah polindes, praktek bidan, puskesmas, puskesmas perawatan/poned, rumah bersalin, dan rumah sakit pemerintah/swasta. 7) Penanganan definitif adalah pemberian tindakan akhir pada setiap kasus komplikasi neonatus. b. Definisi Operasional Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani adalah neonatus dengan komplikasi disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu yang ditangani sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan terlatih di seluruh sarana pelayanan kesehatan. c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus Cakupan Neonatus dgn komplikasi yg ditangani = Jumlah neonatus dgn komplikasi yg tertangani x 100% Jumlah seluruh neonatus dgn komplikasi yg ada 2) Pembilang Jumlah neonatus dengan komplikasi yang tertangani dari satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu di sarana pelayanan kesehatan. 3) Penyebut Neonatus dengan komplikasi yang ada dengan perkiraan 15 % bayi baru lahir dari satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama di sarana pelayanan kesehatan. 4) Ukuran/Konstanta Prosentase (%) 5) Contoh Perhitungan Jumlah seluruh neonatus di kec. A tahun 2003 = 300 neonatus Jml perkiraan neonatus dgn komplikasi di kec. A adalah 15% x 300 = 45 neonatus. 10