ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS CIDANAU (Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang) ANI TRIANI

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS CIDANAU (Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang) ANI TRIANI

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI INFORMASI BAGI UPAYA PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN (Kasus Desa Citaman DAS Cidanau) ADE FAHRIZAL

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN (Kasus Perumahan Bukit Cimanggu City RW 10) GITA HERDIANI

I. PENDAHULUAN. kayu, rotan, getah, dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain berupa jasa

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN

ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN

ANALISIS NILAI GUNA EKONOMI DAN DAMPAK PENAMBANGAN PASIR DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR GIAN YUNIARTO WILO HARLAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Fauzi (2006), sumber daya didefinisikan sebagai sesuatu yang

Contingent Valuation Method (CVM)

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. lain-lain merupakan sumber daya yang penting dalam menopang hidup manusia.

ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI

III. KERANGKA PEMIKIRAN Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept Responden. nilai WTA dari masing-masing responden adalah:

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD MUTIARA INDAH SUSILOWATI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Banjir adalah peristiwa meluapnya air yang menggenangi permukaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR RINDRA RI KI WIJAYANTI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumberdaya air adalah bagian dari sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 perubahan atas Peraturan

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. mengalir melalui sungai dan anak sungai yang bersangkutan (Kodoatie dan

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

ANALISIS DAMPAK KEMACETAN LALU LINTAS TERHADAP SOSIAL EKONOMI PENGGUNA JALAN DENGAN CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM) Kasus: Kota Bogor, Jawa Barat)

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode

Konsep Imbal Jasa Lingkungan Dalam Penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air Oleh: Khopiatuziadah *

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS BRANTAS ANGGI PUTRI ANTIKA

KERANGKA PEMIKIRAN P 1 0 Q 1. Kurva Opportunity Cost, Consumers Surplus dan Producers Surplus Sumber : Kahn (1998)

PENGARUH FAKTOR KOMUNIKASI PEMASARAN PERUSAHAAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA

VALUASI EKONOMI OLEH : NOVINDRA

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

FAKTOR-FAKTOR PENENTU EFEKTIVITAS PADA PT X BOGOR. Oleh RESTY LHARANSIA H

ESTIMASI MANFAAT DAN KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR: Studi Kasus di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi YUDI BUJAGUNASTI

PENDAHULUAN. Ekosistem /SDAL memiliki nilai guna langsung dan tidak langsung

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

ANALISIS DAMPAK EKONOMI KEGIATAN WISATA ALAM (Studi Kasus : Taman Wisata Tirta Sanita, Kabupaten Bogor) MILASARI H

SKRIPSI MEMPELAJARI PERENCANAAN BENDUNGAN KECIL DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. Oleh : LUCKY INDRA GUNAWAN F

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

METODE PENELITIAN. hutan mangrove non-kawasan hutan. Selain itu, adanya rehabilitasi hutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODEL MATEMATIS PERUBAHAN KUALITAS AIR SUNGAI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CISADANE. Oleh NURLEYLA HATALA F

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

I. PENDAHULUAN. berusaha, memperluas kesempatan kerja, dan lain sebagainya (Yoeti, 2004).

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai,

PENDAHULUAN. Ekosistem /SDAL memiliki nilai guna langsung dan tidak langsung

SKRIPSI PEMANFAATAN AIR PADA BENDUNG KECIL DI SUB DAS CIOMAS - DAS CIDANAU, BANTEN. Oleh: RINI AGUSTINA F

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di daerah hulu dan hilir Sungai Musi, yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nilai Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

VALUASI EKONOMI HUTAN SEBAGAI PENYEDIA JASA WISATA ALAM DI KAWASAN DAS DELI

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI INFORMASI BAGI UPAYA PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN (Kasus Desa Citaman DAS Cidanau) ADE FAHRIZAL

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN PRODUK BUSANA MUSLIM MEREK AZKA PADA CV AZKA SYAHRANI. Oleh PUJI NURYADIN H

ANALISIS KEPUASAN DEBITUR KREDIT WIRAUSAHA DI PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG BOGOR. Oleh ROSI ANRAYANI H

TUJUAN, TAHAPAN PELAKSANAAN DAN PENDEKATAN VALUASI

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Hutan Register 19 semula ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung berdasarkan

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor

PENGUKURAN KINERJA DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD PADA PT BANK SYARIAH MANDIRI CABANG BOGOR. Oleh : YULI HERNANTO H

MG-3 KONSEP PENILAIAN EKONOMI SUMBER DAYA HUTAN

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KERANGKA PEMIKIRAN. akan digunakan dalam penelitian ini. Tahapan-tahapan metode CVM akan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG KAMILA HAQQ

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. udara bersih dan pemandangan alam yang indah. Memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan seperti hutan lindung sebagai

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

POTENSI NILAI EKONOMI TOTAL HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI JAWA BARAT BAYU ADIRIANTO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KERUGIAN FISIK DAN NONFISIK RUMAHTANGGA PESISIR AKIBAT BANJIR PASANG DI KELURAHAN KAMAL MUARA, PENJARINGAN JAKARTA UTARA SRIHUZAIMAH

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F

PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA. Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A

Analisis Dampak Pembayaran Jasa Lingkungan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani Dan Perkembangan Komoditi Agribisnis

KEMANDIRIAN PEREMPUAN PENGOLAH HASIL PERIKANAN DI DESA MUARA, KECAMATAN WANASALAM, KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN

PENGARUH IMBAL JASA LINGKUNGAN TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Disampaikan pada Kegiatan Alih Teknologi Jasa Lingkungan, 23 Mei 2013

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGUNJUNG OBYEK WISATA DANAU SITUGEDE DALAM UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN SYLVIA AMANDA

ANALISIS INTERNALISASI BIAYA PENGOLAHAN LIMBAH (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)

III. KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Kesediaan untuk Menerima (Willingness to Accept/WTA)

Transkripsi:

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS CIDANAU (Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang) ANI TRIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

RINGKASAN ANI TRIANI. Analisis Willingness To Accept Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Cidanau Studi Kasus Desa Citaman Kecamatan Ciomas Kabupaten Serang. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI Model hubungan hulu-hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau dilaksanakan terhitung sejak tahun 2005. Perumusan nilai pembayaran jasa lingkungan atas usaha masyarakat mengkonservasi hulu DAS Cidanau dilakukan dengan jalan negosiasi yang dalam proses pengambilan keputusannya masyarakat diwakili oleh tokoh setempat. Nilai yang didapat dari hasil negosiasi boleh jadi tidak mencerminkan nilai pembayaran yang sebenarnya diinginkan masyarakat akibat diharuskannya upaya konservasi terhadap lahan miliknya. Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengetahui besarnya nilai pembayaran yang bersedia masyarakat terima akibat diharuskannya upaya konservasi. Penelitian ini memiliki tiga tujuan yaitu: (1) mendeskripsikan mekanisme pembayaran jasa lingkungan (payment environment services) di DAS Cidanau, (2) Mengkaji persepsi masyarakat terhadap program pembayaran jasa lingkungan yang telah berlangsung di DAS Cidanau (3) Mengkaji kesediaan atau ketidaksediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi sesuai skenario yang ditawarkan dalam pasar hipotetis (4) Mengkaji besarnya dana kompensasi yang bersedia diterima masyarakat (WTA) serta faktor yang mempengaruhi nilai WTA. Penelitian ini dilakukan di Desa Citaman, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan kuisioner. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari instansi-instansi terkait dan studi literatur. Analisis WTA menggunakan pendekatan Contingent Valuation Method dengan alat pengolah data Microsoft Excel 2003 dan SPSS 15. Model hulu-hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan DAS Cidanau melibatkan Forum Komunikasi DAS Cidanau; Desa Citaman, Desa Cikumbueun dan Desa Kadu Agung sebagai penyedia jasa lingkungan (seller); dan PT. Krakatau Tirta Industri sebagai pemanfaat jasa lingkungan (buyer). Mekanisme transaksi dilakukan secara tidak langsung (indirect payment) dengan menempatkan FKDC sebagai mediator transaksi. FKDC sebagai mediator transaksi bertugas untuk mengelola hasil transaksi pembelian jasa lingkungan dari PT. KTI untuk selanjutnya disalurkan melalui transaksi pembayaran kepada Kelompok Tani Karya Muda II. Penilaian terhadap program pembayaran jasa lingkungan didapat hasil responden menilai kualitas lingkungan semakin baik setelah adanya upaya konservasi. Sebagian besar responden menilai baik terhadap program pembayaran jasa lingkungan yang sedang berjalan. Cara penetapan nilai pembayaran dinilai buruk oleh sebagian besar responden. Sebanyak 43 responden yang dimintai pendapatnya mengenai kesediaan menerima nilai pembayaran sesuai skenario yang ditawarkan diperoleh hasil bahwa 41 responden bersedia menerima dan dua responden tidak bersedia menerima nilai pembayaran. Alasan responden bersedia menerima nilai pembayaran sesuai skenario

yang diusulkan adalah: 1) Tidak puas terhadap nilai pembayaran jasa lingkungan yang ditetapkan dengan jalan negosiasi, 2) Biaya kebutuhan hidup semakin tinggi, sehingga nilai pembayaran jasa lingkungan yang pada awalnya diharapkan dapat membantu masyarakat menutupi kebutuhan hidup sudah tidak dapat menutupinya lagi, 3) Nilai kayu di lokasi model pembayaran jasa lingkungan semakin tinggi, sehingga diperlukan peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan, sebagai insentif agar masyarakat tetap menjaga tegakan pohon di atas lahan miliknya. Adapun alasan responden menyatakan tidak bersedia menerima nilai pembayaran sesuai skenario yang ditawarkan adalah bahwa program tidak membuat anggota kelompok kehilangan tegakan pohon yang ada di atas lahan miliknya. Hasil analis Willingness To Accept didapat nilai dugaan rataan WTA sebesar Rp 5.056,98 untuk setiap pohon yang terikat kontrak pembayaran jasa lingkungan per tahun. Jika dilakukan penyesuaian nilai pembayaran terkait nilai rata-rata WTA masyarakat, dengan jumlah pohon sebanyak 500 pohon per ha, maka nilai pembayaran yang harus diserahkan kepada penyedia jasa lingkungan adalah Rp 2.528.490,00 per ha per tahun. Nilai ini merupakan nilai pembayaran yang ingin diterima oleh masyarakat. Total WTA responden diperoleh nilai sebesar Rp 217.450,00 per pohon per tahun. Mengacu pada jumlah pohon yang terdapat di lokasi penyedia jasa lingkungan, maka diperoleh nilai sebesar Rp 2.718.125.000,00. Nilai tersebut merupakan nilai perbaikan kualitas lingkungan hutan terhadap jasa hidrologi di lokasi model pembayaran jasa lingkungan Desa Citaman.

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS CIDANAU (Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang) ANI TRIANI H44051970 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 Judul Skripsi : Analisis Willingness To Accept Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang Nama : Ani Triani NRP : H44051970 Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS 19650212 199003 2 001 Mengetahui, Ketua Departemen Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc NIP. 19620421 198603 1 003 Tanggal Lulus:

PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS CIDANAU (STUDI KASUS DESA CITAMAN KABUPATEN SERANG) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, Agustus 2009 Ani Triani H44051970

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 09 Mei 1987. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Tatang Sukardi dan Maesaroh. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Kartini Bogor pada tahun 1993, lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Cibalagung III Bogor. Pada Tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Bogor dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Bogor dan masuk dalam program IPA pada tahun 2004. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Pada tahun 2006, dengan sistem mayor-minor penulis diterima di program studi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan sebagai anggota Himpunan Profesi Peminat Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan periode 2006/2007, staf divisi Coorporate Social Responsibility Resources Environmental and Economic Student Association (REESA) periode 2007/2008 dan sebagai sekretaris umum Unit Kegiatan Mahasiswa Music Agriculture Expression (MAX!!) periode 2006/2007.

KATA PENGANTAR Segala puji senantiasa dipanjatkan ke khadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Model hubungan hulu-hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau dilaksanakan terhitung sejak tahun 2005. Perumusan nilai pembayaran jasa lingkungan atas usaha masyarakat mengkonservasi hulu DAS Cidanau dilakukan dengan jalan negosiasi yang dalam proses pengambilan keputusannya masyarakat diwakili oleh tokoh setempat. Nilai yang didapat dari hasil negosiasi boleh jadi tidak mencerminkan nilai pembayaran yang sebenarnya diinginkan masyarakat akibat diharuskannya upaya konservasi. Diperlukan instrumen ekonomi yang dapat mendekati nilai kesediaan masyarakat untuk menerima pembayaran akibat upaya konservasi yang harus dilakukan terhadap lahan miliknya. Hal ini salah satunya dapat didekati dengan analisis Willingness To Accept (WTA). Tidak ada gading yang tak retak. Skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran konstruktif diperlukan untuk hal yang lebih baik. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemaslahatan umat dan bernilai ibadah dalam pandangan ALLAH SWT. Bogor, September 2009 Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Ibu Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan kepada penulis. 2. Prof. Dr. Ir Akhmad Fauzi, M.Sc sebagai dosen penguji utama. 3. Adi Hadianto, SP sebagai dosen penguji wakil departemen. 4. Ibunda dan ayahanda tercinta atas perjuangan, pengorbanan, doa, inspirasi hidup dan kasih sayang yang tiada terkira. Skripsi ini aku persembahkan untuk kalian. 5. Kakakku, Andriansyah, Ari Supriatna berserta istri dan keponakanku yang selalu setia mendukung dan menjadi inspirasi hidupku. 6. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB. 7. Bapak Nana Pra Rahadian atas waktu, bimbingan dan bantuannya selama penelitian. 8. PT. KTI, BLHD Banten, Pak Bachrani, seluruh Staf Rekonvasi Bhumi (Mba Tati, A Iwan, A Irvan dan Yepi), Elli, masyarakat Citaman, keluarga Meita dan pihak-pihak lainnya yang telah membantu selama penelitian. 9. Ade Fahrizal dan Annisa Merryna atas kebersamaan dan bantuannya selama penelitian.

10. Mba Nuva dan Bu Meilanie yang turut serta memberikan bimbingan dan pemecahan masalah terhadap skripsi ini. 11. Sahabat-sahabatku, Rani, Meita, Danti, Asri, Gita, Utha, Ade, Andita, Hans, Rendy, Aditya, Gian, Buja, Maya, Fina serta teman-teman seperjuangan di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan 42 untuk kebersamaan selama ini. 12. Semua pihak yang telah membantu dalam membantu penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan pahala atas kebaikannya.

DAFTAR ISI RINGKASAN.... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman i vii x xiii xiv xv I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian... 8 1.4 Manfaat Penelitian... 9 1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA... 11 2.1 Jasa Lingkungan... 11 2.1.1 Jasa Lingkungan Hutan untuk Perlindungan dan Pemanfaatan Air... 11 2.2 Mekanisme Berbasis Pasar (Market-Based Mechanisms) untuk Konservasi Hutan... 13 2.3 Pembayaran Jasa Lingkungan... 14 3.1.1 Pengertian Pembayaran Jasa Lingkungan... 14 3.1.2 Prinsip Pembayaran Jasa Lingkungan... 14 2.4 Persepsi... 17 2.5 Teori Ekonomi Mengenai Barang-Barang Lingkungan... 18 2.6 Metode Estimasi Penilaian Lingkungan... 20 2.6.1 Konsep Contingent Valuation Method... 21 2.6.2 Tahapan Pekerjaan dalam CVM... 22 2.7 Penelitian Terdahulu... 25 III. KERANGKA PEMIKIRAN... 27 3.1 Kerangka Teoritis... 27 3.1.1 Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept (WTA) Masyarakat... 27 3.1.2 Metode Mempertanyakan Nilai Willingness to Accept (Elicitation Method)... 27 3.1.3 Langkah-Langkah untuk Mengetahui Nilai Willingness to Accept Masyarakat... 29

3.1.4 Analisis Regresi Linier Berganda... 33 3.2 Kerangka Operasional... 35 IV. METODE PENELITIAN... 38 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 38 4.2 Metode Pengambilan Sampel... 38 4.3 Jenis dan Sumber Data... 38 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data... 39 4.4.1 Analisis Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan... 40 4.4.2 Analisis Persepsi Masyarakat terhadap Program Pembayaran Jasa Lingkungan... 40 4.4.3 Analisis Kesediaan Menerima... 41 4.4.4 Analisis Fungsi Willingness to Accept... 41 4.5 Hipotesa... 44 4.6 Pengujian Parameter... 44 V. GAMBARAN UMUM... 47 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 47 5.2 Kependudukan... 49 5.3 Karakteristik Sosio Ekonomi Responden... 50 5.3.1 Jenis Kelamin... 51 5.3.2 Usia... 51 5.3.3 Lama Pendidikan Formal... 52 5.3.4 Jumlah Tanggungan... 53 5.3.5 Tingkat Pendapatan... 54 5.3.6 Lama Tinggal... 55 5.3.7 Status Kepemilikan Lahan... 56 VI. MEKANISME PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN... 57 6.1 Pihak yang Terlibat dalam Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan... 57 6.2 Proses Perumusan Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan... 63 6.3 Skema Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan yang Sedang Berjalan... 69 6.4 Skema Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di Masa Depan... 71 VII. PENILAIAN PROGRAM PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN... 74 7.1 Penilaian Responden terhadap Perubahan Kualitas Lingkungan setelah Adanya Program Pembayaran Jasa Lingkungan... 74 7.2 Pengetahuan Responden Mengenai Peran Penting DAS Cidanau... 76

7.3 Penilaian Responden terhadap Pentingnya Usaha Konservasi DAS Cidanau... 77 7.4 Pengetahuan Responden Mengenai Program Pembayaran Jasa Lingkungan... 79 7.5 Penilaian Responden terhadap Program Pembayaran Jasa Lingkungan... 83 7.6 Penilaian Responden terhadap Cara Penetapan Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan... 84 7.7 Kepuasan terhadap Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan Hasil Negosiasi... 86 VIII. ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT... 88 8.1 Analisis Kesediaan Menerima Responden terhadap Nilai Pembayaran Sesuai Skenario yang Ditawarkan... 88 8.2 Analisis Willingness To Accept dengan Pendekatan Contingent Valuation Method... 91 8.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai WTA Responden... 97 IX. KESIMPULAN DAN SARAN... 106 9.1 Kesimpulan... 106 9.2 Saran... 107 X. DAFTAR PUSTAKA... 108 LAMPIRAN... 110

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Matriks Metode Analisis Data... 40 2 Indikator Pengukuran Nilai WTA... 43 3 Struktur Mata Pencaharian Penduduk Citaman Tahun 2006... 49 4 Perubahan Kualitas Lingkungan di Desa Citaman... 76 5 Peran Penting DAS Cidanau... 77 6 Alasan Menganggap Usaha Konservasi Tidak Penting... 78 7 Alasan Perusahaan Membayarkan Dana PJL... 81 8 Alasan Responden Menerima Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan Hasil Negosiasi... 87 9 Frekuensi Observasi dan Harapan Peluang Responden Bersedia atau TidakBersedia Menerima Peningkatan Nilai Pembayaran... 90 10 Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Peluang Responden Bersedia atau Tidak Bersedia Menerima Peningkatan Nilai Pembayaran... 90 11 Distribusi WTA Responden Kelompok Tani Karya Muda II... 92 12 Besaran Nilai WTA Responden... 95 13 Total WTA (TWTA) Responden... 96 14 Hasil Analisis Nilai WTA Responden... 98

Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Logika Sederhana Payments For Environmental Services... 16 2 Skema Model Valuasi Kontingensi... 22 3 Diagram Alur Kerangka Berpikir... 37 4 Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin... 51 5 Sebaran Responden Menurut Usia... 52 6 Sebaran Responden Menurut Lama Pendidikan Formal... 53 7 Sebaran Responden Menurut Jumlah Tanggungan... 54 8 Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatan... 55 9 Sebaran Responden Menurut Lama Tinggal... 55 10 Sebaran Responden Menurut Status Kepemilikan Lahan... 56 11 Skema Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Cidanau yang Sedang Berjalan... 69 12 Skema Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di Masa Depan... 71 13 Penilaian Responden terhadap Perubahan Kualitas Lingkungan setelah Adanya Program Pembayaran Jasa Lingkungan... 76 14 Penilaian Responden Mengenai Pentingnya Usaha Konservasi... 78 15 Pengetahuan Responden Mengenai Pihak yang Membayarkan Pembayaran Jasa Lingkungan... 80 16 Pengetahuan Responden Mengenai Perannya dalam Program Pembayaran Jasa Lingkungan... 82 17 Penilaian Responden terhadap Program Pembayaran Jasa Lingkungan yang Sedang Berjalan... 83 18 Pengetahuan Responden Mengenai Cara Penetapan Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan... 84 19 Penilaian Responden Mengenai Cara Penetapan Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan... 85 20 Kepuasan Responden terhadap Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan Hasil Negosiasi... 86 21 Kesediaan Responden dalam Menerima Nilai Pembayaran Sesuai Skenario yang Ditawarkan... 88 22 Dugaan Kurva Tawaran WTA Kelompok Tani Karya Muda II... 96

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Tabulasi Karakteristik Sosial Ekonomi Responden Kelompok Tani Karya Muda II, Desa Citaman, Kabupaten Serang Tahun 2009... 110 2 Tabulasi Penilaian Program Pembayaran Jasa Lingkungan Kelompok Tani Karya Muda II, Desa Citaman, Kabupaten Serang Tahun 2009... 112 3 Kuisioner Penelitian... 114 4 Hasil Analisis Data... 119 5 Hasil Uji Statistika... 120

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam terbaharukan yang memiliki peran penting dalam menopang kehidupan manusia. Sumber daya ini memiliki aset multiguna (Fauzi, 2006). Multiguna dalam menghasilkan produk ekonomi hasil hutan seperti kayu dan turunannya juga sebagai penghasil jasa lingkungan. Jasa lingkungan adalah produk sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berupa manfaat langsung (tangible) dan atau manfaat tidak langsung (intangible), yang meliputi jasa wisata alam atau rekreasi; jasa perlindungan tata air atau hidrologi; kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir; keindahan, keunikan, keanekaragaman hayati; penyerapan dan penyimpanan karbon (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten, 2006). Salah satu jasa lingkungan yang keberadaannya menyangkut hajat hidup orang banyak adalah jasa perlindungan tata air atau hidrologi. Fungsi hidrologi hutan antara lain berupa (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten, 2006): 1) pengendalian curah hujan yang jatuh di permukaan tanah sehingga mencegah terjadinya erosi dan sedimentasi air permukaan, 2) penyerapan sebagian air hujan untuk kemudian disimpan dan dialirkan kembali sebagai air permukaan dan air tanah 3) pengendalian intrusi air laut ke daratan sehingga mencegah salinitas air tanah, 4) proses air hujan dengan berbagai bahan polutan yang dikandungnya untuk kemudian dikeluarkan sebagai air baku yang layak digunakan bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup, dan 5) pengendalian banjir dan kekeringan serta mengatur sumber air untuk dapat tersedia sepanjang tahun.

Fungsi hidrologi tersebut menjadi penting karena isu yang menyertainya menyangkut masalah ketersediaan air. Air merupakan kebutuhan vital bagi kelangsungan hidup manusia, tanpa air manusia tidak mungkin dapat bertahan hidup. Kontribusi air terhadap pembangunan ekonomi pun sangat vital, awal peradaban manusia dan lahirnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dimulai dari sumber-sumber air, seperti sungai dan mata air (Fauzi, 2006). Menurut keberadaannya, air dapat dibedakan menjadi air permukaan dan air tanah. Air permukaan (surface water) dapat diperoleh langsung dari sungai, danau atau laut, yang alurnya (surface flow) kita kenal dengan istilah Daerah Aliran Sungai (DAS). Ekosistem suatu DAS biasanya terbagi ke dalam tiga bagian yaitu hulu, tengah dan hilir. Daerah hulu sebagai penyedia air pada umumnya merupakan kawasan hutan. Oleh karena itu, stabilitas pemanfaatan sumber air akan sangat ditentukan oleh keutuhan dan kemampuan ekosistem serta pemeliharaan masyarakat sekitar hutan terhadap fungsi hidrologis hutan. Hal tersebut berhubungan erat dengan pola aktivitas ekonomi masyarakat yang berlangsung di daerah hulu. Kondisi masyarakat sekitar hutan yang umumnya berada pada kondisi miskin dan tertinggal cenderung akan mengorbankan hutannya untuk mempertahankan hidup. Akibatnya hutan mengalami degradasi dan pada akhirnya akan mengganggu fungsi hidrologi. Gangguan fungsi hidrologi ini berimplikasi pada menurunnya ketersediaan air baku yang secara langsung maupun tidak langsung akan dirasakan oleh pemanfaat air di bagian hilir. Berangkat dari masalah tersebut, maka diperlukan pengaturan dalam hubungan hulu dan hilir dalam hal pemanfaatan jasa lingkungan serta penerapan

pembayaran jasa lingkungan antara pemanfaat jasa (buyer) maupun penyedia jasa (seller). Hal ini bertujuan agar masyarakat hulu sebagai penyedia jasa lingkungan mendapat dukungan dana untuk kegiatan pengentasan kemiskinan dan ketertinggalan, serta mendapat insentif atas upaya konservasi hutan dan upaya tata guna lahan bagi kepentingan tata air di bagian hulu. Selain itu, agar pemanfaat jasa lingkungan di bagian hilir dapat merasakan ketersediaan air secara berkelanjutan guna mendukung berbagai aktivitas ekonomi. Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) salah satunya telah diterapkan di Provinsi Banten, khususnya pada kawasan DAS Cidanau. DAS Cidanau memiliki peran penting bagi kelangsungan aktivitas ekonomi Kota Cilegon. Kota Cilegon yang berada di bagian hilir DAS Cidanau memberikan kontribusi besar bagi perekonomian negara karena perannya sebagai pusat perindustrian. Peran tersebut tidak akan berjalan lancar apabila tidak didukung oleh kondusifnya kondisi sumber daya alam di hulu DAS Cidanau. Ketergantungan sektor-sektor industri terhadap sumber daya alam DAS Cidanau terletak pada jasa lingkungan yang dihasilkan, terutama pada jasa perlindungan tata air atau hidrologi. Hal ini disebabkan fungsi vital air bagi semua aspek kehidupan, tidak terkecuali bagi sektor industri. Peran penting DAS Cidanau lainnya adalah keberadaan Cagar Alam Rawa Danau yang merupakan merupakan kawasan endemik dan satu-satunya situs konservasi rawa pegunungan di Pulau Jawa. Diterapkannya mekanisme PJL berawal dari kekhawatiran akan kelangsungan fungsi DAS Cidanau akibat pola aktivitas ekonomi masyarakat yang telah menyebabkan terjadinya perambahan Cagar Alam Rawa Danau. Perambahan ini berimplikasi pada penurunan debit air yang signifikan dari 8.000-10.000 liter per

detik menjadi 1.700 liter per detik dan diperkirakan akan mencapai angka 1.690 liter per detik pada tahun 2006 (Forum Komunikasi DAS Cidanau, 2007). Debit air menunjukkan angka yang cenderung terus menurun, sehingga dirasa perlu untuk menerapkan model hubungan hulu-hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau. Mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau telah berlangsung selama lima tahun, terhitung sejak tahun 2005. Komponen penting dari mekanisme ini adalah keterlibatan pemanfaat jasa lingkungan dan penyedia jasa lingkungan. Pemanfaat jasa lingkungan dalam hal ini adalah PT. Krakatau Tirta Industri (PT. KTI) sebagai perusahaan yang memanfaatkan air baku dari Sungai Cidanau untuk tujuan komersil. Desa Citaman, Desa Cikumbueun dan Desa Kadu Agung merupakan penyedia jasa lingkungan. Lama keterlibatan masing-masing desa dalam mengikuti kontrak pembayaran jasa lingkungan berbeda satu sama lain. Desa Citaman, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang terikat kontrak sejak awal dibangunnya mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau, yaitu pada tahun 2005. Dua desa lainnya baru terikat kontrak pada tahun 2008. Perumusan nilai pembayaran jasa lingkungan atas usaha masyarakat mengkonservasi hulu DAS Cidanau dilakukan dengan jalan negosiasi yang dalam proses pengambilan keputusannya masyarakat diwakili oleh tokoh setempat. Nilai yang didapat dari hasil negosiasi boleh jadi tidak mencerminkan nilai pembayaran yang sebenarnya diinginkan masyarakat akibat diharuskannya upaya konservasi terhadap lahan miliknya. Cara penetapan nilai pembayaran dengan jalan negosiasi ini disadari betul oleh pengelola program sebagai suatu kelemahan.

Program pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman telah berlangsung selama lima tahun. Tahun 2009 merupakan tahun terakhir kontrak pembayaran jasa lingkungan. Terkait rencana akan dilanjutkannya program pembayaran jasa lingkungan di lokasi model Desa Citaman, maka diperlukan perbaikan di segala bidang. Salah satunya adalah penentuan besarnya nilai pembayaran yang selama ini dirasa sebagai suatu kelemahan dalam program. Berdasarkan keadaan tersebut, peneliti menganggap perlu adanya studi yang mengkaji tentang besarnya nilai pembayaran yang bersedia diterima oleh masyarakat sebagai penyedia jasa lingkungan, terkait dengan konsep WTA masing-masing kepala keluarga. Kajian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan Contingent Valuation Method (CVM), salah satu metode ekonomi yang digunakan untuk menentukan nilai atau harga dari suatu barang lingkungan. Penggunaan metode tersebut akan memberikan informasi mengenai nilai ekonomi dari perbaikan kualitas jasa lingkungan hutan terhadap perlindungan tata hidrologi dengan didasarkan pada besarnya jumlah nominal yang bersedia diterima masyarakat sebagai nilai pembayaran akibat adanya upaya konservasi hutan. 1.2. Perumusan Masalah Model hubungan hulu-hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan (payment environment services) di DAS Cidanau dilaksanakan terhitung sejak tahun 2005. Diperlukan waktu sekitar tiga tahun untuk membangun dan mengembangkan model hubungan hulu-hilir (FKDC, 2007). Proses pembangunan dan pengembangan model hubungan hulu-hilir ini banyak dibantu oleh keberadaan Forum Komunikasi

DAS Cidanau (FKDC), organisasi yang dibangun untuk tujuan pelestarian DAS Cidanau. Komponen penting dalam implementasi model hubungan hulu-hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan, yaitu adanya penyedia jasa lingkungan (seller) dan pemanfaat jasa lingkungan (buyer). Hasil identifikasi awal menetapkan bahwa Desa Citaman, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang dan Desa Cibojong, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang sebagai penyedia jasa lingkungan. Luas lahan yang mendapat pembayaran jasa lingkungan masing-masing sebesar 25 ha. Namun, pada tahun 2008 kontrak terhadap Desa Cibojong dicabut dan digantikan oleh dua desa, yaitu Desa Cikumbueun, Kecamatan Mandalawangi, Kabupaten Pandeglang dan Desa Kadu Agung, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Serang. Pemanfaat jasa lingkungan dalam mekanisme ini adalah PT. Krakatau Tirta Industri (PT. KTI). Nilai pembayaran jasa lingkungan yang dibayarkan oleh PT. KTI adalah sebesar Rp 175.000.000,00 untuk 25 ha per tahun. Di sisi lain dana kompensasi yang diterima oleh masyarakat hanya Rp 1.200.000,00 ha per tahun setara dengan nilai Rp. 2.400,00 per pohon per tahun (mengacu pada persyaratan PJL bahwa lahan masyarakat yang berhak menerima PJL memiliki jumlah tanaman tidak kurang dari 500 batang pohon pada tahun pertama). Nilai pembayaran jasa lingkungan kepada penyedia jasa lingkungan ditentukan dengan proses tawar-menawar antara penyedia jasa lingkungan dengan FKDC. Proses ini terjadi di awal tahun implementasi pembayaran jasa lingkungan dan penyedia jasa lingkungan yang terlibat adalah masyarakat Desa Citaman dan Desa Cibojong.

Nilai hasil negosiasi yang hingga kini digunakan sebagai dasar nilai pembayaran jasa lingkungan dirasa terlalu kecil (under estimate) bila dibandingkan dengan fungsi ekologis serta hidrologi yang dihasilkan dari upaya masyarakat untuk mengkonservasi DAS Cidanau. Penetapan nilai kompensasi yang pada prosesnya hanya diwakili oleh tokoh masyarakat, boleh jadi tidak betul-betul mencerminkan keinginan masyarakat untuk menerima kompensasi akibat diharuskannya upaya konservasi terhadap lahan mereka. Upaya konservasi memberikan konsekuensi bagi masyarakat untuk tidak melakukan aktivitas ekonomi yang mengancam keberlangsungan fungsi pohon, seperti menebang pohon. Nilai yang tidak mencerminkan keinginan masyarakat untuk menerima kompensasi dikhawatirkan akan memicu kemungkinan masyarakat kembali menebang pohon di atas lahan miliknya karena nilai ekonomi kayu lebih besar dari nilai kompensasi yang diberikan. Disadari atau tidak, mungkin faktor ini juga yang salah satunya melatar belakangi tindakan masyarakat Desa Cibojong untuk menebang pohon di atas lahan miliknya. Keuntungan yang diperoleh dari menebang pohon mungkin dirasa lebih besar daripada nilai kompensasi yang diterima, sehingga pada akhirnya memberikan insentif kepada masyarakat untuk kembali menebang pohon daripada melakukan upaya konservasi. Selain itu, Desa Citaman yang telah menjalani kontrak pembayaran jasa lingkungan selama lima tahun telah mencapai akhir kontraknya di tahun ini. Terkait hal tersebut, pengelola (FKDC) merasa perlu adanya perpanjangan kontrak pembayaran jasa lingkungan untuk Desa Citaman. Hal ini disebabkan pihak pengelola merasa bahwa Kelompok Tani Karya Muda II yang merupakan masyarakat penyedia

jasa sangat kooperatif terhadap program Rencana ini disambut baik oleh masyarakat penyedia jasa, namun dibutuhkan perumusan nilai pembayaran baru untuk program. Hal ini karena ketidakpuasan masyarakat akan nilai pembayaran sebelumnya dan kebutuhan hidup yang semakin tinggi. Hal tersebut disadari pula oleh pengelola, dan karenanya pengelola berencana untuk meningkatkan nilai pembayaran. Rencana tersebut terganjal oleh masalah berapa besar nilai pembayaran yang sesuai dan diinginkan oleh masyarakat untuk perpanjangan kontrak agar masyarakat terus bersedia melakukan usaha konservasi di atas lahan miliknya. Berdasarkan uraian di atas, beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian meliputi: 1. Bagaimana mekanisme pembayaran jasa lingkungan (payment environment services) di DAS Cidanau? 2. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap program pembayaran jasa lingkungan yang telah berjalan di DAS Cidanau? 3. Bagaimana kesediaan atau ketidaksediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi sesuai skenario yang diusulkan dalam pasar hipotetis? 4. Berapa besarnya dana kompensasi yang bersedia diterima masyarakat (WTA) serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan mekanisme pembayaran jasa lingkungan (payment environment services) di DAS Cidanau.

2. Mengkaji persepsi masyarakat terhadap program pembayaran jasa lingkungan yang telah berlangsung di DAS Cidanau. 3. Mengkaji kesediaan atau ketidaksediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi sesuai skenario yang ditawarkandalam pasar hipotetis. 4. Mengkaji besarnya dana kompensasi yang bersedia diterima masyarakat (WTA) serta faktor yang mempengaruhi nilai WTA. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Pengelola mekanisme pembayaran jasa lingkungan (FKDC), sebagai masukan untuk penentuan besarnya dana kompensasi yang ingin diterima (WTA) penyedia jasa lingkungan. Metode ini mencerminkan keinginan masyarakat untuk menerima kompensasi agar melakukan upaya konservasi sehingga diharapkan resiko kemungkinan penyedia jasa kembali menebang pohon di atas lahan miliknya karena persoalan-persoalan ekonomi tidak akan terjadi. 2. PT. Krakatau Tirta Industri (KTI), sebagai masukan untuk melakukan penyesuaian antara keinginan membayar (WTP) PT. KTI sebagai pemanfaat jasa lingkungan dengan keinginan menerima (WTA) masyarakat sebagai penyedia jasa lingkungan. 3. Pemerintah Daerah Provinsi Banten, sebagai masukan mengenai kebijakan yang seharusnya diambil dalam mendukung program pembayaran jasa lingkungan 4. Bagi akademisi dan peneliti lain sebagai bahan studi litelatur bagi penelitianpenelitian selanjutnya. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah: 1. Wilayah penelitian dilakukan di Desa Citaman, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang. 2. Objek penelitian adalah program pembayaran jasa lingkungan dan masyarakat yang tinggal di wilayah penelitian. 3. Pasar hipotetis hanya dibangun oleh satu skenario karena peneliti ingin membuat penyedia jasa fokus terhadap permasalahan yang diangkat (nilai pembayaran yang ingin diterima masyarakat akibat diharuskannya upaya konservasi terhadap pohon yang berada di atas lahan miliknya). 4. Penelitian hanya dilakukan pada sisi hulu dari pembayaran jasa lingkungan karena ingin melihat bagaimana partisipasi masyarakat dalam program pembayaran jasa lingkungan.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jasa Lingkungan Jasa lingkungan adalah produk sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa manfaat langsung (tangible) dan/atau manfaat tidak langsung (intangible), yang meliputi antara lain jasa wisata alam atau rekreasi, jasa perlindungan tata air atau hidrologi, kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir, keindahan, keunikan, keanekaragaman hayati, penyerapan dan penyimpanan karbon (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten, 2006). Wunder (2005) mengidentifikasi 4 (empat) tipe jasa lingkungan yang saat ini mengemuka, yaitu: 1. Penyerap dan penyimpan karbon dan (carbon sequestration and storage), 2. Perlindungan keanekaragaman hayati (biodiversity protection), 3. Perlindungan Daerah Aliran Sungai (watershed protection), dan 4. Pelestarian keindahan bentang alam (protection of landscape beauty). 2.1.1 Jasa Lingkungan Hutan untuk Perlindungan dan Pemanfaatan Air Salah satu bentuk jasa lingkungan yang dihasilkan dari kawasan hutan adalah jasa lingkungan terhadap sumberdaya air. Eksistensi sumberdaya air erat kaitannya dengan fungsi hidrologi. Hidrologi adalah ilmu mengenai air dan fenomena yang berkaitan dengan air (Lee, 1990). Ekosistem hutan alami umumnya merupakan sistem yang berperan penting di dalam pengaturan dan perlindungan fungsi tata air (hidrologis). Ekosistem hutan tersebut umumnya mempunyai fungsi penting dalam mengatur ketersediaan sumber daya air yang dikenal sebagai fungsi hidrologis hutan.

Fungsi hidrologis hutan tersebut antara lain berupa (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten, 2006): 1. Pengendalian curah hujan yang jatuh di permukaan tanah sehingga mencegah terjadinya erosi dan sedimentasi air permukaan. 2. Penyerapan sebagian air hujan untuk kemudian disimpan dan dialirkan kembali sebagai air permukaan dan air tanah. 3. Pengendalian intrusi air laut ke daratan sehingga mencegah salinitas air tanah. 4. Proses air hujan dengan berbagai bahan polutan yang dikandungnya untuk kemudian dikeluarkan sebagai air baku yang layak digunakan bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup. 5. Pengendalian banjir dan kekeringan serta mengatur sumber air untuk dapat tersedia sepanjang tahun. Menurut Pagiola et al. (2002) jasa perlindungan Daerah Aliran Sungai mencakup: 1. Pengaturan aliran air (water flow), pemeliharaan aliran musim kering dan mengontrol banjir. 2. Pemeliharaan kualitas air, meminimalisir beban endapan (sediment load), beban nutrient (misalnya, phosphorous dan nitrogen), beban kimia, dan kadar garam. 3. Kontrol terhadap erosi tanah dan sedimentasi. 4. Penurunan salinitas tanah dan/atau pengaturan level air tanah. 5. Pemeliharaan habitat akuatik.

2.2. Mekanisme Berbasis Pasar (Market-Based Mechanisms) untuk Konservasi Hutan Tujuan mendasar dari mekanisme berbasis pasar adalah untuk memperbaiki kegagalan pasar. Mekanisme dengan menjual jasa yang disediakan oleh hutan, baik secara perorangan atau dalam suatu kelompok bertujuan untuk menyebabkan timbulnya dana yang kemudian bisa dipakai baik untuk (Pagiola et al, 2002) : 1. Meningkatkan keuntungan konservasi secara pribadi menuju pengelolaan hutan perseorangan, dan juga mengubah insentif mereka; atau 2. Menyebabkan timbulnya sumber penghasilan yang bisa digunakan untuk membiayai usaha konservasi oleh publik atau privat conservation groups. Pembayaran ini pada hakekatnya mentransfer beberapa keuntungan yang diterima oleh pemanfaat jasa lingkungan kepada pengelola hutan lokal. Akibatnya, total keuntungan dari mengkonservasi hutan dirasa meningkat oleh pengelola hutan lokal. Dengan asumsi bahwa keuntungan mengubah hutan untuk penggunaan lain tidak mengalami perubahan, pengelola hutan lokal akan memilih untuk memelihara hutan. Lebih lanjut, pendukung dari pasar jasa lingkungan hutan pada kebanyakan kasus memperdebatkan, bahwa yang menyediakan jasa (sebagian besar pengguna tanah di pedesaan atau mainly rural land users) lebih miskin daripada penerima atau konsumen jasa lingkungan. Pada kenyataannya klaim terhadap hal tersebut benar, dan mekanisme keuangan baru sebenarnya memindahkan sumber penghasilan dari konsumen jasa lingkungan hutan yang relatif kaya kepada penyedia jasa yang relatif miskin.

2.3. Pembayaran Jasa Lingkungan 2.3.1. Pengertian Pembayaran Jasa Lingkungan Secara umum, pembayaran jasa lingkungan (payment environment services) didefinisikan sebagai mekanisme kompensasi di mana penyedia jasa (service providers) dibayar oleh penerima jasa (service users) (The Regional Forum on Payment Schemes for Environmental Services in Watersheds, the Third Latin American Congress on Watershed Management, 2003) 1. Menurut Wunder (2005), pembayaran jasa lingkungan didefinisikan sebagai sebuah transaksi sukarela (voluntary) yang melibatkan paling tidak satu penjual (one seller), satu pembeli (one buyer) dan jasa lingkungan yang terdifinisi dengan baik (well-defined environmental service), di mana di sini berlaku pula prinsip-prinsip bisnis hanya membayar bila jasa telah diterima. Sebuah pembayaran jasa lingkungan bisa didefinisikan sebagai sebuah transaksi yang sukarela atau mengikat secara hukum di mana sebuah jasa lingkungan yang jelas dan bisa teridentifikasi dibeli oleh pembeli dari penyedia jasa lingkungan 2. 2.3.2 Prinsip Pembayaran Jasa Lingkungan Bentuk penggunaan lahan yang berbeda bisa menyebabkan timbulnya berbagai jenis jasa lingkungan (Pagiola dan Platais, 2002). Penggunaan lahan dengan level perlindungan pohon yang tinggi, misalnya, bisa menolong dalam hal pengaturan aliran air di DAS dan mengurangi risiko banjir atau longsor. Namun pemilik lahan biasanya tidak mendapat kompensasi apa pun untuk jasa lingkungan seperti itu. 1 http://www.esp.or.id/wp-content/uploads/pdf/fs/esf-en.pdf. Diakses pada 24 Agustus 2009 pukul 04.26 2 http://www.esp.or.id/index.php/program/sf/sf-3/sf-3-1/. Diakses pada 24 Agustus 2009 pukul 04.30

Akibatnya, mereka biasanya mengabaikan masyarakat hilir dalam membuat keputusan terhadap penggunaan lahan miliknya. Sering kali, hal ini dapat menyebabkan keputusan penggunaan lahan yang secara sosial sub-optimal. Respon terhadap masalah ini cenderung sering mengandalkan usaha perbaikan, seperti memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh banjir atau pembuatan yang dimaksudkan untuk melindungi daerah hilir terhadap banjir, atau atas regulasi yang ditujukan untuk menentukan pola khusus penggunaan lahan. Pendekatan ini pada kenyataannya tidak ada satu pun yang terbukti efektif. Usaha perbaikan sering tidak sempurna dan mahal, bahkan lebih mahal daripada tindakan pencegahan. Pendekatan regulasi menjadi sulit dalam hal enforcement dan memaksakan biaya tinggi pada pemilik lahan miskin dengan mencegah mereka untuk tidak melakukan aktivitas yang menguntungkan secara pribadi (Pagiola dan Platais, 2002). Beberapa tahun belakangan ini, pengakuan masalah ini dan kegagalan pendekatan sebelumnya untuk menangani masalah ini menyebabkan timbulnya usaha untuk mengembangkan sistem pemberian ganti rugi (payment of environmental services) kepada pemilik lahan untuk jasa lingkungan yang dihasilkan. Dengan begitu, pemilik lahan akan mempunyai insentif langsung untuk mempertimbangkan jasa lingkungan tersebut dalam menentukan keputusan terhadap penggunaan lahan miliknya, dan hal tersebut menghasilkan lebih banyak penggunaan lahan secara sosial-optimal (Pagiola dan Platais, 2002). Prinsip penting dari payment of environmental services adalah bahwa yang menyediakan jasa lingkungan sebaiknya menerima kompensasi atas usaha konservasi

yang dilakukan dan bahwa yang menerima jasa lingkungan sebaiknya membayar penyediaan mereka (Pagiola dan Platais, 2002). Pendekatan ini lebih lanjut memberikan keuntungan dalam hal menyediakan tambahan sumber pendapatan bagi pemilik lahan miskin, dan menolong untuk memperbaiki mata pencaharian mereka. Gambar 2 menjelaskan ilmu ekonomi mengenai metode ini. Conversion to pasture Conservation with service payment Keuntungan bagi pemilik lahan $/ha conservation Payment of services Biaya bagi masyarakat hilir Sumber: Pagiola dan Platais, 2002 Gambar 1. Logika Sederhana Payments for Environmental Services Seperti yang terlihat pada gambar, pemilik lahan mendapat sedikit keuntungan dari usaha konservasi hutan (forest conservation), bahkan kurang dari keuntungan yang akan mereka terima dari alternatif penggunaan lahan lain, seperti konversi untuk lahan gembala (conversion to pasture). Di lain pihak, deforestasi dapatmembebankan biaya terhadap penduduk hilir, bagi siapa yang tidak mendapat keuntungan dari jasa ekologi seperti water filtration. Pembayaran oleh penduduk hilir dapat membuat

usaha konservasi menjadi pilihan yang lebih menarik bagi pemilik lahan. Pembayaran secara nyata harus lebih dari tambahan keuntungan yeng diterima pemilik lahan dari penggunaan alternatif penggunaan lain (atau pemilik lahan tidak akan merubah prilaku mereka) dan kurang dari nilai keuntungan untuk penduduk hilir (atau penduduk hilir tidak akan bersedia membayarnya). 2.4. Persepsi Persepsi dalam arti sempit merupakan penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu. Sedangkan dalam arti luas, persepsi merupakan pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Leavitt, 1978). Persepsi seseorang ditentukan oleh kebutuhan-kebutuhan mereka. Orang-orang akan melihat sesuatu secara berbeda satu sama lain. Oleh karena itu persepsi merupakan faktor penentu yang utama dari perilaku. Menurut Sarwono (1999), persepsi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Selanjutnya Sarwono (1999) juga menyatakan bahwa persepsi seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang terdapat dalam individu, seperti jenis kelamin, perbedaan generasi (umur), motif, tingkat pendidikan, dan tingkat pengetahuan. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari lingkungan di luar yang mempengaruhi persepsi seseorang, seperti lingkungan sosial budaya (misalnya suku bangsa) dan media komunikasi dimana seseorang memperoleh informasi tentang sesuatu. Menurut Atkinson (1983), persepsi merupakan proses dimana kita mengorganisasi dan menafsirkan pola stimulus dalam lingkungan. Studi tentang persepsi sangat berkaitan dengan studi tentang proses kognitif, seperti ingatan dan

pikiran. Fenomena persepsi berhubungan dengan bagaimana satu bagian dari stimulus muncul sehubungan dengan stimulus lainnya. 2.5. Teori Ekonomi Mengenai Barang-Barang Lingkungan Barang publik merupakan suatu jenis barang dimana setiap orang dapat menikmati utilitas yang diberikannya dan orang tersebut tidak dapat dikeluarkan dari komunitas pengguna, dengan kata lain barang publik dapat juga diartikan sebagai barang yang tidak ada seorang pun dapat dikecualikan dalam pemakaiannya. Berdasarkan ciri-cirinya barang publik memiliki dua sifat dominan, diantaranya sebagai berikut (Fauzi, 2006): 1. Non-Rivalry (tidak ada ketersaingan atau non-divisible). Barang publik memiliki sifat non-rivalry dalam hal mengkonsumsinya. Artinya, konsumsi seseorang terhadap barang publik tidak akan mengurangi konsumsi orang lain terhadap barang yang sama. Seperti udara yang kita hirup, dalam derajat tertentu tidak berkurang bagi orang lain untuk menghirupnya. 2. Non-Excludable (tidak ada larangan). Sifat kedua dari barang publik adalah non-excludable, artinya sulit untuk melarang pihak lain untuk mengkonsumsi barang yang sama. Seperti pada saat kita menikmati pemandangan laut yang indah di pantai misalnya, kita tidak bisa atau sulit melarang orang lain untuk tidak melakukan hal yang sama karena pemandangan adalah public goods. Berdasarkan sifat diatas, dapat kita simpulkan bahwa kebanyakan barang publik adalah berupa barang lingkungan. Nilai manfaat perubahan suatu barang publik dapat diketahui dengan memasukkan seluruh unsur manfaat yang ada padanya, inilah yang

disebut sebagai nilai total. Berikut ini akan dijelaskan komponen-komponen dari nilai total ekonomi, diantaranya adalah : 1. Nilai kegunaan konsumtif (use value) Merupakan nilai yang diperoleh atas pemanfaatan dari sumber daya alam. Use value, seperti terlihat dalam gambar 1. terdiri dari: a. Nilai guna langsung (direct use) merupakan nilai yang diperoleh individu dari pemanfaatan langsung sumberdaya alam dimana individu tersebut berhubungan langsung dengan sumberdaya alam dan lingkungan. b. Nilai guna tak langsung (indirect use) merupakan nilai yang didapat atau dirasakan secara tidak langsung dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. 2. Nilai kegunaan non konsumtif ( non-use value) Merupakan nilai sumberdaya alam dan lingkungan yang muncul karena keberadaannya meskipun tidak dikonsumsi secara langsung. Nilai ini lebih sulit untuk diukur karena didasarkan pada preferensi individual terhadap sumberdaya alam dan lingkungan daripada pemanfaatan langsung. Non-use value, seperti terlihat dalam gambar terdiri dari: a. Nilai keberadaan (existence value) merupakan nilai yang didasarkan pada terpeliharanya SDA tanpa menghiraukan manfaat dari keberadaan SDAL tersebut. b. Nilai warisan (bequest value) merupakan nilai yang diberikan oleh generasi saat ini terhadap SDAL agar dapat diwariskan pada generasi mendatang.

Selain kedua manfaat tersebut ada juga nilai lain yaitu nilai pilihan (option value), yaitu nilai pemeliharaan SDAL untuk kemungkinan dimanfaatkan pada masa yang akan datang. 2.6. Metode Estimasi Penilaian Lingkungan Barang dan jasa lingkungan merupakan barang non market value. Terdapat dua kelompok utama pendekatan untuk menilai dan mengukur barang tersebut, yaitu : (1) revealed preference approaches (revealed preference techniques), dan (2) stated preference approaches (expressed preference techniques) (Garrod dan Willis, 1999). Pendekatan revealed preference merupakan pendekatan untuk melihat bagaimana masyarakat membuat keputusan atas aktivitas-aktivitas yang menghormati dan ramah terhadap kegunaan atau dampak lingkungan. Fokus pendekatan ini mengukur nilai kegunaan langsung (direct use value) dan nilai kegunaan tidak langsung (indirect use value). Sedangkan pendekatan stated preference merupakan pendekatan yang menggunakan pertanyaan nilai kegunaan langsung dari individu-individu, melalui teknik pengambilan sampel dengan survey. Teknik ini juga dapat digunakan untuk mengukur nilai kegunaan langsung (direct use) dan nilai kegunaan tidak langsung (indirect use values). Metode valuasi kontingensi (CVM) merupakan salah satu metode yang termasuk kedalam pendekatan stated preference approaches (expressed preference techniques), disamping metode discrete choice dan conjoint analysis. CVM dapat digunakan untuk menghitung nilai-nilai (harga) manfaat dan kerugian (kerusakan) dari barang-barang yang tidak memiliki pasar (public goods), seperti barang lingkungan. Menghitung nilai CVM ini dapat dilakukan dengan menanyakan

langsung kepada individu atau masyarakat sejauh mana masyarakat bersedia membayar untuk perubahan kualitas lingkungan, seperti pengurangan polusi udara, melindungi spesies tertentu, pencadangan area hutan, kontaminasi dari kotoran aliran air sungai, dan sebagainya. 2.6.1. Konsep Contingent Valuation Method (CVM) Berbagai definisi dan pengertian tentang CVM ini dinyatakan oleh berbagai ahli ekonomi sumberdaya dan lingkungan. Hanley dan Spash (1993) menyatakan bahwa: CVM is enables economic values to be estimated for a wide range of commodities not traded ini markets. Yakin (1997) dalam Intan et al. (2008) menyatakan bahwa CVM adalah metode teknik survei untuk menanyakan penduduk tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki pasar, seperti barang lingkungan, jika pasarnya betul-betul tersedia atau jika ada cara-cara pembayaran lain seperti pajak diterapkan. Berdasarkan pernyataan diatas jelas bahwa CVM menggunakan pendekatan secara langsung yang pada dasarnya menanyakan kepada masyarakat berapa besar maksimum WTP untuk manfaat tambahan dan/atau berapa besarnya minimum WTA sebagai kompensasi dari kerusakan barang lingkungan. Tujuan dari CVM adalah untuk menghitung nilai (harga) atau penawaran yang mendekati keadaan yang sebenarnya jika pasar dari barang tersebut benar-benar ada. Oleh karena itu, pasar hipotetik (kuesioner dan responden) harus sebisa mungkin mendekati kondisi pasar yang sebenarnya. Responden harus mengenal dengan baik barang yang ditanyakan dalam kuesioner dan alat hipotetik yang digunakan untuk

pembayaran, seperti pajak dan biaya masuk (retribusi) secara langsung yang dikenal sebagai alat pembayaran. 2.6.2. Tahapan Pekerjaan Dalam CVM Skema pelaksanaan perhitungan barang atau jasa lingkungan dengan menggunakan metode CVM dapat dilihat pada Gambar 2. CVM Mendesain instrumen Administrasi survei Interpretasi hasil survei 1. Penjelasan produk 2. Pertanyaan mengenai WTP/WTA 3. Pertanyaan karakteristik 1. Menetapkan metode pengambilan sampel 2. Memperhatikan efektivitas penyebaran 1. Analisis deskriptif 2. Analisis ekonometrika Sumber: Widayanto (2001) dalam Intan et al. (2008) Gambar 2. Skema Metode Valuasi Kontingensi Gambar 2 menunjukkan bahwa untuk mendapatkan penilaian CVM yang terbaik maka harus dilakukan minimal tiga tahapan pekerjaan, yaitu: 1. Mendesain dan membangun instrumen survei (kuesioner) Tahap ini terdiri dari tiga bagian, yaitu: 1) Penjelasan tentang barang atau jasa lingkungan yang akan dinilai. Penjelasan harus dilakukan secara nyata, detail dan informatif. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahan persepsi individu terhadap barang atau jasa yang akan dinilainya. Informasi yang disampaikan secara detail termasuk di dalamnya jenis dan perbedaan kualitas dari berbagai jenis barang atau jasa lingkungan. Penjelasan yang disampaikan dapat secara

deskriptif tulisan ataupun disertai dengan bantuan foto, diagram, peta dan skema dengan bahasa yang sederhana. 2) Penjelasan tentang WTP atau WTA individu. Setelah adanya pemahaman individu terhadap barang atau jasa lingkungan maka individu juga harus paham mengenai WTP atau WTA yang akan dikeluarkannya. Pertanyaan yang diajukan adalah apakah individu tersebut bersedia membayar ataukah bersedia menerima kompensasi atas kerugian yang dideritanya serta pertanyaan berapa besar WTP atau WTA yang akan dikeluarkan atau diterimanya. 3) Penjelasan tentang karakteristik maupun kondisi sosio demografi individu. Hal ini sangat dibutuhkan guna mengenai alasan dari setiap individu menerima maupun menolak membayar atau menerima kompensasi serta alasan yang melatarbelakangi besar kecilnya nilai WTP atau WTA tersebut. Karakteristik individu misalnya menyangkut jenis kelamin, umur, tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, jumlah tanggungan dalam rumahtangga, tingkat pendidikan, lama bekerja, pengalaman bekerja di bidang yang bersangkutan, dan lain-lain. Sedangkan kondisi sosio demografi misalnya ketersediaan fasilitas umum, kondisi jalan, letak rumah, kondisi lingkungan, yang dinilai, jarak desa-kota, jarak ke tempat bekerja, dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut diduga mempengaruhi kesediaan membayar atau menerima kompensasi maupun besar kecilnya nilai WTP/WTA. 2. Administrasi Survei Hal yang perlu diperhatikan dalam administrasi survey adalah: