PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1)

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

Pemutusan Hubungan Kerja

PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14

SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO

Lex Administratum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. Kata kunci: jamsostek, pemutusan hubungan kerja

PHK BOY BUCHORI ALKHOMENI HASIBUAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

Perselisihan dan Pemutusan. hubungan kerja. berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan BAB 4

BAB II PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. A. Alasan Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. 1) Setiap bentuk usaha milik swasta yang memperkerjakan pekerjaan dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak.

Pasal 150 UUK KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

c. bahwa unluk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA.

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan. Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: KEP-150/MEN/2000 TENTANG

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (Termination of Employment Relationship) Amalia, MT

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU

PERATURAN - PERATURAN PENTING DALAM UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam pembangunan

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

Tata Cara Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja/PHK

STANDARISASI PEMUTUSAN

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

Pada dasarnya, tujuan utama hukum ketenagakerjaan MAKNA PHK BAGI PEKERJA

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

STIE DEWANTARA Aspek Ketenagakerjaan Dalam Bisnis

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Nomor :...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Hukum Ketenagakerjaan

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati

MOGOK KERJA DAN LOCK-OUT

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KARENA MEMPUNYAI IKATAN PERKAWINAN DALAM PERUSAHAAN

perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Manajemen berperan dalam mengkombinasikan faktor-faktor

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GIANYAR,

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I NOMOR 146 TAHUN 2012

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2)

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI

NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN KOMPENSASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Umum Tentang Ketenagakerjaan. berbeda antara pendapat yang satu dengan pendapat lainnya. 1

BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. A. PHK dengan Alasan Efisiensi dalam Peraturan Perundang-undangan

DEFINISI DAN TUJUAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

MAKALAH MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

Tata Tertib setiap pekerja ISH yang berada di layanan mengacu kepada Standard Operationg Procedure (SOP) yang dibuat oleh Div. Operation & ER ISH.

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

(KepMen ini pada 25 Maret 2003 telah dinyatakan tidak berlaku per UU No. 13/2003. Pencantumn dalam pustronik ini untuk maksud studi)

Meminimalkan Konflik dalam PHK

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

KATA PENGANTAR. Direktur Pendidikan Menengah Kejuruan Dr.Gatot Hari Priowirjanto

PERATURAN PERUSAHAAN PT.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 170 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992 Tentang Dana Pensiun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KETENTUAN HUKUM MENGENAI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Istilah majikan dapat disebut juga sebagai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS DAN KASUS POSISI. pekerja diikat oleh suatu perjanjian yang disebut perjanjian kerja.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang. uang yang digunakan untuk memenuhi tuntutan hidup mereka akan

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

AKIBAT HUKUM TERHADAP PENGUSAHA YANG MELAKUKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KEPADA PEKERJA YANG SAKIT

HUBUNGAN INDUSTRIAL PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PEMBAHASAN. Pemutusan Hubungan Kerja

BAB I PENDAHULUAN. selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi

BUPATI MUSI BANYUASIN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR: 2>2> TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI

Perusahaan Swasta, karena kedua undang' undang tersebut sampai saat ini masih. berlaku (tidak dicabut oleh Undang: undang Nomor 13 Tahun 2003).

Bismillahirrohmaanirrohim

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

copyright by Elok Hikmawati 1

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Serikat Pekerja/Serikat Buruh

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN

Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XIII) PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1) copyright by Elok Hikmawati 1

Pemutusan Hubungan Kerja Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. copyright by Elok Hikmawati 2

PHK menurut UU No.13/2004 meliputi PHK yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. copyright by Elok Hikmawati 3

Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/ serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi PHK. Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi PHK tidak dapat dihindari, maka maksud PHK wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. copyright by Elok Hikmawati 4

Dalam hal perundingan benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI). copyright by Elok Hikmawati 5

Permohonan penetapan PHK diajukan secara tertulis kepada lembaga PPHI disertai alasan yang menjadi dasarnya. Permohonan penetapan dapat diterima oleh lembaga PPHI apabila telah dirundingkan. Penetapan atas permohonan PHK hanya dapat diberikan oleh lembaga PPHI jika ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan, tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan. copyright by Elok Hikmawati 6

Pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan : (Ps.153 ayat(1) UU No.13/2004) pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terusmenerus; pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya; copyright by Elok Hikmawati 7

pekerja/buruh menikah; pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya; pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama; pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/ buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama; copyright by Elok Hikmawati 8

pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan; karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan. copyright by Elok Hikmawati 9

Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan tersebut alasan tsb. Ps.153 ayat(1) UU 13/2004 batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan. copyright by Elok Hikmawati 10

Penetapan dari lembaga PPHI tidak diperlukan dalam hal, pekerja/buruh : (Ps.154 UU 13/2004) a) masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya; b) mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali; c) mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundangundangan; atau d) meninggal dunia. copyright by Elok Hikmawati 11

Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan Lembaga PPHI batal demi hukum. Selama putusan lembaga PPHI belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/ buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan tsb. berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh. copyright by Elok Hikmawati 12

Jenis-jenis PHK PHK oleh majikan/pengusaha PHK oleh pekerja/buruh PHK demi hukum PHK oleh pengadilan (PPHI) copyright by Elok Hikmawati 13

PHK oleh majikan/pengusaha PHK karena pekerja/buruh melakukan kesalahan berat (Pasal 158 ayat (4)) PHK karena pekerja/buruh (setelah) ditahan pihak berwajib selama 6 (bulan) berturut-turut disebabkan melakukan tindak pidana di luar perusahaan (Pasal 160 ayat (3)). PHK setelah melalui SP (surat peringatan) I, II, dan III (Pasal 161 ayat (3) PHK oleh pengusaha yang tidak bersedia lagi menerima pekerja/buruh (melanjutkan hubungan kerja) karena adanya perubahan status, penggabungan dan peleburan perusahaan (Pasal 163 ayat (2)); PHK karena perusahaan tutup (likuidasi) yang disebabkan bukan karena perusahaan mengalami kerugian (Pasal 164 ayat (2)). PHK karena mangkir yang dikualifikasi mengundurkan diri (Pasal 168 ayat (3)). PHK atas pengaduan pekerja/buruh yang menuduh dan dilaporkan pengusaha (kepada pihak yang berwajib) melakukan "kesalahan" dan (ternyata) tidak benar (Pasal 169 ayat (3)); PHK karena pengusaha (orang-perorangan) meninggal dunia (Pasal 61 ayat (4)); copyright by Elok Hikmawati 14

PHK oleh pekerja/buruh PHK karena pekerja/buruh mengundurkan diri (Pasal 162 ayat (2)); PHK karena pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja disebabkan adanya perubahan status, penggabungan, peleburan dan perubahan kepemilikan perusahaan ( Pasal 163 ayat (1)); PHK atas permohonan pekerja/buruh kepada lembaga PPHI karena pengusaha melakukan "kesalahan" dan (ternyata) benar (Pasal 169 ayat (2)). PHK atas permohonan pekerja atau buruh karena sakit berkepanjangan, mengalami cacat (total-tetap) akibat kecelakaan kerja (Pasal 172). copyright by Elok Hikmawati 15

PHK demi hukum PHK karena perusahaan tutup (likuidasi) yang disebabkan mengalami kerugian (Pasal 164 ayat (1)) PHK karena pekerja/buruh meninggal (Pasal 166) ; PHK karena memasuki usia pensiun (Pasal 167 ayat (5) PHK karena berakhirnya PKWT pertama (154 huruf b kalimat kedua) copyright by Elok Hikmawati 16

PHK oleh pengadilan (PPHI) PHK karena perusahaan pailit (berdasarkan putusan Pengadilan Niaga) (Pasal 165); PHK terhadap anak yang tidak memenuhi syarat untuk bekerja yang digugat melalui lembaga PPHI (Pasal 68) PHK karena berakhirnya PK (154 huruf b kalimat kedua) copyright by Elok Hikmawati 17

PHK karena Pekerja melakukan kesalahan berat (Ps.160 UU 13/2003) Termasuk kesalahan berat : a. penipuan, pencurian, atau penggelapan; b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaanbarang dan/atau uang milik perusahaanmelakukan; c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja; d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja; copyright by Elok Hikmawati 18

e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja; f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan; g. dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan; h. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja; i. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau j. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. copyright by Elok Hikmawati 19

Kesalahan berat tersebut harus didukung dengan bukti sebagai berikut : a. pekerja/buruh tertangkap tangan; b. ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau c. bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi. Hak Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan alasan tersebut, dapat memperoleh uang penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4). Bagi pekerja/buruh yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain uang penggantian hak diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. copyright by Elok Hikmawati 20

PHK karena Pekerja terlibat kasus pidana (Ps.160 UU 13/2003) Pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja/buruh yang setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana. Namun, pengusaha dapat membuat keputusan sebelum waktu 6 (enam) bulan, jika : a. Sebelum 6 (enam) bulan pengadilan memutuskan bahwa pekerja/buruh bersalah, perusahaan berhak melakukan PHK; dan b. Sebelum 6 (enam) bulan pengadilan memutuskan bahwa pekerja/buruh tidak bersalah, perusahaan wajib mempekerjakan pekerja/buruh kembali. copyright by Elok Hikmawati 21

PHK dilakukan tanpa penetapan lembaga PPHI. Hak pekerja/buruh yang mengalami PHK tersebut, dapat memperoleh uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4). copyright by Elok Hikmawati 22

Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha, maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut : a. untuk 1 (satu) orang tanggungan : 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah; b. untuk 2 (dua) orang tanggungan : 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah; c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan : 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah; d. untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih : 50% (lima puluh perseratus) dari upah. copyright by Elok Hikmawati 23

PHK karena Pekerja melanggar PK, PP atau PKB (Ps.161 UU 13/2003) Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut. Hak Pekerja/buruh yang mengalami PHK dengan alasan tersebut, memperoleh uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) copyright by Elok Hikmawati 24

PHK karena Pekerja mengundurkan diri atas kemauan sendiri (Ps.162 UU 13/2003) Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri harus memenuhi syarat : a. mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri; b. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan c. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri. copyright by Elok Hikmawati 25

Hak Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. PHK dengan alasan pengunduran diri atas kemauan sendiri dilakukan tanpa penetapan lembaga PPHI. copyright by Elok Hikmawati 26

PHK karena status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan (Ps.163 UU 13/2003) Jika pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang perhargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4) Pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja/buruh karena perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan dalam Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4) copyright by Elok Hikmawati 27

PHK karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur) (Ps.164 UU 13/2003) Kerugian perusahaan harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik. pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). copyright by Elok Hikmawati 28

PHK karena perusahaan melakukan efisiensi (Ps.164 ayat 3 UU 13/2003) Pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja/ buruh karena perusahaan melakukan efisiensi. pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). copyright by Elok Hikmawati 29

PHK karena perusahaan pailit (Ps.165 UU 13/2003) Perusahaan dinyatakan pailit jika : memiliki utang, minimum utang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, ada kreditur (pihak yang mempunyai piutang) lebih dari satu, ada permohonan pernyataan pailit, serta ada pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga (UU Kepailitan N0.37/2004) pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) copyright by Elok Hikmawati 30

PHK karena pekerja/buruh meninggal dunia (Ps.166 UU 13/2003) Dalam hal hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia, kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama dengan perhitungan 2 (dua) kali uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), 1 (satu) kali uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). copyright by Elok Hikmawati 31

PHK karena Pensiun (Ps.167 UU 13/2003) Untuk pekerja/buruh yang memiliki Program Pensiun : Untuk karyawan yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha, maka pekerja/buruh tidak berhak mendapatkan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak. Dalam hal besarnya jaminan atau manfaat pensiun yang diterima sekaligus dalam program pensiun ternyata lebih kecil dari daripada jumlah yang ditentukan oleh Undang-Undang maka selisihnya dibayar oleh pengusaha. Dalam hal penngusaha sudah mengikutsertakan pekerja/buruh dalam program pensiun yang preminya dibayar oleh pengusaha dan pekerja/buruh, maka yang diperhitungkan dengan uang pesangon, yaitu uang pensiun yang preminya dibayar oleh pengusaha copyright by Elok Hikmawati 32

Dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/ buruh pada program pensiun, maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). copyright by Elok Hikmawati 33

PHKkarena mangkir selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut (Ps.168 UU 13/2003) PHK karena mangkir kerja selama 5 (lima) hari berturutturut dapat dilakukan jika memenuhi syarat sebagai berikut : Pekerja/buruh tidak memberikan keterangantertulis Pekerja/buruh memberikan keterangan tertulis, tetapi tidak dilengkapi dengan bukti yang sah. Keterangan secara tertulis dilengkapi bukti tertulis yang sah, tetapi tidak diserahkan sampai batas akhir penyerahan, yaitu hari pertama pekerja/buruh masuk kerja. Pekerja/buruh telah dipanggil oleh pengusaha sebanyak 2 (dua) kali secara patut dan tertulis. copyright by Elok Hikmawati 34

pekerja/buruh yang bersangkutan berhak menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) dan diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. copyright by Elok Hikmawati 35

PHK karena Pekerja/buruh mengajukan permohonan PHK kepada lembaga PPHI Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan PHK kepada lembaga PPHI dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut : menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh; membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan; tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih; copyright by Elok Hikmawati 36

tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/ buruh; memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja. pekerja/buruh berhak mendapat uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). copyright by Elok Hikmawati 37

PHK karena pekerja/buruh sakit atau catat akibat kecelakaan (Ps.172 UU 13/2003) Pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan dapat mengajukan PHK dan diberikan uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang pengganti hak 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (4). copyright by Elok Hikmawati 38