PENGARUH PEMBENTUKAN JUMLAH ANAKAN PADA BAWANG MERAH GENERASI KE 3 YANG BERASAL DARI UMBI TSS Oleh: Sartono Putrasamedja Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang ABSTRAK Tujuan percobaan ini untuk mengetahui beberapa klon yang mampu membentuk jumlah anakan yang paling banyak pada generasi ke 3. Materi yang di coba yaitu : klon 2008/1, klon 2008/2, klon 2008/3, klon 2008/4, klon 2008/5, klon 2008/6, klon 2008/7, klon 2008/8, klon 2008/9, klon 2008/10, varietas Bima Brebes serta Katumi sebagai pembanding. Percobaan dilakukan pada kebun Percobaan Dinas Pertanian Kramat, Tegal (Jawa Tengah) dengan ketinggian +/- 4 meter dari permukaan laut, jenis tanah alluvial, p.h 5,6 6,2. Dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2009. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok, masing-masing perlakuan di ulang 3 kali. Hasil akhir diperoleh bahwa : 1. Klon no. 2008/7 mampu membentuk anakan paling banyak rata-rata 10 dengan tinggi tanaman 40,17 cm. 2. Klon 2008/1, 2008/2, 2008/3 serta 2008/4 rata-rata mampu membentuk anakan 8. Kata kunci : anakan,klon,bawang merah, TSS ABSTRACT The purpose of this experiment to find out some of the clones are capable of forming the most number of suckers on the 3rd generation. The material in the trial are: clone 2008 / 1, clone 2008 / 2, clone 2008 / 3, clone 2008 / 4, clone 2008 / 5, clone 2008 / 6, clone 2008 / 7, clone 2008 / 8, clone 2008 / 9, clone 2008/10, as well as varieties of Bima Brebes Katumi as a comparison. The experiments were performed at the Department of Agriculture Experiment Kramat garden, Tegal (Central Java) with a height of + / - 4 meters above sea level, alluvial soil type, ph 5.6 to 6.2. Conducted in May to July 2009. Experimental design used was randomized block design, each treatment in repeated 3 times. The end result is obtained that: 1. Clones no. 2008 / 7 is able to form tillers at most an average of 10 to 40.17 cm plant height. 2. Clones 2008 / 1, 2008 / 2, 2008 / 3 and 2008 / 4 on average are able to form seedlings 8. Key words: tillers, clones, red onion, TSS PENDAHULUAN TSS adalah kepanjangan Truee Seed Shallot, artinya bawang yang di tanam yang berasal dari biji botani. Biji merupakan bahan tanaman awal dari perbaikan generasi pada bawang merah uuntuk generasi berikutnya. Pada umumnya umbi bawang merah yang berasal dari dari biji apabila ditanam pada musim penghujan lebih baik daripada tanaman yang berasal dari umbi. Tanaman yang berasal dari biji selain pertumbuhannya legih tegar juga bentuk kedudukannya masih vertikal sedang dari umbi rata-rata cenderung ke arah horizontal (Sartono, 2006). Jumlah anakan pada pertanaman yang berasal dari biji pada generasi awal rata-rata belum mampu membentuk anakan. Walaupun ada paling banyak satu anakan. Sedangkan pada bawang merah yang sudah berasal dari umbi normal ratarata mampu membentuk anakan lebih dari 5 anakan. Kemampuan jumlah anakan akan menentukan kemampuan dalam tabulasi akhir yang dicapai pada suatu 211
varietas. Jumlah generasi atau keturunanan beberapa pada bawang merah akan ikut menetukan produksi dari masing-masing klon, setiap klon tidak tidak akan sama kemampuan produksinya walaupun dalam generasinya sama, sebab kemampuan berproduksi suatu klon ditentukan oleh asal usul induknya yaitu: 1. Apakah berasal dari hasil silangan, bukan berasal dari hasil silangan akan ditentukan oleh kedua belah induknya dan 2. Apakah hasil produksi benih biji biasa, dari hasil perbanyakan satu induk tidak terlalu banyak beragam dalam pembentukan jumlah anakannya, misalnya dari generasi satu sampai dengab generasi ke 3 (Sartono, 2006). Untuk mengetahui kemampuan dalam pembentukan jumlah anakan dari generasi ke 2 ke generasi ke 3 perlu diadakan pengujian. Dari generasi ke 2 ke generasi ke 3 pada umbi yang berasal dari TSS rata-rata masih labil. Untuk mengetahui kemapuan dalam pembentukan anakan pada masing-masing klon maka perlu dicoba. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui klon yang paling baik dalam membentuk anakan pada generasi ke 3. BAHAN DAN METODE Bahan yang di uji adalah hasil persilangan tahun 2008 berupa umbi pada generasi ke 3, sebagian induk betinanya berasal dari varietas lokal sedangkan induk jantannya berasal dari introduksi. Materi yang dicoba anatara lain : klon 2008/1, klon 2008/2, klon 2008/3, klon 2008/4, klon 2008/5, klon 2008/6, klon 2008/7, klon 2008/8, klon 2008/9, klon 2008/10, varietas Bima Brebes serta Katumi sebagai pembanding. Percobaan dilakukan pada kebun Percobaan Dinas Pertanian Kramat, Tegal (Jawa Tengah) dengan keting gian +/- 4 meter dari permukaan laut, jenis tanah alluvial, p.h 5,6 6,2. Dilaksanakan pada bulan mei sampai dengan Juli 2009. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok, masing-masing perlakuan di ulang 3 kali, jarak tanam yang digunakan 15 x 20 cm, setiap plot terdiri dari 200 tanaman, jarak antar plot 0,5 m sedangkan jarak antar ulangan 1 m2. Agar tanaman tetap subur sebelum tanam lahan diberi pupuk buatan berupa kompos dengan dosis 2 ton/ha, aplikasinya diberikan pada waktu 3 hari sebelum panen, selain itu juga diberikan pupuk buatan berupa NPK (15:15:15), dalam aplikasinya pupuk diberikan dua kali yaitu pada waktu 3 hari sebelum tanam sebanyak 0,5 dosis dan sisanya lagi diberikan pada saat tanaman berumur 3 minggu setelah tanam. Sesui dengan hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Sumiaty, E, 1995). Dalam pemeliharaan selain penyiangan, pengairan dan pemupukan juga diberikan proteksi agar tanaman aman 212
dari serangan hama dan penyakit. Untuk ini diberikan insektisida dan fungisida berupa Decis dan Dithane M45 dengan dosis masing-masing 0,8 cc/l sampai dengan 0,3 cc/l air, aplikasinya diberikan setiap 4 hari satu kali atau disesuaikan dengan keadaan dilapangan. Tolok ukur yang diamati terdidri dari tinggi tanaman, jumlah anakan dilaksanakan pada waktu tanaman berumur 35 hari setelah tanam. Sedangkan komponen produksi yang meliputi jumlah tanaman yang di panen setiap petak, bobot basah per umbi dilakukan dengan menimbang produksi pada waktu panen, untuk bobot kering dilakukan penimbangan pada saat kering eskape yaitu dari hasil panen setelah dijemur satu minggu (apabila musim kemarau), tanaman sampel diambil 10 tanaman setiap plot dengan metoda sistematik dengan cara acak. Pertanaman dipanen pada waktu tanaman telah rebah 80% atau akar batang telah kosong 80% atau daun telah menguning biasanya pada umur 55 hari (Soedomo, 1992) dan (Hidayat dan Rosliani, 1996), pada umumnya bawang dipanen pada umur 55 hari setelah tanam atau tergantung masingmasing varietas. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan tanaman rata-rata cukup baik, ini berkaitan dengan adanya cuaca yang menunjang. Dimana pada waktu selama percobaan berjalan curah hujan berkurang, walaupun ditempat lain curah hujannya selalu besar tetapi pada lokasi percobaan Kramat sudah berkurang hujannya. a. Tinggi Tanaman Dari hasil rata-rata pengamatan setelah umur 35 hari setelah tanam diperoleh data bahwa antara perlakuan klon satu dengan klon lainnya secara analisa statistika tidak ada perbedaannya nyata (Tabel 1.). Namun demikian klon no. 5 mampu tumbuh paling tinggi yaitu 44,67 cm diantara klon-klon lainnya, tidak adanya perbedaan nyata ini disebabkan oleh tingkat kesuburan yang sama sehingga masing-masing klon dapat tumbuh dengan baik, tidak ada persaingan dalam penyerapan unsure hara, baik air maupun cahaya hal inis esuai dengan pendapat (Nani Sumarni dkk, 2005). Selain itu juga kelihatannya ada kesamaan dari masingmasing tetua yang diturunkan (Sartono, 2006). b. Jumlah anakan Berdasarkan hasil pengamatan menunjukan bahwa dari hasil analisa secara statistik setalh dirata-ratakan ada tendensi bahwa klon 2008/7 dengan jumlah anakan rata-rata10,34 mampu mebentuk anakan paling banyak dan berbeda nyata terhadap kontrol maupun klon 2008/10 dengan jumlah anakan rata-rata 7,27 dan klon no. 2008/9 dengan jumlah anakan 213
6,20, klon 2008/8 dengan jumlah anakan 6,73 dan klon 2008/5 dengan jumlah anakan 6,07 (Tabel 1.). Perbedaan ini dapat terjadi karena dalam kemampuan membentuk anakan dipengaruhi oleh karakter induk betina, induk betina lebih dominan dalam karakter pembentukan jumlah anakan. Sedangkan besarnya umbi maupun warna umbi dipengaruhi oleh tetua jantan (Sartono, 2009). Namun demikian tidak semua warna umbi dari jantan akan berpengaruh kuat terhadap keturunannya, warna yang paling kuat adalah warna merah muda maupun merah tua. Jumlah anakan dari induk betina akan mewariskan lebih dominan dibandingkan dengan induk jantannya (Sartono PS, 2006). Banyak sedikitnya jumlah anakan akan ikut menentukan dalam potensi hasil. Semakin banyak anakan semakin besar kemungkinannya untuk peningkatan produksi akhir, tetapi hal ini juga berkaitan erat dengan produksi akhir, semakin banyak jumlah anakan dan semakin besar umbi yang dicapai semakin tinggi potensi suatu klon yang dicapai atau juga sebaliknya dengan jumlah anakan yang banyak dan berumbi kecil-kecil akan klonklon yang dihasilkan berpotensi rendah. c. Jumlah tanaman yang dipanen Jumlah tanaman yang dipanen pada saat tanaman mau dipanen yaitu pada saat tanaman telah mengalami 80% matang physiologis, pada umumnya setelah berumur 60 hari setelah tanam (Sumarni at, al, 2005). Dari hasil rata-rata pengamatan berdasarkan analisa statistic menunjukan bahwa antara klon yang satu dengan lainnya tidak ada perbedaan nyata (Tabel Tabel 1. Tinggi tanaman, jumlah anakan dan jumlah tanaman yang dipanen No. Klon Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Anakan Jumlah Tanaman 1 2008/1 37,03 a 8,20 ab 129,00 a 2 2008/2 37,03 a 8,33 ab 197,00 a 3 2008/3 38,03 a 8,80 ab 187,00 a 4 2008/4 29,83 a 8,07 ab 188,67 a 5 2008/5 44,63 a 6,07 ab 160,67 a 6 2008/6 30,80 a 8,80 ab 179,67 a 7 2008/7 40,17 a 10,80 a 164,67 a 8 2008/8 35,43 a 6,73 b 149,33 a 9 2008/9 37,30 a 6,20 b 107,67 a 10 2008/10 42,30 a 7,27 b 128,33 a 11 Bima Brebes 39,93 a 7,27 b 160,33 a 12 Katumi 42,23 a 7,20 b 158,00 a Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti oleh salah satu huruf sama tidak berbeda nyata dalam taraf uji HSD 5%. 1.). 214
Tabel 2. Bobot basah per plot, produksi kering/plot ISSN: 1411-8297 No. Klon bobot basah/plot (kg) Produksi kering/plot (kg) 1 2008/1 5,57 abc 3,67 ab 2 2008/2 3,67 c 2,67 b 3 2008/3 5,50 abc 3,67 ab 4 2008/4 4,83 bc 2,83 b 5 2008/5 8,87 a 6,67 a 6 2008/6 7,07 abc 4,43 ab 7 2008/7 7,33 ab 5,07 ab 8 2008/8 7,40 ab 4,80 ab 9 2008/9 5,00 bc 3,17 b 10 2008/10 4,87 bc 3,37 b 11 Bima Brebes 5,87 ab 3,83 ab 12 Katumi 7,17 abc 5,00 ab Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti oleh salah satu huruf sama tidak berbeda nyata dalam taraf uji HSD 5%. Tidak adanya perbedaan nyata dalam jumlah anakan yang dipanen berarti ratarata tanaman sudah beradaptasi baik, sehingga mortalitas dalam kematian relative lebih sedikit, selain itu juga adanya cuaca pada lingkungan percobaan yang mendukung sehingga pertanaman tumbuh dengan normal. d. Bobot basah per plot Pengamatan bobot basah dilakukan pada saat tanaman baru dipanen yaitu dengan menimbang langsung, produksi umbi ini merupakan timbangan kotor dalam kondisi umbi segar. Dari hasil ratarata penimbangan basah perplot, dianalisa secara statistik menunjukan bahwa pada klon 2008/5 mampu berproduksi paling tinggi yaitu 8,87 kg per plot berbeda nyata dengan klon 2008/2 dengan produksi 3,67 kg per plot, tetapi tidak berbeda nyata dengan lainnya (Tabel 2.). Apabila dilihat secara keseluruhan pada setiap klon menunjukan bahwa untuk 10 klon yang dicoba rata-rata mampu berproduksi walaupun sedikit perbedaannya dalam produksi, tetapi ada indikasi untuk dikembangkan lebih lanjut. Hal ini membuktikan bahwa bawang merah yang ada di Indonesia masih dapat ditingkatkan atau diperbaiki dengan jalan memindahkan sifat-sifat unggul kepada kultivar local (Putrasamedja dan Anggoro H. Permadi, 2001). e. Produksi umbi kering per plot Dari hasil pengamatan menunjukan bahwa dari hasil rata-rata setelah dianalisa statistik menunjukan bahwa pada klon no 2008/5 dengan produksi 6,67 kg berbeda nyata dengan perlakuan no 2008/2 dengan produksi 2,67 kg, klon 2008/4 dengan produksi 2,83 kg, klon 2008/9 dengan produksi 3,17 kgdan klon 2008/10 dengan produksi 3,37 kg (Tabel. 2.). Perbedaan nyata ini disebabkan oleh adanya sifat 215
genetik yang diturunkan oleh masingmasing dari kedua belah induknya sebagai tetua. Selain itu dalam perbedaan penyusutan dalam berat kering pada masing-masing klon akan berpengaruh tidak lepas dari kandungan bahan padatan pada masing-masing klon. Semakin tinggi kandungan bahan padatan semakin kecil penyusutannya, atau sebaliknya semakin kecil kandungan bahan padatan pada umbi klon yang dimiliki semakin besar angka penyusutan yang diperoleh. Penangangan proses pasca panen dengan cara pelayuan serta pengeringan yang kurang tepat akan berpengaruh terhadap susut bobot setelah kering eskape (Dian dan Darkam. M, 1998). KESIMPULAN 1. Klon 2008/7 mampu membentu anakan paling banyak rata-rata 10 anakan dengan tinggi tanaman 40,17 cm. 2. Klon 2008/1, 2008/2, 2008/3 serta 2008/4 mampu membentuk anakan 8 anakan. DAFTAR PUSTAKA Dian H dan Darkam M, 1998. Pengaruh Cara Pelayuan, Pengeringan dan Pemangkusan Terhadap Mutu Bawang merah. J. Hort 8 (1) : 1036-1047. Etty Sumiati, 1995. Hasil dan Kualitas Umbi Bawang Merah Kultivar Bima Brebes yang menerima Zat Pengatur Tubuh, pix 50 As di Brebes. J. Hort (4) : 9-15. Hidayat dan Rosliani, 1996. Pengaruh Pemupukan Sistem Petani dan Sistem Berimbang Terhadap Intensitas Serangan Penyakit Cendawan pada Bawang Merah Kultivar Sumenep. Bul. Penel. Hort. 5 : 539-543. Putrasamedja dan Anggoro H. Permadi, 2001. Varietas Bawang Merah Unggul Baru Kramat1, Kramat2 dan Kuning (New Improved Shallot Varities of Kramat1, Kramat1 and Kuning) Jurnal Hortikultura Vol. II (2) : 143-147. Sartono PS, 2006. Adaptasi beberapa Klon Harapan Bawang merah di Salatri Jawa Tengah. Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian Agriv Vol 10 (1) : 9-14. Sartono Putrasamedja, 2009. Skrening klon-klon hasil silangan Bawang Merah diluar musim tanam. Jurnal Agrivigor, vol 8 (2) : 133-139. Sartono, PS, 2010. Skreening Klon klon Seleksi Bawang Merah (Al lium ascolonicum L.) Pada Musim Penghujan Terhadap Produksi di Klampok Brebes Jawa Tengah. Jurnal Pembangunan Pedesaan, UNSOED, Vol 10(1) : 33-38. Soedomo, 1992. Uji Adaptasi dan Daya Hasil Kultivar Bawang merah (Allium Ascalonicum L) di daerah Pasarminggu. Bul. Penel. Hort. XXIII (4) : 128-135. Sumarni N, E. Sumiati dan Suwandi, 2005. Pengaruh Kerapatan Tanaman dan aplikasi zat Pengatur tumbuh terhadap produksi umbi bibit bawang merah asal biji kultivar. Jur. Hort. Vol 15 (3) : 208-214. 216