PROSES ACARA EKSEKUSI PERDATA

dokumen-dokumen yang mirip
EKSEKUSI PUTUSAN YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP

E K S E K U S I (P E R D A T A)

RUANG LINGKUP EKSEKUSI PERDATA TEORI DAN PRAKTEK DI PENGADILAN AGAMA

PROSEDUR EKSEKUSI EKSEKUSI GROSSE AKTA

2. Grosse adalah salinan pertama dan akta otentik. Salinan pertama ini diberikan kepada kreditur.

PROSEDUR EKSEKUSI EKSEKUSI GROSSE AKTA

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MELAKSANAKAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ( PADA BANK SYARIAH) 1. Oleh : Drs.H Insyafli, M.HI

PERLAWANAN TERHADAP EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DAN PENGOSONGAN OBJEK LELANG OLEH : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. HAKIM AGUNG REPUBLIK INDONESIA

EKSEKUSI TANAH TERHADAP PUTUSAN SERTA MERTA Muhammad Ilyas,SH,MH Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

EKSEKUSI PUTUSAN PERKARA PERDATA

Prosedur Eksekusi. Written by Admin Saturday, 07 April :31

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

oleh: Dr.H.M. Arsyad Mawardi, S.H.,M.Hum (Hakim Tinggi PTA Makassar) {mosimage}a. PENDAHULUAN

K E J U R U S I T A A N Oleh: Drs. H. MASRUM M NOOR, M.H (Hakim Tinggi PTA Banten)

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

III. PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN

E K S E K U S I Bagian I Oleh : Drs. H. Taufiqurrohman, SH. Ketua Pengadilan Agama Praya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI PENGADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

DERDEN VERZET (Oleh : Drs. H. M. Yamin Awie, SH. MH. 1 )

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan. Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

PENYELESAIAN PERKARA GUGATAN PIHAK KETIGA /DERDEN VERZET

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM UU.NO.4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA- BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

E K S E K U S I Bagian II Oleh : Drs. H. Taufiqurrohman, SH. Ketua Pengadilan Agama Praya

Keywords: Execution, Grosse deed

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

hal 0 dari 11 halaman

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1996

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

KEWENANGAN RELATIF KANTOR LELANG DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DEBITUR DI INDONESIA. Oleh : Revy S.M.Korah 1

ABSTRAK Latar belakang

BAB II SUMBER HUKUM EKSEKUSI. mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan

PEMERIKSAAN GUGATAN SEDERHANA (SMALL CLAIM COURT)

BAB I PENDAHULUAN. Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

8. BANDING ARBITRASE ASAS UMUM DALAM HUKUM PERDATA... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari, manusia sangat tergantung kepada tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi sebagai dampak krisis ekonomi global. tahun 2008 mencapai (dua belas ribu) per dollar Amerika 1).

STANDAR PELAYANAN KEPANITERAAN PERDATA PENGADILAN

FORMULIR ADMINISTRASI KEPANITERAAN PENGADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

A. Pelaksaan Sita Jaminan Terhadap Benda Milik Debitur. yang berada ditangan tergugat meliputi :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VII PERADILAN PAJAK

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

BAB I PENDAHULUAN. oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

PUTUSAN. Nomor 291/PDT/2014/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

ISSN : Nomor 51 Tahun XIII Maret Mei 2000

KESIMPULAN. saja Kesimpulan dapat membantu hakim dalam menjatuhkan Putusan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996

Pengertian Perjanjian Kredit

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

KEPUTUSAN KEPALA BADAN URUSAN PIUTANG DAN LELANG NEGARA NOMOR 42/PN/2000 TAHUN 2000 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN LELANG

BAB I PENDAHULUAN. putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan untuk selamalamanya,

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH

Sebelum membahas mengenai grosse akta, terlebih dahulu dijelaskan. A. Pitlo mengartikan akta itu sebagai berikut Surat-surat yang

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan dan tata cara. aturan perundang-undangan dalam HIR atau RBG.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN

Transkripsi:

EKSEKUSI GROSSE AKTA PENGADILAN NEGERI GARUT Jalan Merdeka Nomor 123 Telp. (0262) 233042-233418 Fax (0262) 233042 Operator (0262) 2248725 Garut 44151 Web Site : www.pn-garut.go.id E-Mail : humas@pn-garut.go.id PROSES ACARA EKSEKUSI PERDATA Menurut pasal 1224 HIR/pasal 258 R.Bg ada dua macam grosse yang mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu grosse akta pengakuan hutang dan grosse akta hipotik. Yang dimaksud dengan grosse adalah salinan pertama dari akta otentik. Salinan pertama ini diberikan kepada kreditur. Oleh karena salinan pertama dari akta penga kuan hutang yang dibuat oleh Notaris mempu nyai kekuatan eksekusi, maka salinan pertama ini sengaja diberi kepala/irah-irah yang berbu nyi Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Salinan lainnya yang diberikan kepada debitur tidak memakai kepala/irah-irah. Aslinya, yang disebut minit, yang akan disimpan oleh Notaris dalam arsip, juga tidak memakai kepala/irah-irah. Grosse akta pengakuan hutang yang berkepala Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, oleh Notaris diserahkan kepada kre ditur, untuk, apabila dikemudian hari diperlukan, langsung dimohonkan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri. Orang yang mengaku berhutang, yaitu debitur, diberi juga salinan dari akta pengakuan hutang itu, tetapi salinan yang diserahkan kepada debi tur tidak memakai kepala Demi Keadilan Berda sarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Grosse Akta Pengakuan Hutang dapat digunakan khusus untuk kredit Bank berupa Fixed Loan. Jadi untuk Fixed Loan, Notaris dapat membuat akta pengakuan hutang dan melalui grossenya yang berirahirah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang dipegang oleh kreditur, yaitu bank. Bank dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Eksekusi berdasarkan Grosse akta pengakuan hutang mengenai Fixed Loan ini, hanya bisa dilaksanakan, apabila debitur sewaktu ditegur, membenarkan jumlah hutangnya itu. Apabila debitur membantah jumlah hutang terse but, dan besarnya hutang menjadi tidak fixed, maka eksekusi tidak bisa dilanjutkan dan kre ditur, yaitu bank harus mengajukan tagihannya melalui suatu gugatan. Dalam hal ini, apabila syarat-syarat terpenuhi, putusan dapat dijatuhkan dengan serta merta.

Menurut pasal 14 Undang-undang Pelepas Uang, (geldschieters ordonantie, S.1938-523), Notaris dilarang untuk membuat akta pengakuan hutang dan mengeluarkan grosse aktanya untuk perjan jian hutang-piutang dengan seorang pelepas uang. Pasal 224 HIR, pasal 258 RBg, tidak berlaku untuk grosse akta semacam ini. Yang dimaksud dengan grosse akta pengakuan hutang yang diatur dalam pasal 224 HIR, pasal 258 RBG, sebenarnya adalah sebuah akta yang dibuat oleh notaris antara orang biasa/badan Hukum yang dengan katakata sederhana yang bersangkutan mengaku berhutang uang sejum lah tertentu dan ia berjanji akan mengembalikan uang itu dalam waktu tertentu, misalnya dalam waktu 6 (enam) bulan. Bisa ditambahkan, dengan disertai bunga sebesar 2 % sebulan. Jadi yang dimaksud jumlahnya sudah pasti da lam akta pengakuan hutang itu, bentuknya sangat sederhana dan tidak dapat ditambahkan persyaratan-persyaratan lain, apalagi yang berbentuk perjanjian. Dalam praktek banyak terjadi penyalahgunaan Perjanjian kredit bank rekening koran dengan plafond kredit, perjanjian jual-beli dengan hak membeli kembali, yang dituangkan dalam akta pengakuan hutang, sudah tentu tidak bisa dieksekusi langsung. Grosse akta pengakuan hutang yang berkepala Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang dipegang oleh kreditur, dalam hal debitur melakukan ingkar janji, dapat lang sung dimohonkan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Ketua Pengadilan akan segera memerintahkan Jurusita untuk memanggil debitur untuk ditegur. Eksekusi selanjutnya akan dilaksanakan seperti eksekusi atas putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. EKSEKUSI JAMINAN HIPOTIK Pasal 7 Peraturan Menteri Agraria No. 15 Tahun 1961 menyatakan: Salinan dari Akta yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 2 (yang dimaksud adalah akta pembebanan hipotik yang dibuat oleh PPAT) yang dibuat oleh Kepala Kantor Pendaf taran Tanah, dijahit menjadi satu oleh pejabat tersebut dengan sertifikat hipotik, crediet verband yang bersangkutan dan di berikan kepada kreditur yang berhak. Sertifikat hipotik dan crediet verband, yang disertai salinan akta yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini, mempunyai fungsi sebagai grosse akta hipotik dan crediet verband, serta mempunyai kekuatan ekse kutorial sebagai yang dimaksudkan dalam pasal 224 HIR/258 RBg serta pasal 18 dan 19 Peraturan tentang credietverband (S. 1908-542).

Pasal 14 (3) Undang-undang Rumah Susun, yaitu Undang-undang No. 16 Tahun 1985, menyebut kan: Sebagai tanda bukti adanya hipotik, diter bitkan sertifikat hipotik yang terdiri dari salinan buku tanah hipotik dan salinan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pasal 14 (5) menegaskan: Sertifikat hipotik sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (3) mempunyai kekuatan eksekutorial dan dapat dilaksanakan seperti Putusan Penga dilan Negeri. Sertifikat hipotik merupakan tanda bukti adanya hipotik dan dibagian depannya, yaitu diatas sampulnya, memakai irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kadang-kadang irah-irah itu juga tercantum diatas akta pembebanan hipotik yang dibu at oleh PPAT. lni adalah salah dan berkele bihan, karena akta pernbebanan itu saja, tidak cukup untuk minta eksekusi. Akta pembebanan hipotik yang dibuat oleh PPAT, seringkali dibuat berdasarkan surat kuasa (untuk mernasang hipotik). Surat kuasa ini harus otentik (pasal 1171 BW), dan pada umumnya dibuat oleh Notaris. Dengan demikian akta pernbebanan hipotik yang dibuat oleh seorang kuasa, harus dilakukan berdasarkan surat kuasa yang otentik. Apabila dibuat oleh seorang kuasa berdasarkan surat kuasa yang dituangkan dalam akta dibawah ta ngan sebagai tidak rnemenuhi syarat subyektif, dan hipotiknya dapat dimohonkan pembatalan nya berdasarkan pasal 1154 BW. Eksekusi hipotik dilaksanakan seperti eksekusi putusan Pengadilan yang berkekuatan hukurn yang tetap. Eksekusi dilakukan berdasarkan sertifikat hipo tik. Perjanjian hutang-piutang yang menyebab kan adanya hipotik bisa dituangkan dalam akta dibawah tangan, tertera diatas kwitan si, bahkan bisa terjadi secara lisan. Jadi tidak usah ada grosse aktanya. Eksekusi cukup dilakukan berdasarkan sertifikat hipotik. (perhatikan pasal 7 Pera turan Menteri Agraria No. 15 tabuh 1961), Eksekusi selain dapat dilakukan sendiri juga dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri. Eksekusi atas perintah dan di bawah Pimpinan Ketua Pengadilan Negeri dari wilayah hukum, dimana tanah yang dihipotikkan itu terletak. Eksekusi dimulai dengan teguran dan ber akhir dengan pelelangan tanah yang dibe bani dengan hipotik. Pasal 200 (6) HIR menyatakan: Penjualan (le lang) benda tetap dilakukan setelah penjualan (lelang) diumumkan menurut kebiasaan setem pat. Penjualan (lelang) tidak boleh dilakukan sebelum hari kedelapan setelah barang-barang itu disita.

Dengan telah dilakukan pelelangan terhadap tanah yang dihipotikkan dan diserahkan uang hasil lelang kepada kreditur, selesailah sudah tagihan kreditur dan hipotik-hipotik yang mem bebani tanah tersebut akan diroya dan tanah tersebut akan diserahkan secara bersih, dan bebas dari semua beban, kepada pembeli lelang. Apabila terlelang tidak mau meninggalkan tanah tersebut, maka berlakulah ketentuan yang terdapat dalam pasal 200 (11) HIR. Hal ini adalah berbeda dengan penjualan berdasarkan janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri berdasarkan pasal 1178 (2) BW, dan pasal 6 UU No.4/1997 yang juga dilakukan melalui pelelangan oleh Kantor Lelang Negara atas permohonan pemegang hipotik pertama. Janji ini hanya berlaku untuk pemegang hipotik pertama saja. Apabila pemegang hipotik perta ma telah pula membuat janji untuk tidak dibersihkan, (pasal 1210 BW dan pasal 11 (2) UU Hak Tanggungan), maka apabila ada hipotik- hipotik lain-lainnya dan hasil lelang tidak cukup untuk membayar semua hipotik yang membe bani tanah yang bersangkutan, maka hipotik -hipotik yang tidak terbayar itu, akan tetap membebani persil yang bersangkutan, meskipun sudah dibeli oleh pembeli dari pelelangan yang sah. Jadi pembeli lelang memperoleh tanah tersebut dengan beban-beban hipotik yang belum terbayar. Terlelang tetap harus meninggalkan tanah tersebut dan apabila ia membangkang, ia dan keluarganya, akan dikeluarkan dengan paksa. Untuk menjaga penyalahgunaan, maka penjualan lelang, juga berdasarkan pasal 1178 BW (ke cuali penjualan lelang ini dilaksanakan berdasar kan pasal 6 Undang Undang Hak Tanggungan) selalu baru dapat dilaksanakan setelah ada izin dari Ketua Pengadilan Negeri. Dalam hal lelang telah diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, maka lelang tersebut hanya dapat ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dan tidak dapat ditangguhkan dengan alasan apapun oleh pejabat instansi lain. Sebab lelang yang diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, dan dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negeri, adalah dalam rangka eksekusi, dan bukan merupakan putusan dari Kantor Lelang Negara. Penjualan (lelang) benda tetap harus diumumkan dua kali dengan berselang lima belas hari di harian yang terbit di kota itu atau kota yang berdekatan dengan obyek yang akan dilelang (pasal 200 (7) HIR, pasal 217 Rbg). EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE ATAU PERWASITAN Ketentuan yang mengatur Arbritrase atau Per wasitan adalah pasal 615 s/d pasal 651 R.V. Putusan Arbitrase domestik, yang terdiri dari putusan Arbitrase ad hoc dan putusan Arbitrase Institusional (seperti putusan Arbitrase dari Badan Arbitrase Nasional Indonesia-BANI) yang berke kuatan hukum tetap dan tidak dilaksanakan se cara sukarela, dapat dimohonkan eksekusi ke pada

Ketua Pengadilan Negeri dimana putusan Arbitrase itu telah dijatuhkan (pasal 637 RV). Perhatikan juga ketentuan yang terdapat dalam pasal 634 RV dan seterusnya. Putusan Arbitrase Asing, yang berkekuatan hukum tetap, apabila tidak dilaksanakan secara sukarela, dilaksanakan dengan berpedoman pada Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 1990, tertanggal l Maret 1990. EKSEKUSI PUTUSAN YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP Putusan yang berkekuatan hukum tetap adalah putusan Pengadilan Negeri yang diterima baik oleh kedua belah pihak yang berperkara, putusan perdamaian, putusan verstek yang terhadapnya tidak diajukan verzet atau banding, putusan Pengadilan Tinggi yang diterima baik oleh kedua belah pihak dan tidak dimohonkan kasasi, dan putusan Mahkamah Agung dalam hal kasasi. Menurut sifatnya ada 3 (tiga) macam putusan, yaitu: putusan declaratoir putusan constitutief putusan condemnatoir. Putusan declaratoir, yang hanya sekedar mene rangkan atau menetapkan suatu keadaan saja, tidak perlu dieksekusi, demikian juga putusan constitutief, yang menciptakan atau menghapus kan suatu keadaan, tidak perlu dilaksanakan. Yang perlu dilaksanakan adalah putusan con demnatoir, yaitu putusan yang berisi penghu kuman. Pihak yang kalah dihukum untuk melakukan sesuatu. Putusan untuk melakukan suatu perbuatan, apa bila tidak dilaksanakan secara sukarela, harus dinilai dalam sejumlah uang (pasal 225 HIR, pasal 259 RBg) dan selanjutnya akan dilaksana kan seperti putusan untuk membayar sejumlah uang. Putusan untuk membayar sejumlah uang, apa bila tidak dilaksanakan secara sukarela, akan dilaksanakan dengan cara melelang barang milik pihak yang dikalahkan, yang sebelumnya harus disita (pasal 200 HIR, pasal 214 s/d pasal 224 RBg). Putusan mana dengan tergugat dihukum untuk menyerahkan sesuatu barang, misalnya sebidang tanah, dilaksanakan oleh jurusita, dengan disak sikan oleh pejabat setempat, apabila perlu dengan bantuan alat kekuasaan negara. Eksekusi hendaknya dilaksanakan dengan tuntas. Apabila setelah dilaksanakan, dan barang yang dieksekusi telah diterima oleh pemohon eksekusi, kemudian diambil kembali oleh terekse kusi, maka eksekusi tidak bisa dilakukan kedua kalinya.

Jalan yang dapat ditempuh oleh yang ber sangkutan adalah melaporkan tentang hal terse but diatas itu, kepada pihak yang berwajib (pi hak kepolisian) atau mengajukan gugatan un tuk memperoleh kembali barang (tanah/ tanah dan rumah tersebut). Putusan Pengadilan Negeri atas gugatan pe nyerobotan, apabila diminta dalam petitum, bisa diberikan dengan serta-merta, atas dasar hak milik yang diserobot. PENANGGUHAN EKSEKUSI Eksekusi hanya bisa ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, yang memimpin eksekusi. Dalam hal sangat mendesak dan Ketua Pengadilan Negeri berhalangan, Wakil Ketua Pe ngadilan Negeri dapat memerintahkan, agar ek sekusi ditunda. Dalam rangka pengawasan atas jalannya per adilan yang baik, Ketua Pengadilan Tinggi se laku voorpost dari Mahkamah Agung, dapat memerintahkan agar eksekusi ditunda atau di teruskan. Dalam hal sangat mendesak dan Ketua Pengadilan Tinggi berhalangan, Wakil Ketua Pe ngadilan Tinggi dapat memerintahkan agar ekse kusi ditunda. Wewenang untuk menangguhkan eksekusi atau agar eksekusi diteruskan, pada puncak tertinggi, ada pada Ketua Mahkamah Agung. Dalam hal Ketua Mahkamah Agung berhalangan, wewe nang yang sama ada pada Wakil Ketua Mahka mah Agung. Kepercayaan masyarakat dan wibawa Penga dilan bertambah, apabila eksekusi berjalan mulus, tanpa rintangan. Agar eksekusi berjalan mulus dan lancar, kerja sarna yang baik antar instansi terkait didaerah, perlu terus menerus dibina dan ditingkatkan. Sumber: Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan (Buku II), Cet. II, 1997.