KNKT/KA.05.06/

dokumen-dokumen yang mirip
KNKT/KA /

KNKT/KA.04.02/

LAPORAN AKHIR KNKT

LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API

LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API

LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API

KA Nomor Urut Kecelakaan:

TUMBURAN KA S1 SRIWIJAYA DAN KA BBR4 BABARANJANG

Jenis Kecelakaan: Tumburan Lokasi: Km Petak jalan antara Stasiun Cilebut Stasiun Bogor Kabupaten Bogor Lintas: Manggarai - Bogor Propinsi:

LAPORAN AKHIR KNKT A

TUMBURAN KA 174 KUTOJAYA DENGAN KA 103 MUTIARA SELATAN

ANJLOKAN KA 968 PENATARAN

ANJLOK KA 155 BENGAWAN DI KM PETAK JALAN ANTARA KARANGGANDUL KARANGSARI, KABUPATEN PURWOKERTO JAWA TENGAH DAOP V PURWOKERTO 16 JANUARI

Tumburan Lokasi: Km /3 Petak jalan antara Stasiun Rejosari Stasiun Labuhan Ratu Lampung Lintas:

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

LAPORAN AKHIR KNKT

KNKT/KA.06.06/

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN AKHIR KNKT

ANJLOK KA 1404 KKW DI KM 201+2/3 PETAK JALAN ANTARA STASIUN WALIKUKUN KEDUNGGALAR JAWA TENGAH

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API. MENTERI PERHUBUNGAN,

D E P A R T E M E N P E R H U B U N G A N Komite Nasional Keselamatan Transportasi

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Komite Nasional Keselamatan Transportasi

2018, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086), sebagaimana telah diubah dengan Perat

LAPORAN AKHIR KNKT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

KNKT/KA.07.44/

D E P A R T E M E N P E R H U B U N G A N Komite Nasional Keselamatan Transportasi

KNKT/KA.01.02/

LAPORAN AKHIR KNKT

Analisis Display Sinyal Kereta Api di Stasiun Langen

BAB III LANDASAN TEORI

LAPORAN AKHIR KNKT ISBN :

LAPORAN AKHIR KNKT

Analisis Display Sinyal Kereta Api di Stasiun Langen

KA Tidak ada korban jiwa

KNKT/KA.05.10/

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

Komite Nasional Keselamatan Transportasi

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA INVESTIGASI KECELAKAAN PERKERETAAPIAN TAHUN

PD 3 PERATURAN DINAS 3 (PD 3) SEMBOYAN. PT Kereta Api Indonesia (Persero) Disclaimer

BAB III LANDASAN TEORI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN AKHIR KNKT

ANJLOKAN KA 3 ARGOBROMO ANGGREK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KRL 1156 MENUMBUR KRL 1154 DI ST. JUANDA KM DAOP I JAKARTA 23 SEPTEMBER 2015 LAPORAN AKHIR LAPORAN HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API

2017, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Ta

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

LAPORAN AKHIR KNKT

REKAYASA JALAN REL. MODUL 11 : Stasiun dan operasional KA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

KNKT/KA.04.09/

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

REKOMENDASI SEGERA. Nomor : KNKT/ 001/7/XII/REK.KJ/13

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Per

LAPORAN AKHIR KNKT

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

BAB III LANDASAN TEORI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak dan Panjang Efektif Jalur Stasiun

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM. 36 TAHUN 2011 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN [LN 2007/65, TLN 4722]

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1)

KNKT/KA.07.25/

LAPORAN AKHIR KNKT

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

LAPORAN AKHIR KNKT A

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Republik Indonesia ROADMAP PENINGKATAN KESELAMATAN PERKERETAAPIAN

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analaisis Tata Letak Jalur pada Stasiun Muara Enim

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kajian Pola Operasi Jalur Kereta Api Ganda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak Dan Panjang Jalur Di Stasiun

BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KNKT/KA.02.01/ LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API TABRAKAN ANTARA RANGKAIAN YANG DITARIK LOKOMOTIF LANGSIR/LARAT

FINAL KNKT

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN TOYOTA KIJANG NOMOR KENDARAAN T 1756 DC TERJUN KE SUNGAI LUBAI, JEMBATAN BERINGIN

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

LAPORAN AKHIR KNKT

Transkripsi:

KNKT/KA.05.06/05.06.21 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API TUMBURAN KA 155 BENGAWAN DAN KA 39C BIMA KM 162 + 2/4 EMPLASEMEN TERISI, CIREBON, JAWA BARAT DAOP III CIREBON 3 JUNI 2005 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI DEPARTEMEN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA 2005

Keselamatan adalah merupakan pertimbangan yang paling utama ketika KOMITE mengusulkan rekomendasi keselamatan sebagai hasil dari suatu penyelidikan dan penelitian. KOMITE sangat menyadari sepenuhnya bahwa ada kemungkinan implementasi suatu rekomendasi dari beberapa kasus dapat menambah biaya bagi yang terkait. Para pembaca sangat disarankan untuk menggunakan informasi yang ada di dalam laporan KNKT ini dalam rangka meningkatkan tingkat keselamatan transportasi; dan tidak diperuntukkan untuk penuduhan atau penuntutan. Laporan ini diterbitkan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Gedung Karya Lantai 7, Departemen Perhubungan, Jalan Medan Merdeka Barat No. 8, JKT 10110, Indonesia, pada tahun 2005.

DAFTAR ISTILAH Daop Gerbong Kereta Kereta Api Lokomotif Luka parah Masinis Petak Jalan PK PPKA PL PLH Reglemen Sepur Sinyal Sinyal masuk Sinyal muka Stasiun Daerah Operasi Kendaraan yang khusus dipergunakan untuk mengangkut barang atau binatang Kendaraan yang seluruhnya/ sebagian dipergunakan untuk mengangkut penumpang, bagasi dan kiriman pos Rangkaian yang terdiri dari gerbong/ kereta yang ditarik dan atau didorong lokomotif, dan berjalan di atas rel Kepala kereta api (yang menarik atau mendorong gerbong/ kereta / rangkaian kereta) Luka-luka yang memerlukan pengobatan dan pemeliharaan dan menyebabkan orang tidak dapat bekerja lebih dari satu minggu Petugas pengemudi lokomotif Jalur kereta api yang berada diantara dua Stasiun, dibatasi sinyal keluar Stasiun pertama dan sinyal masuk Stasiun kedua Pusat Kendali, berada di tiap Stasiun besar, berfungsi sebagai pengawas dan pengatur perjalanan kereta api untuk satu wilayah Daerah Operasi Pengawas Perjalanan Kereta Api, bertugas di tiap Stasiun. Untuk Stasiun kecil PPKA biasanya bertugas juga sebagai Kepala Stasiun. PPKA bertugas untuk mengawasi perjalanan kereta api untuk petak jalan kereta api Peristiwa luar biasa tidak hebat, ialah segala kejadian dan keadaan pada jalan kereta api yang merupakan gangguan dalam dinas atau penghentian dinas dan yang membahayakan perjalanan kereta api dan langsung atau pula yang dapat membahayakan keselamatan orang semata-mata karena gerak kereta api, langsiran atau gerak material Peristiwa luar biasa hebat, dipandang sebagai kecelakaan hebat, bilamana peristiwa itu berakibat orang tewas atau luka parah atau dipandang sebagai kekusutan yang hebat dimana terdapat: a. kerusakan jalan kereta api sehingga tidak dapat dilalui selama paling sedikit 24 jam atau kerusakan material yang sangat; b. kereta api sebagian atau seluruhnya keluar rel atau tabrakan; c. kereta, gerobak atau benda lain rusak hebat karena ditabrak kereta api atau bagian langsir; d. Semua bahaya karena kelalaian pegawai dalam melakukan urusan perjalanan kereta api atau langsir; e. Dugaan atau percobaan sabot Reglemen diambil dari istilah Belanda, yakni regelement, yang berarti peraturan yang berlaku untuk dan harus ditaati oleh anggauta kelompok atau masyarakat tertentu, dalam hal ini adalah peraturan-peraturan yang digunakan PT. KA Jalur kereta api dalam suatu emplasemen Stasiun Perangkat fisik (lampu merah, kuning, hijau, palang, dll.) yang menginsyaratkan suatu berita atau isyarat (bahaya, aman, dsb). Perangkat sinyal harus ditempatkan sedemikian rupa hingga dapat dilihat masinis rangkaian kereta atau petugas lainnya dari jarak yang jauh Sinyal utama yang ditempatkan dimuka Stasiun, dan berfungsi untuk memberi petunjuk mengizinkan atau melarang rangkaian kereta api memasuk Stasiun. Posisi sinyal utama minimal adalah 250m sebelum posisi wesel pertama pada jalur rel bila memasuki Stasiun Sinyal yang dapat memberi petunjuk kepada masinis kereta api yang datang tentang kedudukan dan atau aspek sinyal utama merupakan sinyal kemudian setelah sinyal muka Tempat kereta api berhenti dan berangkat, bersilang, menyusul atau disusul yang dikuasai oleh seorang kepala Stasiun Sumber: Kamus Besar Bahasa Indonesia & Reglemen Page 3 of 35

LAPORAN KECELAKAAN KERETA API TUMBURAN KA 155 BENGAWAN DAN KA 39C BIMA KM 162 + 2/4 EMPLASEMEN TERISI, CIREBON, JAWA BARAT DAOP III CIREBON 3 JUNI 2005 LAPORAN AKHIR Nomor Urut Kecelakaan: KA.05.06.06.01 Jenis Kecelakaan: Tumburan Lokasi: Km 162 + 2/4 Emplasemen Terisi Kabupaten Cirebon Lintas: Cirebon Cikampek Propinsi: Jawa Barat Wilayah: Daop III Cirebon Hari/Tanggal Kecelakaan: Jumat / 03 Juni 2005 Jam: 05.02 WIB Korban: Korban: Meninggal Luka Barat Luka Ringan Total Awak KA 0 0 0 0 Penumpang 0 0 0 0 Lain-Lain 0 0 0 0 Total 0 0 0 0 Kerugian: Sarana = Prasarana Jalan rel = Sinyal/telekomunikasi = Operasional Penghapusan rinja = Pembatalan KA Evakuasi korban = Total Taksiran Kerugian = Rp - Page 4 of 35

DATA KERETA API KA 155 Jenis Lokomotif: CC 20159 Buatan: General Electric, USA Berjalan dengan ujung: Pendek dimuka Nomor Kereta Api: KA 155 Bengawan Jenis Operasi: Reguler Route: Solo Jakarta Pasar Senen Jam Keberangkatan: dari Cirebon : 03.29 WIB (terlambat 121 menit) Kerusakan kereta: Lokomotif rusak berat dan 1 kereta anjlok 2 as DATA KERETA API KA 39C Jenis Lokomotif: CC 20324 Buatan: General Electric, USA Berjalan dengan ujung: Pendek dimuka Nomor Kereta Api: KA 39C Bima Jenis Operasi: Reguler Route: Surabaya Jakarta Gambir Jam Keberangkatan: dari Cirebon : 05.01 WIB (terlambat 150 menit) Kerusakan kereta: 1 kereta anjlok 2 as DATA AWAK KERETA API KA 155 BENGAWAN Jabatan Umur Pendidikan Brevet Medical Check Up Terakhir Masinis 52 DF3 T63 31 April 2005 Asisten Masinis 52 Df3 T63 26 Oktober 2005 DATA AWAK KERETA API KA 39C BIMA Jabatan Umur Pendidikan Brevet Medical Check Up Terakhir Masinis 52 Tld3 DF3 Oktober 2004 Asisten Masinis 31 Tld3 DF3 Oktober 2004 Page 5 of 35

1 INFORMASI FAKTUAL Page 6 of 35

1.1 INFORMASI 1.1.1 KA 155 Masinis Umur : 52 tahun Masuk Perusahaan : 1 Oktober 1974 Pelatihan Terakhir : DF3 Masinis Tahun 2003 Surat Tanda Kecakapan : CC 201, CC 203, BB 304 Masa Berlaku STK : Tahun 2007 Tanggal Terakhir Check-Up : 31 April 2005 WAKTU TUGAS 25 Hari Terakhir dengan 4 Hari Libur : 140 9 jam kerja 14 Hari Terakhir : 72 Jam Terakhir : 24 jam kerja 24 Jam Terakhir : 7,8 jam kerja Perjalanan Ini : 2 jam 3 menit Asisten Masinis Umur : 52 tahun Masuk Perusahaan : 1 Oktober 1974 Pelatihan Terakhir : DF3 Masinis Tahun 2003 Surat Tanda Kecakapan : T63 Masa Berlaku STK : Tanggal Terakhir Check-Up : 26 Oktober 2004 WAKTU TUGAS Pada Jurusan Ini : 25 Hari Terakhir dengan 4 Hari Libur : 145 9 jam kerja 72 Jam Terakhir : 24 jam kerja 24 Jam Terakhir : 7,8 jam kerja Perjalanan Ini : 2 jam 3 menit 1.1.2 KA 39C Masinis Umur : 52 tahun Masuk Perusahaan : 17 Januari 1973 Pelatihan Terakhir : Tld3 tahun 1995 Surat Tanda Kecakapan : T63 Masa Berlaku STK : - Tanggal Terakhir Check-Up : Oktober 2004 Asisten Masinis Umur : 31 tahun Masuk Perusahaan : 1 Desember 1994 Pelatihan Terakhir : Tld3 Surat Tanda Kecakapan : T63 Masa Berlaku STK : - Tanggal Terakhir Check-Up : Oktober 2004 Page 7 of 35

1.1.3 Keterangan Perjalananan Gambar. Lokomotif CC 20159 rangkaian KA 155 dan BP 64802 rangkaian KA 39C Masinis KA 39C - Jam 03.48, berhenti normal di Cirebon dan ditahan 77 menit untuk menunggu KA 155 dan disusul KA 3 (Argo Anggrek) - Ditahan semboyan 7 di Terisi selama ± 6 menit - Sinyal masuk merah, sinyal muka kuning - Jam 04.54 berhenti di Terisi, KA masuk ke sepur lurus - Menerima informasi dari PPKA untuk menunggu KA 3 yang akan masuk Kadokangabus - Setelah sinyal keluar beraspek hijau, ybs melihat ke belakang dan mendapati Kondektur dan PPKA memberikan warta aman untuk berangkat - Jam 05.03 sesaat setelah melewati wesel (melewati sinyal keluar) dan menjelang pintu perlintasan, ybs merasakan adanya benturan keras dan dorongan dari belakang. Kemudian KA diberhentikan di perlintasan dan lapor kepada PK - Ybs meminta PK bahwa KA 39C harus BLB dan meminta PK untuk mundur karena KA berada di perlintasan. Namun tidak diijinkan PK karena PK akan koordinasi dengan terlebih dahulu dengan PPKA Terisi - Sering terjadi kerusakan sinyal (perubahan) dari hijau menjadi merah dan sesaat kemudian berubah kembali menjadi hijau Asisten Masinis KA 39C - Sebelum masuk Stasiun Terisi ditahan sinyal masuk merah, menunggu KA 3 berangkat dari Terisi. Belum sampai berhenti sempurna, sinyal telah beraspek kuning dan selanjutnya masuk dan berhenti di Stasiun Terisi - PPKA memberitahu KA 39C menunggu sampai KA 3 masuk Kadokangabus, kurang lebih 6 menit di Stasiun Terisi KA 39 C diberangkatkan - Setelah melewati sinyal keluar, kira-kira di wesel, ybs merasakan adanya dentuman keras dan dorongan keras dari arah belakang dan masinis melakukan pengereman - Ybs diminta memeriksa lokomotif oleh masinis karena melewati perlintasan dan mendapati tidak ada kerusakan ataupun tabrakan dari depan - Saat ybs hendak memeriksa ke belakang menerima laporan dari PLKA bahwa KAnya ditumbur dari belakang - Masinis melaporkan kepada PK dan oleh PK disuruh menunggu Page 8 of 35

- BP KA 39C anjlok 1 as - Sering terjadi kerusakan sinyal (perubahan) dari hijau menjadi merah dan sesaat kemudian berubah kembali menjadi hijau terutama di lintas Cirebon Purwokerto. KP KA 39C - Semboyan 21 di KA 39C lengkap - Saat KA 39C berhenti di Terisi, KP turun menanyakan PPKA untuk memastikan keadaan dan diberitahu adanya KA 3 belum masuk Stasiun Kadokangabus - Ybs tidak mendengar aba-aba dari KA 155 yang masuk Terisi - Ybs tidak melihat ke belakang saat memberikan semboyan 41 di Terisi - Kemudian setelah itu ybs masuk ke satu kereta setelah KM, mengunci pintu dan terdorong akibat tumburan R. AC KA 39C - Semboyan akhiran (semboyan 21) KA 39C terdapat 2 lampu warna merah yang menyala dari 3 lampu yang ada (yang tidak menyala lampu yang di atas) - Pada saat kejadian, ybs berada di restorasi - Ybs tidak mendengar adanya semboyan 35 ataupun 39 dari KA 155 PLKA KA 39C - Dirangkaian paling belakang KA 39C terdapat semboyan 21 berupa 2 lampu warna merah yang menyala dari 3 lampu yang ada PPKA Terisi - KA 3 lepas dari Stasiun Telagasari jam 04.33 dan masuk Stasiun Terisi jam 04.42 untuk menunggu aman dari Stasiun Kadokangabus. Setelah menerima warta aman dari Kadokangabus, KA 3 diberangkatkan dari Stasiun Terisi jam 04.48 - KA 39C diberangkatkan dari Stasiun Telagasari jam 04.43 dan masuk Stasiun Terisi jam 04.54 untuk menunggu aman dari Stasiun Kadokangabus. Setelah mendapatkan aman, KA 39C diberangkatkan dari Stasiun Terisi jam 05.01 - Pada jam 04.54 Ybs memberikan aman ke Stasiun Telagasari untuk KA 155 - KA 155 diberangkatkan dari Stasiun Telagasari jam 04.55 kemudian ditahan sinyal masuk Stasiun Terisi karena KA 39C masih berada di emplasemen Stasiun Terisi - Ybs melihat cahaya lampu KA 155 semakin mendekati Stasiun Terisi - Ybs tidak melihat adanya kedipan lampu sorot lokomotif dan tidak mendengar suara suling dari KA 155 - KA 155 akhirnya menabrak rangkaian belakang KA 39C - Setelah itu PPKA melaporkan adanya tumburan kepada PK melalui radio - KA 39C kemudian dilepaskan BP-nya dan diberangkatkan dari Terisi jam 05.55 PK Cirebon - KA 155 jam 04.15 sampai dengan jam 04.41 berhenti di Stasiun Jatibarang untuk disusul dua KA (KA 3 dan KA 39C) - Setelah KA 39C masuk Stasiun Telagasari, KA 155 diberangkatkan dari Stasiun Jatibarang - Ybs mengetahui kejadian tumburan dari PPKA Terisi - Tidak ada komunikasi antara masinis KA 155 dengan PK, kecuali pada saat KA 155 berhenti di Stasiun Jatibarang Page 9 of 35

- Sekitar waktu kejadian, di lintas Cirebon Cikampek tidak ada laporan gangguan persinyalan Masinis KA 155 - Pada tanggal 2 Juni 2005 jam 20.00, ybs mulai tidur dan bangun pada jam 24.00 untuk menayakan posisi KA 155 dan mendapat informasi KA 155 masih di Stasiun Prupuk, kemudian ybs melanjutkan tidur kembali - Pada tanggal 3 Juni 2005 jam 02.00, ybs bangun dan menanyakan posisi KA 155 dan mendapatkan informasi KA 155 sudah di Stasiun Ciledug, kemudian ybs melakukan persiapan - Pada waktu serah terima KA 155 dengan masinis yang digantikannya di Stasiun Cirebon, kondisi deadman pedal dalam keadaan baik, speedometer tidak jalan dan traksi motor 5 buah yang berfungsi - Mengadakan percobaan pengereman rangkaian dan lokomotif berfungsi baik - Pada saat disusul dua kereta api di Stasiun Jatibarang, ybs tidak merasa kesal ataupun marah - Ybs melihat sinyal muka beraspek hijau dan sinyal masuk menunjukkan aspek kuning - Pada saat mendekati sinyal masuk yang beraspek kuning berubah menjadi merah dan kecepatan KA pada saat itu adalah 60 km/jam dan ybs melakukan pengereman emergency - Menurut pengetahuan ybs, pada kecepatan 60 km/jam, jarak pengereman KA sampai berhenti sempurna adalah kurang lebih 350 m - Ybs mengaku melanggar sinyal masuk yang beraspek merah di Stasiun Terisi Asisten Masinis KA 155 - Berangkat Cirebon jam 03.48, pemberhentian pertama di Jatibarang untuk disusul KA 3 dan KA 39C - Setelah KA 39C masuk Stasiun Telagasari, KA 155 diberangkatkan dari Stasiun Jatibarang - Masuk Stasiun Telagasari dengan sinyal muka beraspek hijau dan sinyal masuk beraspek kuning - Setelah melewati sinyal keluar beraspek merah namun mendekati sinyal keluar, sinyal berubah menjadi hijau, KA 155 diberangkatkan dari Stasiun Telagasari - Dari jauh terlihat sinyal muka beraspek hijau dan sinyal masuk beraspek kuning, ybs berteriak awas kuning, BLB. Tetapi setelah beberapa meter (kurang lebih 2 meter) mendekati sinyal masuk beraspek kuning tiba-tiba sinyal tersebut berubah menjadi merah - Setelah jembatan, ybs berteriak kepada masinis mengenai perubahan sinyal tersebut, kemudian masinis melakukan pengereman dan akhirnya terlihat adanya rangkaian kereta yang sedang hendak berangkat. - Masinis bertindak dengan menambah pengereman - Namun karena kecepatan KA 155 lebih besar daripada KA 39C maka terjadilah tumburan - Awak KA 155 tidak dapat melihat sinyal keluar apabila ada rangkaian di emplasemen - Ybs tidak melihat semboyan 21 dari KA 39C - Ybs membunyikan suling dan mengedipkan lampu memasuki Terisi - Kecepatan KA 155 di lintas ini kurang lebih 80 Km/jam Page 10 of 35

- Melihat sinyal muka beraspek kuning kecepatan telah dikurangi (hingga kurang dari 60 Km/jam) - Ybs memastikan bahwa masinis telah melakukan pengereman Kasi Sintel Cirebon Menjelaskan sistem persinyalan yang ada di Stasiun Terisi dan tidak adanya kerusakan atau gangguan persinyalan saat PLH terjadi. Petugas Griya Karya Cirebon - Berdasarkan catatan di buku tamu Griya Karya, masinis dan asisten masinis KA 155 masuk di Griya Karya tanggal 5 Juni 2005 jam 17.40 WIB - Selama di Griya Karya, masinis dan asisten masinis mempergunakan waktu tersebut untuk beristirahat - Masinis dan asisten masinis keluar dari Griya Karya untuk bertugas menjalankan KA 155 pada tanggal 6 Juni 2005 jam 02.30 WIB 1.2 PRASARANA 1.2.1 Informasi Jalan Rel Rel : R 54 Bantalan : Beton Lengkungan : Jalan lurus Penambat : Pendrol Ballast : Kricak Page 11 of 35

1.2.2 Persinyalan Stasiun Terisi dilengkapi dengan sistem sinyal Vital Procesor Interlocking (VPI) buatan Alstom (pemasangan tahun 1994) dalam kondisi baik. Sistem persinyalan di lintas Cirebon Cikampek dilayani oleh sistem CTC namun pada saat kejadian sistem ini tidak berfungsi, sehingga pengendalian di stasiun dilakukan oleh PPKA setempat sedangkan pengendalian operasi di lintas itu secara terpusat dilakukan oleh PK melalui telepon. Selain itu sistem perekaman fungsi peralatan sinyal (data logger) tidak berfungsi. PPKA Terisi mengatur pengendalian persinyalan Stasiun Terisi dengan mempergunakan meja pelayanan (LCP). Pengaturan route kereta api dilakukan di meja pelayanan ini. Gambar. Meja Pelayanan (LCP) Stasiun Terisi Sistem sinyal menggunakan sinyal elektrik dengan aspek lampu hijau, kuning dan merah. Pada sepur II emplasemen Stasiun Terisi dari arah Telagasari terdapat 3 sinyal utama yaitu: sinyal muka MJ 1324, sinyal masuk J 1324 dan sinyal keluar J 1322A. Page 12 of 35

Page 13 of 35

1.2.3 Telekomunikasi Sistem telekomunikasi kereta api dilakukan dengan menggunakan telepon radio yang menghubungkan PPKA, PK, dan masinis. Pada lokomotif digunakan radio lokomotif dengan sinyal VHF yang sinyalnya tidak mudah terpengaruh hambatan untuk jarak pendek di darat. Untuk itu diperlukan beberapa repeater untuk memperkuat dan mengulangi sinyal yang dikirim atau diterima. Seluruh komunikasi yang dilakukan dapat direkam di PK Cirebon namun tim tidak dapat menemukan rekaman komunikasi ini. PK Cirebon menyatakan bahwa selama perjalanan antara Jatibarang hingga saat tumburan terjadi di emplasemen Terisi, masinis KA 155 tidak melakukan komunikasi verbal dengan telepon radio. 1.3 SARANA 1.3.1 Data KA 155 Lokomotif Rangkaian kereta No. Lok : CC 201 59 Buatan : General Electric, USA Mulai Dinas : 27-07-1983 PA Akhir : 04-04-2005 Semi PA : 22-08-2003 PA Berikutnya : 04-04-2007 Pemeriksaan 6-bulanan : Deadman Pedal : Baik Radio Lok : Baik Lampu Sorot : Baik Automatic Brake : - Independent Brake : - Speedo meter : Baik Traksi Motor : 6 buah Wiper : Baik Throttle handle : - Berjalan dengan menggunakan : Ujung pendek dimuka Tabel. Data PA Rangkaian KA 155 Rangkaian Jenis Kereta & Berat Isi Tipe Ke seri No (1000 kg) Mulai Dinas PA PAD 1 K3 64569 - - 09-05-1964 15-03-2005 15-03-2007 2 K3 66749 - - 10-01-1966 25-02-2004 25-02-2006 3 K3 66501 - - 20-08-1966 30-07-2004 30-07-2006 4 K3 66589 - - 08-03-1966 25-02-2004 25-02-2006 5 K3 66531-07-02-1966 30-06-2004 30-06-2006 6 KMP 65605R - - 11-04-1965 25-04-2004 25-04-2006 7 K3 93560R - - 19-02-1993 16-01-2004 16-01-2006 8 K3 66549 - - 22-09-1966 25-10-2003 25-10-2005 9 K3 93537R - - 19-01-1993 31-07-2003 31-07-2005 10 K3 93527R - - 20-08-1993 27-04-2004 27-04-2006 Total berat rangkaian : 390 ton Page 14 of 35

1.3.2 Data KA 39C Lokomotif Tim tidak dapat menemukan dokumen perawatan maupun kondisi pasca kecelakaan lokomotif CC 20324. Rangkaian kereta Tabel. Data PA Rangkaian KA 39C Rangkaian Ke Jenis Gerbong & seri No Tipe Berat Isi (1000 kg) Mulai Dinas PA PAD 1 K1 67510 - - 1967 04-04-2003 04-04-2005 2 K1 95802 - - 31-07-1995 20-10-2003 20-10-2005 3 K1 95810 - - 1995 04-04-2003 04-04-2005 4 K1 95807 - - - - - 5 K1 95825 - - 17-08-1995 15-05-2004 15-05-2006 6 K1 95806 - - 1995 26-10-2004 26-10-2006 7 KM1 95802 - - 1995 20-10-2003 20-10-2005 8 K1 95805 - - 1995 30-05-2005 30-05-2007 9 BP 64802 - - 1964 01-04-2004 01-04-2006 2 kereta (K1 67510 dan K1 95810) telah melewati masa Pemeriksaan Akhir (PA) yang seharusnya dilaksanakan tanggal 4 April 2005. Namun hal ini tidak berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan. Tim berpendapat bahwa pelewatan masa PA ini lebih dikarenakan ketidakkonsistenan manajemen PT. KA terhadap kesadaran keselamatan perkeretaapian secara keseluruhan. 1.4 OPERASI 1.4.1 Pergerakan KA di Emplasemen KA 155 tercatat masuk Stasiun Cirebon jam 02.38 dan diberangkatkan kembali jam 03.29 dengan disusul KA 41, KA 91, KA 101, KA 11 dan KA 45. 1.4.2 Rekaman Rekaman Perjalanan Rekaman Speedometer Speedometer rangkaian KA 155 buatan PT. Pusaka digunakan untuk memantau kecepatan rangkaian kereta, jarak tempuh dan waktu selain itu juga digunakan untuk merekam (record) kecepatan dan jarak tempuh lokomotif terhadap waktu (jam dan tanggal). Kondisi perekaman ini dinyatakan dengan indikator lampu berwarna hijau. Pada pengamatan tim terhadap kondisi speedometer, tim melihat bahwa meskipun speedometer pada saat kejadian tidak menunjukkan kecepatan rangkaian sesaat namun indikator kondisi perekaman dalam keadaan menyala. Hal ini dapat mengindikasikan fungsi perekaman speedometer dalam keadaan bekerja. Speedometer kemudian di download di kantor pusat PT. Kereta Api (Persero) untuk diketahui kecepatan rangkaian KA saat terjadinya tumburan. Data kecepatan ini kemudian digabungkan dengan data kedatangan dan keberangkatan KA untuk Page 15 of 35

mengetahui kecepatan KA 155 saat menumbur. Sebagai catatan bahwa waktu yang tercatat di speedometer dengan waktu di stasiun dan masinis tidak ada kesamaan. Dari pengamatan terhadap hasil download speedometer tersebut diketahui bahwa kecepatan KA 155 mulai diberangkatkan dari Stasiun Telagasari berkisar antara 47,5 Km/jam hingga 75 Km/jam. Saat menumbur KA 39C, rangkaian KA 155 berjalan dengan kecepatan 55 Km/jam. Page 16 of 35

Gambar. Hasil download speedometer KA 155 Page 17 of 35

1.4.3 Jadwal Kerja Awak KA 155 Masinis No Tanggal KA Jam Kerja 25 hari 72 jam 24 jam Mei 2005 1 9 132 6.25 2 10 163 4.30 3 11 IP (istirahat Penting) 4 12 Libur 5 13 188 6.42 6 14 187 4.00 7 15 146 7.00 8 16 157 4.26 9 17 12 6.23 10 18 11 7.15 11 19 Libur 12 20 1006 9.20 13 21 Ld 109 4.00 14 22 94 5.10 15 23 143 4.26 16 24 40 7.03 17 25 13 6.30 18 26 Libur 19 27 132 5.40 20 28 163 4.30 21 29 748 5.20 22 30 747 4.35 23 31 4 6.20 Juni 2005 24 1 1 6.58 25 2 Libur 26 3 102 7.57 7.57 27 4 45 8.35 8.35 28 5 120 5.25 5.25 5.25 29 6 155 2.03 2.03 2.03 Jml 25 Hari terakhir 140.09 Jml 72 jam terakhir 24 Jml 24 jam terakhir 7.28 Dalam 29 hari kerja terakhir sebelum terjadinya kecelakaan, masinis telah menjalani tugas sebanyak 24 hari kerja dan 4 hari libur serta 1 hari IP. Libur terakhir dijalankan pada tanggal 2 Juni 2005 yaitu 4 hari sebelum terjadinya kecelakaan. Total jam kerja selama 29 hari kerja adalah 140.09 jam kerja. Pada masa waktu 7 kerja hari kerja sebelum terjadinya kecelakaan (tanggal 30 Mei 2005 5 Juni 2005), masinis menjalankan tugas sebanyak 39.50 jam kerja, yang hal ini telah mendekati batas waktu kerja yang ditetapkan Depnaker (Depnaker menetapkan standar jam kerja adalah 40 jam kerja dalam satu minggu). Page 18 of 35

Asisten Masinis No Tanggal KA Jam Kerja 25 hari 72 jam 24 jam Mei 2005 1 9 Libur 2 10 1002 6.25 3 11 Ld 109 4.00 4 12 92 5.10 5 13 147 4.52 6 14 2144-7 15 102 8.13 8 16 45 8.00 9 17 120 6.15 10 18 155 6.48 11 19 Libur 12 20 1006 9.20 13 21 Ld 109 4.00 14 22 102 8.30 15 23 45 7.14 16 24 120 5.15 17 25 155 6.38 18 26 Libur 19 27 1002 5.53 20 28 Ld 109 4.00 21 29 92 4.30 22 30 147 5.45 23 31 12 7.13 Juni 2005 24 1 11 6.50 25 2 Libur 26 3 102 7.57 7.57 27 4 45 8.35 8.35 28 5 120 5.25 5.25 5.25 29 6 155 2.03 2.03 2.03 Jml 25 Hari terakhir 145.9 Jml 72 jam terakhir 24 Jml 24 jam terakhir 7.28 Dalam 29 hari kerja terakhir sebelum terjadinya kecelakaan, asisten masinis telah menjalani tugas sebanyak 25 hari kerja dan 4 hari libur dengan libur terakhir dijalankan pada tanggal 2 Juni 2005. Total jam kerja selama 29 hari kerja adalah 145.9 jam kerja. Pada masa waktu 7 kerja hari kerja sebelum terjadinya kecelakaan (tanggal 30 Mei 2005 5 Juni 2005), asisten masinis menjalankan tugas sebanyak 41.45 jam kerja, yang hal ini telah melewati batas waktu kerja yang ditetapkan Depnaker. Page 19 of 35

1.5 UJI COBA DAN PENELITIAN 1.5.1 Uji Coba Sistem Persinyalan Stasiun Terisi Uji Coba dilaksanakan tanggal 8 Juni 2005 dan dilakukan oleh staf persinyalan Daop III Cirebon Uji untuk mengetahui kehandalan sistem persinyalan Stasiun Terisi. Sistem persinyalan di Stasiun Terisi mempergunakan sinyal elektrik interlocking yang diharapkan dapat memberikan jaminan/kepastian aspek sinyal saat rute KA dibentuk. Pada saat rute KA telah terbentuk, aspek yang diberikan oleh sinyal adalah sebagai berikut: a) Rute KA masuk dan berhenti di sepur lurus emplasemen Dengan terjaminnya kedudukan wesel dan bebasnya sirkit sepur yang akan dilalui di emplasemen (sepur lurus), maka sinyal masuk akan beraspek kuning dan sinyal muka beraspek hijau. b) Rute KA keluar dari salah satu sepur di emplasemen Dengan terjaminnya kedudukan wesel dan bebasnya sirkit sepur yang akan dilalui di emplasemen, petak jalan, hubungan blok stasiun atau pintu perlintasan yang menjadi bagian pengendalian, maka sinyal keluar akan beraspek hijau. c) Rute KA masuk dan berjalan langsung di sepur lurus emplasemen Dengan terjaminnya kedudukan wesel dan bebasnya sirkit sepur yang akan dilalui di emplasemen dan di petak jalan, maka sinyal masuk akan beraspek hijau, sinyal muka beraspek hijau dan sinyal keluar yang akan dilalui akan beraspek hijau. d) Rute KA masuk dan berhenti di sepur belok emplasemen Dengan terjaminnya kedudukan wesel dan bebasnya sirkit sepur yang akan dilalui di emplasemen, maka sinyal masuk akan beraspek kuning dengan pembatas kecepatan listrik menyala 3 dan sinyal muka beraspek hijau. Apabila salah satu wesel yang akan dilalui tidak terjamin kedudukannya atau salah satu sirkit sepur terganggu/terisi rangkaian kereta atau pintu perlintasan tidak terdeteksi, maka sinyal utama tetap beraspek merah. No Kedudukan Track Circuit Sepur II Sinyal muka MJ 1324 Sinyal Masuk J 1324 Sinyal Keluar J 1322A Pembentukan Route Keterangan 1. Normal Kuning Merah Merah Tidak Ada - Tidak ada pembentukan route 2. Track Circuit merah Kuning Merah Merah Tidak Ada - Tidak ada pembentukan route 3. Track Circuit merah Kuning Merah Merah Masuk - Tidak dapat pembentukan route masuk 4. Track Circuit merah Kuning Merah Hijau Keluar - Tidak dapat pembentukan route keluar (ke arah Kadokangabus) 5. Track Circuit merah Kuning Merah Hijau Masuk - Tidak dapat pembentukan sinyal masuk * Sinyal berangkat J 1322A dapat terlihat jelas beraspek hajau dari sinyal muka MJ 1324 * Posisi di LCP sesuai dengan kondisi persinyalan di lapangan Page 20 of 35

1.5.2 Penelitian Kondisi Handel Kabin Masinis KA 155 Penelitian dilakukan untuk mengetahui posisi akhir keseluruhan handel masinis saat kejadian tumburan. Keadaan ini diketahui dari hasil pengamatan tim terhadap foto posisi handel setelah kejadian yang didapat tim dari bagian dokumentasi PT. KA. Hasil pengamatan terhadap posisi handel lokomotif CC 20159 adalah sebagai berikut: Handel maju mundur : Netral Throttle handle : Netral Handel rem dinamik : Netral Handel rem rangkaian : Release Handel rem lokomotif : Full service Dari hasil pengamatan tersebut diatas, tim berpendapat bahwa data kondisi handel tersebut adalah bukan posisi sebenarnya sesaat sebelum kejadian. Perubahan posisi tersebut dapat terjadi akibat proses evakuasi ataupun perubahan lain yang dilakukan oleh petugas untuk mengamankan pergerakan lokomotif. 1.6 LAIN-LAIN 1.6.1 Data Cuaca dan Meteorologi Kondisi cuaca pada saat kejadian jam 05.10 dilaporkan dalam keadaan cerah. Sinyal masuk Stasiun Terisi dari arah Stasiun Telagasari dan semboyan 21 (semboyan akhiran) KA 39C dapat terlihat dengan jelas dan tidak terhalang. Page 21 of 35

Gambar. Sinyal Masuk Stasiun Terisi a. Siang hari; b. Malam hari Gambar. Stasiun Terisi (dilihat dari arah Telagasari) sebelum jembatan 1.6.2 Kebakaran Tidak ada kebakaran yang terjadi saat PLH maupun setelah PLH. Page 22 of 35

2 ANALISIS 2.1 FAKTOR MANUSIA Faktor manusia dapat didefinisikan sebagai kondisi lingkungan, organisasi dan faktor pekerjaan serta manusia dan karakteristik individual yang mempengaruhi perilaku bekerja dan dapat berpengaruh langsung terhadap kesehatan dan keselamatan 1. Pada PLH ini akan dilakukan analisis faktor manusia terutama terhadap masinis dan asisten masinis KA 155 untuk mengevaluasi interaksi antara manusia, teknologi dan organisasi. Faktor manusia dibentuk dari 3 faktor utama sebagai berikut: a. Pekerjaan sebagai hal-hal yang harus dilakukan (tugas/lingkungan/peralatan) b. Individual siapa yang melakukan (competence/attitude/capability) c. Organisasi bagaimana pekerjaan diorganisasikan (leadership/resources/culture) 2.1.1 Pekerjaan Persyaratan Masinis Reglemen 16A Pasal 5 tentang Syarat-Syarat Untuk Masinis menyebutkan persyaratan yang harus dipenuhi seseorang untuk dapat bertugas sebagai pengemudi rangkaian kereta api adalah sebagai berikut: 1. Tiada seorangpun boleh diserahi kewajiban untuk mengemudikan lokomotip sebagai masinis sebelum ia bekerja sebagai calon masinis selama dua tahun, atau sebelum bekerja satu tahun di Balai Yasa bagian mesin-mesin Diesel ditambah satu tahun bekerja sebagai calon masinis atau juru motor. 2. Selanjutnya dalam perjalanan percobaan dan pada waktu pemeriksaan ia harus dapat membuktikan bahwa ia: 1. Cukup paham dalam mengemudikan dan memelihara lokomotif 2. Mempunyai kecakapan bekerja sebagai tukang tempa dan tukang bubut, pandai memperbaiki kerusakan-kerusakan kecil yang sering terdapat pada lokomotif 3. Mempunyai pengetahuan cukup tentang undang-undang dan peraturan Perusahaan Jawatan Kereta Api dan tentang pemakaian motor diesel 4. Pandai Menulis dan membaca 3. Seorang masinis harus mempunyai tinggi badan paling sedikit 1,60 meter 4. Akhirnya ia harus diperiksa mengenai ketajaman penglihatan dan pendengarannya sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku bagi masinis yang harus mengemudikan sendiri suatu lokomotip 5. Apabila ia telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada ayat 1, 2, 3 dan 4 dari pasal ini, maka kepadanya diberikan suatu surat keterangan sebagai tanda kecakapan oleh KT (model T62) 1 Health and Safety Executive, Railway Industry Advisory Committee (RIAC) Human Factors Working Group definition Page 23 of 35

6. Masa pelajaran dua tahun tsb di atas, dalam keadaan luar biasa dapat dikurangi dengan sebanyak enam bulan oleh Direktur Utama Perusahaan Jawatan Kereta Api (Dirma) 7. Seorang masinis tidak boleh jalan (dinas menjalani suatu kereta api) tentang keadaan lintas (lihat pasal 7) Pemenuhan Persyaratan Kerja Berdasarkan data masinis KA 155, awak tersebut telah memenuhi persyaratan awal untuk menjadi masinis. Pelatihan awal yang diberikan pada umumnya diberikan untuk mencapai tingkat keterampilan dasar dan pengetahuan serta intelegensi yang diperlukan oleh seorang masinis untuk menjalankan kereta api. Masinis telah bertugas sebagai masinis lokomotif CC 201/CC 203 mulai tahun 2003 setelah sebelumnya mendapat brevet untuk menjalankan lokomotif BB 304/BB301 pada tahun 1996. Tugas masinis untuk menjalankan kereta api terbatas pada jalan rel itu memerlukan kinerja yang baku. Variasi tindakan mengendalikan lokomotif yang tidak banyak yang pada umumnya rutin dilakukan sangat monoton. Namun tiap masinis memiliki perilaku bertindak yang berbeda-beda dengan motivasi yang berbeda pula. Untuk mengurangi kondisi monotoni kerja masinis ini kemudian diatur dengan beberapa variasi kerja antara lain keharusan untuk membunyikan semboyan 35 di daerah yang berbahaya atau adanya penempatan semboyan 8 di petak-petak tertentu yang dianggap membosankan; selain itu keharusan untuk melakukan komunikasi antara masinis dengan PK atau PPKA juga diharapkan dapat mengurangi kondisi monoton ini. Kinerja dan perilaku masinis dapat berubah drastis apabila menghadapi faktor-faktor yang berpengaruh seperti stress, menghadapi situasi tidak rutin, terganggunya kesehatan dan lingkungan (kebisingan, polusi) dan sebagainya. Kompetensi (Competence) Kerja Kompetensi adalah kemampuan untuk melaksanakan aktivitas sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Kompetensi dibentuk sebagai kombinasi: kemampuan praktek dan kemampuan berpikir, pengalaman, latar belakang pendidikan dan pengetahuan yang didapat selama yang bersangkutan melaksanakan aktivitas tersebut. Seseorang (atau sekumpulan orang atau sebuah organisasi) dapat dikatakan kompeten apabila yang bersangkutan dapat melaksanakan pekerjaan secara konsisten sesuai dengan level kinerja yang diharapkan. Tahapan peningkatan kompetensi terhadap individu Ketika seseorang dilibatkan pada suatu pekerjaan maka ia akan mengalami tahapan perkembangan kemampuan diri dan kesadaran pribadi (capabilities and awareness) dan dapat digambarkan dalam skema berikut ini: Page 24 of 35

Gambar. Tahapan perkembangan kemampuan dan kesadaran diri Perkembangan kompetensi individu dapat ditingkatkan atau dibentuk dengan pendidikan, pelatihan dan pemantauan secara kontinyu. Dengan pengontrolan, setiap kegiatan pengoperasian kereta api dapat meningkatkan kinerja individu. 2.1.2 Individu Kondisi Tubuh dan Kesehatan Masinis dan asisten masinis KA 155 berusia 52 tahun dan dapat digolongkan mendekati usia lanjut. Usia lanjut ditandai dengan pengurangan kemampuan panca indera meskipun masih dalam batas medis yang diijinkan. a. Masinis Hasil pemeriksaan medis (medical check up) yang dijalankan masinis tanggak 6 Desember 2004 menunjukkan hasil bahwa masinis mengalami hipertensi (190/100 mmhg) dan kelebihan berat badan (tinggi 168 cm dengan berat 78 Kg atau 30 Kg/m 2 ) serta adanya glukosuria dan SGPT meningkat. Hasil ini menunjukkan adanya kelainan jantung yang dapat menurunkan kemampuan bereaksi bahkan kemungkinan terjadinya tidak sadarkan diri. Peningkatan tekanan darah dapat pula mempengaruhi distribusi darah ke otak sehingga yang bersangkutan dapat mudah tertidur serta mengalami kelambatan berpikir. Berdasarkan tinjauan teoritis mengenai kondisi kesehatan masinis diatas, tim tidak dapat menarik kesimpulan mengenai hubungan kondisi kesehatan masinis dengan tindakan masinis saat kejadian. Pengawasan kesehatan secara ketat diperlukan untuk awak KA yang mengalami penurunan kondisi kesehatannya. b. Asisten Masinis Hasil pemeriksaan medis (medical check up) yang dijalankan asisten masinis tanggal 26 Oktober 2004 menunjukkan hasil bahwa kesehatan asisten masinis masih Page 25 of 35

memenuhi persyaratan dengan catatan adanya hipertrophi tonsil dan kelebihan berat badan (tinggi 171 cm dengan berat 75 Kg atau 26 Kg/m2). Sesuai dengan Instruksi 3 Jilid I Bab IX Huruf K, pemeriksaan ulangan kondisi kesehatan mata dan telinga awak KA (termasuk masinis dan asisten masinis) harus dilakukan terhadap personil yang: a. 4 bulan setelah umur 45 tahun atau jika mempunyai masa kerja 20 tahun dan selanjutnya lagi tiap-tiap 5 tahun sekali b. Jika telah menderita sakit mata atau telinga c. Setelah mendapat kecelakaan, hingga gegar otak d. Setelah melakukan, atau perbuatan yang mungkin disebabkan karena kelemahan mata dan telinga e. Karena lain-lain hal yang dianggap perlu oleh dokter atau jawatan. Pemeriksaan ini dilakukan terutama terhadap awak KA yang telah berusia 45 tahun yang disadari telah mengalami degradasi performansi kerja. Namun perlu dipikirkan kembali mengenai pemeriksaan ulangan secara menyeluruh serta tidak hanya pemeriksaan mata dan telinga. Perlu pula dikaji tindakan lanjutan terhadap hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh ini. 2.1.3 Organisasi 2.1.3.1 Waktu Dinas Masinis Peraturan Ketenagakerjaan Sesuai Undang-Undang RI Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 77 Waktu Kerja diatur sebagai berikut: 1. Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. 2. Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau b. 8(delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. 3. Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu. 4. Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri. Peraturan Mengenai Waktu Dinas Masinis Peraturan mengenai waktu dinas masinis PT. KA diatur dalam Instruksi 3 Jilid I tentang Tata Usaha Dinas Traksi. Pada Bab VI butir C tentang Masinis Dinas Jalan antara lain diatur sebagai berikut: 1. Maximum waktu kerja bagi para masinis ditentukan 204 jam dalam waktu 4 minggu (1 petak waktu) berturut-turut, dimana harus terdapat sekurangkurangnya 4 hari libur. Page 26 of 35

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI 2. Agar dapat memenuhi syarat-syarat ini, selain jumlah masinis untuk dinas sehari-hari, harus juga ada masinis untuk keperluan dinas pada waktu hari libur dan perobahan lain-lain. 204 Bila jumlah waktu kerja setiap hari rata-rata paling lama 1 24 = 8 2 jam, hari libur 4 hari dalam 4 minggu (1 petak waktu) sudah dipandang cukup dan dengan demikian setiap hari harus ada 4 1 28 = 7 dari jumlah banyaknya masinis dinas jalan yang dapat dibebaskan dari dinasnya. 204 3. Apabila jumlah waktu kerja sehari rata-rata lebih dari 24 atau 8 1 2 jam, maka harus diberikan lebih dari 4 hari libur dalam 1 petak waktu (4 minggu), agar waktu kerja dalam 1 petak waktu (termasuk hari-hari libur) berjumlah paling banyak 204 jam. 4. Untuk menetapkan formasi masinis pada sesuatu dipo ditentukan 2 1 2 jumlah banyaknya lokomotip yang ada pada dipo itu. Peraturan Mengenai Tambahan Waktu Dinas Peraturan mengenai waktu dinas masinis yang dapat dihitung sebagai tambahan waktu dinas diatur dalam Instruksi 3 Jilid I tentang Bab VII butir B tentang Tambahan waktu Dinas Pegawai Lokomotif dan Dinas Perjalanan Kereta Api (Treinpersoneel) disebutkan sebagai berikut: 1. Tambahan waktu yang diperhitungkan sebagai waktu dinas dan waktu kerja untuk: a. masinis, calon masinis, juru api dan pekerja dipo bahan bakar 1 jam sebelum jam berangkat dan 1 jam sesudah datangnya KA terakhir yang dijalankan. b. Pelayan rem, masinis Diesel dan pelayan kereta api ½ jam sebelum berangkat dan ½ jam sesudah datangnya kereta api yang terakhir dilayani. 2. Pada penggantian dinas jalan pegawai lokomotif tambahan dinasnya selama pada saat dimulai dan berakhirnya timbang terima lokomotip. Pemenuhan Terhadap Peraturan Waktu Dinas Masinis Dalam 29 hari kerja terakhir sebelum terjadinya kecelakaan, masinis telah menjalani tugas sebanyak 24 hari dinas dan 4 hari libur serta 1 hari IP (Ijin Penting). Libur terakhir dijalankan pada tanggal 2 Juni 2005 yaitu 4 hari sebelum terjadinya kecelakaan. Total jam kerja selama 29 hari kerja adalah 140.09 jam kerja. Selama 29 hari kerja tersebut, masinis menjalankan rangkaian kereta api sebanyak 24 kali, maka sesuai dengan Instruksi 3 jilid I terdapat tambahan waktu dinas sebanyak ( 1 2 jam 2) 24 kali = 24 jam. Tambahan waktu dinas ini ditambahkan pada total jam kerja masinis sehingga keseluruhan jam kerja masinis adalah 164.09 jam kerja. Asisten Masinis Dalam 29 hari kerja terakhir sebelum terjadinya kecelakaan, asisten masinis telah menjalani tugas sebanyak 25 hari kerja dan 4 hari libur dengan libur terakhir Page 27 of 35

dijalankan pada tanggal 2 Juni 2005. Total jam kerja selama 29 hari kerja adalah 145.9 jam kerja. Selama 29 hari kerja tersebut, asisten masinis menjalankan rangkaian kereta api sebanyak 25 kali, maka sesuai dengan Instruksi 3 jilid I terdapat tambahan waktu dinas sebanyak ( 1 2 jam 2) 25 kali = 25 jam. Tambahan waktu dinas ini ditambahkan pada total jam kerja masinis sehingga keseluruhan jam kerja masinis adalah 170.9 jam kerja. Berdasarkan perhitungan tersebut, baik itu masinis maupun asisten masinis, jumlah jam kerjanya masih sesuai dengan peraturan yang berlaku di PT. Kereta Api (Persero). 2.1.3.2 Pendidikan dan Pelatihan Awak KA Peraturan Mengenai Pendidikan dan Pelatihan Awak KA Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 81 Tahun 2000 tentang Sarana Kereta Api Bab IX menetapkan: Pasal 95 (1) Setiap awak kereta api wajib memiliki kualifikasi teknis tertentu di bidang perkeretaapian sesuai dengan bidang pekerjaannya (2) Kualifikasi teknis tertentu berdasarkan tingkat keahlian, pengalaman dan pendidikan melalui pelatihan. Pasal 96 (1) Setiap awak kereta api yang dinyatakan memenuhi kualifikasi teknis diberi sertifikat dan tanda kualifikasi teknis sesuai dengan jenis kualifikasinya oleh Direktur Jenderal. (2) Setiap awak kereta api yang menjalankan tugas harus mengenakan tanda kualifikasi teknis. Pemenuhan Peraturan Kualifikasi keahlian masinis diperoleh melalui pendidikan DF3 Masinis (Diklat Fungsional 3 Masinis) yang diselenggarakan oleh PT. Kereta Api. Setelah dinyatakan lulus dari DF3, baru dikeluarkan Surat Tanda Kecakapan (brevet) T.62 dan untuk melayani jenis lokomotif tertentu kepada masinis diberikan brevet T.62 A Khusus sesuai dengan lokomotifnya. Disamping hal tersebut, masinis untuk didinaskan pada lintas tertentu, masinis harus lulus ujian pengenalan lintas (baan verkeneng). Dari data yang ada, awak KA 155 (masinis dan asisten masinis) telah memiliki surat tanda kecakapan (Brevet) yang dikeluarkan oleh PT. Kereta Api (Persero) bukan oleh Ditjen Perhubungan Darat. Brevet tersebut berlaku untuk selama yang bersangkutan menjadi pegawai PT. KA, kecuali brevet tersebut dicabut karena awak KA melakukan kesalahan. Pelatihan berkesinambungan yang ditujukan untuk menyegarkan (refreshing) dan mendalami pemahaman terhadap prosedur perjalanan kereta api oleh PT. KA tidak Page 28 of 35

pernah dilakukan terhadap masinis dan asisten masinis KA 155 sehingga dapat menyebabkan pengurangan disiplin awak KA dalam menjalankan kereta api. 2.2 PRASARANA 2.2.1 Persinyalan Berikut ini akan dibahas mengenai kondisi persinyalan Stasiun Terisi dengan memfokuskan pada pernyataan masinis sebagai pihak yang dianggap secara pasti mengetahui kondisi persinyalan saat PLH terjadi. Berdasarkan keterangan dari masinis KA 155 bahwa sinyal muka beraspek hijau dan sinyal masuk beraspek kuning yang tiba-tiba berubah menjadi merah. Hal ini tidak dapat terjadi karena: a. PPKA Terisi belum mengeset route untuk masuk KA ke sepur II karena masih terdapat KA 39C. b. Sinyal masuk beraspek kuning menandakan rangkaian KA akan masuk ke sepur II (sepur lurus berhenti) sedangkan apabila rangkaian KA dimaksudkan masuk ke sepur I maka sinyal masuk akan beraspek kuning dengan batas kecepatan angka 3 menyala. Page 29 of 35

c. Pernyataan bahwa dengan sinyal masuk beraspek kuning tiba-tiba menjadi merah sebelum KA lewat sinyal masuk tersebut secara teknis tidak dimungkinkan, karena aspek kuning akan menjadi merah apabila rangkaian KA telah melewati sinyal tersebut. d. Berdasarkan hasil uji coba mengenai sistem persinyalan di Stasiun Terisi (butir 1.6.1) menunjukkan bahwa sistem persinyalan dalam keadaan baik. 2.3 SARANA a. KA 155 Rangkaian KA 155 masih laik operasi (PA yang akan Datang masih belum terlewati). Tim berpendapat bahwa tidak ada faktor sarana KA 155 yang berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan. Perhitungan jarak pengereman (sebagai pembanding efektifitas sistem pengereman di lokasi kejadian) tidak dilakukan karena jarak antara sinyal masuk J 1324 di Km 163+382 ke lokasi tumburan di Km 162+319 adalah 963 meter dan diasumsikan cukup untuk menghentikan laju perjalanan kereta api secara sempurna. Selain itu tidak adanya jejak pengereman dan pengurangan kecepatan (deselerasi) KA 155 juga merupakan satu sebab tidak dilakukannya penelitian terhadap kondisi pengereman rangkaian KA 155 sebagai kemungkinan faktor kontribusi terjadinya kecelakaan. Page 30 of 35

b. KA 39C 2.4 OPERASI Semboyan 21 (semboyan akhiran) KA 39C pada BP 64802 terdapat 1 buah di atas serta 2 buah di bawah sebelah kanan dan kiri. Dari 3 buah tersebut, yang di atas tidak menyala sedangkan 2 yang di bawah menyala warna merah. Semboyan 21 tersebut terlihat jelas dari jarak 600 m. 2.4.1 Pelanggaran Sinyal Aspek Merah Pelanggaran sinyal merah tidak selalu mengakibatkan terjadinya tumburan apabila jarak pengereman dan kecepatan rangkaian kereta masih memenuhi untuk memberhentikan rangkaian KA sebelum menumbur KA dimukanya. Dari beberapa kasus kecelakaan yang pernah terjadi, terdapat faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya pelanggaran sinyal, antara lain sebagai berikut: - Perawatan prasarana yang terkait dengan sistem persinyalan tidak sesuai ketentuan - Penempatan sinyal atau rambu yang tidak bebas pandang - Desain dan layout kabin masinis yang tidak ergonomis - Pelaksanaan waktu pendinasan masinis yang tidak memperhatikan aspek jam kerja akibat terjadi kelambatan KA - Pendidikan dan pelatihan yang tidak efektif dan berkesinambungan termasuk didalamnya sosialisasi peraturan-peraturan yang berlaku - Kondisi individu awak KA (antara lain kondisi kesehatan, kejiwaan) sehingga tidak melaksanakan tugas secara tepat Kontribusi yang paling besar dari penyebab pelanggaran sinyal aspek merah adalah faktor manusia. Hal ini lebih disebabkan karena pengoperasian kereta api menitik beratkan pada interaksi manusia dengan peralatan dan dengan individu lainnya. Adanya semboyan, sinyal atau peralatan lainnya, dimaksudkan sebagai perangkat keselamatan untuk menghindari terjadinya kasus pelanggaran sinyal aspek merah. Namun dapat dipahami bahwa pengoperasian kereta api sangat mengandalkan kemampuan dan keahlian individu. Perlu dipahami kembali bahwa pengoperasian kereta api sebagai pelaksanaan tugas sehari-hari adalah sulit tanpa terjadinya kesalahan. Untuk itu diperlukan pengawasan secara menyeluruh dan berkesinambungan terhadap perilaku dan disiplin operasional awak kereta api termasuk didalamnya adalah peningkatan kualitas awak KA dan petugas prasarana. 2.4.2 Terjadinya Pelanggaran Sinyal Aspek Merah Beberapa kondisi yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya PLH akibat pelanggaran sinyal aspek merah adalah: a. Masinis tidak mengurangi kecepatan pada saat melihat sinyal muka yang beraspek kuning untuk berhenti dimuka sinyal masuk yang beraspek merah. Page 31 of 35

Hasil pembacaan rekaman speedometer didapat keterangan pada saat lepas Stasiun Telagasari hingga emplasemen Terisi kecepatan rangkaian KA 155 bervariasi (naik dan turun) antara 47,5 Km/jam hingga 75 Km/jam dan kecepatan saat menumbur KA 39C adalah 56 Km/jam. Bahkan sebelum terjadinya tumburan tidak ada penurunan kecepatan rangkaian secara signifikan akibat dilakukannya pengereman emergency (pengereman lokomotif) yang dilakukan oleh masinis KA 155. Hal ini diperkuat pula dengan tidak adanya jejak pengereman sebelum lokasi PLH serta besarnya efek tumburan terhadap BP 64802 rangkaian KA 39C dan lokomotif KA 155. b. Tidak adanya komunikasi antara masinis dengan PK ataupun PPKA setelah KA 155 melewati Stasiun Jatibarang dapat menyebabkan terjadinya pelanggaran sinyal aspek merah terutama di daerah yang memerlukan perhatian lebih terhadap kondisi persinyalan atau semboyan (misalnya di emplasemen atau perlintasan). c. Kondisi lingkungan kerja masinis kurang mendukung antara lain adanya kebisingan, polusi gas buang dan suhu kabin masinis yang dapat mempengaruhi konsentrasi dan kewaspadaan masinis terhadap tugasnya. d. Kejenuhan dan kelelahan dapat mengurangi konsentrasi masinis terhadap pengoperasian kereta api. Kejenuhan dapat terjadi akibat intern ataupun ekstern. Pada PLH ini tim berpendapat bahwa masinis KA 155 dapat mengalami kejenuhan akibat faktor ekstern ketika rangkaian KA yang dibawanya mengalami kelambatan yang tinggi. Kelelahan dapat pula diperburuk dengan kondisi kesehatan individu yang dihubungkan dengan usia masinis yang sudah lanjut dan untuk itu diperlukan pengawasan secara ketat dan perbaikan kondisi kesehatan awak KA. Page 32 of 35

3 KESIMPULAN 3.1 TEMUAN TEMUAN a. Sistem persinyalan di lintas Cirebon Cikampek dilayani oleh sistem CTC namun tidak berfungsi, sehingga pengendalian dilakukan secara setempat dan pengendalian terpusat oleh PK dengan telepon. b. Sistem persinyalan di Stasiun Terisi sebelum maupun setelah kejadian diketahui dalam keadaan baik. c. Sinyal masuk J1324 berubah aspek dari kuning menjadi merah adalah tidak mungkin karena PPKA Terisi tidak dapat mengatur route untuk KA 155 sehubungan masih adanya KA 39C di sepur II emplasemen Terisi. d. Tidak ada komunikasi antara masinis KA 155 dengan PK setelah Stasiun Jatibarang. e. Cuaca saat kejadian jam 05.10 cerah, pandangan dari kabin masinis bebas (tidak terhalang). f. Tidak ada kebakaran yang terjadi sebagai akibat tumburan. g. Masinis maupun asisten masinis telah memenuhi persyaratan awal untuk menjalankan kereta api. h. Tidak ada pelatihan berkesinambungan terhadap masinis dan asisten masinis KA 155. i. Jam kerja masinis dan asisten masinis masih sesuai dengan peraturan yang berlaku di PT. Kereta Api (Persero). j. Terdapat kejenuhan yang dialami masinis KA 155 akibat kelambatan KA dan kelelahan akibat usia dan kondisi kesehatannya. k. Speedometer KA 155 merekam kecepatan seluruh perjalanan KA 155 hingga saat tumburan terjadi. Kecepatan KA saat tumburan adalah 56 Km/jam dan tidak ada penurunan kecepatan (deselerasi) secara signifikan yang dilakukan masinis. l. Tidak ada jejak pengereman sebelum lokasi kejadian. m. Pengamatan terhadap kondisi handel lokomotif CC 20159 (lokomotif KA 155) dilakukan setelah kejadian dan tidak didapatkan kondisi riil handel saat kejadian. n. Tidak ada faktor sarana KA 155 yang berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan. o. Semboyan 21 (semboyan akhiran) pada KA 39C berfungsi baik dan dapat terlihat dengan jelas. 3.2 KEMUNGKINAN PENYEBAB KEJADIAN Dari data faktual, analisis dan temuan investigasi, tim menentukan kemungkinan penyebab terjadinya PLH tumburan KA 155 Bengawan dan KA 39C Bima di emplasemen Terisi adalah terjadinya pelanggaran sinyal masuk J1324 Stasiun Terisi yang mengindikasikan aspek merah akibat dari penurunan kondisi masinis dan asisten masinis (usia, kesehatan dan kondisi lingkungan kerja) serta kelambatan KA. Page 33 of 35

4 REKOMENDASI Berdasarkan temuan, analisis dan kesimpulan investigasi PLH Tumburan KA 155 dan KA 39C, KNKT perlu mengusulkan beberapa rekomendasi kepada Menteri Perhubungan agar Direktorat Jenderal Perkeretaapian dan PT. Kereta Api (Persero) dapat melaksanakan rekomendasi keselamatan sebagai berikut: a. melakukan pendidikan, pelatihan dan penyegaran secara berkesinambungan terhadap awak KA agar dicapai disiplin operasional; b. melakukan pengawasan dan perbaikan secara menyeluruh (baik itu pengawasan melekat dan pengawasan fungsional) terhadap disiplin operasional awak KA; c. melakukan pemeriksaan ulang secara menyeluruh dan perbaikannya terhadap kondisi kesehatan masinis dan asisten masinis terutama yang telah berusia 45 tahun ke atas; d. melakukan perbaikan terhadap kondisi kabin masinis sehingga didapat kabin yang laik dan ergonomis; e. menerapkan no go item perjalanan kereta api; f. mengkaji sistem proteksi perjalanan kereta api yang dapat menjamin keselamatan kereta api terutama apabila terjadi pelanggaran sinyal aspek merah. Page 34 of 35

REFERENSI 1. Human Factors in Rail Industry Railway Industry Advisory Committee (RIAC) Human Factors Working Group Definition, Health and Safety Executive, 2005; 2. Instruksi 2 Peraturan Teknis dan Administratif Untuk Dinas Jalan dan Bangunan, PT Kereta Api (Persero), 1930; 3. Instruksi 3 Jilid I Peraturan Tentang Tata Usaha Dinas Traksi, Perusahaan Jawatan Kereta APi, 1972; 4. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 81 Tahun 2000 tentang Sarana Kereta Api; 5. Penjelasan Undang-Undang No. 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian; 6. Reglemen 16A tentang Syarat-Syarat Untuk Masinis, Perusahaan Jawatan Kereta Api, 1973; 7. Reglemen 19, PT Kereta Api (Persero), 1992; 8. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Page 35 of 35