Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal Latar Belakang Derasnya arus globalisasi memberikan warna dan nuansa pada pola perdagangan nasional maupun internasional. Perkembangan sistem perdagangan dunia cenderung mengarah pada menipisnya entry barrier dan hilangnya penapisan komoditi perdagangan antar negara, termasuk perdagangan komoditi produk pangan. Hal ini mengakibatkan segala model produk pangan dengan sangat mudah ditemukan di peredaran dan siap dikonsumsi keluarga. Meningkatnya daya saing mutu produk pangan di pasar lokal maupun global, selain memberi peluang bagi ekspor komoditi pangan dalam negeri, juga menjadi tantangan tersendiri bagi upaya perlindungan konsumen. Kondisi ini semakin cepat melaju karena adanya agenda pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia dan percepatan penanggulangan kemiskinan seperti yang tertuang dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) tahun 2010-2014 dan merupakan salah satu agenda prioritas pemerintah dalam mendukung program MDGs (Millenium Development Goals) tahun 2010-2015. Meningkatnya daya saing mutu produk pangan di pasar lokal maupun global, selain memberi peluang bagi ekspor komoditi pangan dalam negeri juga memberi tantangan tersendiri bagi upaya perlindungan konsumen. Sebagai bukti nyata, telah terjadi peningkatan volume masuknya komoditi pangan impor serta penyebaran yang cepat ke seluruh wilayah negeri ini, misalnya dengan mudah kita bisa mendapatkan produk impor khususnya produk pangan olahan dalam kemasan di seluruh pelosok di tanah air. Dalam kaitan ini kesepakatan regional seperti harmonisasi the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan ASEAN China Free Trade Area (AC-FTA) merupakan salah satu implikasi globalisasi ekonomi dimana produk pangan akan lebih mudah masuk dan keluar dari suatu negara ke negara lain yang tergabung dalam kesepakatan regional tersebut. Di sisi lain, perdagangan bebas menimbulkan dampak negatif tumbuhnya penyediaan berbagai produk pangan ilegal termasuk produk palsu yang masuk melalui pelabuhan ilegal (port d entre illegal) di wilayah perbatasan yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Kecenderungan terjadinya peredaran pangan ilegal, tidak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga antar negara. Dalam konteks ini, Badan POM selaku institusi Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia harus meningkatkan kapasitas, kapabilitas dan kompetensi inti (core competence) dalam upaya memberikan perlindungan kepada konsumen
dari produk obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, manfaat/khasiat dan mutu. Namun demikian, dengan makin kompleksnya tantangan dan masalah bidang pengawasan obat dan makanan, upaya pengawasan dan pengamanan obat dan makanan tidak dapat dilakukan sendiri oleh Badan POM secara holistik. Pada kenyataannya, diperlukan kerjasama lintas sektor seperti kerjasama dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Bea Cukai, dll, terutama dengan institusi penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan dan pihak lain terkait untuk pengawasan dan pengamanan obat dan makanan. Disamping itu, partisipasi publik sebagai mitra Badan POM yang strategis dalam memberikan umpan balik (feedback) masih sangat terbatas dan perlu ditingkatkan. Pada artikel kali ini, kami membahas keracunan akibat produk pangan ilegal, khususnya produk pangan olahan dalam kemasan dengan tanpa nomor ijin edar. Keamanan Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Pangan yang aman, bermutu, bergizi, beragam, dan tersedia secara cukup merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya status sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta makin berperan dalam meningkatkan kemakmuran kesejahteraan. Demikian komitmen pemerintah dalam menjaga keamanan dan ketersediaan pangan yang aman, bermutu, bergizi, dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat sebagaimana yang tertuang pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. PANGAN AMAN : TERBEBAS CEMARAN
Selanjutnya untuk menunjukkan bahwa pemerintah sangat memperhatikan keamanan pangan, juga dituangkan kembali pada Undang-undang nomor 17 tahun 2007 tentang RPJPN (Rencana Pembangan Jangka Panjang Nasional) tahun 2005-2025, Peraturan Pemerintah nomor 5/2010 tentang RPJMPN tahun 2010-2014 dan pada Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi tahun 2011-2015. Dalam dokumen-dokumen tersebut disebutkan bahwa pembangunan dan perbaikan gizi lintas sektor di sepanjang rantai pangan untuk gizi yang cukup, seimbang, serta terjamin keamanannya, dan program aksi dibidang pangan menjadi prioritas yang sasarannya termasuk meningkatnya mutu keamanan pangan hasil pertanian, terbangunnya kesadaran masyarakat akan risiko dan bahaya pada pangan asal hewan, meningkatnya pemantapan keamanan pangan, serta kebijakan pangan dan gizi disusun dalam 5 pilar, yaitu: 1. Gizi masyarakat; 2. Akses pangan; 3, Mutu dan keamanan pangan; 4. Perilaku hidup bersih dan sehat; 5. Kelembagaan pangan dan gizi. Terkait dengan tugas Badan POM untuk menjamin keamanan pangan dalam kebijakan pembangunan nasional, maka Badan POM semakin meningkatkan pengawasannya terhadap seluruh produk pangan yang beredar, dan lebih khusus lagi pada produk pangan olahan dalam kemasan yang menjadi tanggungjawab Badan POM dalam pemberian nomor ijin edar dengan kode MD/ML. Peningkatan pengawasan ini dilakukan dengan tujuan agar setiap pangan aman dan terbebas dari bahaya biologis, bahaya kimia, dan bahaya fisik. Upaya yang dilakukan Badan POM selama tahun 2011, dengan menggelar operasi pasar bersama Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar (Kemenperindag, Kepolisian, Ditjend Bea Cukai, dll) di 7 kota yang memiliki pelabuhan laut/udara internasional dan sebagian dari wilayah tersebut merupakan wilayah perbatasan dengan negara lain. Pada sampling yang dilakukan di beberapa kota antara lain Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan, Pekanbaru, Makassar, dan Pontianak, ditemukan 82.886 kemasan dari 1.133 jenis produk makanan impor ilegal senilai Rp 1,7 miliar. Barang-barang ilegal ini ditemukan sebagian besar atau 99,98 persen merupakan produk impor dan hanya 0,02 persen produk dari dalam negeri. Jenis produk pangan ilegal yang ditemukan terdiri atas minuman ringan dalam kaleng, makanan kaleng, biskuit, bumbu/rempah, susu, saus, makanan ringan, dan minuman beralkohol. Produk-produk pangan ilegal itu tidak terdaftar dan tidak memiliki izin edar. Langkah yang ditempuh sebagai tindak lanjut terhadap hasil operasi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Produk yang ditemukan di luar kawasan pabean telah dimusnahkan oleh Balai Besar POM setempat, sedangkan untuk produk yang ditemukan dan masih berada di
kawasan pabean telah dire-ekspor oleh Bea Cukai. Sebagian produk disita sebagai barang bukti. 2. Terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran telah diproses secara hukum (pro-justicia) dengan jumlah tersangka 2 orang. Bahaya Pangan Ilegal Produk pangan ilegal adalah produk pangan tidak terdaftar dan tidak memiliki izin edar, artinya produk tersebut tidak melalui proses evaluasi keamanan, mutu dan gizi dari instansi yang berwenang, misalnya Badan POM dan Dinas Kesehatan. Badan POM berwenang mengeluarkan nomor ijin edar dengan kode MD untuk pangan olahan dalam kemasan produksi dalam negeri atau kode ML untuk pangan olahan dalam kemasan produksi luar negeri, kemudian kode tersebut diikuti beberapa digit nomor/angka, yang setiap digitnya memiliki arti tertentu. Sedangkan Dinas Kesehatan Propinsi setempat berwenang mengeluarkan nomor ijin edar untuk pangan olahan yang di produksi oleh Industri Rumah Tangga (PIRT) dengan kode PIRT. Kedua instansi tersebut akan mengeluarkan sertifikat/ijin edar, apabila produsen/industri pangan olahan mengajukan pendaftaran dan telah memenuhi persyaratan keamanan pangan yang ditetapkan. Salah satu bahaya yang dapat timbul akibat mengkonsumsi produk pangan ilegal adalah Keracunan pangan. Keracunan pangan dapat membahayakan kesehatan bahkan dapat menimbulkan kematian, karena seringkali ditemukan pada label kemasan produk pangan ilegal tidak dicantumkan komposisi produk dengan lengkap, bahkan tidak tersedia sama sekali sehingga tidak dapat diketahui komposisi produk secara pasti, termasuk penambahan bahan tambahan pangan (BTP) yang tidak terkontrol misalnya penambahan pemanis, pengawet, pewarna, penyedap rasa, pengental dan lain-lain, yang sengaja ditambahkan dengan maksud agar makanan terlihat lebih awet, lebih menarik, dan tahan lama. Selain komposisi dan bahan tambahan pangan yang perlu diperhatikan, hal lain yang tidak kalah penting adalah tahap pengemasan, pelabelan serta pemberian informasi, karena pada tahap ini produsen perlu memperhatikan syarat pengemasan dan pemberian informasi yang benar dan bukan informasi yang menyesatkan. Produk pangan ilegal tersebut juga belum pernah diuji secara kimia maupun fisika di laboratorium, sehingga keamanan, mutu, gizi, serta cemaran yang terkandung, tidak dapat diketahui. Produk pangan ilegal atau produk pangan tanpa nomor izin edar, selain dikhawatirkan berpotensi dapat menimbulkan keracunan pangan, juga dikhawatirkan berpotensi
mengandung bahan berbahaya yang dilarang, serta mengandung cemaran kimia, fisika dan biologis, yang apabila dikonsumsi dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan. Efek negatif tersebut misalnya terjadinya gangguan terhadap kemampuan tubuh untuk mencerna, menyerap atau mendayagunakan zat gizi, sehingga dalam jangka panjang dapat menginduksi perubahan metabolik, serta dapat menimbulkan berbagai penyakit. Sebagai contoh apabila makanan yang tercemar senyawa kimia seperti: merkuri, timbal, triclosan dan lain-lain, apabila dikonsumsi oleh anak-anak usia dini maka dapat menghambat perkembangan otak sehingga berdampak pada penurunan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 111 ayat (1) menyatakan bahwa Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan pada standar dan/atau persyaratan kesehatan, ayat (2) Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Selanjutnya pada ayat enam (6) ditegaskan bahwa Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar, persyaratan kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan pada undang-undang tentang kesehatan tersebut ditegaskan kembali pada peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004, pasal 42 ayat (1) berbunyi Dalam rangka pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan, setiap pangan olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran sebelum diedarkan wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran. Jadi sangat jelas bahwa pangan ilegal/tidak memiliki nomor ijin edar, tidak boleh beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Daftar Pustaka: 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan 3. Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Makanan-Minuman, Umum dan Organisasi, tahun 2006 4. Materi Presentasi Deputi Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM, pada Workshop Implementasi Program Keamanan Pangan Nasional, Mei 2012.
5. Materi Presentasi Deputi Bidang Koordinasi Kesehatan Kependudukan dan Keluarga Berencana, Kemenko Kesra RI pada Workshop Implementasi Program Keamanan Pangan Nasional, Mei 2012. 6. Siaran Pers Hasil Pengawasan Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar Bidang Pangan, Tahun 2011 7. Materi Presentasi Keamanan Pangan, tahun 2006 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Disusun oleh: Sentra Informasi Keracunan Nasional (SIKerNas) Pusat Informasi Obat dan Makanan, Badan POM RI Tahun 2012 ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------