BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini diperlukan uraian mengenai objek dan alat alat yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. lebih tepatnya berada pada Sub-cekungan Palembang Selatan. Cekungan Sumatra

BAB IV UNIT RESERVOIR

BAB V SEKUEN STRATIGRAFI

BAB IV ANALISIS BIOSTRATIGRAFI DAN STRATIGRAFI SEKUEN

BAB III GEOMETRI DAN KARAKTERISASI UNIT RESERVOIR

Foto 4.9 Singkapan batupasir sisipan batulempung

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR

HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR

BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. cekungan penghasil minyak dan gas bumi terbesar kedua di Indonesia setelah

Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen

BAB IV PEMODELAN RESERVOAR

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I

Gambar 3.21 Peta Lintasan Penampang

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki

DAFTAR ISI. BAB II GEOLOGI REGIONAL... 9 II.1. Tektonik... 9 II.2. Struktur Geologi II.3. Stratigrafi II.4. Sistem Perminyakan...

DAFTAR ISI. SARI... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR TABEL... xvi BAB I PENDAHULUAN...

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

Daftar Isi Bab I Pendahuluan Bab II Geologi Regional Bab III Dasar Teori

BAB III METODE PENELITIAN. Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I-1

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab III Analisis Stratigrafi Sikuen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN

Bab I Pendahuluan 1.1 Subjek dan Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Permasalahan 1.3 Masalah Penelitian

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA 2011

BAB III ANALISIS GEOMETRI DAN KUALITAS RESERVOIR

Bab II Geologi Regional

BAB I PENDAHULUAN. telah banyak dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. BAB I - Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Geologi (2009), Subcekungan Enrekang yang terletak

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah.

BAB IV ANALISA SEDIMENTASI

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

Potensi Gas Metana Batubara Formasi Muara Enim di Lapangan YF, Cekungan Sumatera Selatan

BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR

3.1. Penentuan Batas Atas dan Bawah Formasi Parigi

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

Sejarah Dan Lokasi Lapangan IBNU-SINA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

(Gambar III.6). Peta tuning ini secara kualitatif digunakan sebagai data pendukung untuk membantu interpretasi sebaran fasies secara lateral.

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang mengambil judul Interpretasi Reservoar Menggunakan. Seismik Multiatribut Linear Regresion

IV-15. Bab IV Analisis Asosiasi Fasies

PEMODELAN PERANGKAP GAS DAN PERHITUNGAN VOLUME GAS DI TEMPAT (IGIP) PADA AREA GTS N DAN I LAPANGAN TANGO, CEKUNGAN KUTAI, KALIMANTAN TIMUR

BAB III KARAKTERISASI RESERVOIR

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Supriatna et al., 1995 menyebutkan formasi formasi berumur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv. SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

GEOMETRI FACIES SAND LAYER BI-24 BERDASARKAN ANALISA WELL LOG PADA LAPANGAN X PT.PERTAMINA EP

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan XVII adalah lapangan penghasil migas yang terletak di Blok

2.2.2 Log Sumur Batuan Inti (Core) Log Dipmeter Log Formation Micro Imager (FMI)

IV.2 Pengolahan dan Analisis Kecepatan untuk Konversi Waktu ke Kedalaman

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV. Analisa Fasies Pengendapan. 4.1 Data Sampel Intibor

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR

BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR

BAB IV METODE DAN PENELITIAN

BAB III PEMODELAN RESERVOIR

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR

Mampu menentukan harga kejenuhan air pada reservoir

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Peta Kontur Isopach

4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi Pembuatan kolom stratigrafi (Lampiran F) dilakukan berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

ANALISIS FASIES LAPISAN BATUPASIR G-4, I-20 DAN I-15 BERDASARKAN DATA WIRELINE LOG DAN DATA SEISMIK PADA LAPANGAN DK, CEKUNGAN KUTEI, KALIMANTAN TIMUR

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN LAPANGAN TANGO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

PENENTUAN SIFAT FISIK BATUAN RESERVOIR PADA SUMUR PENGEMBANGAN DI LAPANGAN RR

FASIES DAN PENYEBARAN SISIPAN KARBONAT INTERVAL MFA-MF2 PADA FORMASI SEPINGGAN, LAPANGAN DIAN, CEKUNGAN KUTAI, KALIMANTAN TIMUR

DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN... 1

BAB I PENDAHULUAN. usia produksi hidrokarbon dari lapangan-lapangannya. Untuk itulah, sebagai tinjauan

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Klasifikasi Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini diperlukan uraian mengenai objek dan alat alat yang digunakan, serta tahap tahap penelitian yang meliputi: tahap persiapan, tahap penelitian dan pengolahan data, dan tahap pembahasan dan penulisan laporan. 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah lingkungan pengendapan dari Tunu Main Zone dibagian interval 4, khususnya pada layer 4d-0, 4c-1, 4c-0, 4b-1, 4b-0, 4a-1, dan 4a-0. 3.2 Alat-Alat Yang Digunakan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Alat tulis dan gambar. 2. Kamera digital. 3. Lup perbesaran 10 20x. 4. Komparator besar butir. 5. Pita ukur 3 meter. 6. Seperangkat komputer beserta software penunjang. 42

43 Gambar 3.1 Objek penelitian berada di interval 4 (TOTAL E&P, 2006) 3.3 Tahap-Tahap Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap penelitan yang meliputi: tahap persiapan, tahap penelitian dan pengolahan data, dan tahap pembahasan dan penulisan laporan. 3.3.1 Tahap Persiapan Tahap ini meliputi studi literatur mengenai metode yang akan digunakan, dan studi geologi regional yang membahas mengenai geologi daerah penelitian dari literatur literatur yang dibuat oleh peneliti peneliti terdahulu dengan tujuan untuk memberikan gambaran awal tentang kondisi geologi daerah penelitian guna memperoleh informasi mengenai tatanan geologi secara optimal,

44 dimana nantinya akan membantu penulis dalam tahap penelitian dan pengolahan data. 3.3.2 Tahap Penelitan dan Pengolahan Data Tahap ini meliputi pengumpulan data data yang diperlukan untuk penelitian dari data yang tersedia, kemudian melakukan analisis dan interpretasi dari data data tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data core dan well-log. Data data ini terdiri dari: a. Data core yang tersedia di lokasi penelitian. b. Data wireline log yang umumnya telah tersedia di database Total E&P Indonesie dan telah diproses dengan kualitas data yang baik. Data wireline log ini berupa Log Gamma Ray, Resistivity, Neutron dan Density. c. Data penunjang yang digunakan dalam penelitian ini adalah data interpretasi status fluida dan log iqual (sand quality) yang tersedia di database TOTAL E&P Indonesie. Penelitian ini membahas tentang studi lingkungan pengendapan berdasarkan hasil pengolahan data core dan well log yang terintegrasi. Penelitian ini dibagi menjadi 4 tahap, yaitu : 1. Analisis Sedimentologi, 2. Analisis Stratigrafi, 3. Interpretasi Lingkungan Pengendapan, dan 4. Pembuatan peta N/G limit coal

45 3.3.2.1 Analisis Sedimentologi 3.3.2.1.1 Data Core Analisis sedimentologi menggunakan data core ini secara prosedur digunakan untuk mengukur dan mendeskripsi urutan core (core Sequence) adalah sama seperti mengukur dan mendeskripsi batuan pada singkapan lapangan (field outcrop), berdasarkan pada kedalaman sebenarnya dari core tersebut. Banyaknya material batuan yang di core sangat terbatas, sehingga sangat sukar untuk mendeskripsi variasi litologi secara lateral dari dari tubuh geometri batuan sedimen. Yang terpenting adalah mencoba untuk melakukan interpretasi secara maksimum aspek-aspek sedimentologi dari data core yang tersedia. Deskripsi core tidak hanya dilakukan pada kenampakan besar seperti channel, tetapi juga pada yang ukurannya kecil seperti cross stratificatioin, laminasi atau bedding plane dan lain-lain yang sulit dibedakan teruma pada core yang bentuknya silinder. Masalah umum lainnya dari core adalah hasilnya kurang sempurna baik akibat tekanan pada batuan, litologi lunak (rapuh) ataupun akibat perlakuan sesudahnya., sehingga tidak mewakili yang sebenarnya atau ada bagian core yang hilang. Garis batas yang lunak seperti kontak biasanya hancur oleh beberapa sebab. Untuk meminimalkan kesalahan sebelum core di logging jenis boxes harus diperiksa, diberi nomor dan penomoran biasanya dilakukan dari bagian atas kebawah. Core dapat dideskripsi dengan log geofisik yang ada untuk memeriksa core yang didapat secara keseluruhan.

46 Pada beberapa kejadian, rekaman kedalaman core tidak berhubungan persis dengan kedalaman pada well logs sehingga memerlukan kalibrasi sedimentologi antara wireline log dengan variasi vertikal dari litologi core. Log gamma ray dari core (dibuat dengan melewatkan detektor kedalam core) yang tersedia dapat dibandingkan dengan gamma ray dari sumur sehingga didapat korelasi kedalaman untuk identifikasi dan korelasi unit litologi. Selanjutnya studi core dapat diekstrapolasi secara lateral untuk mendapatkan hubungan interpretasi genetik pada daerah studi lainnya yang tidak diambil core nya. Tabel 3.1. Pengenalan lingkungan pengendapan dari ciri litologinya Calcareous Batupasir Batupasir berlaminasi lanau (silt) - lempung Carbonaceous material Laminasi Batubara Kandungan Glaukonit Kandungan pirit Adanya gamping menunjukkan asal suatu lingkungan pengendapan yang berasosiasi dengan laut atau di laut (marine). Menunjukkan suatu lingkungan pengendapan dekat relief pantai (landai/curam). Menunjukkan suatu lingkungan pengendapan dekat pantai. Menunjukkan suatu lingkungan pengendapan di daerah air pantai. Menunjukkan suatu lingkungan pengendapan di daerah air tawar. Indikasi pengendapan dekat pantai dalam lingkungan laut. Endapan pantai yang mengalami proses reduksi dalam lingkungan pengendapan bersifat basa. Urutan Vertikal Analisa sedimentologi dari urutan core memerlukan penggunaan secara maksimal urutan vertikal litofasies sehingga hasil akhir studi core dapat mengenal dan menggambarkan tiga dimensi (hubungan fasies secara vertikal dan lateral) dari pengendapan sedimen yang kompleks. Berdasarkan hukum Walter (1894), bahwa

47 fasies yang terjadi dalam urutan core vertikal yang selaras pembentukannya secara lateral pada lingkungan pengendapan yang berdekatan, atau dengan kata lain urutan litologi secara vertikal akan menggambarkan lingkungan pengendapan secara lateral. Kondisi ini dapat diterapkan jika tidak terjadi erosi secara regional atau non pengendapan (non depositional breaks), sehingga sangat penting untuk mengenal kejadian erosi ataupun non-pengendapan dari urutan core secara vertikal. 3.3.2.1.2 Data Well Log Analisis sedimentologi menggunakan data well-logs ini terdiri dari beberapa tahapan, antara lain: 1. Interpretasi Litologi Interpretasi litologi dilakukan dengan memperhatikan respon log kurva dari GR, RT, NPHI dan RHOB yang menunjukan perbedaan pada tiap litologi, dan mengkalibrasikannya dengan data cutting hasil pemboran. Pada tahap ini penulis tidak melakukan interpretasi litologi melainkan memakai interpretasi litologi yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, yakni analisis petrofisika yang dilakukan oleh petrophysicist dari TOTAL E&P Indonesie. Analisis ini berupa analisis sand quality, sehingga penulis dapat mengetahui jenis litologi dari data log iqual. Menurut peneliti terdahulu, hasil dari log iqual ini dapat juga digunakan untuk memprediksi kemungkinan posisi proximal atau distal dari suatu fasies pengendapan.

48 2. Interpretasi Pola Log Kurva Sumur, dan Tujuan utama interpretasi pola kurva log sumur adalah mempersiapkan kumpulan data well-log untuk penentuan marker maximum flooding surface dan interpretasi lingkungan pengendapan atau fasies. Dalam interpretasi ini harus yang harus ditandai pada log adalah: 1. Baseline, 2. trend lines, 3. shape, 4. abrupt breaks, dan 5. anomali. 3.3.2.2 Analisis Stratigrafi Analisis stratigrafi menggunakan data well-logs ini terdiri dari beberapa tahapan, antara lain: 1. Penentuan Marker, Pada tahap ini dilakukan penentuan marker sikuen stratigrafi berupa posisi permukaan stratigrafi melalui pendekatan konsep siklus delta (Allen&Marcier, 1988). Adapun penentuan posisi marker bidang stratigrafi ini adalah sebagai berikut: a) Progradation surface (PS) Progradation surface (PS), adalah bagian paling bawah dari diskontinuitas di dalam suatu siklus delta yang membentuk bagian dasar dari sikuen delta yang regresi, sebagai contoh permukaan

49 delta yang berprogradasi. Ketidakselarasan ini membentuk bagian dasar dari sikuen regresi dengan pola mengkasar ke bagian atas dan dibagian atasnya dilapisi oleh endapan transgresi yang menutupi episode delta sebelumnya. b) Emergence Surface (ES) Suatu delta yang berprogradasi dan mengisi kolom air, suatu sikuen pendangkalan ke bagian atas yang berkembang secara cepat mencapai muka air laut. Emergensi dari delta ditandai oleh permukaan bagian daratan atau sekitar daerah pasang surut yang tersusun dari serpih organik atau akar tanaman paku dari dataran banjir, batubara, maupun endapan beriklim agak kering. Permukaan ini dikenal sebagai permukaan emergensi, yang menutupi bagian puncak dari progradasi delta dan menandai bagian batas atas dari sedimentasi yang diperoleh dari muka air laut. Diskontinuitas ini umumnya dapat dilihat pada log dan membentuk sebuah marker kronostratigrafi sangat baik untuk daerah setempat untuk penampang stratigrafi sejak pengendapan itu terbentuk yang secara prakteknya adalah permukaan dataran. Akumulasi berikutnya dari sedimen di atas permukaan emergensi akan diperlukan untuk subsiden atau kenaikan muka air laut untuk lebih mengakomodasi volume sedimen. Jika subsiden atau kenaikan muka air laut naik secara perlahan menjaga dan disetimbangkan oleh cukup input, dapat mengakumulasi endapan

50 fluvial di atas permukaan emergensi, yang kemudian dicirikan dengan transisi diantara progradasi delta, dan agradasi vertikal delta plain dan sistim fluvial. c) Flooding Surface (FS) Flooding surface adalah permukaan yang menandai akhir dari fasa aktif progradasi delta dan dapat terjadi dimanapun diantara siklus delta. Jika delta dibanjiri sebelum terjadi emergensi, permukaan banjir akan menutupi permukaan progradasi, dan progradasi sikuen delta akan tidak lengkap dan mengurangi permukaan emergensi. Jika delta sebelumnya dapat terbangun ke muka air laut saat terjadi transgresi, maka permukaan banjir akan menutupi permukaan emergensi. Jika tidak ada akumulasi endapan fluvial atau delta plain di atas permukaan emergensi, permukaan banjir ini akan sesegera menutupi diatas permukaan emergensi. Sebelum menentukan marker posisi permukaan stratigrafi diperlukan adanya penentuan tipe log, yaitu data sumur yang memiliki suksesi vertikal paling lengkap mulai dari bagian paling bawah hingga bagian paling atas, dan juga memiliki data yang lengkap. Lalu dilakukan penentuan marker kronostratigrafi dari hasil analisis data core yang terdapat dibeberapa sumur digunakan untuk menjadi kerangka dalam penentuan marker permukaan stratigrafi sehingga didapatkan

51 kemungkinan kemungkinan posisi marker permukaan stratigrafi agar marker yang ditentukan ini memiliki tingkat keyakinan yang tinggi. Penentuan marker log dilakukan pada sumur yang menjadi tipe log terlebih dahulu dan dilanjutkan di sumur lain, dengan mendahulukan sumur yang memiliki data core terlebih dahulu. DELTA PLAIN EMERSION SURFACE V V V V V 20-70 m DELTA FRONT PRODELTA PROGRADATION SURFACE GR CNL DENS FACIES BATHYMETRY PRODELTA SHALE TRANSGRESSIVE SHALE & CARBONATE + - PS FS ES DISTRIB CHANNEL 0 D E L T A I C C Y C L E MOUTH BAR PRODELTA SHALE R E G R E S S I V E 10 20 30 m PS PS - Prograding surface FS - Flooding surface ES - Emersion surface Gambar 3.2 Complete deltaic cycle (Allen & Mercier, 1988)

52 2. Korelasi Sumur, Prinsip dasar korelasi adalah penentuan korelasi satuan stratigrafi dan struktur yang mempunyai kesamaan waktu (Tearpock Bischke, 1991). Sehingga dasar yang digunakan dalam korelasi stratigrafi dalam penelitian ini adalah penentuan marker atau lapisan penciri yang tepat. Marker terbaik untuk korelasi antar satuan stratigrafi di lingkungan delta adalah diskontinuitas stratigrafi permukaan, yaitu: Progradation Surface, Emergence Surface, dan Transgressive Surface (Allen&Marcier, 1988). Oleh karena itu, marker yang digunakan dalam penelitian ini adalah maximum flooding surface dalam suatu deltaic cycle yang dibatasi pada bagian bawah dan atasnya oleh maximum flooding surface atau flooding surface. Suatu deltaic cycle yang lengkap menggambarkan pengendapan delta yang merupakan satu unit sikuen pengendapan delta (Gambar 3.2) yang tersusun dari runtunan prodelta di bagian paling bawah, kemudian diikuti dibagian atasnya oleh delta front hingga delta plain. Korelasi marker ini kemudian juga dijadikan dasar untuk menentukan batas atas dan batas bawah permukaan (top and bottom horizon). 3.3.2.3 Interpretasi Lingkungan Pengendapan Setelah dilakukan interpretasi log facies, penentuan marker maximum flooding surface dan korelasi sumur, dilakukan interpretasi lingkungan

53 pengendapan pada setiap interval. Interval interpretasi pada penelitian ini merupakan satu siklus delta yang dibatasi oleh maximum flooding surface. Pada tahap ini dilakukan analisis atau interpretasi lingkungan pengendapan pada tiap interval marker yang ditentukan. Interpretasi lingkungan pengendapan dilakukan dengan menggunakan pendekatan elektrofasies yaitu dengan memperhatikan pola log shape dari log kurva yang dapat mengindikasikan beberapa interpretasi lingkungan pengendapan, dikarenakan interpretasi lingkungan pengendapan berdasarkan pola log mempunyai beragam interpretasi, diperlukan integrasi dari data core untuk memperoleh suatu interpretasi lingkungan pengendapan yang signifikan, lalu dengan memperhatikan asosiasi fasies yang didapat dari log litologi yang diintergrasi dengan deskripsi cutting untuk lebih mengkerucutkan interpretasi lingkungan pengendapan. 3.3.2.4 Pembuatan Peta Bawah Permukaan 3.3.2.4.1 Peta NTG Limit Coal Peta net to gross (NTG), yaitu peta yang menggambarkan perbandingan antara jumlah ketebalan batupasir (Net Sand) dan total ketebalan (Gross) pada suatu sikuen. Perbandingan ini dibuat untuk menggambarkan pola penyebaran batupasir di setiap interval dan menjelaskan hubungan antar interval. Peta net to gross ini digunakan sebagai acuan untuk mengetahui perkiraan letak dari batas sub-lingkungan pengendapan di daerah penelitian. Sedangkan peta limit coal adalah peta yang menggambarkan ketebalan total batubara dan serpih organik di setiap interval pada masing-masing sumur. Peta

54 limit coal dibuat dengan cara menghitung ketebalan seluruh tubuh batubara (coal bodies) dan serpih organik (organic shale) dari suatu sumur pada setiap layer dalam satuan meter (m). Kemudian di-plot ke dalam peta, pembuatan peta ini dilakukan secara manual. Pembuatan peta NTG beserta limit coal ini dilakukan dengan menggunakan software Petrel 2010. 3.3.3 Tahap Pembahasan dan Penyusunan Laporan Tahap ini merupakan tahap akhir dari seluruh proses penelitian. Pembahasan dilakukan bersamaan dengan tahap pengolahan data dilanjutkan dengan penulisan dan penyusunan laporan hasil penelitian. Hasil penelitian dan pembahasan ini meliputi: analisis sedimentologi, analisis stratigrafi, interpretasi lingkungan pengendapan pada masing-masing setiap layer (4d-0, 4c-1, 4c-0, 4b-1, 4b-0, 4a-1, dan 4a-0).

55 Studi Pustaka DATA CORE WELL-LOG Litofasies Elektrofasies Model Log Fasies Marker dan Korelasi Peta N/G Limit Coal Penentuan Lingkungan Pengendapan Gambar 3.3 Diagram alir penelitian pada penentuan lingkungan pengendapan di daerah penelitian