(CoLUPSIA) Usulan revisi peta RTRW / Kawasan Hutan dan Perairan Kabupaten Maluku Tengah, Pulau Seram. Yves Laumonier, Danan P.

dokumen-dokumen yang mirip
Modeling dan Analisa Data Spasial. Usulan Revisi Peta Status Lahan untuk Kapuas Hulu

Audiensi Tim CoLUPSIA

Lokakarya PPA Proyek CoLUPSIA

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAB IV METODE PENELITIAN

6. PERSIAPAN KERJA. 6.1 Penyiapan / Penentuan Tim Penilai

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane)

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Putih yang terletak di Kecamatan Ranca Bali Desa Alam Endah. Wana Wisata

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

Lampiran 1. Kriteria Lahan Kritis di Kawasan Hutan Lindung (HL), Budidaya Pertanian (BDP) dan Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan (LKHL)

Proyek Kolaboratif Perencanaan Penggunaan Lahan (CoLUPSIA) dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Maluku Tengah

Hasil Diskusi SKPD Kabupaten Maluku Tengah: Tindak Lanjut dan Rencana Aksi PPA

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

BAB II LANDASAN TEORI

PENGELOLAAN DAS TERPADU

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).

III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Buru Selatan Tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN...1

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ

Peran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN BANJIR

METODOLOGI PENELITIAN

Lokakarya Proyek CoLUPSIA. di Tingkat Propinsi LAPORAN. (Collaborative Land Use Planning and Sustainable Institutional Arrangement Project)

ARAHAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI LESTI KABUPATEN MALANG

PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO. Risma Fadhilla Arsy

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI DENGAN METODE USLE (UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION) BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI PULAU SAMOSIR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Penyelenggaraan. Sistem Informasi.

BAB II KAJIAN PUSTAKA...

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

this file is downloaded from

PENENTUAN LAHAN KRITIS DALAM UPAYA REHABILITASI KAWASAN HUTAN DI KABUPATEN ASAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah di wilayah Indonesia,

METODOLOGI. dilakukan di DAS Asahan Kabupaen Asahan, propinsi Sumatera Utara. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

Sebagai salah satu kepulauan di Indonesia yang memiliki karakteristik. dikategorikan sebagai kawasan yang perlu dikelola dengan baik sebagai upaya

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mengoptimalkan Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang Dalam Unit Daerah Aliran Sungai 1

ZONASI KONDISI KAWASAN HUTAN NEGARA DI DIENG DAN ARAHAN PENGELOLAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN T U G A S A K H I R. Oleh : INDIRA PUSPITA L2D

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

EXECUTIVE SUMMARY ZONASI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2012

PENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG Studi Kasus; Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 3 Peta lokasi penelitian

BAB III BAHAN DAN METODE

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 36/Menhut-II/2010 TENTANG

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK. a. Surat permohonan kerja praktik dari Fakultas Teknik Universitas. lampung kepada CV.

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE

PENANGANAN KAWASAN BENCANA LONGSOR DAS WAI RUHU. Steanly R.R. Pattiselanno, M.Ruslin Anwar, A.Wahid Hasyim

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV ANALISIS. 1. keberadaan dan ketersediaan data 2. data dasar 3. hasil 4. rancangan IDS untuk identifikasi daerah rawan banjir

Transkripsi:

PROYEK Terima RENCANA Kasih TATA GUNA LAHAN KOLABORATIF (CoLUPSIA) Usulan revisi peta RTRW / Kawasan Hutan dan Perairan Kabupaten Maluku Tengah, Pulau Seram Yves Laumonier, Danan P. Hadi

Tiga komponen utama yang diperlukan untuk zonasi dan perencanaan Tata Guna Lahan (aspek biofisik saja) Informasi yang akurat dan terbaru tentang: Penutupan Lahan Kesesuaian Lahan (didasarkan pada tanah dan kelerengan) Status Lahan (alokasi lahan) Kalau Status Lahan tidak jelas bagi semua pihak di tempat, maka perencanaan TGL susah untuk diimplementasikan

Kelemahan pemetaan dan data untuk perencanaan spasial Data spasial yg digunakan tidak cukup detail (1:250,000) untuk tujuan pelaksanaan Tata Guna Lahan di lapangan. Data 1: 250,000 tidak cukup akurat, batas tidak sesuai dengan topografi, hydrografi atau tutupan lahan Ketika coba di implementasikan di lapangan skalanya diperbesarkan, ini merupakan suatu kesalahan (eror tinggi) Selain itu, lokasi batas tidak jelas di lapangan, tidak diketaui masyarakat, status hukum juga tidak di ketaui

Batas dari skala 250 000 ke 50 000 Tidak ada korelasi topographi atau hydrologi

Skor Hutan (DepHut Indonesia) Kelerengan : Landai (1) Curam (5) Erodibilitas tanah: Rendah (1) Tinggi (5) Intensitas curah hujan : Rendah (1) Tinggi (5) Tingkat kelerengan x 20 = skor kelerengan Tingkat erodibilitas tanah x 15 = skor erodibilitas tanah Tingkat intensitas curah hujan x 10 = skor curah hujan Skor Hutan Hutan Lindung > 175 Hutan Produksi Terbatas 125-175 Hutan Produksi Biasa < 125

Keterbatasan penggunaan Skor Hutan dalam perencanaan tata guna lahan mendetail tingkat Kabupaten Skor kelerengan: tidak sesuai dengan pengelolaan daerah aliran sungai atau pertanian; ada perbedaan kelas lereng antara Departemen Kehutanan sendiri (BAPLAN - Funksi Hutan, BRLKT - DAS) dan instansi lain yang mengurus pengelolaan lahan (PPTA, Departemen Pertanian). Skor tanah: pengelompokan sangat umum hanya menunjukan erodibilitas. Digunakan pada tingkat nasional, tetapi tidak sesuai dengan kondisi lokal dan sekala besar. Skor curah hujan: ditentukan dengan asumsi bahwa curah hujan tinggi berarti erosi tinggi

BAPLAN 0-8/8-15/15-25/25-40/>40 Kelas Kemiringan BRLKT 0-3/3-5/5-8/8-10/>10

Tetap definisi Skor Hutan saat ini bisa digunakan untuk zonasi dan perencanaan Tata Guna Lahan di sekala lebih besar dengan data lebih detail

Bagaimana menyiapkan satu peta Status Lahan baru untuk Maluku Tengah Dengan menggunakan prinsip yang sama denganskor Hutan DepHut: Kelerengan, Erodibilitas Tanah dan Intensitas Hujan Dengan Data/Informasi baru yang dihasilkan Proyek CoLUPSIA: Peta dasar digital berskala 1 : 50.000 Model Elevasi Digital 20 m untuk seluruh Seram Data dari DEM: Kelerengan dan DAS/Sub-DAS Peta Penutupan Lahan/Vegetasi 1:50 000 2009/2010 Analisis curah hujan dan bioklimat Data tanah terbaru di seluruh kabupaten (ongoing) Data sosial ekonomi dan sosial budaya

SKOR Kehutanan skala 1:50,000

Hutan Lindung 1) Berdasarkan aturan perencanaan hutan Departemen Kehutanan saat ini, semua kawasan Mangrove diklasifikasikan sebagai Hutan Lindung 2) Berdasarkan aturan perencanaan hutan Departemen Kehutanan saat ini, semua kawasan sejauh 100 m dari sungai utama diklasifikasikan sebagai Hutan Lindung 3) Berdasarkan PP No. 44/2004,Tanah yang sangat peka terhadap erosi dengan kelerengan 15% diklasifikasi sebagai Hutan Lindung (tanah yang sangat peka terhadap erosi adalah tanah dengan Potensi Erosi Tanah sangat tinggi, lebih dari 480 ton/ha/tahun) 4) Legalitas status Hutan Lindung, termasuk hak masyarakat. Revisi tentang ijin ambil kayu?

Tipe tipe penetupan lahan skala 1:50,000

Integrasi aspek sosial dan budaya, pemetaan partisipatif

Pemetaan kebun, dusun sago secara partisipatif

Pemetaan partisipatif di kombinasi dengan data citra satelit (tipe vegetasi, kondisi vegetasi, karbon, degradasi, dll

Kesimpulan Rencana Tata Guna Lahan (pola ruang) dan beberapa zonasi (KPH, Taman Nasional) tidak dapat dilaksanakan sebelum ada Peta Kawasan Hutan dan Perairan yg akurat, sesuai dengan sekala operasional di Kabupaten (1:50 000) Tiga tahun terakhir, proyek CoLUPSIA telah mengumpulkan data yang diperlukan untuk membuat revisi ini (ekologi, biologi, sosial ekonomi dan budaya), tapi Usulan revisi Peta Kawasan Hutan dan Perairan harus disetujui (Bupati dan DPRD Malteng, PEMDA Propinsi Maluku), sebelum usulan ke DepHut Jakarta

Terima kasih