Kata kunci : Infeksi Menular Seksual, Resosialisasi Argorejo Pustaka : 28 buah ( )

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. uterus. Pada organ reproduksi wanita, kelenjar serviks bertugas sebagai

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKAMBUHAN SERVISITIS PADA WANITA PEKERJA SEKS (WPS) DI LOKALISASI SUNAN KUNING KOTA SEMARANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan seksual (Manuaba,2010 : 553). Infeksi menular

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual

BAB 1 PENDAHULUAN. Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum

BAB I PENDAHULUAN. melalui hubungan seksual. PMS diantaranya Gonorrhea, Syphilis, Kondiloma

FAKTOR FAKTOR RISIKO KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan gejala (asimtomatik) terutama pada wanita, sehingga. mempersulit pemberantasan dan pengendalian penyakit ini 1

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi sexual transmitted disease. (STD) atau penyakit menular seksual (Fahmi dkk, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit


BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MAHASISWA/ MAHASISWI TERHADAP INFEKSI MENULAR SEKSUAL DI UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. lagi dan diubah menjadi PMS (penyakit menular seksual) karena seiring dengan

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI LOKALISASI SUNAN KUNING SEMARANG

TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL

PERILAKU WANITA PEKERJA SEKSUAL (WPS) DALAM MELAKUKAN SKRINING INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI LOKALISASI TEGAL PANAS KABUPATEN SEMARANG

ABSTRAK PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU SISWA-SISWI SMA NEGERI X DENGAN SMA SWASTA X KOTA BANDUNG TERHADAP INFFEKSI MENULAR SEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

ABSTRAK. Stephanie Amelinda Susanto, 2011, Pembimbing I: Laella K. Liana, dr., Sp.PA, M. Kes., Pembimbing II: Donny Pangemanan, drg, SKM

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: )

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN PANDEGLANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang

ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU KELOMPOK RISIKO TINGGI TENTANG HIV-AIDS DI KOTA BANDUNG PERIODE TAHUN 2014

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PREDISPOSISI DENGAN PERILAKU MEMAKAI KONDOM UNTUK MENCEGAH IMS DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SANGKRAH KOTA SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit

STUDI D IV KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN

NASKAH PUBLIKASI DISKA ASTARINI I

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: )

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

HUBUNGAN USIA, PARITAS DAN PEKERJAAN IBU HAMIL DENGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH

1. Pendahuluan FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GONORE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE KOTA BANDUNG

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

Maria Ratna Pertiwi Arie Wuryanto, SKM, M.Kes Lisa Dwi Astuti, SST, M.Keb. Abstract

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

The Implementation of STI, HIV/AIDS prevention using Role Play Module towards the Direct Knowledge and Attitude of Female Sex Workers

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

KARYA TULIS ILMIAH FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN IMS PADA WPS DI LOKALISASI DJOKO TINGKIR SRAGEN

Pengaruh Konseling terhadap Peningkatan Pengetahuan Wanita Pekerja Seks mengenai Infeksi Menular Seksual di Wilayah Cadas Pangeran Kabupaten Sumedang

Universitas Sumatera Utara

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

Hubungan Pengetahuan Dan Pendidikan Ibu Dengan Pertumbuhan Balita DI Puskesmas Plaju Palembang Tahun 2014

ABSTRAK KORELASI ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP DAN PERILAKU LAKI-LAKI SEKS DENGAN LAKI-LAKI MENGENAI GONORE DI YAYASAN X BANDUNG

Associated Factors With Contraceptive Type Selection In Bidan Praktek Swasta Midwife Norma Gunung Sugih Village

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN GOUTHY ARTHRITIS

HUBUNGAN PAPARAN MEDIA INFORMASI DENGAN PENGETAHUAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE PADA IBU-IBU DI KELURAHAN SAMBIROTO SEMARANG

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO IMS PADA WARIA BINAAN PONDOK PESANTREN (PONPES) WARIA SENIN- KAMIS YOGYAKARTA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,

Muhammadiyah Semarang ABSTRAK ABSTRACT

Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG HEPATITIS B PADA DOKTER GIGI DI DENPASAR UTARA

BAB III METODE PENELITIAN. diteliti (Sutana dan Sudrajat, 2001). Penelitian ini menggunakan pendekatan cross

Volume 3 / Nomor 1 / April 2016 ISSN :

Kata kunci : Perilaku, Kanker Leher Rahim, Ibu Rumah Tangga Kepustakaan : 28 buah ( )

SIKAP DENGAN PERILAKU PEKERJA SEKS KOMERSIAL (PSK) TENTANG PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUNJUNGAN IBU HAMIL (K4) DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS CIMARAGAS KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2013.

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB 1 PENDAHULUAN. resiko penularan HIV melalui hubungan seksual (The United Nations High

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKSUAL DENGAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL. Anggia Suci W *, Tori Rihiantoro **, Titi Astuti **

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. individu mulai berkembang dan pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

Perilaku Berisiko dan Akses Pelayanan Kesehatan dengan Kejadian Infeksi Menular Seksual (IMS) pada Mahasiswa Papua di Yayasan Binterbusih ASA Semarang

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

JUMAKiA Vol 3. No 1 Agustus 2106 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.

Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Praktik Wanita Pekerja Seks (WPS) dalam VCT Ulang di Lokalisasi Sunan Kuning Kota Semarang

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

HUBUNGAN ANTARA USIA, PEKERJAAN, PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)

Transkripsi:

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) PADA WANITA PEKERJA SEKSUAL (WPS) USIA 20-24 TAHUN DI RESOSIALISASI ARGOREJO SEMARANG Choiriyah Febiyantin*), Kriswiharsi Kun S**) *) Mahasiswa Fakultas Kesehatan Udinus **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Jl.Nakula I No 5 11 Semarang Email : choiidturea@gmail.com ABSTRAK Infeksi menular seksual (IMS) merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi permasalahan kesehatan global karena pola penyakitnya hampir terjadi di semua negara. Salah satu penyebabnya adalah transaksi seks pada wanita pekerja seksual (WPS) dan pelanggannya dengan tingkat penggunaan kondom yang rendah. Menurut Data Profil Kota Semarang tahun 2011 menunjukkan persentase kasus IMS mengalami peningkatan selama empat bulan terakhir, yaitu bulan September sebesar 19,6%, bulan Oktober sebesar 23,4%, bulan November sebesar 21,3% dan bulan Desember sebesar 22%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Infeksi Menular Seksual (IMS) pada wanita pekerja seksual (WPS) usia 20-24 tahun di Resosialisasi Argorejo. Metode penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional dimana pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan uji statistik Chi-square, jumlah sampel sebanyak 60 responden WPS di Resosialisasi Argorejo dan pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode Convenient Sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia (p value=0,041), jumlah pelanggan (p value=0,001), pengetahuan (p value=0,001), dan lama kerja (p value=0,004) berhubungan dengan kejadian IMS, sedangkan tingkat pendidikan (p value=0,582), sikap terhadap IMS dan pencegahannya (p value=0,233), praktik penggunaan kodom (p value=1,000), dan pemeriksaan kesehatan (p value=0,954) tidak berhubungan dengan kejadian IMS. Saran yang dapat diajukan adalah bagi peneliti lain agar melakukan penelitian ulang terhadap variabel bebas yang tidak terdapat hubungan dengan kejadian IMS. Bagi WPS agar lebih meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit IMS serta faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit IMS. Bagi petugas kesehatan disarankan untuk lebih sering melakukan pembinaan terhadap WPS. Sedangkan saran bagi Resosialisasi Argorejo agar lebih sering mengadakan pelatihan dan memberikan keahlian-keahlian baru bagi WPS. Kata kunci : Infeksi Menular Seksual, Resosialisasi Argorejo Pustaka : 28 buah (2006 2014)

ABSTRACT Sexually transmitted infection (STI) is a communicable disease that is becoming a global health problem because the pattern of the disease almost happens in all countries. One of the causes is a transaction sexual on a woman's sexual workers (WPS) and its customers with a low rate of use condom. According to the Profile Data Semarang City 2011 to be percentage IMS cases has over increased the past four month is month september 19,6%, october 23,4%, november 21,3% and december 22%. This research aims to know the factors associated with the incidence of sexually transmitted Infections (STI) on women sexual (WPS) workers aged 20-24 years in Resocialization Argorejo. The method of this research is observational research by using approach Cross Sectional where data retrieval is performed using the method using the interview questionnaire. Data analysis using statistical test of Chi-square, the number of samples as many as 60 respondents WPS in Resocialization and Argorejo sampling is done using a Convenient Sampling. The results showed that age (p value = 0,041), the number of customers (p value = 0.001), knowledge (p value = 0.001), and old work (p value = 0,004) associated with the incidence of STI, while educational level (p value = 0,582), attitudes towards STI and prevention (p value = 0,233), the practice of using kodom (p value = 1,000), and the medical examination (p value = 0,954) not related to the incidence of STI. The suggestions can be submitted is for other researchers to do research repeated against free variables that are not relationship with IMS events. For WPS to increaseknowledge about the disease and factors of IMS which can increase the risk of the occurrence of diseases of IMS. For health workers advised to do more often coachingagainst the WPS. While suggestions for Resocialization Argorejo to make it morefrequently conduct training and provide new skills for WPS. Keywords: sexually transmitted Infection, Resocialization Argorejo Library: 28 pieces (2006-2014) PENDAHULUAN IMS adalah penyakit-penyakit yang timbul atau ditularkan atau melalui hubungan seksual dengan manifestasi klinis berupa timbulnya kelainan-kelainan terutama pada alat kelamin. Kegagalan deteksi dini IMS dapat menimbulkan berbagai komplikasi misalnya kehamilan di luar kandungan, kanker anogenital, infeksi pada bayi yang baru lahir atau infeksi pada kehamilan. Pada prakteknya banyak IMS yang tidak menunjukkan gejala (asimtomatik), sehingga mempersulit pemberantasan dan pengendalian penyakit ini. (1) World Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahun terdapat 350 juta penderita baru IMS di negara-negara berkembang di Afrika, Asia, Asia Tenggara, dan Amerika Latin. Di negara-negara berkembang infeksi dan komplikasi IMS adalah salah satu dari lima alasan utama tingginya angka kesakitan. Dalam

kaitannya dengan infeksi HIVAIDS, United States Bureau of Census pada 1995 mengemukakan bahwa di daerah yang tinggi prevalensi IMS-nya, ternyata tinggi pula prevalensi HIV-AIDS dan banyak ditemukan perilaku seksual berisiko tinggi. Salah satu kelompok seksual yang berisiko tinggi terkena IMS adalah Perempuan Pekerja Seks. (2) Jumlah kasus baru IMS lainnya di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak 8.671 kasus, lebih sedikit dibanding tahun 2011 (10.752 kasus). Meskipun demikian kemungkinan kasus yang sebenarnya di populasi masih banyak yang belum terdeteksi. Menurut Data Profil Kota Semarang tahun 2011 menunjukkan persentase kasus IMS mengalami peningkatan selama empat bulan terakhir, yaitu bulan September sebesar 19,6%, bulan Oktober sebesar 23,4%, bulan November sebesar 21,3% dan bulan Desember sebesar 22%. Peningkatan kasus IMS tersebut dimulai pada bulan September sampai dengan Desember karena banyaknya anak asuh baru dan pindahan dari tempat lain. Berdasarkan laporan Rumah Sakit dapat diketahui pada tahun 2011 terdapat 5 jenis IMS yang meningkat jumlah kasusnya, yaitu Candidiasis dari 297 menjadi 333 kasus, Condyloma acuminata dari 98 menjadi 126 kasus, NGU dari 19 menjadi 33 kasus, Herpes genitalis dari 23 menjadi 52 kasus dan Trichomonas urethralis dari tidak ada kasus menjadi 7 kasus. Sedangkan untuk jenis IMS lainnya mengalami penurunan jumlah kasus. Sebagian besar penderita IMS dari laporan rumah sakit adalah perempuan, hal ini disebabkan karena perempuan mempunyai risiko lebih besar untuk terkena IMS dibanding dengan laki-laki. Sedangkan menurut golongan umur kasus terbanyak pada umur 21 30 tahun, hal tersebut dapat dimungkinkan karena aktivitas seksual pada kelompok umur tersebut cukup tinggi. Jumlah kasus IMS untuk Klinik IMS Puskesmas Lebdosari Tahun 2012 terjadi penurunan jika dibanding tahun 2011. Pada tahun 2012 persentase tertinggi 23% pada bulan Januari-Februari dan terendah 10% pada bulan Desember. Pada tahun 2011 persentase tertinggi 22,6% pada bulan April dan terendah 10,9% pada bulan Mei. Resosialisasi Argorejo yang berobat ke Klinik IMS Puskesmas Lebdosari kasus IMS terjadi penurunan yang signifikan disebabkan adanya aturan lokal yang sudah berjalan diterapkan oleh pengurus Resos. Puskesmas Lebdosari selain

pelayanan skrining dan pengobatan juga melakukan konseling individu maupun kelompok. (3) Berdasarkan data IMS bulan Januari 2014 di Puskesmas Lebdosari Wilayah Semarang, ditemukan wanita pekerja seks yang terinfeksi IMS 92 orang, yang terdiri dari usia 15-19 tahun sebanyak 9 orang dengan jenis IMS servisitis/proctitis 4 orang, kandidiasis 1 orang dan lain-lain 6 orang, usia 20 24 tahun sebanyak 29 orang dengan jenis IMS servisitis/proctitis 17 orang dan lain-lain 11 orang kemudian usia 25 49 tahun sebanyak 54 orang dengan jenis IMS gonore sebanyak 3 orang, servisitis/proctitis 35 orang, kandidiasis 1 orang, lain-lain 16 orang. Jumlah WPS yang berkunjung ke klinik. IMS pada bulan Januari 2014 sebanyak 311 WPS, masing masing dengan usia 15 24 tahun sebanyak 9 WPS, usia 20-24 tahun sebanyak 70 WPS, usia 25-49 tahun sebanyak 226 WPS, usia lebih dari 50 tahun sebanyak 6 WPS. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian IMS pada WPS usia 20-24 tahun di Resosialisasi Argorejo Semarang. METODE Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional dimana pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara menggunakan kuesioner. Sasaran dalam penelitian ini adalah WPS usia 20 24 tahun di Resosialisasi Argorejo Semarang sebanyak 60 responden dan pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode Convenient Sampling. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer karena diambil dari catatan medic dan kuesioner yang diwawancarai langsung pada responden. Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hipotesis hubungan yang signifikan antara faktor risiko terhadap. Selanjutnya hipotesis akan dilakukan uji hubungan antara seluruh variabel dengan kejadian IMS menggunakan uji Chi Square, maka akan diketahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

HASIL Analisis Univariat Dari 60 responden WPS yang berada di Resosialisasi Argorejo terdapat 38,3% responden positif penyakit IMS, dan 61,1% responden negatif penyakit IMS. Responden usia terbanyak yaitu usia 24 tahun sebesar 23,3%, usia 23 tahun sebesar 21,7%, usia 22 tahun sebesar 21,7%, usia 21 tahun sebesar 11,7% dan usia 20 tahun sebesar 21,7%. Responden dengan tingkat pendidikan SMP sebesar 46,7%, sedangkan terdapat responden yang tidak sekolah 1,7%. Jumlah pelanggan lebih dari 4 orang per minggu mempunyai persentase 65% sedangkan jumlah pelanggan kurang dari 4 orang perminggu dengan persentase 35%. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa 51,7% responden memiliki pengetahuan kurang mengenai penyakit IMS, sedangkan 48,3% responden memiliki pengetahuan yang baik. Sikap terhadap IMS dan pencegahannya diperoleh bahwa 61,7% responden memiliki sikap yang baik mengenai penyakit IMS dan pencegahannya sedangkan 38,3% memiliki sikap yang kurang serta 81,7% responden memiliki praktik yang baik dalam penggunaan kondom sedangkan 18,3% responden memiliki praktik kurang. WPS yang bekerja sebagai pekerja seks komersial lebih dari 1 tahun sebesar 60% lebih banyak dibandingkan dengan yang baru bekerja kurang dari 1 tahun sebesar 40%. Responden yang rutin melakukan pemeriksaan kesehatan dengan persentase sebesar 70% sedangkan 30% responden tidak rutin melakukan pemeriksaan kesehatan. Analisis Bivariat 1. Hubungan Antara Usia Dengan Usia Positif Negatif 20 tahun 9 4 13 21 tahun 5 2 7 22 tahun 8 5 13 23 tahun 11 2 13 24 tahun 4 10 14 37 23 60

Berdasarkan analisis hubungan antara usia dengan kejadian IMS, didapatkan bahwa persentase responden yang mengalami IMS pd usia 23 tahun (84,6%) lebih besar dibandingkan usia 21 tahun (71,4%), usia 20 tahun (69,2%), usia 22 tahun (61,5%), kemudian usia 24 tahun (28,6). Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,041 (p < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara usia dengan kejadian IMS pada WPS. 2. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Pendidikan Positif Negatif Tidak Sekolah 1 0 1 SD 12 11 23 SMP 19 9 28 SMA/MA/SMK 5 3 8 Akademi/PT 0 0 0 37 23 60 Berdasarkan analisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian IMS, didapatkan bahwa persentase responden yang mengalami IMS tidak sekolah (100%) lebih besar dibandingkan dengan tingkat pendidikan SMP (67,9%), SMA/MA/SMK (62,5%), dan SD (52,2%). Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,582 (p > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian IMS pada WPS. 3. Hubungan Antara Jumlah Pelanggan Dengan Jumlah Pelanggan Positif Negatif > 4 orang per minggu 30 9 39 < 4 orang per minggu 7 14 21 37 23 60 Berdasarkan analisis hubungan antara jumlah pelanggan dengan kejadian IMS, didapatkan bahwa persentase responden yang mengalami IMS dengan jumlah pelanggan lebih dari 4 orang per minggu (76,9%) lebih besar dibandingkan dengan jumlah responden kurang dari 4 orang per minggu (33,3%). Dari hasil uji statisti diperoleh nilai p = 0,001 (p < 0,05) sehingga dapat

disimpulkan bahwaada hubungan antara jumlah pelanggan dengan kejadian IMS pada WPS. 4. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Penyakit IMS Dengan Pengetahuan Positif Negatif Baik 9 22 31 Kurang 28 1 29 37 23 60 Berdasarkan analisis hubungan antara pengetahuan tentang penyakit IMS dengan kejadian IMS, didapatkan bahwa persentase responden yang mengalami IMS dengan pengetahuan yang baik (29%) lebih kecil dibandingkan dengan responden dengan pengetahuan yang kurang (96,6%). Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000 (p < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan tentang penyakit IMS dengan kejadian IMS pada WPS. 5. Hubungan Antara Sikap Terhadap Penyakit IMS Dan Pencegahannya Dengan Sikap Positif Negatif Baik 25 12 37 Kurang 12 11 23 37 23 60 Berdasarkan analisis hubungan antara sikap terhadap penyakit IMS dan pencegahannya dengan kejadian IMS, didapatkan bahwa persentase responden yang mengalami IMS dengan sikap yang baik (67,6%) lebih besar dibandingkan dengan responden dengan sikap yang kurang (52,2%). Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,233 (p > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara sikap terhadap IMS dan pencegahannya dengan kejadian IMS pada WPS.

6. Hubungan Antara Praktik Kepatuhan Penggunaan Kondom Dengan Kejadian IMS Praktik Positif Negatif Baik 30 19 49 Kurang 7 4 11 37 23 60 Berdasarkan analisis hubungan antara praktik kepatuhan penggunaan kondom dengan kejadian IMS, didapatkan bahwa persentase responden yang mengalami IMS dengan praktik kepatuhan penggunaan kondom yang baik (61,2%) lebih kecil dibandingkan dengan responden dengan praktik yang kurang (63,6%). Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 1,000 (p > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara praktik penggunaan kondom dengan kejadian IMS pada WPS. 7. Hubungan Antara Lama Kerja Dengan Lama Kerja Positif Negatif < 1 tahun 10 15 25 > 1 tahun 27 8 35 37 23 60 Berdasarkan analisis hubungan antara lama kerja dengan kejadian IMS, didapatkan bahwa persentase responden yang mengalami IMS dengan lama kerja lebih dari 1 tahun (77,1%) lebih besar dibandingkan dengan responden lama kerja dibawah1 tahun (40%). Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,004 (p < 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara lama kerja menjadi WPS dengan kejadian IMS pada WPS. 8. Hubungan Antara Pemeriksaan Kesehatan Dengan Pemeriksaan Kesehatan Positif Negatif Rutin 26 16 42 Tidak Rutin 11 7 18 37 23 60

Berdasarkan analisis hubungan antara pemeriksaan kesehatan dengan kejadian IMS, didapatkan bahwa persentase responden yang mengalami IMS dengan pemeriksaan kesehatan yang rutin (61,9%) lebih besar dibandingkan dengan responden dengan pemeriksaan kesehatan yang tidak rutin (61,1%). Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,954 (p > 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pemeriksaan kesehatan dengan kejadian IMS pada WPS. PEMBAHASAN Dari hasil penelitian terdapat hubungan antara usia, jumlah pelanggan, pengetahuan, lama kerja dengan kejadian IMS. Menurut Komisi Penanggulangan AIDS 2007 menyatakan bahwa pada perempuan umur > 29 tahun tergolong berisiko tinggi untuk terinfeksi penyakit menular seksual. Pada perempuan remaja mudah terkena IMS di sebabkan sel-sel organ reproduksi belum matang. (4) Dari hasil penelitian diketahui bahwa persentase responden yang mengalami IMS pd usia 23 tahun (84,6%) lebih besar dibandingkan usia 21 tahun (71,4%), usia 20 tahun (69,2%), usia 22 tahun (61,5%), kemudian usia 24 tahun (28,6). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Thas Machmudah di lokalisasi Sunan Kuning Semarang ketidakpatuhan penggunaan ini banyak dilakukan oleh WPS yang berusia remaja. WPS dengan usia muda masih lemah tingkat negosiasi dengan pelanggannya sehingga menyebabkan rendahnya tingkat penggunaan kondom, pelanggan banyak mencari WPS usia muda sehingga usia muda banyak terinfeksi IMS. (7) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizka Fauza, Rini Susanti, Eko Mardiyaningsih 2012 menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan penggunaan kondom untuk pencegahan PMS adalah faktor pengetahuan dan ketersediaan kondom (p<0,05), sedangkan faktor pendidikan dan sikap tidak berhubungan dengan penggunaan kondom untuk pencegahan PMS pada WPS (p>0,05). (5) Hasil penelitian di Bolivia yang dilakukan oleh William C Levine 1998 menyatakan bahwa diantara penjaja seks melaporkan bahwa usia muda berhubungan dengan infeksi Gonore. (6)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh di lokalisasi wilayah Kabupaten Tegal dalam jurnalnya disimpulkan bahwa beberapa WPS yang berperilaku seks aman, mengaku bahwa sering kesulitan dalam mengajak pelanggan untuk selalu memakai kondom. (8) Dalam penelitian yang dilakukan di Vietnam melaporkan bahwa jumlah pelanggan lebih dari 4 orang/minggu meningkatkan risiko terjadinya Gonore (OR 2,87 95% CI 0.63-13.13). (4) Dari hasil penelitian diketahui bahwa persentase responden yang mengalami IMS dengan jumlah pelanggan lebih dari 4 orang per minggu (76,9%) lebih besar dibandingkan dengan jumlah responden kurang dari 4 orang per minggu (33,3%). Pada penelitian pengetahuan dan lama kerja. Berdasarkan penelitian cross sectional yang dilakukan di oleh Heng Sopheab tahun 2008 di Cambodia menyatakan bahwa 1064 WPS ada 666 (30.0%) yang bekerja 12 bulan dengan OR 2.29 95%CI (1.44-3.65), p<0.0001 sementara WPS yang bekerja 12 bulan ada 396 (15.8) terinfeksi IMS. (4) Dari hasil penelitian diketahui persentase responden yang mengalami IMS dengan pengetahuan yang baik (29%) lebih kecil dibandingkan dengan responden dengan pengetahuan yang kurang (96,6%). Sedangkan dari hasil penelitian lama kerja lebih dari 1 tahun (77,1%) lebih besar dibandingkan dengan responden lama kerja dibawah1 tahun (40%). SIMPULAN Dari 60 responden WPS yang berada di Resosialisasi Argorejo terdapat 38,3% responden positif penyakit IMS, dan 61,1% responden negatif penyakit IMS. Responden usia terbanyak yaitu usia 24 tahun sebesar 23,3%, usia 23 tahun sebesar 21,7%, usia 22 tahun sebesar 21,7%, usia 21 tahun sebesar 11,7% dan usia 20 tahun sebesar 21,7%. Tingkat pendidikan responden paling banyak yaitu SMP dengan persentase 46,7. Jumlah pelanggan lebih dari 4 orang per minggu mempunyai persentase 65%. Berdasarkan hasil penelitian sebesar 51,7% responden memiliki pengetahuan yang kurang mengenai penyakit IMS dan 61,7% responden memiliki sikap yang baik terhadap penyakit IMS dan pencegahannya serta 81,7% responden memiliki praktik yang baik dalam penggunaan kondom. WPS yang bekerja sebagai pekerja seks komersial lebih dari 1 tahun lebih banyak

dibandingkan dengan yang baru bekerja kurang dari 1 tahun. Rata-rata WPS telah rutin melakukan pemeriksaan kesehatan dengan persentase sebesar 70%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia, jumlah pelanggan, pengetahuan, dan lama kerja berhubungan dengan kejadian IMS, sedangkan tingkat pendidikan, sikap terhadap IMS dan pencegahannya, praktik penggunaan kodom, dan pemeriksaan kesehatan tidak berhubungan dengan kejadian IMS. SARAN Bagi WPS sebaiknya WPS lebih meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit IMS serta mengerti apa saja yang faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit IMS. Diharapkan pula WPS di resosialisasi Argorejo memiliki kemauan untuk mencari informasi dengan cara bertanya kepada teman, tenaga kesehatan atau mungkin dapat diperoleh dari media masa. DAFTAR PUSTAKA 1. Dr.Widoyono M. Penyakit Tropis Semarang: Erlangga; 2011. 2. Dr. Anung Sugiantono MK. Profil Kesehatan Jawa Tengah Tahun 2012 Semarang; 2012. 3. Staf. Profil Kesehatan Puskesmas Lebdosari Tahun 2012 Semarang; 2012. 4. Afriana N. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Gonore Pada Wanita Penjaja Sek Komersial Di 16 Kabupaten/Kota Indonesia (Analisis Data Sekunder Survei Terpadu Biologi Perilaku 2011). Epidemiologi. 2012;: P. 2. 5. Rizka Fauza Rsem. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Kondom Untuk Pencegahan Pms Pada Wps Di Lokalisasi Sukosari Bawen Kabupaten Semarang. Prosiding. 2014; 2: P. 1. 6. Pipit Reviliana Aesdwf. Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Tingginya Kejadian Pms Di Lokalisasi Gang Sadar Baturadenkabupaten Banyumas Tahun 2011. Jurnal Ilmiah Kebidanan. 2012 Juni; 3(Tingginya Kejadian Ims). 7. Machmudah Thas. Studi Etnometodologi Wanita Penjaja Seks (Wps) Dan Infeksi Menular Seksual (Ims) Di Lokalisasi Sunan Kuning Kota Semarang. Kesehatan. ;: P. 12.

8. Nur Azmi A Hppn. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Niat Wps Yang Menderita Ims Berperilaku Seks Aman (Safe Sex) Dalam Melayani Pelanggan. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. 2008 Agustus; 3(Kabupaten Tegal Angka Ims Pada Kelompok Wps Sangat Tinggi).