DRAFT UNTUK BAHAN DISKUSI Membangun Kebijakan Kerangka Pengaman REDD+ di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

Prinsip Kriteria Indikator APPS (Dokumen/ Bukti Pelaksanaan) ya/ tidak 1) Jika tidak/belum, apa alasannya 3) Keterangan 2)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

REDD+: Selayang Pandang

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

PEDOMAN PEMBERIAN REKOMENDASI PEMERINTAH DAERAH UNTUK PELAKSANAAN REDD

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

Terjemahan Tanggapan Surat dari AusAID, diterima pada tanggal 24 April 2011

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

KEMAJUAN PENYIAPAN ARSITEKTUR REDD+ INDONESIA: SISTEM INFORMASI SAFEGUARDS (SIS) REDD+ INDONESIA

WG Strategy Materi Sosialisasi Februari Strategi Nasional & Pendekatan Umum Penyusunan Strategi dan Rencana Aksi Propinsi

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

Bogor, November 2012 Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Dr. Ir Kirsfianti L. Ginoga, M.Sc

Sintesis Pengaman Sosial dan Lingkungan (SES) TFCA Kalimantan

Kebijakan APRIL Group dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Juni 2015

Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial

Dewan Kehutanan Nasional dan UN-REDD Programme Indonesia. Disusun dari hasil konsultasi dengan multi pihak pemangku kepentingan

Kalimantan Timur Dipersentasikan Oleh: Dr. Fadjar Pambudhi

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima

Draft 10 November PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.30/Menhut-II/ /Menhut- II/ TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

PUSANEV_BPHN KEBIJAKAN ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PENGUATAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

21 Maret Para Pemangku Kepentingan yang Terhormat,

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP. Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor

Peran Dan Tanggung Jawab Masyarakat Pelaksanaan Sistem Monitoring Karbon Hutan di Provinsi Maluku

Masalah untuk Konsultasi Tahap 3 Pendahuluan CODE

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

Strategi Nasional REDD+

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEADILAN IKLIM: PERBAIKAN TATA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

2018, No rangka penurunan emisi dan peningkatan ketahanan nasional terhadap dampak perubahan iklim; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaima

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS)

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

2013, No BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

WORKSHOP PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING KARBON HUTAN:PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DAN MASYARAKAT SEJAHTERA

DANA INVESTASI IKLIM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2015, No Mengingat : perlu dilanjutkan dengan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun ; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Mempersiapkan Program Pengurangan Emisi dalam Kerangka Skema Carbon Fund

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 1 Tahun 2009 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

Muhammad Zahrul Muttaqin Badan Litbang Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E

Kebijakan Asosiasi. Tanggal Berlaku PfA berlaku secara efektif sejak menerima dukungan dari Stakeholder Advisory Committee (SAC)

Inisiatif Accountability Framework

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

Standar Sosial & Lingkungan REDD+

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA PROBOLINGG0 PROVINSI JAWA TIMUR

LOKAKARYA MONITORING DAN PELAPORAN PERMANEN SAMPEL PLOT DI PROPINSI NTB

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

Dipublikasikan oleh: Pusat Standardisasi dan Lingkungan (Pustanling) Sekretariat Jenderal, Kementerian Kehutanan

KFCP Penerapan dan Verifikasi Safeguards Sosial dalam Pengelolaan Kegiatan di Tingkat Desa

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

Tinjauan Perkebunan FSC

KASUS-KASUS HUKUM DAN PENYIMPANGAN PAJAK - PENYELESAIAN INPRES NO. 1 TAHUN

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN SISTEM MONITORING KARBON HUTAN DI SUMATERA BARAT

Transkripsi:

DRAFT UNTUK BAHAN DISKUSI Membangun Kebijakan Kerangka Pengaman REDD+ di Indonesia Studi Komparatif terhadap SIS-REDD+ dan PRISAI Haryanto R. Putro Emil Ola Kleden Myrna A. Safitri Disampaikan Kepada Dewan Kehutanan Nasional 15 November 2013

Daftar Isi 1. Pendahuluan... 1 1.1 Rasional Kajian... 1 1.2 Metode Kajian... 2 1.3 Organisasi Laporan... 2 2. Legitimasi pembentukan kerangka pengaman REDD+ di Indonesia: Studi kasus PRISAI dan SIS-REDD+... 3 3. Tujuan, Fungsi dan Ruang Lingkup PRISAI dan SIS-REDD+... 6 4. Prinsip, Kriteria dan Persinggungan dan Perbedaan SIS-REDD+ dan PRISAI 4.1 Prinsip-prinsip safeguards dalam Cancun Agreement, SIS-REDD+ dan PRISAI... 8 4.2 Penlaian Kriteria dan Indikator SIS REDD+ dan PRISAI: Aspek Hukum dan Kebijakan... 11 5. Kesesuaian dan Kontradiksi dalam PRISAI dan SIS-REDD+... 32 6. Kerangka Regulasi mendukung Kebijakan Nasional Kerangka Pengaman... 33 7. Kelembagaan.38 8. Rekomendasi Kebijakan... 40 1

1. Pendahuluan 1.1 Rasional Kajian Dalam implementasi REDD+ di Indonesia, Dewan Kehutanan Nasional (DKN) memandang penting adanya instrumentsafeguard, yaitu kerangka pengaman untuk mencegah terjadinya dampak sosial dan lingkungan yang merugikan dalam pelaksanaan program dan kegiatan REDD+, seraya meningkatkan manfaat bagi masyarakat lokal dan lingkungan hidup. Safeguard juga penting untuk melahirkan dampak positif yang berkelanjutan dari program dan kegiatan REDD+ yang dirancang hanya untuk kurun waktu tertentu. Mengingat sangat pentingnya safeguard untuk masyarakat dan lingkungan hidup, DKN telah melakukan proses untuk mengawal pengembangan instrument tersebut sejak periode kepengurusan Presidium tahun 2006-2011. Memasuki tahun 2012, DKN melanjutkan upaya tersebut dengan serangkaian aktivitas, antara lain: penyusunan panduan konsultasi publik serta mendukung proses pendalaman, review dan konsultasi publik dari PRISAI (Prinsip Kriteria Indikator Safeguard Indonesia) yang diinisiasi oleh UKP4/Satgas REDD+ melalui proses partisipatif dan konsultatif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Proses pengawalan tersebut dilakukan melalui kerjasama DKN dengan Puspijak Litbanghut dan UN REDD+. Selain PRISAI yang diinisiasi Satgas REDD+, Pusat Standarisasi Lingkungan (Pustanling), Kementerian Kehutanan juga telah mengembangkan SIS-REDD+ (Sistem Informasi Safeguard REDD+) atas dukungan Program FCPF dan GIZ yang juga memuat prinsip, kriteria dan indikator safeguardserta menawarkan kelembagaan pengelolanya.kedua instrumen di atas disusun dengan mempertimbangkan berbagai standar safeguardyang telah ada, kerangka hukum nasional dan internasional, serta melalui proses partisipatif dan konsultatif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Di samping itu, ada sejumlah safeguard lain yang diinisiasi oleh organisasi masyarakat sipil, yang dipersiapkan dalam implementasi REDD+. Dalam rangka menjalankan mandat DKN untuk mendorong terwujudnya kebijakan kehutanan yang efektif dan tepat guna, sehingga pengelolaan hutan lestari dapat diselenggarakan sesuai dengan fungsinya, dan selaku institusi representasi dari stakeholders kehutanan Indonesia, DKN jugatelah diminta oleh konstituennya untuk melakukan pengawalan lebih lanjut atas inisiatif-inisiatif safeguardyang berkembang sejauh ini. Salah satu bentuk pengawalanadalah melakukan kajian terhadap berbagai instrumen (safeguards) yang ada, terutama PRISAI dan SIS-REDD+. Kajian tersebut dilakukan melalui analisis dan sintesis untuk memformulasikan konsep, prinsip, kriteria dan indikatorsafeguardsebagai acuan bagi penetapan kebijakan nasional, termasuk syarat cukup untuk implementasinya di tingkat tapak.laporan ini adalah draf hasil studi yang dilakukan oleh tim konsultan DKN. 1

1.2 Metode Kajian Studi ini dilakukan dengan menganalisis dokumen PRISAI dan SIS-REDD+. Dokumen PRISAI yang dirujuk adalah Prinsip Kriteria dan Indikator Safeguards REDD+ Indonesia PRISAI versi 3.1, Mei 2013. Sedangkan dokumen SIS-REDD+ yang dijadikan rujukan adalah Sistem Penyediaan Informasi Pelaksanaan Safeguards (SIS) REDD+ di Indonesia, Status April 2013. Di samping itu ada beberapa dokumen terkait yang juga diperiksa. Dokumen-dokumen tersebut disajikan dalam daftar pustaka pada bagian akhir Laporan Sebuah diskusi kelompok terfokus juga dilakukan pada tanggal 2 November 2013. Diskusi bertujuan menggali, mendalami dan mengklarifikasi informasiterkait dengan latar belakang dan proses lahirnya dokumen SIS-REDD+ dan PRISAI. Selain itu, dikusi juga bertujuan menggali pengalaman implementasi safeguard dari sejumlah organisasi. Secara umum, metode yang digunakan dalam kajian belum mampu mengungkap keseluruhan perspektif stakeholders yang selama ini mengawal kedua sistem dan masih membutuhkan tindak lanjut untuk melakukan pendalaman, khususnya untuk memastikan pilihan kebijakan yang tepat. 1.3 Organisasi Laporan Setelah bagian pendahuluan, berturut-turut adalah bagian yang memuat tentang legitimasi pembentukan kerangka pengaman REDD+ di Indonesia (bab 2); tujuan, fungsi pembentukan dan ruang lingkup PRISAI dan SIS-REDD+ (bab 3); prinsip, kriteria dan indikator (bab 4), aspek hukum safeguard (bab 5), aspek sosial (bab 6), aspek kelembagaan (bab 7) dan rekomendasi kebijakan (bab 8). 2

2. Legitimasi pembentukan kerangka pengaman REDD+ di Indonesia: Studi kasus PRISAI dan SIS-REDD+ Bagian ini menjawab pertanyaan sebagai berikut: Atas dasar apa PRISAI dan SIS- REDD+ dibentuk? Jawaban ditemukan di dalam dokumen-dokumen terkait dengan PRISAI dan SIS-REDD+. Keputusan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dalam Conference of the Parties ke-16 di Cancun, Meksiko, pada Desember 2010, dikenal dengan Cancun Agreement, antara lain menegaskan bahwa negara-negara pihak perlu menemukan cara-cara yang efektif untuk mengurangi tekanan oleh manusia atas hutan yang mengakibatkan adanya emisi gas rumah kaca dan menegaskan bahwa pelaksanaan tindakan-tindakan penanganan terhadap pemicu deforestasi harus selaras dengan ketentuan yang tercantum dalam Annex 1 Keputusan terkait, yaitu Decision 1/CP 16, dan bahwa kerangka pengaman yang disebutkan dalam paragraf 2 Annex 1 tersebut harus didorong dan didukung oleh negara-negara pihak dalam melakukan tindakan-tindakan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, konservasi hutan penyimpan karbon, pengelolaan hutan berkelanjutan dan peningkatan cadangan karbon hutan 1. Keputusan Cancun selanjutnya meminta para pihak agar membentuk sistem informasi safeguards (SIS) guna melaporkan sejauh mana ketujuh kerangka pengaman ini diterapkan di negara mereka sesuai dengan situasi dan kapasitas masing-masing. Keputusan COP 17 di Durban menegaskan kembali hasil Cancun. Di samping itu, SBSTA merekomendasikan agar membuat panduan lebih lanjut (further guidance) mengenai sistem informasi kerangka pengaman. Baik PRISAI maupun SIS-REDD+ sama-sama menggunakan ketentuan dalam Cancun Agreement sebagai legitimasi pembentukannya. Keduanya merujuk pada 7 kerangka pengaman yang disebutkan dalam Paragraf 2 Annex 1 Cancun Agreement sebagai landasan pengembangan konsep, prinsip, kriteria dan indikator yang dikembangkannya. Kutipan dari naskah PRISAI dan SIS-REDD+ di bawah ini menunjukkan hal tersebut: Dokumen Prinsip Kriteria dan Indikator Safeguards REDD+ Indonesia PRISAI (versi 3.1, Mei 2013 di bawah heading Kerangka Hukum) dikatakan: Penyebutan kerangka pengaman secara eksplisit nampak dalam keputusan UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) dalam COP 16, FCCC/CP/2010/7/Add.1 yang disebut dengan Cancun Agreement. Dalam keputusan ini, kerangka pengaman disebut sebagai salah satu elemen penting pelaksanaan REDD+. Lebih lanjut, lampiran I Cancun Agreement menyebutkan tujuh kerangka pengaman yang sebaiknya dipromosikan dan didukung oleh negara-negara berkembang ketika hendak menjalankan REDD+. 1 Pernyataan ini merujuk kepada Paragraf 68, 69, dan 70 Decision 1/CP 16, Cancun Agreement. 3

Dalam Dokumen Sistem Penyediaan Informasi Pelaksanaan Safeguards (SIS) REDD+ di Indonesia, (Status April 2013, halaman 1 di bawah heading Pendahuluan) dikatakan: Keputusan COP-16, sebagaimana tertuang dalam Annex I Paragraf 2 Decision 1/CP 16, mengamanatkan kepada negara pihak yang melaksanakan REDD+ untuk membangun sistem penyediaan informasi mengenai implementasi atau bagaimana safeguards ditangani dan dihormati. Selain itu, pengembangan PRISAI maupun SIS-REDD+ membangun legitimasi masing-masing berdasarkan konsepsi masing-masing tentang maksud dan tujuan yang hendak dicapai oleh program-program REDD+. Dalam konteks ini PRISAI menegaskan secara eksplisit bahwa: REDD+ diharapkan melindungi dan memperkuat, bila perlu memberdayakan hak masyarakat sekaligus memperkuat fungsi-fungsi lingkungan dari hutan di mana masyarakat hidup. Karena itu, salah satu pilar penting desain kerangka pengaman nasional adalah menempatkan masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar kawasan hutan tidak sebagai tetangga, tetapi sebagai bagian dari pemilik maupun pelaku kegiatan. Agar hal ini bisa tercapai maka perlu dikembangkan sebuah kerangka pengaman nasional yang bertujuan 2 : 1. Mencegah pelaksanaan REDD+ dari resiko-resiko sosial dan lingkungan yang bisa mencederai semangat REDD+ sebagai mekanisme yang potensial menyelamatkan lingkungan hidup dan manusia. 2. Mendorong terwujudnya perubahan kebijakan sumber daya alam, terutama hutan dan lahan gambut yang merealisasikan prinsip dan cara kerja tata kelola yang baik, prinsip hak-hak asasi manusia dan semangat demokrasi. Selain itu, PRISAI menyatakan bahwa kerangka pengaman yang berkaitan dengan aspek sosial, khususnya yang berkaitan dengan REDD+, belum secara jelas disebutkan dalam berbagai peraturan perundangan nasional; dan oleh karena itu ada kebutuhan untuk merumuskan peraturan pelaksana dari berbagai instrumen hukum yang berkaitan dengan aspek sosial, antara lain hak asasi manusia dan tata kelola pemerintahan yang baik dalam berbagai aktivitas pembangunan berbasis lahan. Sementara SIS-REDD+ menyatakan bahwa dalam rangka melaksanakan amanat Keputusan COP 16, diselenggarakanlah serangkaian proses multi pihak yang bertujuan untuk 3 : 1. Menerjemahkan safeguards REDD+ pada Keputusan COP-16 ke dalam konteks nasional, 2. Melakukan analisis terhadap instrumen kebijakan dan instrumen lain yang terkait dengan safeguards REDD+ pada Keputusan COP-16, 3. Mengidentifikasi struktur dan mekanisme sistem informasi implementasi safeguards dalam REDD+ yang paling sesuai bagi Indonesia, 4. Menyusun rancangan kelembagaan SIS-REDD+, 2 Prinsip Kriteria dan Indikator Safeguards REDD+ Indonesia PRISAI versi 3.1, Mei 2013 3 Sistem Penyediaan Informasi Pelaksanaan Safeguards (SIS) REDD+ di Indonesia, Status April 2013 4

5. Menentukan Prinsip, Kriteria dan Indikator, dengan mempertimbangkan hasil analisis butir (2) dan, 6. Menentukan alat penilai pelaksanaan safeguards dalam SIS-REDD+ di Indonesia Dari dua sumber legitimasi tersebut terlihat bahwa baik PRISAI maupun SIS- REDD+ sama-sama merujuk pada Cancun Agreement sebagai landasan bagi perlu dikembangkannya sebuah kerangka pengaman nasional. Namun jelas tujuan pengembangan kerangka pengaman dari kedua model ini berbeda dalam pendekatannya. PRISAI dikembangkan untuk menjawab tantangan persoalan yang terkait dengan hak masyarakat dan keberlanjutan lingkungan hidup. Sementara SIS-REDD+ dikembangkan sebagai sistem informasi yang memantau, menilai dan melaporkan pelaksanaan kerangka pengaman di Indonesia. Asumsi pokok dalam pengembangan SIS-REDD+ adalah bahwa (akan) ada sejumlah kerangka pengaman yang dilaksanakan di Indonesia, dan SIS-REDD+ (akan) menilai kompatibilitas kerangka pengaman tersebut dengan amanat Keputusan COP 16. Menilik rumusan-rumusan tentang tujuan yang hendak dicapai oleh masingmasing model tersebut, dapat dikatakan bahwa PRISAI menekankan aspek substantif dalam pengembangan kerangka pengaman. Substansi pokoknya adalah terjaminnya hak masyarakat dan fungsi-fungsi lingkungan. Sedangkan SIS-REDD+ menekankan aspek instrumental dari kerangka pengaman yang dikembangkan. Unsur-unsur instrumentalnya adalah kegiatan membangun sistem informasi yang mencakup kegiatan mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menyajikan data dan informasi tentang implementasi ketujuh kerangka pengaman yang tertuang dalam Annex 1 Paragraf 2 Keputusan No.1 COP 16. 5

3. Tujuan, Fungsi dan Ruang Lingkup PRISAI dan SIS-REDD+ Komparasi antara PRISAI dan SIS-REDD+ dalam hal tujuan dan fungsi dapat dilihat dalam tabel di bawah ini Tabel 1: Komparasi tujuan dan fungsi PRISAI dan SIS-REDD+ PRISAI Tujuan a. Mencegah pelaksanaan REDD+ dari resiko-resiko sosial dan lingkungan yang bisa mencederai semangat REDD+ sebagai mekanisme yang potensial menyelamatkan lingkungan hidup dan manusia. b. Mendorong terwujudnya perubahan kebijakan sumber daya alam, terutama hutan dan lahan gambut yang merealisasikan prinsip dan cara kerja tata kelola yang baik, prinsip hak-hak asasi manusia dan semangat demokrasi Fungsi 1. Fungsi operasional yakni mencakup peran PRISAI sebagai screening atau pemeriksaan terhadap usulan proyek maupun program REDD+. 2. Fungsi strategis yakni peran PRISAI dalam memberikan laporan umum dan rekomendasi yang terkait kerangka pengaman dan persoalannya di Indonesia kepada Lembaga REDD+ dan publik. SIS-REDD+ 1. Menerjemahkan safeguards REDD+ pada Keputusan COP-16 ke dalam konteks nasional, 2. Melakukan analisis terhadap instrumen kebijakan dan instrumen lain yang terkait dengan safeguards REDD+ pada Keputusan COP-16, 3. Mengidentifikasi struktur dan mekanisme sistem informasi implementasi safeguards dalam REDD+ yang paling sesuai bagi Indonesia, 4. Menyusun rancangan kelembagaan SIS- REDD+, 5. Menentukan Prinsip, Kriteria dan Indikator, dengan mempertimbangkan hasil analisis butir (2) dan, 6. Menentukan alat penilai pelaksanaan safeguards dalam SIS-REDD+ di Indonesia Berfungsi sebagai sebagai sistem informasi yang memantau, menilai dan melaporkan pelaksanaan kerangka pengaman di Indonesia. Dengan kata lain berfungsi sebagai rumah bagi informasiinfomasi yang di dihimpun dari berbagai macam pelaksanaan safeguards dengan berbagai skema 4. Sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, PRISAI lebih menekankan aspek substansial dalam tujuannya, sedangkan SIS-REDD+ lebih menekankan aspek instrumental. Namun keduanya dapat bersifat saling melengkapi 4 Konfirmasi mengenai fungsi ini diperoleh dalam diskusi kelompok terfokus pada 2 November 2013 di IPB Convention Center, Bogor 6

(komplementatif) satu terhadap yang lain, karena pada dasarnya hal-hal substansial hanya dapat dipenuhi jika aspek instrumentalnya juga dipenuhi. Dalam hal fungsi, tampak bahwa kedua model menggambarkan fungsi yang serupa dalam hal melaporkan pelaksanaan kerangka pengaman di Indonesia. Dan hal ini merupakan sebuah situasi tumpang tindih antara kedua model tersebut. Ruang Lingkup PRISAI dan SIS-REDD+ SIS-REDD+ adalah sistem informasi pelaksanaan berbagai kerangka pengaman di Indonesia. Namun secara metodologis menjadi tak terhindarkan bahwa SIS- REDD+ perlu mengembangkan sebuah standard penilaian yang menjadi landasan untuk memantau dan menilai pelaksanaan berbagai kerangka pengaman tersebut. Oleh karena itu ruang lingkup SIS-REDD+ tidak hanya berurusan dengan persoalan provider, user dan manajemen informasi, tetapi juga bersinggungan dengan penetapan standard penilaian terhadap berbagai kerangka pengaman di Indonesia. Hasil penilaian adalah salah satu bagian utama dari pelaporan kepada UNFCCC. PRISAI, di sisi lain, mempunyai ruang lingkup yang mencakup tiga aras, yaitu: 1. Standar dan indikator performa yang menjadi acuan untuk menguji capaian dan ukuran terhadap program REDD+. 2. Process screening dan penilaian terhadap aspek sosial dan lingkungan serta mekanisme yang menjamin kualitas dan akuntabilitas 3. Tindakan atau langkah-langkah yang dilakukan untuk memastikan kepatuhan dan akuntabilitas secara institusional Ruang lingkup tugas dan tanggung jawab dari kedua model ini dengan mudah mengungkapkan perbedaan antara keduanya. Jelas bahwa SIS-REDD+ bekerja dalam ruang lingkup pelaksanaan berbagai kerangka pengaman oleh berbagai pelaksana proyek dengan fungsi melakukan penilaian. Sedangkan PRISAI bekerja dalam ruang lingkup pelaksanaan proyek REDD+, di mana capaian dalam program REDD+, pemenuhan aspek sosial dan lingkungan, serta akuntabilitas institusi pelaksana proyek menjadi fokus perhatian. 7

4. Prinsip, Kriteria dan Persinggungan dan Perbedaan SIS-REDD+ dan PRISAI 4.1 Prinsip-prinsip safeguards dalam Cancun Agreement, SIS-REDD+ dan PRISAI Annex 1 dari Cancun Agreement (UNFCC Decision 1/CP.16) merupakan acuan dalam penyusunan prinsip-prinsip safeguards dalam SIS-REDD dan PRISAI. Terdapat tujuh prinsip yang dinyatakan dalam Cancun Agreement. SIS-REDD+ menggunakan tujuh prinsip itu tetapi dengan beberapa adaptasi. PRISAI mengembangkan tujuh prinsip menjadi 10 prinsip dan mengelompokkannya ke dalam kategori tata kelola, sosial dan lingkungan. Perbandingan prinsip-prinsip safeguards itu dapat dilihat pada tabel 2. PRISAI menambahkan prinsip baru yakni pembagian manfaat dan prinsip informasi yang terlembagakan dan akuntabel. Selain itu, PRISAI menambahkan keadilan gender dalam prinsip partisipasi dan target pengurangan emisi pada prinsip kepatuhan hukum. Dua hal penting ditemukan dalam studi ini. Pertama, Cancun Agreement menyatakan bahwa penghormatan pada hak dan pengetahuan masyarakat adat harus memperhatikan kewajiban internasional sebagaimana terdapat dalam Deklarasi PBB tentang Hak Masyarakat Adat (UNDRIP). Baik SIS-REDD+ maupun PRISAI tidak menyatakan pentingnya mengacu pada UNDRIP. Kedua, Cancun Agreement menyebutkan larangan konversi hutan alam, SIS-REDD+ maupun PRISAI tidak memuat larangan ini. Dengan kedua hal ini maka jelas bahwa posisi kedua dokumen ini meneguhkan sikap politik Pemerintah Indonesia yang sedapat mungkin tidak terikat dengan instrumen hukum internasional mengenai masyarakat adat. Namun, terkait dengan ketiadaan larangan konversi hutan alam, menjadi menarik dipertanyakan: Bagaimana dokumen SIS-REDD+ dan PRISAI menanggapi Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2013 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut (dikenal dengan Inpres Moratorium). 8

Tabel 2. Prinsip-prinsip Safeguards dalam Cancun Agreement, SIS-REDD+ dan PRISAI Cancun Agreement 5 SIS-REDD+ PRISAI 1. Melengkapi atau konsisten dengan tujuan program kehutanan nasional, konvensi dan kesepakatan internasional terkait 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional 2. Struktur tata-kelola hutan nasional yang transparan dan efektif, mempertimbangkan peraturanperundangan yang berlaku dan kedaulatan negara yang bersangkutan Kegiatan REDD+ harus mengikuti peraturan pemerintah dan konvensi/persetujuan internasional yang diratifikasi secara nasional mengikuti, dan harus konsisten dengan tujuan program kehutanan nasional. 2. Transparansi dan efektifitas tata kelola hutan nasional Kegiatan REDD+ harus berkontribusi pada tata kelola hutan yang transparan dan efektif, dengan mengikuti prinsip kedaulatan nasional. 1. Melengkapi atau konsisten dengan target pengurangan emisi, hukum nasional, konvensi dan kesepakatan internasional terkait. 2. Memperbaiki tata kelola kehutanan 3. Informasi yang transparan, terlembagakan dan akuntabel Prisai Governance 3. Menghormati pengetahuan dan hak masyarakat adat dan masyarakat lokal, dengan mempertimbangkan tanggungjawab, kondisi dan hukum nasional, dan mengingat bahwa Majelis Umum PBB telah mengadopsi Deklarasi Hak Masyarakat Adat 4. Partisipasi para pihak secara penuh dan efektif, khususnya masyarakat adat dan 3. Hak-hak Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal Kegiatan REDD+ harus menghormati hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal melalu aksi yang esuai dengan skala dan konteks implemenetaisnya. 4. Memastikan status hak atas tanah dan wilayah 5. Menghormati dan memberdayakan pengetahuan dan hak masyarakat adat dan komunitas lokal 4. Efektivitas dari Partisipasi Para pihak 6. Partisipasi penuh, efektif dan berkeadilan gender dari semua Prisai Sosial 5 Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia sebagaimana termuat dalam dokumen PRISAI 3.1. 9

masyarakat lokal Kegiatan REDD+ harus secara proaktif dan transparan mengidentifikasi para pihak yang relevan dan melibatkan mereka dalam proses perencanaan dan pemantauannya pemangku kepentingan 7. Manfaat REDD+ dibagi secara adil ke semua pemegang hak dan pemangku kepentingan yang relevan 5. Konsisten dengan konservasi hutan alam dan keaneka-ragaman hayati, menjamin bahwa aksi REDD+ tidak digunakan untuk mengkonversi hutan alam, tetapi sebaliknya untuk memberikan insentif terhadap perlindungan dan konservasi hutan alam dan jasa ekosistem, serta untuk meningkatkan manfaat sosial dan lingkungan lainnya 6. Aksi untuk menangani resiko-balik (reversals) 5. Konservasi Keanekaragaman Hayati, Jasa Sosial dan Jasa Lingkungan Kegiatan REDD+ harus mengembangkan strategi efektif untuk mempertahankan, menjaga, dan mengembalikan keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem untuk manfaat sosial dan lingkungan. 6. Resiko balik Kegiatan REDD+ harus mengurangi resiko balik melalui cara yang sesuai dengan skala dan konteks, dengan penekanan pada tindakan sub-nasional dan inisiatif kebijakan tingkat nasional. 8. Mendukung keanekaragaman hayati, perlindungan hutan alam dan jasa lingkungan 9. Aksi untuk menangani resiko balik Prisai Lingkungan 7. Aksi untuk mengurangi pengalihan emisi 7. Pengurangan pemindahan emisi Mengakui bahwa monitoring dan pengurangan emisi dari perpindahan merupakan tanggung jawab subnasional (KPH, kabupaten, provinsi) dan pemerintah nasional, maka kegiatan REDD+ harus mencakup strategi untuk mengurangi perpindahan emisi dan mendukung pemantauan sub-nasional dan nasional 10. Aksi untuk mengurangi pengalihan emisi 10

4.2 Penilaian Kriteria dan Indikator SIS REDD+ dan PRISAI: Aspek Hukum dan Kebijakan Meskipun menyatakan mengacu pada Cancun Agreement, SIS-REDD+ dan PRISAI mengembangkan kriteria dan indikatornya sendiri. Kriteria dan indikator ini berbedabeda dalam beberaapa rumusan, cakupan dan sasarannya. Pada tabel 3 disajikan perbandingan rumusan prinsip, kriteria dan indikator safeguards menurut SIS-REDD+ dan PRISAI, serta bagaimana kedua dokumen menerjemahkan prinsip-prinsip Cancun Agreement. Tabel 3. Prinsip, Kriteria dan Indikator safeguards SIS-REDD+ dan PRISAI dan persinggungannya dengan Prinsip Cancun Prinsip 1 Cancun Agreement: Melengkapi atau konsisten dengan tujuan program kehutanan nasional, konvensi dan kesepakatan internasional terkait SIS-REDD+ PRISAI Prinsip 1: Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional Kegiatan REDD+ harus mengikuti peraturan pemerintah dan konvensi/persetujuan internasional yang diratifikasi secara nasional mengikuti, dan harus konsisten dengan tujuan program kehutanan nasional. 1.1 Kegiatan REDD+ harus dikoordinasikan /diatur/dikelola di bawah wewenang lembaga sub-nasional atau nasional yang tepat dan, bila sesuai, di bawah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum dan peraturan Indonesia 1.1.1 Ketersediaan dokumen hukum dan administratif yang membuktikan kewenangan yang jelas untuk kegiatan REDD+, sesuai dengan skala dan implementasinya. Prinsip 1: Melengkapi atau konsisten dengan target pengurangan emisi, hukum nasional, konvensi dan kesepakatan internasional terkait. 6 1.1 Mendukung pencapaian target RAN GRK khususnya dari sektor kehutanan dan sektor berbasis lahan lainnya 1.1.1. Adanya kebijakan penguatan pemanfaatan SDA yang mendukung keseimbangan lingkungan global (Pemerintah) 1.1.2. Adanya Strategi Daerah yang mengimplementasikan STRANAS REDD+ (Pemerintah Daerah) 1.1.3. Adanya kebijakan percepatan rehabilitasi kawasan hutan dan kawasan untuk rehabilitasi (Pemerintah Daerah) 1.1.4. Adanya strategi yang mempermudah dan mempercepat proses perizinan para pihak yang mengajukan pola peningkatan stok karbon (carbon enchament) (Pemerintah Daerah) 1.2 Kegiatan REDD+ di tingkat nasional dan 1.2 Mengembangkan implementasi konvensi 6 Dalam dokumen PRISAI, Prinsip 1 Cancun Agreement juga terdapat dalam Prinsip, Kriteria dan Indikator 7. 11

sub nasional harus mematuhi hukum yang berlaku dan konvensi internasional yang diratifikasi Indonesia 1.2.1 Ketersediaan dokumen perencanaan, prosedur, dan laporan periodik mengenai implementasi peraturan pemerintah yang relevan 1.2.2 Ketersediaanlaporan mengenai implementasi konvensi/persetujuan internasional. Kriteria 1.3 KegiatanREDD+ harus sejalan dengan tujuan program kehutanan nasional seperti yang dijelaskan dalam rencana jangka panjang dan strategis dari sektor kehutanan Indonesia. 1.3.1 KegiatanREDD+ harus sejalan dengan dan mendukung tujuan prioritas pada rencana jangka panjang dan strategis dari sektor kehutanan Indonesia. CCD, CBD, UNFCCC, RAMSAR dan kesepakatan internasional terkait lainnya yang relevan dengan REDD+ 1.2.1 Adanya kebijakan pemerintah di masingmasing sektor pengelola sumber daya alam yang memastikan terintegrasinya konvensi internasional keanekaragaman hayati, perubahan iklim dalam kebijakan sektor (Pemerintah) 1.2.2 Adanya kebijakan pemerintah yang mengintegrasikan kebijakan-kebijakan di bidang tata kelola dan hak asasi manusia ke dalam kebijakan masingmasing sektor sumber daya alam (Pemerintah) 1.2.3 Adanya kebijakan yang memastikan berjalannya sinkronisasi antara instrumen hukum internasional dengan kebijakan dan program nasional yang terkait REDD+ (Pemerintah) 1.2.4 Adanya penerapan konvensi dan perjanjian internasional CBD, UNFCCC, CCD, RAMSAR dalam program REDD+ (Pemerintah) Prinsip 2 Cancun Agreement Struktur tata-kelola hutan nasional yang transparan dan efektif, mempertimbangkan peraturanperundangan yang berlaku dan kedaulatan negara yang bersangkutan SIS-REDD+ Prinsip 2: Transparansi dan efektifitas tata kelola hutan nasional Kegiatan REDD+ harus berkontribusi pada tata kelola hutan yang transparan dan efektif, dengan mengikuti prinsip kedaulatan nasional. PRISAI Prinsip 2: Memperbaiki tata kelola kehutanan 2.1 Sesuai dengan skala dan konteks kegiatan REDD+, pengaturan kelembagaan mendukung komunikasi yang baik di antara para pihak untuk pengawasan yang efektif dari implementasi prinsip-prinsip tata kelola yang baik. 2.1.1 Pernyataanjelas dari kebijakan mengenai penyampaian informasi oleh unit yang bertanggung jawab atas kegiatan REDD+, sesuai dengan skala dan konteks implementasinya. 2.1 Mendukung penerapan tata kelola kehutanan yang efektif dan efisien dengan mekanisme dan pola kerja yang transparan, akuntabel serta didukung kapasitas yang memadai 2.1.1 Adanya kebijakan dan mekanisme yang tegas dan jelas yang menjamin transparansi informasi dan sinkronisasi perizinan di wilayah yang potensial menjadi lokasi REDD+ (Pemerintah) 12

2.1.2 Pernyataan yang dengan jelas menguraikan struktur, tugas dan fungsi organisasi dari unit yang bertanggung jawab atas kegiatan REDD+, sesuai dengan skala dan konteks implementasinya. Kriteria 2.2 Entitas yang bertanggung jawab untuk kegiatan REDD+ harus mempublikasikan komitmennya untuk tidak menawarkan atau menerima uang suap atau bentuk apapun dari korupsi dan harus mengikuti undang-undang anti korupsi Indonesia. 2.1.2 Terdapat proses pelaksanaan REDD+ yang transparan dan akuntabel yang diatur secara tegas dalam standar operasional maupun aturan internal lainnya 2.1.3 Adanya pembagian peran dan tanggung jawab yang jelas dan disepakati antara pelaksana REDD+, pemerintah, masyarakat dan pihak terkait lainnya (Pelaksana dan Pemerintah) 2.1.4 Tersedianya sumber daya manusia yang memiliki kapasitas yang mengacu pada ukuran antara lain pengetahuan sosial dan lingkungan serta integritas yang dipercaya 2.1.5 Kebijakan yang mempermudah prosedur administrasi dan perizinan bagi pihakpihak yang hendak terlibat dalam REDD+, terutama bagi komunitas yang secara historis memiliki model dan sejarah pengelolaan hutan (Pemerintah) 2.2 Mendukung tata kelola kehutanan yang anti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) Indikator 2.2.1 Pernyataan kebijakan anti korupsi yang jelas. 2.2.1 Adanya instrumen pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme dalam tata kelola kehutanan dan penguatan kelembagaan dalam pencegahan KKN, serta sistem fiduciary yang terkontrol dengan baik (Pemerintah) 2.2.2. Adanya mekanisme pelaporan yang terstruktur dan tercatat atas indikasi KKN agar dapat ditelusuri dan digunakan dalam proses hukum selanjutnya (penyidikan, penyelidikan, pengusutan, dst) (Pemerintah) 2.3 Pelaksana menyediakan mekanisme untuk mencegah korupsi dan penyuapan dalam pelaksanaan REDD+ 2.3.1 Adanya mekanisme anti-rasuah yang didiskusikan dengan lembagalembaga yang terkait anti-rasuah dan disediakan pelaksana baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan untuk mencegah korupsi dan 13

suap (Pemerintah) 2.3.2 Adanya peluang yang disediakan untuk mereview maupun memberikan masukan perbaikan atas mekanisme anti-rasuah untuk mencegah KKN (Pemerintah) Prinsip 3: Informasi yang transparan, terlembagakan dan akuntabel 3.1 Pelaksana REDD+ aktif menyediakan informasi dan sekaligus mencari informasi yang diperlukan publik yang berkaitan dengan aktivitas yang akan maupun sedang dijalani 3.1.1 Adanya mekanisme teknis pelaksanaan aturan keterbukaan informasi yang harus disampaikan ke publik dan masyarakat yang terkait pelaksanaan REDD+ (Pemerintah) 3.1.2 Adanya mekanisme yang menjamin adanya informasi dasar REDD+ yang disampaikan ke pemangku kepentingan di tingkat tapak 3.1.3 Adanya mekanisme yang menjamin penyampaian informasi disampaikan sebelum program maupun proyek dirancang di tingkat tapak, sesuai dengan kondisi lokal, dalam kemasan yang sederhana dan mudah dipahami 3.1.4 Adanya mekanisme untuk klarifikasi dan keberatan atas informasi yang disampaikan pelaksana REDD+ 3.1.5 Mekanisme yang menjamin peyampaian informasi yang memperhatikan kebutuhan khusus kelompok yang termarginalkan terutama perempuan dan masyarakat adat 3.2 Menyediakan informasi mengenai hasil pemantauan atas pelaksanaan safeguards. 3.2.1 Adanya mekanisme yang menjamin keterbukaan informasi atas Monev safeguards ke publik yang mudah diakses dan mudah dipahami termasuk untuk pemangku kepentingan yang mempunyai kebutuhan khusus seperti perempuan, 14

masyarakat adat, minoritas (Pemerintah dan Pelaksana) 3.2.2 Adanya mekanisme yang menjamin adanya masukan maupun keberatan atas informasi yang dibuka ke publik (Pemerintah) Prinsip 3 Cancun Agreement Menghormati pengetahuan dan hak masyarakat adat dan masyarakat lokal, dengan mempertimbangkan tanggung-jawab, kondisi dan hukum nasional, dan mengingat bahwa Majelis Umum PBB telah mengadopsi Deklarasi Hak Masyarakat Adat SIS-REDD+ Prinsip 3: Hak-hak Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal Kegiatan REDD+ harus menghormati hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal melalu aksi yang esuai dengan skala dan konteks implemenetaisnya. PRISAI Prinsip 4: Memastikan status hak atas tanah dan wilayah 3.1 Kegiatan REDD+ harus termasuk mengidentifikasi dan menghargai hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal, seperti kepemilikan, akses dan pemanfaatan sumber daya hutan serta jasa ekosistem, dengan intensitas yang meningkat pada skala tingkat sub-nasional dan tapak. 3.1.1 Ketersediaan peta, dan/atau dokumen apapun mengenai masyarakat adat dan masyarakat lokal yang telah diidentifikasi, termasuk hak-hak mereka dalam wilayah kegiatan REDD+. 3.1.2 Ketersediaan rencana kerja dan pengaturan untuk mengakomodasi hak maupun aspirasi masyarakat adat dan penduduk lokal dalam memanfaatkan sumber daya hutan. 4.1 Identifikasi dan perlindungan pemegang hak atas tanah dan wilayah serta mekanisme penyelesaian konflik di wilayah calon lokasi REDD+ 4.1.1 Terjadinya proses yang partisipatif untuk menginventarisasi dan memetakan pemegang hak, obyek hak dan jenis hak atas tanah, wilayah dan sumber daya alam yang relevan terhadap aktivitas REDD+, terutama hak dan jenis hak kelompok rentan dan marginal antara lain perempuan dan masyarakat adat 4.1.2 Adanya identifikasi secara partisipatif mengenai kejelasan batas maupun tumpang tindih klaim yang menyangkut pemegang hak, obyek dan jenis hak di lokasi REDD+ termasuk kejelasan atas hak individu dan komunal 4.1.3 Digunakannya pemetaan partisipatif sebagai salah satu landasan dalam penyusunan dan review tata ruang dan penatabatasan kawasan hutan (Pemerintah) 4.1.4 Adanya assessment atas konflik dan 15

3.2 Diterapkan pada tingkat tapak, kegiatan persiapan REDD+ harus mencakup proses untuk memperoleh Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan (FPIC) dari masyarakat adat dan lokal yang terkena dampak sebelum kegiatan REDD+ dimulai. 3.3.1 Ketersediaan dokumentasi proses konsultasi yang menunjukkan upaya, kesesuaian skala kegiatan dan intensitas kegiatan untuk mendapatkan Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan (FPIC) dari masyarakat adat dan lokal yang berpotensi terpengaruh oleh kegiatan REDD+. potensi konflik yang terkait REDD+ dan pemetaan atas opsi penyelesaian konflik yang sedapat mungkin mendayagunakan mekanisme lokal 4.1.5 Adanya mekanisme yang memastikan REDD+ tidak dilakukan di wilayah dimana status hak masingmasing pihak masih berkonflik satu sama lain 4.1.6 Adanya sebuah mekanisme yang transparan dan dapat diakses secara efektif oleh semua pihak terutama perempuan, masyarakat adat, dan kelompok rentan dan marginal lainnya untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan hak atas tanah, wilayah dan sumber daya alam (Pelaksana dan Pemerintah) 4.1.7 Adanya mekanisme penyelesaian konflik yang berkaitan dengan hak atas tanah, wilayah dan sumber daya alam yang timbul karena aktivitas REDD+ dan diselesaikan secara transparan dalam jangka waktu yang disepakati(pelaksana dan dan Pemerintah) 4.1.8 Adanya mekanisme yang memastikan aktivitas REDD+ ditangguhkan untuk sementara waktu manakala konflik terjadi selama aktivitas REDD+ berjalan (Pemerintah dan Pelaksana) 4.1.9 Ada mekanisme untuk menyelesaian konflik selama periode penangguhan sementara aktivitas REDD+ (Pemerintah) 4.2 Pengakuan hak atas tanah, wilayah dan sumber daya alam yang berbasis hukum negara dan hak adat maupun hak lokal lainnya 4.2.1 Adanya kebijakan REDD+ nasional yang mengakui dan menghargai hakhak tradisional masyarakat adat dan lokal atas tanah, wilayah dan sumber daya alam (Pemerintah) 4.2.2 Rencana tata ruang termasuk rencana pengelolaan hutan di lokasi kegiatan REDD+ mengakui dan menghormati hak yang dimiliki masyarakat adat maupun komunitas 16

3.3Kegiatan REDD+ harus berkontribusi dalam mempertahankan atau memperkuat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat adat dan lokal, dengan berbagi keuntungan secara adil dengan mereka, termasuk untuk generasi yang akan datang. 3.3.1 Kebijakan, rencana dan/atau program tidak boleh berdampak pada marjinalisasi kelompok tertentu dalam masyarakat karena adanya keterbatasan akses dan kendali atas sumber daya alam, modal maupun pengetahuan. 3.3.2 Mekanisme yang terdokumentasi atas distribusi keuntungan yang adil diantara masyarakat adat dan penduduk lokal yang terpengaruh serta bukti implementasi yang bisa ditunjukkan. lokal baik yang berdasarkan hukum negara, hukum adat maupun kesepakatan lainnya (Pemerintah) 4.2.3 Adanya upaya penguatan hukum bagi hak masyarakat adat dan lokal atas tanah, wilayah dan sumber daya alam baik melalui kesepakatan multi-pihak maupun peraturan dan kebijakan pemerintah 4.2.4 Adanya proses yang aktif di tingkat pelaksana untuk memfasiitasi proses pengakuan hak atas tanah yang cepat, mudah, bebas biaya melalui proses yang partisipatif 4.3 Mensyaratkan free, prior and informed consent (FPIC) atau PADIATAPA dari masyarakat adat dan komunitas lokal untuk setiap aktivitas yang berpotensi mempengaruhi hak mereka atas tanah, wilayah dan sumber daya alam 4.3.1 Kebijakan REDD+ di tingkat nasional dan daerah mendukung prinsip dan hak FPIC dari masyarakat adat dan komunitas lokal untuk semua aktivitas yang mempengaruhi hak mereka atas tanah, wilayah dan sumber daya alam (Pemerintah Pusat) 4.3.2 Kebijakan FPIC untuk masyarakat adat setidaknya mengikuti standar yang telah dicantumkan dalam Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP)(Pemerintah Pusat/Daerah) 4.3.3 Pelaksanaan REDD+ secara efektif mendiseminasikan informasi mengenai konsep hingga teknis pelaksaan FPIC kepada masyarakat adat dan komunitas lokal untuk semua aktivitas yang mempengaruhi hak mereka atas tanah, wilayah dan sumber daya alam (Pelaksana didukung diseminasi informasi oleh Pemerintah) 4.3.4 Adanya mekanisme yang disediakan bagi pemegang hak komunal(masyarakat adat dan komunitas lokal) untuk mendefinisikan proses yang terukur mengenai bagaimana mereka menjalankan FPIC, termasuk memilih perwakilan dan lembaga yang 17

3.4 Kegiatan REDD+ harus mengenali pengetahuan tradisional dan memberi kompensasi atas pemanfaatan pengetahuan tersebut secara komersial. berwenang untuk menyampaikan persetujuan maupun opsi lain yang sudah mereka sepakati 4.3.5 Adanya mekanisme yang memastikan masyarakat adat melakukan FPIC berdasarkan kebiasaan, tradisi, norma, yang mereka miliki terhadap semua aktivitas yang mempengaruhi hakhak mereka, terutama hak tradisional mereka untuk memiliki dan mengontrol tanah, wilayah dan sumber daya alam 4.3.6 Adanya upaya-upaya agar pelaksanaan REDD+ tidak mengurangi hak, kebudayaan dan berbagai praktek pengelolaan lestari oleh masyarakat 4.3.7 Adanya mekanisme bahwa pelaksanaan REDD+ tidak boleh merelokasi, memindahkan maupun menggusur warga baik secara fisik maupun ekonomi. (Pemerintah dan Pelaksana) Prinsip 5: Menghormati dan memberdayakan pengetahuan dan hak masyarakat adat dan komunitas lokal 3.4.1 Ketersediaan mekanisme atau prosedur untuk pemberian kompensasi atas pemanfaatan komersial atas pengetahuan tradisional. 5.1 Menghargai pengetahuan dan nilai-nilai tradisional yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan REDD+ 5.1.1 Adanya identifikasi secara partisipatif atas jenis-jenis kearifan tradisional yang berkaitan secara langsung maupun tidak dengan pelaksanaan REDD+ dengan memperhatikan pengetahuan kelompok yang termarginalkan 5.1.2 Adanya mekanisme yang disediakan untuk menghormati, melindungi dan memajukan pengetahuan dan nilainilai tradisional yang berkaitan dengan pelaksanaan REDD+ 5.1.3 Adanya kesepakatan bersama masyarakat untuk memastikan 18

pelaksanaan REDD+ tidak mengabaikanmaupun mengurangi pengetahuan tradisional dan nilainilai tradisional masyarakat 5.2 Melindungi akses bagi masyarakat dalam program dan proyek REDD+ dan memperkuat akses kelompok yang termarginalkan 5.2.1 Adanya kesepakatan dengan pemangku kepentingan yang menegaskan hak dan akses mereka yang sudah ada tetap dipertahankan (Pelaksana dan Pemerintah) 5.2.2 Adanya kesepakatan bersama berbagai pihak mengenai pengaturan atas aktivitasaktivitas yang diperlukan untuk menjamin pengelolaan sumber daya alam yang lestari 5.3. Menggunakan pengetahuan tradisional dan nilai-nilai kebudayaan tradisional maupun lokal dalam program maupun proyek REDD+ 5.3.1 Adanya mekanisme partisipasi dalam pelaksanaan skenario pengurangan emisi peningkatan dan penyerapan stok karbon termasuk dimungkinkannya penerapan pengetahuan dan nilainilai tradisional maupun lokal dalam perencanaan, pelaksanaan hingga pemantauan pelaksanaan REDD+ 5.3.2 Adanya upaya dan kebijakan yang mengidentifikasi pola-pola pengetahuan tradisional dalam pengurangan emisi, peningkatan dan penyerapan stok karbon dan mempertimbangkan pengetahuan kelompok yang termarginalkan (Pemerintah) 5.3.3 Adanya perlindungan terhadap pengetahuan tradisional masyarakat yang digunakan dalam pengurangan emisi, peningkatan dan penyerapan stok karbon 19

5.3.4 Adanya kebijakan yang mengakomodasi pengetahuan tradisional dalam berbagai bentuk pengelolaan sumber daya alam termasuk kehutanan dan lahan gambut (Pemerintah) Prinsip 4 Cancun Agreement Partisipasi para pihak secara penuh dan efektif, khususnya masyarakat adat dan masyarakat lokal SIS-REDD+ PRISAI Prinsip 4: Efektivitas dari Partisipasi Para pihak Kegiatan REDD+ harus secara proaktif dan transparan mengidentifikasi para pihak yang relevan dan melibatkan mereka dalam proses perencanaan dan pemantauannya. 4.1 Entitas yang bertanggungjawab untuk kegiatan REDD+ akan berkoordinasi dengan pihak yang berwenang yang sesuai untuk mengidentifikasi para pihak yang relevan, dan kemudian melibatkan para pihak ini dalam seluruh proses perencanaan, dan memastikan bahwa proses tersebut disetujui/diketahui oleh para para pihak. 4.1.1 Ketersediaan daftar para pihak yang terlibat. 4.1.2 Proses yang terdokumentasi dari perjanjian dengan para pihak. 4.1.3 Bukti yang terdokumentasi dari persetujuan perencanaan dan pemantauan yang melibatkan para pihak yang relevan. Prinsip 6: Partisipasi penuh, efektif dan berkeadilan gender dari semua pemangku kepentingan 6.1 Mekanisme yang menjamin partisipasi yang penuh dan efektif dari semua pemangku kepentingan yang terkait dengan program maupun proyek REDD+ 6.1.1 Adanya mekanisme maupun panduan partisipasi bagi pemangku kepentingan termasuk mekanisme khusus yang menjamin keterlibatan penuh dan efektif dari perempuan dalam berbagai tahapan pelaksanaan REDD+ termasuk persiapan, implementasi dan benefit sharing (Pelaksana dan Pemerintah) 6.1.2 Adanya kebijakan dan mekanisme affirmatif yang mendukung komunitas yang ingin melaksanakan REDD+ dan mekanisme affirmatif bagi komunitas yang termarginalkan dalam pelaksanaan REDD+ 6.1.3 Ada desain peningkatan kapasitas para pihak untuk bisa berpartisipasi secara efektif dalam kegiatan yang terkait perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi aktivitas REDD+ 6.1.4 Adanya mekanisme yang memungkinkan perbaikan atas panduan partisipasi berdasarkan masukan yang diterima dari berbagai pemangku kepentingan 20

4.2 Diterapkan pada tingkat tapak, kegiatan REDD+ harus memiliki prosedur atau mekanisme untuk menyelesaikan masalah/keluhan dan perselisihan. 4.2.1 Ketersediaan dari rekaman/catatan dan masalah/keluhan, termasuk proses penyelesaiannya. 4.2.2 Bukti yang terdokumentasi bahwa mekanisme resolusi yang berfungsi tetap berlaku 1.2.3 Bukti dari penggunaan aktif prosedur atau mekanisme yang layak untuk menyelesaikan konflik dan masalah. 6.2 Mengidentifikasi semua pemangku kepentingan yang terkait dengan program maupun proyek 6.2.1 Adanya identifikasi secara partisipatif atas semua pihak yang berkepentingan dengan pelaksanaan REDD+ terutamamasyarakat adat dan kelompok yang termarginalkan (perempuan, minoritas) dan komunitas lain yang potensial terkena dampak pelaksanaan REDD+ 6.2.2 Adanya mekanisme yang fleksibel, jelas dan tegas dalam membuka ruang partisipasi dari pemangku kepentingan yang terlewatkan dalam identifikasi awal pemangku kepentingan Kriteria : 6.3 Mempunyai mekanisme pemantauan dan evaluasi pelaksanaan partisipasi yang terintegrasi dalam program dan proyek REDD+ 6.3.1 Adanya kebijakan dan kelembagaan pemantauan dan evaluasi ataspartisipasi yang terintegrasi dalam pelaksanaan REDD+ dan berjalan secara reguler (Pemerintah dan Pelaksana) 6.3.2 Adanya mekanisme pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan partisipasi yang melibatkan perwakilan masingmasing pemangku kepentingan maupun pemantau eksternal 6.3.3 Adanya upaya untuk melakukan perubahan dalam pelaksanaan partisipasi REDD+ dengan mengacu pada review independen maupun masukan pihak-pihak terkait 6.3.4 Adanya kebijakan maupun mekanisme yang jelas untuk mengakomodasi hasil review independen atas pelaksanaan partisipasi REDD+ (Pemerintah& Pelaksana) 6.4 Memastikan pengakuan dan pemenuhan 21

hak-hak perempuan terpenuhi dalam pelaksanaan REDD+ 6.4.1 Adanya mekanisme pelibatan perempuan yang mempertimbangkan usulan perempuan sendiri dan sensitif kelas 6.4.2 Adanya mekanisme yang memastikan perimbangan komposisi gender dalam berbagai pelaksanaan REDD+ 6.4.3 Adanya konsultasi khusus yang difasilitasi untuk perempuan dalam berbagai tahapan Kegiatan yang akan dilaksanakan 6.4.4 Adanya mekanisme memastikan keterlibatan perempuan secara penuh dalam mekanisme monitoring untuk memperhitungkan resiko dan manfaat yang akan ditimbulkan oleh Kegiatan 6.4.5 Adanya mekanisme yang menjamin peningkatan kapasitas kelompok perempuan untuk berpartisipasi penuh dalam pelaksanaan REDD+ Prinsip 7: Manfaat REDD+ dibagi secara adil ke semua pemegang hak dan pemangku kepentingan yang relevan 7 Kriteria 7.1 Menghubungkan antara kontribusi positif pemangku kepentingan dalam pengurangan emisi, penyimpanan dan penyerapan karbon dengan skema pembagian benefit 7.1.1 Adanya aturan mengenai distribusi benefit dan mekanisme penyalurannya yang berbasis pada kontribusi positif dan kelayakan pemangku kepentingan REDD+ (Pemerintah ) 7.1.2 Adanya skema pembagian benefit secara partisipatif yang mengacu pada kontribusi kolektif para pemangku kepentingan terhadap pengurangan, penyerapan dan penyimpanan karbon Kriteria 7.2 Transparansi potensi pendapatan, resikoresiko dan pembagian benefit 7 Sebagian dari Prinsip, Kriteria dan Indikator ini relevan dengan Prinsip 1 Cancun Agreement. 22

pelaksanaan REDD+ 7.2.1 Ada kebijakan yang secara jelas mengatur jenis manfaat dan model pembagian benefit pelaksanaan REDD+ (Pemerintah) 7.2.2 Adanya gambaran umum potensi pendapatan dan resiko pelaksanaan REDD+ yang dibuka ke publik terutama pemangku kepentingan yang terkait 7.2.3 Adanya mekanisme yang transparan, partisipatif, efektif dan efisien dibentuk untuk menjamin tanggung jawab dan pembagian benefit REDD+ yang adil di antara pemegang hak dan pemangku kepentingan yang relevan Kriteria 7.3 Pemantauan yang transparan dan partisipatif atas resiko dan distribusi manfaat dari pelaksanaan REDD+ 7.3.1 Adanya kebijakan mengenai pemantauan distribusi manfaat REDD+ termasuk lembaga yang melakukan pemantauan (Pemerintah) 7.3.2 Adanya kebijakan dan kelembagaan untuk merespons keberatan pihakpihak yang relevan yang berkaitan dengan proses kesepakatan maupun perhitungan resiko dan manfaat serta distribusinya ke para pihak (Pemerintah) Kriteria 7.4 Memastikan status hak atas karbon dari pemangku kepentingan terkait Indikator 7.4.1 Adanya identifikasi dan terinformasikannya stok, pengurangan emisi dan serapan karbon secara berkala dari hutan yang dikuasai, dimiliki, digunakan atau diperoleh, diakses oleh berbagai pihak terutama masyarakat adat dan komunitasl lokal (Pelaksana dan Pemerintah) 7.4.2 Adanya upaya agar pelaksanaan REDD+ menjamin keberlanjutan hak atas karbon berbagai pihak terutama masyarakat adat dan lokal 7.4.3 Adanya kebijakan maupun inisiatif pelaksanaan REDD+ yang menjamin 23

bahwa hak atas karbon diakui berdasarkan kontribusi positif dari masyarakat atas pengelolaan maupun akses terhadap hutan (Pemerintah) Prinsip 5 Cancun Agreement Konsisten dengan konservasi hutan alam dan keaneka-ragaman hayati, menjamin bahwa aksi REDD+ tidak digunakan untuk mengkonversi hutan alam, tetapi sebaliknya untuk memberikan insentif terhadap perlindungan dan konservasi hutan alam dan jasa ekosistem, serta untuk meningkatkan manfaat sosial dan lingkungan lainnya SIS-REDD+ Prinsip 5: Konservasi Keanekaragaman Hayati, Jasa Sosial dan Jasa Lingkungan Kegiatan REDD+ harus mengembangkan strategi efektif untuk mempertahankan, menjaga, dan mengembalikan keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem untuk manfaat sosial dan lingkungan. 5.1 Kegiatan REDD+ harus mencakup identifikasi dan penilaian dampak potensial dari aktivitas terhadap jasa sosial dan lingkungan. Penilaian harus dilakukan mengikuti skala dan intensitas dari aktivitas supaya mencukupi untuk dapat memutuskan langkah-langkah konservasi yang perlu dilakukan. 5.1.1 Ketersediaan laporan mengenai penilaian dampak pada jasa sosial dan lingkungan. 5.1.2 Rencana tata kelola dan pemantauan untuk mempertahankan jasa sosial dan lingkungan harus tersedia. PRISAI Prinsip 8: Mendukung keanekaragaman hayati, perlindungan hutan alam dan jasa lingkungan 8.1 Mengembangkan dan meningkatkan mekanisme perlindungan dan pemanfaatan lestari terhadap keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan secara partisipatif 8.1.1 Adanya identifikasi keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan termasuk identifkasi bentuk-bentuk pemanfaatan dan nilai tambah keanekagaragaman hayati, jasa lingkungan dan hutan oleh masyarakat 8.1.2 Adanya mekanisme maupun kebijakan yang memastikan mekanisme perlindungan terhadap keanekaragaman hayati, jasa-jasa lingkungan secara partisipatif (Pemerintah) 8.1.3 Adanya mekanisme yang mengukur kinerja pelaksanaan REDD+ dalam perlindungan keanekaragaman hayati termasuk ukuran-ukuran akses pemanfaatan secara berkelanjutan atas keragaman hayati, jasa lingkungan dan hutan oleh berbagai pemangku kepentingan 8.1.4 Adanya mekanisme yang mengakomodasi kearifan lokal maupun adat untuk memperkuat 24

perlindungan terhadap keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan 5.2 Kegiatan REDD+ harus mencakup identifikasi dan penilaian dampak terhadap keanekaragaman hayati dan mengembangkan strategi untuk mengimplementasikan pengelolaan keanekaragaman hayati untuk memastikan konservasi dan perlindungannya. 5.2.1 Rekaman/catatan dari spesies yang terancam punah, langka, mengancam, dan endemik harus tersedia. 5.2.2 Ketersediaan rencana pengelolaan keanekaragaman hayati 5.2.3 Bukti implementasi yang konsisten dari rencana pengelolaan keanekaragaman hayati 5.2.4 Bukti dari penginderaan jarak jauh bahwa unit REDD+ telah mencegah konversi hutan alam seperti yang diatur dalam peraturan pemerintah Indonesia. 8.2 Melindungi intact forest landscape dan konservasi 8.2.1 Adanya identifikasi hutan alam yang masih utuh dan kawasan konservasi termasuk kawasan bernilai konservasi tinggi (Pemerintah) 8.2.2 Adanya kebijakan yang menghubungkan bentangan hutan alam yang masih utuh maupun terfragmentasi dalam rencana kelola komprehensif dan terintegrasi dalam pelaksanaan REDD+(Pemerintah) 8.2.3 Adanya rencana pengelolaan wilayah REDD+ yang memasukan kawasan bernilai konservasi tinggi 8.2.4 Adanya mekanisme yang menjamin REDD+ tidak memberi insentif bagi konversi hutan alam dan lahan gambut (Pemerintah dan Pelaksana) Prinsip 6 Cancun Agreement Aksi untuk menangani resiko-balik (reversals) SIS-REDD+ Prinsip 6: Resiko balik Kegiatan REDD+ harus mengurangi resiko balik melalui cara yang sesuai dengan skala dan konteks, dengan penekanan pada tindakan subnasional dan inisiatif kebijakan tingkat nasional. 6.1 Tergantung pada skala dan konteks, kegiatan REDD+ harus menetapkan resiko dari ancaman internal maupun eksternal untuk cadangan karbon dan pemeliharaan hutan, dan mengembangkan rencana mitigasi untuk mengatasinya. 6.1.1 Ketersediaan dari penilaian resiko untuk tapak atau wilayah kegiatan REDD+, yang meliputi penilaian terhadap resiko kebakaran hutan, perambahan, penebangan ilegal, dan dampak eksternal lainnya. PRISAI Prinsip 9: Aksi untuk menangani resiko balik 9.1 Pembatasan pemanfaatan yang sifatnya eksploitatif dan memastikannya konsisten dengan upaya perlindungan hutan 9.1.1 Menyediakan skenario pencegahan resiko balik di tingkat tapak antara lain kebakaran hutan, penebangan yang merusak, pencurian sumber daya hutan 25