BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERNIKAHAN AWAL

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Perkawinan. Menurut Aqmalia dan Fakhrurrozi (2009) menjelaskan bahwa per kawinan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan juga memerlukan penyesuaian secara terus-menerus. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERILAKU PASANGAN DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

SUSI RACHMAWATI F

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian survei, karena penelitian ini disajikan dengan angka-angka dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebahagiaan merupakan keadaan psikologis yang ditandai dengan tingginya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

memberi-menerima, mencintai-dicintai, menikmati suka-duka, merasakan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk penelitian korelasi yang melihat Hubungan

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan selalu dianggap sebagai hal yang memuaskan dan berharga, namun dalam sebuah hubungan baik itu perkawinan maupun hubungan

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga merupakan lembaga sosial bersifat universal, terdapat di semua

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN Endang Pudjiastuti, dan 2 Mira Santi

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan dibidang akademik. Dalam dunia mahasiswa mengalami

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. sebuah hubungan keluarga. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Desa setempat:

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

BAB I PENDAHULUAN. Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu fase penting dalam. seseorang. Menurut Olson & DeFrain yang dikutip oleh Rini (2009) perkawinan

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PENDAHULUAN. A. Latar belakang. adat ( kebiasaan ), tujuan gaya hidup dan semacamnya.

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara sosial, biologis maupun psikologis. Hal ini sejalan dengan Wardhani (2012) yang mengatakan bahwa perkawinan adalah bersatunya dua orang menjadi satu kesatuan yang saling membutuhkan, memberikan dukungan dan kesemuanya diwujudkan dalam kehidupan yang dinikmati bersama. Hanurawan (2010) menyatakan bahwa manusia pada dasarnya memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki. Kebutuhan untuk memiliki tersebut diwujudkan melalui kehidupan perkawinan, kebutuhan dasar untuk saling memiliki dalam perkawinan terwujud dalam hubungan dekat, saling mendukung, dan hubungan stabil antara suami dan istri. Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini dimaksudkan, bahwa perkawinan itu hendaknya berlangsung seumur hidup dan tidak boleh berakhir begitu saja. Pembentukan keluarga yang bahagia dan kekal itu, haruslah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Penjelasan UU No.1 Tahun 1974 pasal 1 dalam Walgito, 2002). 1

2 Pada kenyataannya tidak semua pasangan mampu menjalani kehidupan perkawinan sesuai dengan yang diharapkan, Wismanto (2012) mengatakan tidak semua perkawinan memuaskan atau mendatangkan kebahagiaan. Salah satu dari sebagian pasangan perkawinan mementingkan kepuasaan diri sendiri, tidak bersedia memperhatikan bahkan tidak bersedia berkorban demi pasangannya, dan akhirnya perkawinan mereka ditutup dengan perceraian. Berdasarkan data yang diperoleh dari Pengadilan Tinggi Agama Provinsi Riau yang didasarkan pada putusan akhir, angka perceraian yang terjadi pada tahun 2011 adalah sebanyak 9.776 kasus, angka perceraian pada tahun 2012 sebanyak 10.321 kasus, sedangkan angka perceraian pada tahun 2013 makin meningkat menjadi 11.316 kasus. Ini menunjukkan bahwa angka perceraian yang terjadi di Riau mengalami peningkatan dari tiga tahun terakhir. Angka perceraian yang meningkat dari tahun ke tahun merupakan suatu masalah yang terus berkembang dan mulai dianggap sepele oleh masyarakat kita, padahal perceraian itu dapat merusak kesakralan dan tujuan dari perkawinan itu sendiri. Penyebab perceraian tersebut antara lain karena ketidakharmonisan rumah tangga dari tiga tahun terakhir meningkat yaitu pada tahun 2011 sebanyak 2.725 kasus, pada tahun 2012 sebanyak 3.004 kasus, pada tahun 2013 sebanyak 3.282 kasus. Penyebab selanjutnya yang juga mengalami peningkatan adalah ekonomi keluarga pada tahun 2011 sebanyak 920 kasus, pada tahun 2012 sebanyak 1.077 kasus, dan pada tahun 2013 sebanyak 1.132 kasus, dan tidak ada tanggung jawab menunjukkan angka yang tinggi meskipun terjadi penurunan pada tahun terakhir yaitu sebanyak 2.593 kasus pada tahun 2011, 2.670 kasus pada tahun 2012, 2.442

3 kasus pada tahun 2013. Oleh karena itu diperlukan penyesuaian perkawinan pada pasangan suami istri. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari adanya perceraian, karena pasangan yang usia muda dan usia pernikahannya muda lebih rentan terhadap konflik dan memiliki pengendalian emosi yang masih belum cukup baik. Menurut Walgito (dalam Riyanto, 2012) tahun awal perkawinan ( early years) mencakup kurang lebih 10 tahun pertama perkawinan. Masa ini merupakan masa perkenalan dan masa penyesuian diri bagi kedua belah pihak, pasangan suami istri berusaha untuk saling mengenal, menyelesaikan sekolah atau memulai karir, merencanakan kehadiran anak pertama serta mengatur peran masing-masing dalam menjalani hubungan suami istri. Tahun-tahun pertama biasanya sangat sulit untuk dilalui karena pasangan muda ini tidak dapat mengantisipasi ketegangan atau tekanan yang mungkin timbul. Hurlock (2004 ) mengatakan bahwa awal perkawinan 1-5 tahun merupakan masa-masa rawan karena masa penyesuaian yang dilakukan meliputi penyesuaian peran yang dijalani oleh masing-masing pasangan, tanggung jawab, serta penyesuaian tersebut mencegah kebingungan dan rasa cemas. Hal tersebut dikarenakan pengalaman bersama belum banyak (Clinebell & Clinebell, 2005). Penyesuaian pada usia awal perkawinan ini, tidak hanya pada pasangan suami istri tetapi juga dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan keluarga besar pasangan (Duvall, 1977). Oleh karena itu, tahun-tahun pertama perkawinan pada umumnya dirasakan sulit karena individu diharapkan dapat saling mengerti satu sama lain. Selain itu, perkawinan merupakan hal baru bagi individu yang

4 penuh dengan keinginan dan harapan dari pasangan berkaitan dengan rumah tangga yang akan dijalani bersama. Biasanya pasangan baru sering mengalami ketegangan emosional, konflik dan perpecahan karena keduanya sedang dalam proses penyesuaian. Penyesuaian perkawinan adalah suatu sikap bertoleransi antara individu dan pasangannya yang masing-masing harus rela berkorban dari kepentingan pribadi untuk kepentingan bersama (Rachmawati & Mastuti, 2013). Pentingnya penyesuaian perkawinan tidak terlepas dari harapan individu terhadap pasangannya, keduanya dapat saling memahami kekurangan dan kelebihan pasangan termasuk dalam proses pencapaian kebutuhan dasar seperti pasangan tidak lagi malu-malu untuk mengekspresikan cinta, keromantisan, dan harapan terhadap hubungan dimasa depan (Spanier, 1976). Pasangan yang usianya muda lebih rentan terhadap konflik dan memiliki pengendalian emosi yang masih belum cukup baik. Tidak jarang pernikahan yang dilakukan oleh pasangan usia muda belum sempurna dalam pencapaian keberhasilan rumah tangga. Menurut Ahmad (2011) rendahnya kualitas keluarga yang dihasilkan pasangan usia muda disebabkan karena belum matangnya kondisi emosional dan pemikiran pasangan, sehingga tidak mampu stres dan amarah. Pasangan usia muda juga belum dapat mengatur masalah keuangan, kesehatan, rencana masa depan untuk anak dan tanggung jawab sebagai suami atau istri. Hurlock (2002) mengatakan bahwa pentingnya penyesuaian dan tanggung jawab sebagai suami atau istri dalam sebuah perkawinan akan berdampak pada keberhasilan hidup berumah tangga. Keberhasilan dalam hal ini mempunyai

5 pengaruh yang kuat terhadap adanya kepuasan perkawinan, mencegah kekecewaan dan perasaan-perasaan bingung, sehingga memudahkan seseorang untuk menyesuaikan diri dalam kedudukannya sebagai suami atau istri dan kehidupan lain diluar rumah tangga. Kepuasan perkawinan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan perkawinannya. Hal ini berkaitan dengan perasaan bahagia yang pasangan rasakan dari hubungan yang dijalani. Kepuasan perkawinan berhubungan dengan bagaimana pasangan menilai kualitas perkawinannya. Penilaian ini merupakan gambaran subjektif mengenai apakah hubungan perkawinan tersebut baik, membahagiakan atau memuaskan (Aqmalia, 2009). Keberhasilan individu dalam meraih kepuasan dalam perkawinan tidak terlepas dari adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri dan adanya kesediaan waktu yang mereka habiskan bersama sehingga dapat saling berbagi dan menerima luapan emosi mereka. Selain itu perlu adanya penyelesaian yang baik dalam setiap konflik yang terjadi akibat kurangnya keterbukaan baik mengenai ekonomi maupun keterbukaan dalam berhubungan seks. Keberadaan keyakinan beragama dalam diri individu juga merupakan bagian yang membantu mengatasi masalah yang timbul karena keyakinan beragama dan beribadah cenderung memberikan kesejahteraan secara psikologis. Perkawinan yang berhasil adalah perkawinan yang suami dan istri dapat menjaga interaksi antar keduanya dan lingkungan disekitar mereka serta menyesuaikan diri atas peran baru dalam

6 kehidupan perkawinan baik itu menjadi seorang suami,istri maupun menjadi orang tua (Hurlock, 2002). Pasangan suami istri perlu belajar menyesuaikan diri untuk menghadapi transisi dalam kehidupan mereka untuk menjalani kehidupan berkeluarga. Penyesuaian diri tidak berarti yang satu harus mengubah diri untuk disesuaikan dengan yang lain, melainkan adanya pengertian dan toleransi terhadap perbedaanperbedaan yang ada pada diri suami atau istri sehingga dengan penuh kesadaran dapat dilakukan usaha untuk menyelaraskan hubungan mereka (Nainggolan, 2003). Kondisi ini sejalan dengan hasil penelitian Anjani & Suryanto (2006) mengenai faktor penghambat yang mempersulit penyesuaian perkawinan adalah baik suami maupun istri tidak dapat menerima perubahan sifat dan kebiasaan di awal pernikahan. Hal tersebut tercermin pada bagaimana pasangan menyikapi perubahan, perbedaan, pola penyesuaian yang dimainkan dan munculnya hal-hal baru dalam perkawinan, yang dirasa kurang membawa kebahagiaan hidup dalam berumah tangga, ketidakbahagiaan yang dirasakan masing-masing pasangan, membuat pasangan suami istri merasa gagal dalam menyesuaikan diri satu sama lain. Kegagalan pasangan dalam mempertahankan perkawinan diakibatkan karena tidak terpenuhinya kepuasan yang dirasakan pasangan dalam menjalani kehidupan perkawinannya. Ketidakpuasan itu muncul akibat pasangan tidak mampu menyelesaikan konflik yang terjadi dalam rumah tangga. Hal ini disebabkan karena tidak adanya penyesuaian perkawinan yang baik yang

7 dilakukan oleh pasangan, terlebih lagi bagi pasangan yang usia pernikahannya muda. Jadi dapat disimpulkan bahwa penyesuaian perkawinan berpengaruh terhadap kepuasan perkawinan. Individu dengan penyesuaian diri dalam perkawinan yang tinggi akan mendapatkan kepuasan perkawinan yang tinggi, begitu pula dengan sebaliknya. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: Hubungan antara Penyesuaian Perkawinan dengan Kepuasan Perkawinan B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut Apakah terdapat hubungan yang positif antara penyesuaian perkawinan dengan kepuasan perkawinan? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara penyesuaian perkawinan dengan kepuasan perkawinan. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa manfaat teoristis dan manfaat paraktis sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini untuk menambah referensi terutama psikologi perkembangan, khususnya psikologi perkawinan yang menjelaskan tentang penyesuaian perkawinan dan kepuasan perkawinan.

8 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang konstribusi variabel hubungan penyesuaian perkawinan dengan kepuasan perkawinan. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti untuk pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya serta pengembangan konsep dan teori dalam perkembangan ilmu psikologi. E. Keaslian Penelitian Sebelum penelitian ini dilakukan, sudah ada penelitian yang juga meneliti tentang penyesuaian pernikahan. Penelitian sebelumnya oleh Sitompul (2008) yaitu Perbedaan Penyesuaian Perkawinan Pada Wanita Dewasa Dini Yang Bekerja Dan Tidak Berkerja. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif komparatif yang mencoba untuk mengetahui perbedaan penyesuaian perkawinan pada wanita dewasa dini yang bekerja dan tidak bekerja. Kriteria keberhasilan penyesuaian yaitu kebahagiaan suami istri, kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat, kebersamaan, penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan, dan penyesuaian yang baik dari pihak keluarga. Bagi wanita bekerja dan tidak bekerja diketahui memiliki peran berbeda setelah memasuki tahap perkawinan. Dewi (2009) dalam penelitiannya Hubungan Antara Penyesuaian Diri dalam Perkawinan Dengan Kepuasan Dalam Perkawinan Pada Wanita Yang Bekerja. Penelitian dilakukan di Yogyakarta dengan subjek penelitiannya

9 sebanyak 52 orang, subjek berusia minimal 20 tahun dan maksimal 40 tahun, subjek telah menikah dan bekerja dengan usia perkawinan 1-10 tahun. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif antara penyesuian diri dalam perkawinan dengan kepuasan dalam perkawinan pada wanita yang bekerja. Penlitian lainnya dilakukan oleh Nainggolan (2003) Hubungan Antara Penyesuaian diri pada Perkawinan dan Kepuasan Perkawinan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penyesuaian diri pada perkawinan dan kepuasan perkawinan. Penelitian ini dilakukan di Yogyakarta dengan subjek penelitian pasangan suami istri sebanyak 50 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang positif antara penyesuaian perkawinan dengan kepuasan perkawinan. Pramesty (2006) dengan penelitiannya Deskripsi Penyesuaian Pasangan yang Mengalami Kepuasan di Tahun-Tahun Awal Perkawinan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan subjek penelitian sebanyak 5 orang, penelitian di lakukan di Yokyakarta dan Solo. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan perkawinan di tahun-tahun awal perkawinan pasangan suami istri melakukan proses penyesuian diri secara sehat. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang menghubungkan antara Penyesuaian Perkawinan dengan Kepuasan Perkawinan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan adalah dengan menggunakan subjek pada pasangan suami istri yang menikah dibawah usia 25 tahun dengan usia perkawinan 1-10 tahun, hal ini disebabkan usia dibawah 25 tahun individu masih belum matang pengendalian emosinya, masih mementingkan diri sendiri.

10 Kemudian peneliti akan mengontrol usia perkawinan 1-10 tahun, dikarenakan usia ini di pandang rentan terhadap konflik yang terjadi dalam rumah tangga sehingga memicu terjadinya perceraian. Penelitian ini dilakukan di Kota Pekanbaru Riau dimana tempat ini belum pernah dijadikan tempat penelitian serupa sebelumnya