BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan peraturan daerah (Sutaryo, Sutopo dan Wijaya, 2014). Undang-Undang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai awal dalam rangkaian penelitian ini, pada bab I menjelaskan latar

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran dan ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang

BAB II LANDASAN TEORI

KEPATUHAN PADA PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 92 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERN GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Terjadinya krisis pada tahun 1996 merupakan faktor perubahan

- 1 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 46 / PMK.02 / 2006 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH MENTERI KEUANGAN,

PEMERINTAH KOTA BLITAR

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Otonomi Daerah di Pemerintahan Indonesia, sehingga setiap

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 30 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BANDUNG BARAT

WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan. 11/PMK.07/ Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI MALUKU TENGGARA

PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dalam perwujudan good government governance di Indonesia

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Keberhasilan penetapan anggaran secara tepat waktu dipengaruhi oleh pihakpihak

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN BANYUMAS TAHUN ANGGARAN 2011

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

);86raa KEUANGAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 45/PMK.02/2006 TENTANG

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal. daerah, yang dikenal sebagai era otonomi daerah.

Pemerintah Kota Tangerang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun tentang Keuangan Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

RARANCANGAN) (Disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PIHAK KETIGA

BAB I PENDAHULUAN. 2004) tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Mustikarini, 2012).

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran, terhitung

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 pasal

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tidak dapat dibendung dan

BUPATI WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA BADAN USAHA MILIK DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Selama ini pemerintahan di Indonesia menjadi pusat perhatian bagi

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 Pendahuluan L IHA PEMILIHAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 37/M-DAG/PER/9/

BAB I PENDAHULUAN. melalui laporan keuangan pemerintah daerah yang digunakan sebagai dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. akuntabilitas adalah transparansi (UNDP, 2008). Hal ini sejalan dengan Undang-

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. SPIP. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BAB1 PENDAHULUAN. Salah satu agenda reformasi adalah desentralisasi keuangan dan. otonomi daerah sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang (UU) No.

SATUAN PEMERIKSAAN INTERN PADA BADAN LAYANAN UMUM. Muhadi Prabowo Widyaiswara Madya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

BAB I PENDAHULUAN. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN ANGGARAN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 10 TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244) sebagaimana t

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 1 TAHUN 2014

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 PERMENDAGRI NOMOR 39 TAHUN 2012 PERMENDAGRI NOMOR 14 TAHUN 2016

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN PURWOREJO TAHUN ANGGARAN 2013

WALIKOTA KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiriurusan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 51 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL KEUANGAN DAERAH TAHUN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG

TULISAN HUKUM. Transparansi-dan-Akuntabilitas-Pengelolaan. m.tempo.co

BAB 1 PENDAHULUAN. pertahun. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 menggantikan Undang-Undang

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

BAB I P E N D A H U L U A N

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah (Sutaryo, Sutopo dan Wijaya, 2014). Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 yang merupakan pengganti Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 adalah undang-undang yang mengatur tentang pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia. Pemberlakuan otonomi daerah telah memberikan pemerintah daerah peluang yang lebih besar untuk mengoptimalkan potensi sumber daya manusia, dana maupun kekayaan lainnya (Adi, 2012). Kebijakan otonom juga dimaksudkan agar pemerintah daerah dapat mengelola keuangan daerahnya masing-masing. Salah satu aspek penting dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah masalah APBD (Winarna dan Murni, 2007). APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yang terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember (Bastian, 2008). Dengan demikian, APBD menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Fungsi ini menjadikan APBD penting karena kegiatan pemerintah daerah tidak dapat dilaksanakan jika tidak direncanakan dan dicantumkan dalam APBD. Oleh karena fungsi APBD yang sangat penting dalam pengelolaan keuangan daerah, maka proses penyusunan APBD seharusnya menjadi lebih baik dan tepat waktu.

2 Penetapan APBD harus dilakukan tepat waktu agar program kegiatan dan pembangunan yang direncanakan terealisasi pada tahun anggaran sehingga pemberian pelayanan publik terhadap masyarakat dapat berjalan dengan lancar (keuda.kemendagri.go.id, Agustus 2013). Penetapan APBD diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 22 Tahun 2011 tentang pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun anggaran 2012, bahwa penetapan APBD 2012 paling lambat tanggal 31 Desember 2011. Namun demikian, fenomena yang terjadi pemerintah daerah belum mampu memenuhi tenggat waktu sebagaimana diatur di atas. Tercatat pada tahun anggaran 2012, terdapat 234 kabupaten dan kota yang mengalami keterlambatan dalam menetapkan APBD dan tahun anggaran 2013 terdapat 185 kabupaten dan kota yang mengalami keterlambatan (keuda.kemendagri.go.id, Agustus 2013). Selain itu, pada tahun anggaran 2012, terdapat 16 kabupaten yang menetapkan APBD terlambat dan dikenakan sanksi penundaan dana perimbangan dan terdapat 16 kabupaten dan satu kota dikenakan sanksi penundaan dana perimbangan pada tahun 2013 (keuda.kemendagri.go.id, Agustus 2013). Kenyataan akan pemerintah daerah yang terlambat menetapkan APBD ini menunjukkan lemahnya kondisi pengelolaan keuangan daerah di Indonesia karena menurut Kementerian Dalam Negeri, salah satu indikator utama untuk mengukur kinerja pengelolaan keuangan daerah adalah ketepatwaktuan dalam penetapan APBD. Fenoma ini tentunya menarik untuk dikaji secara lebih mendalam dalam penelitian. Keterlambatan penetapan APBD ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kurang harmonisnya hubungan eksekutif dan legislatif, pengaruh dari

3 karakteristik yang dimiliki oleh eksekutif dan legislatif sebagai penyusun APBD serta faktor komitmen yang belum memadai (Wangi dan Ritonga, 2010). Fungsi APBD adalah sebagai perencanaan sekaligus dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran, terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember (Bastian, 2008). Hal ini berarti bahwa semua kegiatan di pemerintah daerah tidak dapat dilaksanakan apabila tidak direncanakan dalam APBD. Pemerintah dan DPRD merupakan lembaga yang membahas dan memberikan persetujuan atas rencana keuangan Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam APBD. APBD yang sudah selesai dibuat kemudian ditetapkan dalam peraturan daerah. Permendagri 2006 pasal 15 menyatakan bahwa penyusunan APBD disesuaikan dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah yang mana dokumen ini berfungsi sebagai otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi dan stabilisasi. Dengan demikian fungsi APBD sangat penting dalam pengelolaan keuangan pemerintah daerah. Mengingat pentingnya APBD dalam pemerintah daerah, maka dalam proses penyusunan APBD seharusnya tepat waktu. Namun demikian, sampai dengan tahun 2013 banyak pemerintah daerah yang mengalami keterlambatan dalam penetapan APBD. Sebagai contoh, pada tahun 2011 bahwa hanya 161 (32%) pemerintah daerah yang dapat melakukan penetapan APBD secara tepat waktu. Demikian juga pada tahun 2012, dari 503 pemerintah kabupaten/kota, hanya 257 (51%) saja yang dapat memenuhi tenggat waktu penetapan APBD, sementara sisanya sebesar 246 provinsi (49%) tidak

4 tepat waktu. Pada tahun 2013, dari 508 pemerintahan kabupaten/kota, hanya 306 (60%) pemerintahan kabupaten/kota yang dapat menyelesaikan dokumen APBD, tepat pada waktunya. Sementara, ada 202 (40%) lainya tidak mampu memenuhi waktu penetapan APBD. Hal ini menunjukkan bahwa ketepatwaktuan penyusunan APBD belum sesuai dengan harapan pemerintah. Gambaran kondisi keterlambatan penetapan APBD pemerintah kabupaten/kota tersebut secara ringkas dapat disajikan dalam GAMBAR 1 berikut ini : Gambar 1 Penetapan APBD Pemerintah Kabupaten / Kota Tahun 2011-2013 Sumber : www.bpk.go.id. Penyusunan APBD yang tidak tepat waktu akan menyebabkan keterlambatan dalam merealisasikan program-program kegiatan dan pembangunan proyek-proyek infrastruktur pemerintah daerah. Sebagai akibat dari keterlambatan penetapan APBD ini pergerakan ekonomi pada pemerintah daerah

5 akan terhambat, karena APBD merupakan stimulus penting bagi pertumbuhan ekonomi daerah (Bastian, 2008). www.koran-sindo.com pada hari Kamis tanggal 4 Desember 2014, Direktur Jenderal (Dirjen) Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek menyatakan bahwa : Jika sampai 31 Desember ada daerah yang tak juga menetapkan Raperda APBD, sanksinya jelas yakni tidak diberikan hak-hak keuangannya selama enam bulan. Lebih lanjut, dalam UU No. 23 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) menyebutkan bahwa DPRD dan kepala daerah yang tidak menyetujui bersama Raperda tentang APBD sebelum dimulai tahun anggaran setiap tahun dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangannya. Hakhak keuangan yang melekat kepada kepala daerah, wakil kepala daerah dan anggota DPRD itu menyangkut gaji pokok, tunjangan jabatan dan tunjangan lainlain (UU Nomor 23 tahun 2004 pasal 312 ayat 2). Dari kasus tersebut diatas, diharapkan tidak ada keterlambatan dalam penetapan APBD, sehingga pergerakan perekonomian yang ada di daerah tidak terhambat dan sanksi administratif tidak dikenakan kepada kepala daerah, wakil kepala daerah dan anggota DPRD. Hal ini sesuai dengan prinsip penyusunan APBD dalam Permendagri No. 22 tahun 2011 yaitu APBD harus disusun secara tepat waktu sesuai tahapan dan jadwal. PP Nomor 60 Tahun 2008 menyatakan bahwa untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efesien, transparan, dan akuntabel, menteri/ pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/ walikota wajib melakukan

6 pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintah yaitu dengan membentuk instansi pemerintah yang berpedoman pada Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Tugas SPIP adalah melakukan pengawasan intern. Pengawasan intern merupakan seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Pada tingkat daerah instansi pengawasan yang dimaksud adalah inspektorat provinsi/kabupaten/kota. Dengan demikian karakteristik inspektorat daerah dapat mempengaruhi kinerja pemerintah daerah terkait dengan penyusunan dan Ketepatwaktuan penetapan APBD. Sutaryo dan Winarna (2013) menyatakan bahwa ketepatwaktuan penetapan APBD dipengaruhi oleh size pemerintah daerah dan ststus pemerintah daerah. Penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Suhardjanto dan Yulianingtyas (2011). Dalam penelitiannya menggunakan variabel ukuran pemerintah daerah, jumlah SKPD dan status daerah sebagai proaksi dari karakteristik pemerintah daerah. Selain itu, penelitian terdahulu mengenai ketepatwaktuan penetapan APBD pernah dilakukan oleh Sutaryo, Sutopo dan Wijaya (2014) yang menggunakan variabel status, ukuran, letak geografis, tipe dan jumlah SKPD pemerintah daerah. Sutaryo dan Darmawan (2014) menggunakan status pemerintah daerah, ukuran pemerintah daerah, latar belakang pendidikan kepala

7 daerah, umur kepala daerah, ukuran DPRD dan Komposisi DPRD sebagai variabel dalam penelitiannya. Clatworthy dan Peel (2010) menemukan bahwa kehadiran akuntan profesional dalam dewan, proporsi wanita dalam dewan, ukuran dewan dan kehadiran serta kualitas auditor berpengaruh terhadap Ketepatwaktuan laporan keuangan; Ibadin et al. (2012) menemukan Ketepatwaktuan dipengaruhi oleh audit delay sedangkan corporate governance yang digambarkan dengan komisaris independen dan ukuran dewan serta corporate attributes yang diukur dengan leverage, ukuran perusahaan profitabilitas, dan ukuran kantor audit tidak mempengaruhi Ketepatwaktuan pelaporan keuangan; Sari dan Witono (2014) menyimpulkan faktor yang mempengaruhi Ketepatwaktuan adalah kemampuan sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, dan pengendalian internal. Ketidaktepatan waktu penetapan APBD oleh Pemerintah Daerah dan implikasi bagi pengelolaan keuangan daerah di Indonesia dan ketidakkonsistenan hasil penelitian terdahulu yang dibahas secara singkat di atas, memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian kembali mengenai faktor apa saja yang berpengaruh terhadap Ketepatwaktuan penetapan APBD. Berdasarkan uraian di atas, maka judul yang diambil dalam penelitian ini adalah Karakteristik Inspektorat Daerah dan Ketepatwaktuan Penetapan APBD Pemerintah Daerah Di Indonesia.

8 B. Perumusan Masalah Ketepatwaktuan penetapan APBD sangat penting. Penyusunan APBD yang tidak tepat waktu akan menyebabkan keterlambatan dalam merealisasikan program-program kegiatan dan pembangunan pemerintah daerah. Keterlambatan penetapan APBD ini berakibat terhadap pergerakan ekonomi pada pemerintah daerah, ksrena APBD merupakan stimulus penting bagi pertumbuhan ekonomi daerah (Bastian, 2008). Hal ini terbukti pada tahun 2013 terdapat 185 kabupaten / kota di Indonesia yang tidak tepat waktu dalam penetapan APBD. Ketidaktepawaktuan penetapan APBD diduga dipengaruhi oleh karakteristik inspektorat daerah di kabupaten/ kota di Indonesia. Selain itu, hasil penelitian terdahulu yang tidak konsisten tentang size, status dan kapabilitas inspektorat daerah terhadap ketepatwaktuan penetapan APBD memotivasi peneliti untuk meneliti kembali hal tersebut. Pertanyaan penelitian yang masih penting untuk diketahui adalah sebagai berikut : 1. Apakah ukuran (size) inspektorat daerah berpengaruh positif terhadap ketepatwaktuan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)? 2. Apakah status inspektorat daerah bepengaruh positif terhadap ketepatwaktuan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)? 3. Apakah kapabilitas inspektorat daerah bepengaruh positif terhadap ketepatwaktuan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)?

9 C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain. 1. Bagi peneliti, diharapkan dapat lebih memahami pengaruh karakteristik inspektorat daerah terhadap ketepatwaktuan penetapan APBD di Indonesia. 2. Bagi pemerintah daerah, diharapkan dapat dipakai sebagai dasar atau acuan bagi pihak-pihak yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah khususnya bagian akuntansi agar mampu melaksanakan tugas dan fungsi akuntansi dengan baik yang akhirnya bermuara pada dihasilkannya APBD pemerintaah daerah yang handal dan tepat waktu. 3. Bagi Institusi pendidikan, dapat menjadi referensi bagi calon peneliti selanjutnya yang berminat melakukan penelitian menyangkut masalah yang dibahas.