AKSES PELAYANAN KESEHATAN DAN KEJADIAN MALARIA DI PROVINSI BENGKULU

dokumen-dokumen yang mirip
FOKUS UTAMA. *Loka Litbang P2B2 Baturaja Jl. A. Yani KM. 7 Kenelak Baturaja Timur 32111

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

BAB I PENDAHULUAN. Berkeadilan. Untuk mencapainya, perlu diusahakan upaya kesehatan yang bersifat

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

KARAKTERISTIK MASYARAKAT PENDERITA MALARIA DI PROPINSI BENGKULU. Rika Maya Sari, Lasbudi P. Ambarita

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Pelayanan Gigi Di Puskesmas Way Laga Kota Bandar Lampung

Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI

The Incidence Of Malaria Disease In Society At Health Center Work Area Kema Sub-District, Minahasa Utara Regency 2013

HUBUNGAN ANTARA MUTU JASA PELAYANAN KESEHATAN DENGAN KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS RANOTANA WERU

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan ekonomis (Perpres no. 72 Tahun 2012). Menurut UU no. 36 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium. Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium

Kata kunci : Malaria, penggunaan anti nyamuk, penggunaan kelambu, kebiasaan keluar malam

HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN DENGAN MINAT PEMANFAATAN KEMBALI PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS JONGAYA KOTA MAKASSAR

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil pembangunan kesehatan saat ini adalah derajat kesehatan masyarakat semakin meningkat secara bermakna, namun

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

PENGARUH FAKTOR PRILAKU PENDUDUK TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBELANG KECAMATAN TOULUAAN SELATAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

ABSTRAK. Helendra Taribuka, Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Pembimbing II : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc

Oleh: Roy Marchel Rooroh Dosen Pembimbing : Prof. dr. Jootje M. L Umboh, MS dr. Budi Ratag, MPH

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia. Sehat mencantumkan empat sasaran pembangunan

Eskalila Suryati 1 ; Asfriyati 2 ; Maya Fitria 2 ABSTRACT

ARTIKEL HUBUNGAN KEBERADAAN TERNAK DAN LOKASI PEMELIHARAAN TERNAK TERHADAP KASUS MALARIA DI PROVINSI NTT

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

mengadakan dan mengatur upaya pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

PENGARUH PENGGUNAAN KELAMBsU, REPELLENT,

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. pemecahannya harus secara multi disiplin. Oleh sebab itu, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. melalui upaya peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

Sehat berarti kondisi fisik dan mental yang normal tanpa gangguan, baik gangguan dari luar maupun dari dalam tubuh sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN POSYANDU/POLINDES PADA IBU HAMIL DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KATARAK PADA PASIEN YANG BEROBAT DI BALAI KESEHATAN MATA MASYARAKAT, KOTA MATARAM, NUSA TENGGARA BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu perhatian global karena kasus malaria yang tinggi dapat berdampak luas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh TIWIK SUSILOWATI J

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal 78-83

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) MASYARAKAT DI LINGKUNGAN VII KELURAHAN SEI SIKAMBING B MEDAN SUNGGAL

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. nyamuk yang terjadi pada suatu daerah tertentu. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2010), Kabupaten Sikka

HUBUNGAN PAPARAN MEDIA INFORMASI DENGAN PENGETAHUAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE PADA IBU-IBU DI KELURAHAN SAMBIROTO SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan

JUMAKiA Vol 3. No 1 Agustus 2106 ISSN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TENGAL ANGUS KABUPATEN TANGERANG

Kata Kunci : Tingkat Pendidikan, Pendapatan, Persepsi, Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan.

KARAKTERISTIK MASYARAKAT PENDERITA MALARIA DI PROPINSI BENGKULU

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI PUSKESMAS SUNGAI AYAK III KALIMANTAN BARAT TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. yaitu dengue shock syndrome (DSS). Kewaspadaan dini terhadap. tanda-tanda syok pada penderita demam berdarah dengue (DBD)

REVOLUSI KEBIJAKAN ONE DATA, RISKESDAS 2018 TAMPIL BEDA

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN AKSES SARANA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B (0-7 HARI) DI PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN

HUBUNGAN PERILAKU TENAGA KESEHATAN DENGAN KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS MOPUYA KECAMATAN DUMOGA UTARA KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW

DESKRIPSI MUTU PELAYANAN DAN KEPUASAN PASIEN HIPERTENSI PESERTA PROLANIS BPJS DI PUSKESMAS PATARUMAN III KOTA BANJAR

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

RELATIONSHIP BETWEEN EDUCATION AND KNOWLEDGE WITH KADARZI BEHAVIOR IN RURAL AREAS REPRESENTED BY KEMBARAN I DISTRICT

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi

Kata kunci: Hipertensi, Aktivitas Fisik, Indeks Massa Tubuh, Konsumsi Minuman Beralkohol

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat. Program PHBS telah dilaksanakan sejak tahun 1996 oleh

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BAYI. Nurlia Savitri

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia dan seluruh

Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN KAMPAR KIRI TENGAH, KABUPATEN KAMPAR, 2005/2006

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

The Association between Social Functions and Quality of Life among Elderly in Denpasar

ANALISIS PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN CARA PENCEGAHAN MALARIA DI DESA JIKO UTARA KECAMATAN NUANGAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN PADA MASYARAKAT DI DESA SENURO TIMUR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam setiap kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ABSTRACT. Keywords: Supervisory Swallowing Drugs, Role of Family, Compliance Drinking Drugs, Tuberculosis Patients ABSTRAK

Transkripsi:

AKSES PELAYANAN KESEHATAN DAN KEJADIAN MALARIA DI PROVINSI BENGKULU MALARIA CASES AND THE ACCESSIBILITY TO HEALTH FACILITY IN BENGKULU PROVINCE Rika Maya Sari*, Lasbudi P. Ambarita, Hotnida Sitorus Loka Litbang P2B2 Baturaja, Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Jl. Jend. A. Yani KM 7 Kemelak, Baturaja, OKU, Indonesia *Korespondensi Penulis : monde_cute@yahoo.com Submitted : 03-05-2013; Revised : 04-11-2013; Accepted : 13-11-2013 Abstrak Hingga saat ini malaria masih menjadi masalah masyarakat di Indonesia dan salah satunya adalah Provinsi Bengkulu. Penyakit ini tersebar luas di berbagai daerah, dengan derajat infeksi yang bervariasi. Terdapat banyak faktor yang berperan dalam penularan malaria. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara akses dengan kejadian malaria di Provinsi Bengkulu berbasis data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat. Hasil analisis menunjukkan jarak rata-rata akses pusat A (rumah sakit, Puskesmas, praktek dokter, praktek bidan) sekitar 1.766,98 meter, sedangkan ke pusat B (Posyandu, Poskesdes, Polindes) sekitar 724,24 meter. Waktu tempuh rata-rata ke pusat A adalah 17 menit 66 detik dan 11 menit 95 detik ke pusat B. Terdapat hubungan antara jarak ke pusat A dengan kejadian malaria (p<0,05; OR=1,91), ada hubungan antara jarak ke pusat B dengan kejadian malaria (p<0,05; OR=1,09), ada hubungan antara waktu tempuh ke tempat A dan kejadian malaria (p<0,05; OR=1,48), serta tidak ada hubungan antara waktu tempuh ke pusat B dan kejadian malaria. Pemerintah daerah setempat perlu memprioritaskan penyediaan fasilitas yang mudah diakses masyarakat dalam rangka meningkatkan pembangunan desa yang berkelanjutan. Kata kunci : Malaria, Akses, Bengkulu Abstract Until now, malaria is still a public health problem in Indonesia, and one of the endemic malaria is Bengkulu province. The disease is widespread in many regions, with varying degrees of infection. There are many factors that contribute to the malaria infection. This study aims to determine the association between malaria cases and the accessibility to health facility in Bengkulu province based on Riskesdas data 2007 obtained from National Institute of Health Research and Development. Data were analysed by univariate and bivariate methods. The results show the average distance to access health care center A (hospitals, public health center, dotor practice, midwife practice) of approximately 1766,98 meters, whereas is the health care center B (Posyandu, Poskesdes, Polindes) approximately 724,24 meters. The average travel time to a health care center A is 17,66 minutes and 11,95 minutes to health center B. There is association between the distance to health care center A and the incidence of malaria (p<0,05; OR=1,91), similarly the distance to the health center B (p<0,05; OR=1,09). There was association between travel time to the health service A and the incidence of malaria (p <0.05, OR = 1, 48), while there is no association between travel time to the health center B. Local government should prioritize to the provision of health care facility that easily accessible by the public to enhance sustainable rural development. Keywords : Malaria, Health Care Access, Bengkulu 158

Akses Kesehatan... (Rika Maya Sari, Lasbudi P. Ambarita, Hotnida Sitorus) Pendahuluan Meningkatnya kasus malaria ditentukan oleh banyak faktor. Perubahan tata guna tanah dan aktifitas pembangunan yang tidak terencana dengan baik terkadang malah mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan dan menguntungkan bagi perkembangbiakan nyamuk. 1 WHO juga mengemukakan bahwa rusaknya infrastruktur, perubahan iklim dan lingkungan, konflik akibat perpindahan penduduk, meningkatnya kemiskinan dan munculnya resistensi parasit terhadap obat merupakan faktor faktor lainnya dalam peningkatan kasus penyakit malaria. 2 Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, terdapat sekitar 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Diperkirakan 35% penduduk Indonesia tingaal di daerah berisiko tertular malaria. Dari 484 Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia, 338 Kabupaten/ Kota merupakan wilayah endemis malaria. Di Jawa dan Bali, masih terjadi fluktuasi dari angka kesakitan malaria yang diukur dengan Annual Parasite Incindence (API) yaitu 0,95 0 / 00 pada tahun 2005, meningkat menjadi 0,19 0 / 00 pada tahun 2006 dan menurun lagi 0,16 0 / 00 pada tahun 2007. Namun angka ini didapat dari laporan rutin, masih banyak kasus malaria yang belum terdiagnosa. Hal ini tampak dari sering terjadinya kejadian luar biasa (KLB) malaria. Jumlah penderita positif penderita positif malaria di luar Jawa Bali diukur dengan Annual Malaria Insidence (AMI) menurun dari 24,75 0 / 00 pada tahun 2005 menjadi 23,98 0 / 00 pada tahun 2003 dan menjadi 18,67 0 / 00 pada tahun 2007. 3 Provinsi Bengkulu merupakan salah satu daerah transmigrasi di luar Jawa-Bali yang merupakan daerah endemis terhadap penyakit malaria. Angka kesakitan malaria dalam bentuk AMI di Provinsi Bengkulu pada tahun 2007 sebesar 96,21 per 1000 penduduk, jauh meningkat dari tahun 2006 yang hanya sebesar 19,73 per 1000 penduduk. Hal ini disebabkan proses pelaporan kejadian yang semakin baik dan meningkatnya akses masyarakat yang terkena malaria terhadap pusat layanan yang ada. Jumlah penderita malaria klinis di Provinsi Bengkulu pada tahun 2007 sebanyak 39.530 penderita, dan yang posisitif sebanyak 11.259 (2,86%). Penderita yang diobati sebanyak 38.033 penderita (96,21%). 4 Salah satunya kabupaten endemis adalah Kabupaten Bengkulu Selatan. Dari 34 puskesmas yang ada, 19 puskesmas dinyatakan daerah endemis malaria dengan jumlah desa endemis sebanyak 170. Malaria di Kabupaten Bengkulu Selatan menduduki urutan ke-2 dari 10 urutan masalah yang diprioritaskan. Angka kesakitan malaria tersebut selama lima tahun terakhir ini memperlihatkan kecenderungan peningkatan kasus setiap bulannya. 5 Akses dan mutu yang dijadikan sebagai hasil antara, sangat berpengaruh terhadap pencapaian hasil akhir dalam pelaksanaan pembangunan bidang. Upaya dasar merupakan langkah awal yang sangat penting dalam memberikan kepada masyarakat. Dengan pemberian dasar secara tepat dan cepat, diharapkan sebagian besar masalah masyarakat sudah dapat diatasi. 5 masyarakat pada prinsipnya mengutamakan promotif dan preventif. promotif adalah upaya meningkatkan masyarakat ke arah yang lebih baik lagi dan yang preventif mencegah agar masyarakat tidak jatuh sakit agar terhindar dari penyakit. Sebab itu masyarakat itu tidak hanya tertuju pada pengobatan individu yang sedang sakit saja, tetapi yang lebih penting adalah upaya upaya pencegahan (preventif) dan peningkatan (promotif), sehingga bentuk bukan hanya Puskesmas atau Balai Kesehatan Masyarakat saja, tetapi juga bentuk-bentuk kegiatan lain, baik yang langsung kepada peningkatan dan pencegahan penyakit, maupun secara tidak langsung berpengaruh kepada peningkatan. Bentuk-bentuk tersebut antara lain berupa Posyandu, dana sehat, polindes (poliklinik desa), pos obat desa (POD), pengembangan masyarakat atau community development, perbaikan sanitasi lingkungan, upaya peningkatan pendapatan (income generating) dan sebagainya. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui gambaran akses serta hubungan antara akses dan kejadian malaria di provinsi Bengkulu. Metode Analisis lanjut ini menggunakan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007. Jenis penelitian ini adalah penelitian terapan non intervensi dengan disain potong lintang (cross sectional). Populasi riset untuk Riskesdas adalah 159

semua rumah tangga di indonesia. Sampel untuk Riskesdas adalah rumah tangga terpilih di BS (Blok Sensus) terpilih menurut sampling yang dilakukan oleh BPS untuk Susenas 2007. Seluruh anggota rumah tangga terpilih merupakan unit observasi/ pengamatan dalam rumah tangga yang akan diwawancarai menggunakan kuesioner yang telah disiapkan. Kegiatan Riskesdas di Provinsi Bengkulu dilaksanakan di seluruh kabupaten kota mulai bulan September hingga akhir Desember 2007. Kerangka pengambilan sampel (sampling frame) menggunakan blok sensus (BS) dari Badan Pusat Statistik (BPS). Cara pengambilan sampel adalah cluster sampling dengan menggunakan blok sensus BPS. Data Riskesdas yang digunakan dalam Analisis Lanjut ini adalah data keterangan anggota rumah tangga, karakteristik responden dan akses terhadap kejadian Malaria. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang telah diujicobakan terlebih dahulu. Pada akhirnya data yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah data yang telah menjalani manajemen data baik pada tingkat kabupaten, korwil (koordinator wilayah) dan telah diverifikasi pada tingkat pusat. Hasil 1. Gambaran Akses Kesehatan (Rumah Praktek, Posyandu, Poskesdas, Polindes) ke Masyarakat di Provinsi Bengkulu Akses dibagi menjadi 2 kelompok, dimana pertama (A) terdiri Rumah Sakit, Puskesmas, Pustu, Dokter Praktek, Bidan Praktek sedangkan kedua (B) terdiri Posyandu, Poskesdas, Polindes. Jarak rata-rata akses pusat Rumah Sakit, Puskesmas, Pustu, Dokter Praktek, Bidan Praktek ke masyarakat sekitar 1.766,98 meter, sedangkan pusat Posyandu, Poskesdas, Polindes ke masyarakat sekitar 724,24 meter. Waktu tempuh rata-rata ke pusat Rumah Praktek adalah 17 menit 66 detik dan 11 menit 95 detik ke pusat Posyandu, Poskesdas, Polindes. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Gambaran aksesibilitas di Provinsi Bengkulu,2007 (data Riskesdas tahun 2007) Nilai Tengah Jarak ke sarana terdekat (meter) Waktu tempuh ke sarana terdekat (menit) A * Mean 1.766,98 17,66 Minimum 0 0 Maksimum 80 753 B * Mean 724,24 11,95 Minimum 0 0 Maximum 74 630 A : Rumah Praktek B : Posyandu, Poskesdas, Polindes, Bidan Praktek Gambaran pemanfaatan Posyandu, Poskesdas, Polindes yang ditampilkan seperti pada Tabel 2, menunjukkan bahwa hanya sekitar 33,21% yang memanfaatkan Posyandu/ Poskesdes 3 bulan terakhir, 35,86% memanfaatkan Polindes/bidan dan 16,21% memanfaatkan POD/ WOD. Pemanfaatan Polindes/bidan, POD/WOD, Posyandu/Poskesdes lebih besar di daerah pedesaan dibandingkan dengan daerah perkotaan. Tabel 2. Persentase Pemanfaatan Kesehatan Menurut Pusat di Provinsi Bengkulu, 2007 (data Riskesdas 2007) Pemanfaatan Total masyarakat yang memanfaatkan (%) Jumlah menurut pusat Perkotaan Pedesaan Posyandu / Poskesdes Ya 26,27 35,24 33,21 Tidak 73,73 64,76 66,79 Polindes / bidan Ya 21,17 40,08 35,86 Tidak 78,83 59,92 64,14 POD/WOD Ya 7,39 18,75 16,21 Tidak 92,61 81,25 83,79 keterangan: * : Pondok Bersalin Desa ** : Pos Obat Desa *** : Warung Obat Desa **** : Pos Terpadu ***** : Pos Desa Jarak pusat Rumah 160

Akses Kesehatan... (Rika Maya Sari, Lasbudi P. Ambarita, Hotnida Sitorus) Praktek dengan masyarakat seperti yang ditampilkan pada Tabel 3, menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat berada < 1 Km dari pusat Rumah Sakit, Puskesmas, Pustu, Dokter Praktek, Bidan Praktek dan Posyandu, Poskesdas, Polindes baik di daerah perkotaan maupun pedesaan, namun demikian perlu mendapat perhatian terhadap 5,8% masyarakat pedesaan yang jauh (>5 Km) dari pusat Rumah Sakit, Puskesmas, Pustu, Dokter Praktek, Bidan Praktek dan 1% masyarakat pedesaan yang jauh dari pusat Posyandu, Poskesdas, Polindes. Tabel 3. Persentase Aksesibilitas Kesehatan Menurut Klasifikasi Daerah Di Provinsi Bengkulu, 2007 (Data Riskesdas 2007) Kategori jarak akses Persentase (Km) Perkotaan Pedesaan A * <1 56,2 55 5-Jan 42,3 39,2 > 5 1,5 5,8 B* <1 82,8 78,5 5-Jan 16,4 20,5 > 5 0,8 1 A : Rumah Praktek B : Posyandu, Poskesdas,Polindes 2. Faktor risiko kejadian malaria dengan aksesibilitas masyarakat di Provinsi Bengkulu Analisis statistik terhadap variabel jarak dan waktu tempuh ke pusat dan kejadian malaria di Provinsi Bengkulu dapat dilihat pada Tabel 4. Secara statistik diketahui adanya hubungan signifikan antara jarak Rumah Sakit, Puskesmas, Pustu, Dokter Praktek, Bidan Praktek dan kejadian malaria masyarakat di Provinsi Bengkulu. Masyarakat yang berada >5Km dari Rumah Praktek lebih berisiko menderita malaria dibandingkan dengan yang lainnya (p<0,05; OR=1,91). Jarak ke pusat Posyandu, Poskesdas, Polindes dan kasus malaria masyarakat di Provinsi Bengkulu juga memperlihatkan hubungan yang signifikan, dimana masyarakat yang berada jauh (1-5 Km) dari Posyandu, Poskesdas, Polindes lebih berisiko menderita malaria (p<0,05; OR=1,22). Tabel 4. Distribusi frekuensi penderita malaria berdasarkan jarak menuju terdekat di Provinsi Bengkulu, 2007 (data Riskesdas 2007) Jarak ke Persentase p Cl **** 95% Total OR *** Value Sehat Sakit Lower Upper A * <1km 93,65 6,35 9809 0 1-5 km 92,50 7,50 7855 1,20 1,06 1,34 >5km 88,55 11,45 1371 1,91 1,59 2,30 B** <1km 93.09 6.91 2E+05 0.016 1-5 km 91.72 8.28 1E+05 1.22 1.07 1.39 >5km 92.5 7.5 91200 1.09 0.61 1.97 * : Rumah Praktek **: Posyandu, Poskesdas, Polindes *** : Ood Ratio **** : CI Hubungan waktu tempuh ke tempat Rumah Sakit, Puskesmas, Pustu, Dokter Praktek, Bidan Praktek dan kejadian malaria masyarakat di Provinsi Bengkulu mempunyai hubungan yang signifikan (Tabel 5), dimana masyarakat yang harus menempuh waktu >60 menit ke Rumah Sakit, Puskesmas, Pustu, Dokter Praktek, Bidan Praktek lebih berisiko menderita malaria dibandingkan yang lainnya (p<0,05; OR=1,48), sedangkan hubungan waktu tempuh ke tempat tidak menunjukkan hubungan yang signifikan (p>0,05). Pembahasan Pusat yang tersedia bagi masyarakat di Provinsi Bengkulu terdiri dari Rumah Praktek, Posyandu, Poskesdas, dan Polindes. Jarak dan waktu tempuh untuk mencapai pusat tersebut bervariasi. Tersedianya sarana 161

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Penderita Malaria Berdasarkan Waktu Tempuh Kesehatan Terdekat Di Provinsi Bengkulu, 2007 (Data Riskesdas 2007) Waktu tempuh ke Persentase Sehat Sakit Total p Value OR *** A * 30 menit 92,94 7,06 17511 0.048 1,00 31-60 menit 91,87 8,13 1169 1,16 >60 menit 89,78 10,22 362 1,48 B ** 30 menit 92,95 7,05 17338 0,093 31-60 menit 93,72 6,28 239 >60 menit 92,7 7,30 1466 Keterangan * : Rumah Sakit, Puskesmas, Pustu, Dokter Praktek, Bidan Praktek ** : Posyandu, Poskesdas, Polindes *** : oods Ratio **** : confidence interval dan prasana untuk mendukung masyarakat merupakan salah satu komponen dalam mempromosikan dalam masyarakat itu sendiri. Ketersediaan sarana dan prasarana ini di lingkungan masyarakat harus dapat dilihat langsung oleh masyarakat, sehingga masyarakat ingin mencoba dan merasakan langsung apa yang di lihat. 6 Menurut hasil penelitian, alasan yang paling umum dalam pencarian pengobatan adalah karena jarak dari tempat tinggal ke Puskesmas/Pustu cukup dekat jadi lebih mudah untuk menjangkaunya, dan adapula yang mengatakan, bahwa sakit/penyakit anaknya langsung sembuh dengan minum obat yang diberikan dari Puskesmas/Pustu. 7 Masyarakat di Provinsi Bengkulu hanya sedikit sekali yang memanfaatkan Posyandu/ Poskesdes, Polindes/bidan dan POD/WOD. Pemanfaatan tersebut lebih besar di daerah pedesaan dibandingkan dengan daerah perkotaan. Masyarakat akan menggunakan sarana yang telah tersedia karena sesuai dengan atau informasi yang diperoleh dari orang lain tentang tersedianya jenis-jenis, dan pilihan terhadap sarana itu sendirinya didasari atas kepercayaan atau keyakinan akan kemanjuran sarana tersebut. 8 Notoatmodjo menyatakan bahwa masyarakat tidak akan bertindak untuk menggunakan, kecuali bila ia mampu menggunakannnya. 9 Penelitian-penelitian sebelumnya tentang kepuasan pasien telah banyak menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor penentu kepuasan pasien, antara lain yaitu tangibles (aspek yang terlihat secara fisik, misal peralatan dan personel), reliability (kemampuan untuk memiliki perfoma yang bisa diandalkan dan akurat), responsiveness (kemauan untuk merespon keinginan atau kebutuhan akan bantuan dari pelanggan, serta yang cepat), assurance (kemauan para personel untuk menimbulkan rasa percaya dan aman kepada pelanggan), dan empathy (kemauan personel untuk peduli dan memperhatikan setiap pelanggan). Selain itu juga terdapat beberapa variabel nonmedik yang juga dapat mempengaruhi kepuasan pasien, diantaranya yaitu: tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan lingkungan hidup, juga dipengaruhi oleh karakteristik pasien, yaitu: umur, pendidikan, pekerjaan, etnis, sosial ekonomi, dan diagnosis penyakit. 10 Notoatmodjo mengatakan ada beberapa alasan seseorang tidak menggunakan antara lain fasilitas yang diperlukan jauh sangat jauh letaknya, para petugas tidak simpatik, judes, tidak responsive dan sebagainya. 9 Meskipun petugas ramah, masih banyak faktor lain yang menyebabkan penderita mencari seperti keparahan sakit. Jarak tempuh ke sarana merupakan salah satu faktor yang penting dalam utilisasi rawat sarana. Masyarakat cenderung memanfaatkan sarana yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Jarak lima kilometer dianggap sebagai jarak yang dekat untuk mendapatkan. Perbedaan hasil beberapa penelitian dengan hasil penelitian ini kemungkinan dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya ketersediaan angkutan umum dan kepemilikan kendaraan pribadi disamping itu keparahan penyakit juga diperkirakan berkontribusi dalam hubungan variabel ini. 9 Penelitian yang pernah dilakukan tentang pencarian obat sendiri penderita malaria klinis di desa high incidence area di Kabupaten Ogan Komering Ulu menunjukan adanya hubungan antara jarak tempuh ke dengan tempat pencarian pengobatan malaria dengan nilai OR 1,89. 11 Penelitian tentang akses dan pemanfaatan fasilitas dan pada perempuan miskin menyimpulkan bahwa semakin jauh dan 162

Akses Kesehatan... (Rika Maya Sari, Lasbudi P. Ambarita, Hotnida Sitorus) semakin sulit jarak tempuh mengakses fasilitas dan tenaga, dukun menjadi alternatif pilihan utama. Pengaruh waktu tempuh ke terdekat diperkirakan dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari penderita, misalnya pekerjaan. Penderita yang memiliki pekerjaan akan sangat sedikit sekali memiliki peluang ketempat dengan waktu tempuh yang lama. 12 Semakin jauh jarak tempuh ke sarana maka semakin besar risiko menderita penyakit malaria. Ada berbagai alasan mengapa masyarakat tidak berobat ke fasilitas yang disediakan pemerintah karena jam buka klinik tidak sesuai dengan waktu luang masyarakat, antrean panjang yang menghabiskan waktu, jarak tempuh dari rumah atau biaya transportasi mahal, persepsi atas mutu, termasuk ketersediaan obat, dan lain-lain. 13 Hal ini sejalan hasil penelitian di kepulauan Mentawai yang mendapatkan adanya hubungan yang bermakna antara jarak dengan perilaku pencarian pengobatan malaria klinis. 14 Dalam penularan malaria, penundaan waktu untuk memperoleh pengobatan yang tepat dapat mengakibatkan bertambahnya jumlah penderita baru karena penderita malaria (lama) dapat menjadi sumber penularan. Penundaan ini menjadi waktu kritis dalam penyebaran malaria. stadium gametosit Plasmodium yang ada dalam tubuh penderita akan terhisap oleh nyamuk vektor dan mengalami proses perkembangan hingga munculnya sporozoit pada kelenjar ludah nyamuk dan siap untuk ditularkan saat menggigit kembali. Sebagai perbandingan, beberapa studi perilaku pencarian pengobatan para penderita demam berdarah ( treatment seeking behavior) memberikan gambaran bahwa, pada umumnya mula mula penderita akan mengobati diri sendiri atau pergi ke Puskesmas atau ke dokter umum. 15 Studi pendahuluan memberikan informasi bahwa rata - rata penderita yang mendatangi RS untuk mencari pengobatan datang pada hari ke-3, 2 ± 1.6. 16 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Jarak rata-rata akses pusat Rumah Sakit, Puskesmas, Pustu, Dokter Praktek, Bidan Praktek ke masyarakat sekitar 1.766,98 meter, sedangkan pusat Posyandu, Poskesdas, Polindes ke masyarakat sekitar 724,24 meter. 2. Waktu tempuh rata-rata ke pusat Rumah Sakit, Puskesmas, Pustu, Dokter Praktek, Bidan Praktek adalah 17 menit 66 detik dan 11 menit 95 detik ke pusat Posyandu, Poskesdas, Polindes. 3. Terdapat hubungan yang signifikan antara jarak dan waktu tempuh ke pusat Rumah Sakit, Puskesmas, Pustu, Dokter Praktek, Bidan Praktek dengan kejadian malaria masyarakat di Provinsi Bengkulu. 4. Terdapat hubungan yang signifikan antara jarak tempuh ke pusat Posyandu, Poskesdas, Polindes, namun waktu tempuh tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian malaria masyarakat di Provinsi Bengkulu. Saran Berdasarkan simpulan di atas, penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Penyakit tular vektor seperti malaria masih menjadi masalah masyarakat di provinsi Bengkulu sehingga harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah pusat dan provinsi pada umumnya dan khususnya bagi pengelola program pengendalian penyakit bersumber binatang. 2. Pemanfaatan perlu juga mendapat perhatian yang serius antara lain dengan pengadaan tempat-tempat yang mudah dijangkau oleh masyarakat, meningkatkan mutu dan lain-lain. Ucapan Terima Kasih Dalam kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Kepala Badan Litbang Kesehatan yang telah memberikan ijin untuk melakukan analisis lanjut dengan menggunakan data Riskesdas 2007. Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan dan semoga Allah selalu memberkahi. Amin Daftar Pustaka 1. Beaglehole, R., Bonita, R., and Kjellstrom, T., Basic Epidemiology, world Health Organization, Geneva, 1993 163

2. Aron,J.L., and Patz, J.A., Ecosystem Change and Public Health: A Global Perspective, Baltimore, The John Hopkins University Press, 2001 3. Departemen Kesehatan, RI, Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria Di Indonesia 2008, Jakarta, 2008, h.1 4. Dinas Provinsi Bengkulu, Profil Kesehatan Provinsi Bengkulu Tahun 2007, Dinas Kesehatan provinsi Bengkulu.2008, h.98 5. Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkulu Selatan, rencana strategis gebrak Malaria Kabupaten Bengkulu Selatan tahun 2003-2008, Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkulu Selatan,Bengkulu Selatan, 2003 6. Notoadmodjo Soekidjo. Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi, Jakarta: Penerbit Rieneka Cipta.Jakarta. 2005. 7. Assegaf F, Romeo P, Marni, Studi Perilaku Pencarian Pengobatan Oleh Ibu Dalam Menangani Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita Di wilayah Kerja Puskesmas Bakunase Kota Kupang Tahun 2010, MKM Vol. 05 No. 01 Des 2010 8. Sarwono, Sosiologi Kesehatan, Gadjah Mada University Pres, Yogyakarta, 2004 9. Jaya.I, Karakteristik dan Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kondisi tidak Mendapat Pengobatan Dengan Obat Program Malaria Tahun 2007, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Juli 2010, Depok, h.88-91 10. Suryawati,C., Dharminto,Shaluhiyah,Z., Penyusunan Indikator Kepuasan Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Di Provinsi Jawa Tengah, Jurnal Manajemen Kesehatan, 2006:177-184 11. Kamal, S. Perilaku Pencarian Obat Sendiri Penderita Malaria Klinis di Desa High Incidence Area di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Jakarta, 2002 12. Women Research Institute, Akses dan Pemanfaatan Fasilitas dan Kesehatan pada Perempuan Miskin, Jakarta, 2008 13. Mendrofa, E., Analisis Spasial Kasus Malaria di Kecamatan Lahewa Kabupaten Nias Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006 dan 2007. ditelusuri dari http://simkegm06.wordpress.com/2008/05/03/analis is-spasial-kasus-malaria-di-kecamatan-lahewa- kabupaten-nias-provinsi-sumatera-utara-tahun- 2006-dan-2007. (diakses tanggal 09 Februari 2009) 14. Andri, B. Prilaku Pencarian Pengobatan Penderita Malaria Klinis di Kecamatan Siberut Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai, Jakarta, 2006 15. Nainggolan F, Epidemiology and Clinical Pathogenesis of Dengue in Indonesia; disajikan pada Seminar Management of Dengue Outbreaks 22 November, Jakarta 16. Achmadi UF, Manajemen Demam Berdarah Berbasis Wilayah, Buletin Jendela Epidemiologi, Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, Kementerian Kesehatan, 2010, h.16 164