IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

Boks 3. KEBIJAKAN PENTARGETAN INFLASI DAN IMPLEMENTASINYA PADA TINGKAT PEREKONOMIAN REGIONAL

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dampak Inflasi Terhadap Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (Apbd) Pada Pemerintah Kota Tasikmalaya

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kestabilan harga. Masalah pertumbuhan ekonomi adalah masalah klasik

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB I PENDAHULUAN. proses pertukaran barang dan jasa serta untuk pembayaran utang. Pada umumnya setiap

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

IV. GAMBARAN UMUM. diperbaharui, atau perbahuruannya membutuhkan waktu yang sangat lama.

BAB I PENDAHULUAN. makro adalah pandangan bahwa sistem pasar bebas tidak dapat mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laju inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama pengambil

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan oleh adanya currency turmoil, yang melanda Thailand dan menyebar

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. didunia, termasuk Indonesia. Apabila inflasi ditekan dapat mengakibatkan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

I. PENDAHULUAN. hidup pada tahap subsisten dan mata pencarian utama adalah dari mata. pencaharian di sektor pertanian, perikanan dan berburu.

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi sehingga dapat meningkatkan taraf pertumbuhan ekonomi

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA

Kondisi Perekonomian Indonesia

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB IV GAMBARAN UMUM Perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) tahun ke tahun mengalami pertumbuhan yang sangat fluktuatif (Gambar 4.1).

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98.

BAB I. Pendahuluan. Pengukuran keluaran agregat pada akun pendapatan nasional disebut

BAB I PENDAHULUAN. negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BOKS 1 PENELITIAN PERSISTENSI INFLASI SULAWESI TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Pertumbuhan Ekonomi Dunia, (dalam persen)

BAB I PENDAHULUAN. penurunan yang sangat drastis. Krisis global adalah salah satu dilema yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.

BABI PENDAHULUAN. Fenomena yang sangat penting di perhatikan oleh pemerintah baik negara

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara

BAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian,

BAB I PENDAHULUAN. Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

BAB I PENDAHULUAN. kalangan ekonom dan pengambil kebijakan. Pada satu sisi, kebijakan fiskal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia mengakibatkan perkembangan ekonomi Indonesia

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Perekonomian Suatu Negara

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi merupakan suatu isu yang tak pernah basi dalam sejarah panjang

Transkripsi:

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa Selama periode 2001-2010, terlihat tingkat inflasi Indonesia selalu bernilai positif, dengan inflasi terendah sebesar 2,78 persen terjadi pada tahun 2009 ketika terjadi penurunan harga BBM dan tertinggi pada tahun 2005 dengan laju inflasi sebesar 17,11 persen pada saat dilaksanakannya kebijakan penyesuaian harga BBM oleh pemerintah akibat kenaikan harga minyak dunia (Gambar 1,1). Kondisi ini ternyata tidak berbeda jauh dengan kondisi inflasi yang terjadi pada perekonomian provinsi di Pulau Jawa. Sepanjang tahun 2001-2010, tercatat inflasi tertinggi dan terendah terjadi di Provinsi Jawa Barat, yaitu sebesar 19,58 persen pada tahun 2005 dan 2,11 persen pada tahun 2009 (Gambar 4.1). Bila dilihat dari struktur perekonomiannya, pada Provinsi Jawa Barat didominasi oleh sektor industri, disusul oleh sektor perdagangan kemudian sektor pertanian. Hal tersebut berimplikasi kepada tingginya ketergantungan masing-masing sektor akan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagi salah satu input yang berpengaruh pada produksi masing-masing sektor tersebut, sehingga guncangan yang terjadi pada BBM memiliki pengaruh yang dominan pada tingkat inflasi di provinsi Jawa Barat. Secara umum, bila dibandingkan dengan rata-rata inflasi nasional (Gambar 4.1), dapat dilihat bahwa inflasi pada tahun 2001, 2005 dan 2008 untuk semua provinsi di Pulau Jawa melebihi rata-rata inflasi nasional pada tahun 2001-2010. Bila dilihat lebih jauh, tingginya tingkat inflasi pada tahun 2001 dan 2005 disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia dan berdampak pada kenaikan harga BBM sedangkan pada tahun 2008 terjadi krisis finansial global yang menyebabkan nilai tukar Indonesia terdepresiasi dan lebih berfluktuatif yang kemudian memicu terjadinya inflasi.

44 Sumber : BPS (Diolah) Gambar 4.1 Dinamika Inflasi Pulau Jawa terhadap Rata-Rata Inflasi Nasional 2001-2010 Terkait dengan kebijakan Inflation Targeting Framework (ITF) yang diimplementasikan oleh BI sejak tahun 2005, maka dari masing-masing provinsi dapat di ketahui bagaimana perilaku inflasi sebelum dan sesudah kebijakan dengan membandingkan dengan rata-rata inflasi nasional 2001-2010. Berdasarkan Gambar 4.1, diketahui bahwa inflasi di seluruh provinsi di Pulau Jawa memiliki jumlah periode inflasi dengan nilai dibawah rata-rata inflasi nasional lebih banyak setelah diimplementasikannya kebijakan ITF apabila dibandingkan dengan periode sebelum diterapkannya kebijakan tersebut. Hal ini membuktikan bahwa kebijakan ITF cukup efektif untuk menurunkan dan mengontrol kestabilan tingkat inflasi pada Pulau Jawa.

45 Sumber : BPS (Diolah) Gambar 4.2 Perbandingan Perubahan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Inflasi di Pulau Jawa 2002-2010 Inflasi dapat memiliki dampak positif atau negatif tergantung seberapa tingginya tingkat inflasi yang terjadi. Inflasi yang ringan atau moderat akan membuat perekonomian menjadi meningkat karena dapat mendorong laju investasi yang kemudian membuka lapangan pekerjaan sehingga dapat mengurangi pengangguran dan pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, inflasi yang tinggi dan tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian bagi para pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan untuk melakukan konsumsi, investasi dan produksi yang pada akhirnya akan

46 menurunkan pertumbuhan ekonomi (Boediono, 1995). Gambar 4.2 merupakan perbandingan pertumbuhan ekonomi daerah dengan laju inflasi di masing-masing provinsi di Pulau Jawa. Gambar 4.2 menunjukkan bahwa inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa cenderung memiliki dampak yang negatif. Ketika terjadi inflasi yang cukup tinggi (2005 &2008) akan diikuti dengan menurunnya laju pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi pada tahun berikutnya. 4.2 Hubungan Inflasi dengan Jumlah Uang Beredar dan Pengeluaran Pemerintah Hubungan antara inflasi, jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah menjadi isu penting dalam literatur kebijakan moneter dan fiskal sebagaimana kita ketahui uang beredar merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter, sedangkan pengeluaran pemerintah merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal. Uang yang beredar di masyarakat lebih banyak diterjemahkan sebagai narrow money (M1). Hal ini disebabkan karena masih adanya anggapan bahwa uang kuasi hanya merupakan bagian dari likuiditas perbankan. Gambar 4.3 memberikan informasi persentase laju jumlah uang yang beredar pada perekonomian. Apabila dikaitkan dengan laju inflasi di masing-masing provinsi pada perekonomian regional, maka secara umum hubungan jumlah uang beredar dan inflasi memiliki hubungan yang negatif. Ketika laju inflasi cenderung tinggi, maka Bank Sentral meresponnya dengan mengurangi jumlah uang beredar. Sebaliknya ketika laju inflasi cenderung rendah maka persentase jumlah uang beredar cenderung meningkat. Sebagai salah satu kebijakan fiskal, pengeluaran pemerintah memegang peranan yang penting dalam mendukung kelancaran mekanisme sistem pemerintahan sebagai upaya efisiensi dan produktivitas nasional. Sejak dimulainya era otonomi daerah pada tahun 2001, hal ini membawa konsekuensi tidak saja pada desentralisasi politik dan administrasi, tetapi juga pada desentralisasi fiskal. Implikasi dari kebijakan desentralisasi fiskal ini adalah pemerintah diberikan kewenangan untuk menggali sumber-sumber pendapatan,

47 termasuk meminjam dari luar negeri, disamping kewenangan untuk menentukan belanja rutin dan belanja investasi. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya daerah sehingga idealnya akan mendorong daya saing daerah yang akan berujung pada peningkatan kesejahteraan daerah. Sumber: BI & BPS (Diolah) Gambar 4.3 Perbandingan Perubahan Laju Jumlah Uang Beredar terhadap Inflasi di Pulau Jawa 2002-2010 Selama periode 2001-2002 pengeluaran pemerintah daerah rutin mengalami peningkatan, tetapi besarnya kenaikan pengeluaran pemerintah berbeda-beda di masing-masing provinsi di Pulau Jawa. Terkait dengan inflasi, Gambar 4.4 memberikan informasi mengenai pertumbuhan laju pengeluaran pemerintah dan laju inflasi di masing-masing provinsi. Berdasarkan Gambar 4.4

48 hubungan antara laju pengeluaran pemerintah dengan laju inflasi di masingmasing provinsi cenderung beragam. Hal tersebut disebabkan karena besarnya pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah harus mempertimbangkan besarnya penerimaan daerah. Penerimaan daerah sendiri cenderung beragam di masing-masing provinsi. Beragamnya pengeluaran pemerintah masing-masing provinsi disebabkan oleh perbedaan struktur perekonomian pada masing-masing daerah. Akibatnya hubungan pengeluaran pemerintah dan inflasi cenderung beragam pada masing-masing provinsi di Pulau Jawa. Sumber: BPS (Diolah) Gambar 4.4 Perbandingan Perubahan Laju Pengeluaran Pemerintah terhadap Inflasi di Pulau Jawa 2002-2010

49 4.3 Hubungan Inflasi dengan Upah Minimum Salah satu implikasi dari pemberlakuan otonomi daerah adalah mekanisme penetapan besarnya Upah Minimum Regional (UMR) yang sebelumnya menganut sistem sentralisasi. Sejak tahun 2001 menggunakan sistem desentralisasi. Perkembangan UMR provinsi di Pulau Jawa dijelaskan oleh Gambar 4.5. Sumber : BPS, diolah Gambar 4.5 Perbandingan Perubahan Upah Minimum Regional terhadap Inflasi di Pulau Jawa 2002-2010 Kondisi UMR Pulau Jawa terus menerus mengalami peningkatan, hal tersebut bertujuan agar menjaga daya beli masyarakat agar tidak tergerus oleh inflasi. Gambar 4.5 memberikan informasi mengenai laju pertumbuhan UMR provinsi di Pulau Jawa terhadap laju inflasi sejak tahun 2002. Berdasarkan Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa dinamika penyesuaian UMR selalu berusaha

50 berada pada tingkatan di bawah laju inflasi di setiap provinsi di Pulau Jawa agar tidak malah memacu meningkatnya tingkat harga. Penyesuaian UMR diatas laju inflasi hanya terjadi pasca terjadinya lonjakan inflasi pada tahun 2005 dan 2008. Sebagaimana kita ketahui dampak negatif akibat tingginya laju inflasi dapat menurunkan daya beli masyarakat, maka pemerintah-pemerintah daerah berusaha menyesuaikan tingkat upah pada masing-masing wilayah pasca terjadinya inflasi yang tinggi dengan meningkatkan UMR diatas laju inflasi sebagai insentif agar roda perekonomian daerah tetap dapat tumbuh dan berlangsung tanpa mengalami gangguan. 4.4 Hubungan Inflasi dengan Kondisi Infrastruktur Kondisi infrastruktur mempunyai peranan penting didalam aliran distribusi produk. Semakin membaik kondisi infrastruktur tentunya akan semakin memperlancar aliran distribusi produk dan penghematan dalam waktu perjalanan. Penghematan biaya ini tentunya diprediksi akan berdampak pada penurunan harga produk di dalam pasar. Gambar 4.6 memberikan gambaran mengenai hubungan antara inflasi dengan persentase panjang jalan dengan kondisi baik di Pulau Jawa. Berdasarkan gambar tersebut ternyata kondisi infrastruktur cenderung memberikan hubungan yang negatif dengan inflasi. Saat terjadi penurunan persentase kondisi jalan baik, hal tersebut kemudian memicu kenaikan inflasi pada beberapa provinsi di Pulau Jawa. Peningkatan kondisi infrastruktur, selain akan menurunkan biaya transpor terkait dengan lancarnya arus barang ke dalam atau keluar suatu wilayah, disamping itu juga akan meningkatkan volume ekspor dan impor suatu wilayah serta memungkinkan terjadinya transfer teknologi dan informasi yang lebih cepat antar wilayah.

51 Sumber : BPS, diolah Gambar 4.6 Perbandingan Kondisi Infratruktur terhadap Inflasi di Pulau Jawa 2001-2010 4.5 Perkembangan Harga Minyak dan Harga Pangan Dunia Pada periode tahun 2001-2010, fluktuasi harga minyak dunia cenderung mengalami kenaikan terus menerus. Harga minyak masih cenderung stabil dari awal tahun 2001 sampai dengan tahun 2004. Selama tahun 2005 harga minyak dunia mulai mengalami kenaikan. Selama periode 2006-2008, harga minyak dunia tetap menunjukkan perkembangan yang selalu naik. Kenaikan dalam tahun-tahun ini bahkan sudah mulai menembus $90 per barel, harga yang sangat tinggi bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

52 Sumber : OPEC, diolah Gambar 4.7 Perkembangan Harga Minyak Dunia dan Inflasi di Pulau Jawa 2001-2010 Pada Tahun 2009 harga minyak dunia mulai turun akibat telah berakhirnya krisis finansial global yang melanda pada tahun 2008, namun harga minyak dunia kembali naik pada tahun 2010 disebabkan menurnnya pasokan minyak dari negara-negara eksportir utama. Gambar 4.7 memberikan informasi mengenai pengaruh kenaikan harga minyak dunia terhadap inflasi pada perekonomian provinsi di Pulau Jawa. Dapat dilihat bahwa ketika harga minyak dunia mengalami kenaikan akan disusul oleh kenaikan laju inflasi di setiap provinsi di Pulau Jawa. Kondisi tersebut terjadi mengingat input utama dalam setiap proses produksi perusahaan adalah energi

53 (BBM) yang merupakan komoditas yang termasuk ke dalam komoditas impor Indonesia, sehingga guncangan terhadap harga minyak dunia akan sangat berdampak kepada tingkat harga. Sumber : FAO, diolah Gambar 4.8 Perkembangan Indeks Harga Komoditi Pangan Dunia dan Inflasi di Pulau Jawa 2001-2010 Kenaikan juga dialami pada harga komoditi pangan dunia. Selama kurun waktu tahun 2001-2003, indeks harga komoditi pangan dunia cenderung stabil. Indeks harga komoditi pangan dunia mulai meningkat pada awal tahun 2006. Perubahan iklim yang bersifat ekstrem di beberapa negara penghasil komoditi pengan utama menyebabkan terganggunya siklus panen di banyak negara yang juga menyebabkan kenaikan harga pangan.

54 Berdasarkan Gambar 4.8, kenaikan harga pangan dunia yang paling tinggi terjadi pada tahun 2007-2008. Pada tahun 2008, indeks harga pangan dunia mencapai 22,41 persen yang merupakan posisi tertinggi selama kurun waktu 2001-2010, penyababnya antara lain adalah: gangguan pasokan akibat gangguan cuaca, larangan ekspor dari negara-negara eksportir pangan untuk mengamankan pasokan domestik. Dari Gambar 4.8, juga dapat dilihat bahwa kenaikan pada indeks harga komoditi dunia akan diikuti juga dengan kenaikan laju inflasi pada perekonomian provinsi di Pulau Jawa.