PERINGATAN!!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. penelitian ini. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori Intensi yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 2. Landasan Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok

BAB I PENDAHULUAN. yang mengkomsumsi rokok. Banyak di lapangan kita temui orang-orang merokok

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku merokok merupakan salah satu perilaku yang mudah kita jumpai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Theory of Planned. dikemukakan oleh Bandura (2000) tentang seberapa baik dan

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24

Studi Mengenai Intensi Perilaku Merokok Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Di RS X Bandung

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh yang sangat berarti terhadap kesehatan masyarakat. Menurut perkiraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK. iii Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya,

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB I PENDAHULUAN. global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang

Studi Mengenai Intensi Membuang Sampah di Sungai Cikapundung pada Ibu-Ibu RW 15 Kelurahan Tamansari Bandung. ¹Raisha Ghassani, ²Umar Yusuf

DAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Theory of Planned Behavior (TPB) tampaknya sangat cocok untuk menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERINGATAN!!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. & Perry, 2005). Menurut Havighurst (dalam Monks, Konoers & Haditono,

BAB I PENDAHULUAN. Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak. sudah tercantum dalam bungkus rokok. Merokok juga yang menyebabkan

THEORY OF REASONED ACTION

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan permasalahan dalam penelitian Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behaviour)

KUESIONER PLANNED BEHAVIOR

PERINGATAN!!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

PERINGATAN!!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan banyak diperoleh melalui pendidikan, terutama sekolah. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi Universitas X

BAB I PENDAHULUAN. spesialis, dan doktor. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik,

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA)

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. ini dinilai sebagai salah satu usaha serius yang dilakukan pemerintah untuk

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. negara yang perlu dididik untuk menjadi manusia yang berkualitas. Remaja nantinya diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ilmu pengetahuan,

BAB 3 METODE PENELITIAN

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

dalam terbitan Kementerian Kesehatan RI 2010).

BAB I PENDAHULUAN. tujuh kematian (tujuh juta per tahun). Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis dan

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan merokok sudah dimulai sejak jaman nenek moyang dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman sekarang ini, terdapat perkembangan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2015 SIKAP TERHAD AP PICTORIAL HEALTH WARNING D AN INTENSI MEROKOK SISWA SMP D I KOTA BAND UNG

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

Studi Mengenai Kontribusi Determinan Intensi Terhadap Intensi Datang Latihan Pada Anggota Perkusi Komunitas United State Of Bandung Percussion

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha. tindakan dan merupakan unsur yang penting dalam sejumlah tindakan, yang

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT MAHASISWA KOS UNTUK BERPERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI TEMBALANG SEMARANG ABSTRACT

PERINGATAN!!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Model Theory of Reason Action (TRA) (Sumber : Fishbein dan Ajzen 1975)

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI DAN PRESTASI BELAJAR PAI SISWA MTs MUHAMMADIYAH KASIHAN BANTUL YOGYAKARTA

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat

PENGARUH PERHATIAN ORANG TUA DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR ISMUBA DI SMA MUHAMMADIYAH KASIHAN BANTUL YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan budaya. Perubahan-perubahan ini turut mempengaruhi proses

BAB I PENDAHULUAN. Pada dekade belakangan ini gaya hidup manusia semakin berkembang.

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagai persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Bidang Psikologi. Disusun Oleh : BAYUAJI BUDIHARGO NIM :

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini,

KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Abstrak. Kata kunci : intensi berwirausaha. Fak. Psikologi - Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai tobacco dependency sendiri dapat didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak

STUDI MENGENAI INTENSI BERPERILAKU ASERTIF DALAM KEGIATAN PERKULIAHAN PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana SI Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PG-PAUD)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB I PENDAHULUAN. lulus sebagai Sarjana Strata 1 (S1) salah satu syarat yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Merokok masih menjadi kebiasaan banyak orang baik di negara. tinggi. Jumlah perokok di Indonesia sudah pada taraf yang sangat

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI INTENSI PERILAKU MELAWAN ARAH ARUS JALAN RAYA DI JATINANGOR PADA PENGENDARA OJEK SEPEDA MOTOR DI JATINANGOR

Transkripsi:

PERINGATAN!!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh 1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi 2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini 3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah 4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah Selamat membaca!!! Wassalamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh UPT PERPUSTAKAAN UNISBA

STUDI MENGENAI INTENSI UNTUK MEROKOK PADA SISWA KELAS 2 SMAN 22 BANDUNG MELALUI PENDEKATAN DESKRIPTIF (Kajian berdasarkan Theory of Planned Behavior dari Icek Ajzen) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh ujian sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung Disusun Oleh : ANINDA DWI WAYANTHY NPM. 10050007136 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG BANDUNG 2012

LEMBAR PENGESAHAN STUDI MENGENAI INTENSI UNTUK MEROKOK PADA SISWA KELAS 2 SMAN 22 BANDUNG MELALUI PENDEKATAN DESKRIPTIF NAMA : ANINDA DWI WAYANTHY NPM : 10050007136 Bandung, September 2012 UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG FAKULTAS PSIKOLOGI Menyetujui, Pembimbing I, Pembimbing II, Milda Yanuvianti, S.Psi., M.A. Fanni Putri, M.Psi. Mengetahui, Dekan Fakultas Psikologi, DR. H. Umar Yusuf, M.Si., Psikolog

MOTTO ال ا م ور ت ر ج ع الل ه و إ ل ى ال ا ر ض ف ي و م ا الس م او ات ف ي م ا و ل ل ه Ali 'Imran Imran. {109 109} Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allahlah dikembalikan segala urusan. Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai dengan niatnya... (HR. al-bukh Bukhāriy dan Muslim)

Skripsi ini kupersembahkan sebagai tanda terima kasih, bakti dan sayangku kepada ayah, mama, a, kakak dan adik-adikku adikku yang senantiasa memberikan do a, memberi dukungan dan bantuan yang tak terhingga. Semoga Allah S.W.T senantiasa menuntun, memberikan rahmat, kelancaran serta kemudahan dalam segala sesuatu yang kita lakukan. Amien..

ABSTRAK ANINDA DWI WAYANTHY 10050007I36. STUDI MENGENAI INTENSI UNTUK MEROKOK PADA SISWA KELAS 2 SMAN 22 BANDUNG MELALUI PENDEKATAN DESKRIPTIF Perilaku merokok merupakan hal yang tidak mengherankan lagi di dunia pendidikan. Banyak peningkatan jumlah perokok yang terjadi, terutama pada remaja. Fenomena ini juga terlihat pada siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung yang memiliki jumlah perokok yang lebih tinggi dibandingkan siswa SMAN Bandung lainnya. Berdasarkan hasil wawancara pada siswa-siswi kelas 2 SMAN 22 Bandung, siswa memiliki pandangan yang positif untuk merokok namun ada sebagian dari siswa yang masih ragu menampilkan perilaku merokok tersebut. Dalam hal ini siswa yang menampilkan perilaku merokok, salah satunya di karena siswa mendapat dorongan dari teman-temannya yang selalu bersama untuk merokok dan yakin akan mendapatkan konsekuensi yang menguntungkan baginya, sedangkan siswa yang tidak merokok memiliki pandangan yang negatif terhadap konsekuensi yang didapat dari perilaku merokok seperti hanya akan merusak kesehatan, takut akan dihukum jika ketahuan merokok dan membuang-buang uang jajan mereka. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai intensi untuk menampilkan perilaku merokok pada siswa-siswi kelas 2 SMAN 22 Bandung dilihat dari sikap terhadap perilaku merokok, norma subjektif terhadap perilaku merokok, dan perceived behavioral control terhadap perilaku merokok. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda penelitian deskriptif. Penentuan sampel menggunakan teknik population. Didapatkan sampel sebanyak 44 orang. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner mengenai sikap, norma subjektif, perceived behavioral control, dan intensi sesuai dengan Theory Planned of Behavior dari Icek Ajzen. Data yang diperoleh merupakan data yang berskala interval dan dilakukan pengujian statistik analisis jalur. Hasil perhitungan menunjukan bahwa sebanyak 54,55% responden memiliki intensi yang kuat untuk menampilkan perilaku merokok atau hampir sebagian siswa memiliki kecenderungan yang besar untuk merokok. Selain itu faktor yang paling berkontribusi terhadap kekuatan intensi yang kuat untuk menampilkan perilaku merokok adalah norma subjektif terhadap perilaku merokok yaitu sebesar 25,669%. Hal ini menunjukkan persepsi siswa yang positif terhadap harapan orang-orang yang penting serta adanya dorongan yang kuat untuk memenuhi harapan yang dianggap penting dalam menampilkan perilaku merokok siswa. i

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirahim, Assalamu alaikum Wr. Wb. Syukur Alhamdulillah, segala puji dan syukur Kehadirat Allah S.W.T atas segala rahmat dan hidayahnya yang telah diberikan-nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul STUDI MENGENAI INTENSI UNTUK MEROKOK PADA SISWA KELAS 2 SMAN 22 BANDUNG MELALUI PENDEKATAN DESKRIPTIF sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana psikologi S1 di Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan Oleh karena itu, segala kritik dan saran sangatlah berharga bagi peneliti. Karena kritik dan saran tersebut merupakan alat motivasi bagi peneliti untuk dapat berkarya lebih baik lagi di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti sendiri khususnya dan pembaca pada umumnya. Amin. Wassalamu alaikum Wr. Wb. Bandung, September 2012 Peneliti ii

UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdullilah berkat bantuan serta bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Allah SWT yang telah memberikan kemudahan, kelancaran, kasih sayang, kesehatan, keluarga, persahabatan, serta kenikmatan lainnya yang tak terhitung jumlahnya. 2. Kedua Orang Tua yang selalu memberikan do a, dukungan dan kepercayaan kepada peneliti. 3. Kakak dan adik-adikku yang selalu membantu serta memberikan do a dan semangat kepada peneliti. 4. Ibu Milda Yanuvianti, S.Psi., M.A., selaku pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya, pemikirannya, bimbingan, nasihat dan masukanmasukan yang sangat berharga untuk membantu keberhasilan peneliti dalam penyusunan skripsi ini. 5. Fanni Putri, M.Psi., selaku pembimbing II yang selalu dengan sabar memberikan banyak masukan mengenai ilmu-ilmunya kepada peneliti. 6. Oki Mardiawan, M.Psi, selaku dosen wali yang telah memberikan waktunya, ilmu dan bimbingan dalam menempuh perkuliahan selama ini. iii

7. Drs. Adjat Sudrajat, M.Si., Selaku kepala sekolah SMAN 22 Bandung yang telah memberikan izin kepada peneliti sehingga penelitian selesai dengan baik. 8. Bapak Haris selaku STAF Kepustakaan serta seluruh guru SMAN 22 Bandung yang telah membantu peneliti dalam memberikan informasi serta membantu mendapatkan data-data yang diperlukan. 9. Siswa-siswi kelas 2 SMAN 22 Bandung yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. 10. Teman-teman Psikologi 2007 yang selalu mendukung peneliti dan semua yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan yang berlipat. Amin. Bandung, September 2012 Peneliti iv

DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGHANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 5 1.3 Maksud dantujuan Penelitian... 7 1.4 Kegunaan Penelitian... 7 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja... 8 2.1.1 Tugas-tugas perkembangan pada masa ramaja... 8 2.1.2 Ciri-ciri masa remaja... 9 2.2 Perilaku merokok...10 v

2.2.1 Tipe perilaku merokok...10 2.3 Theory of Planned Behavior. 11 2.3.1 Sikap Terhadap Tingkah Laku (Attitudes toward behavior)....... 14 2.3.2 Norma Subyektif (Subjective norms)...... 16 2.3.3 Persepsi terhadap kontrol Tingkah Laku ( Perceived Behavior Control) 19 2.3.4 Pembentukan nilai-nilai keyakinan (Belief Formation)...... 22 2.3.5 Intensi......... 24 2.3.6 Dampak variabel eksternal terhadap intensi...... 24 2.4 Kerangka Berfikir... 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian... 29 3.2 Variabel Penelitian... 29 3.3 Identifikasi Variabel... 30 3.3.1 Definisi Konseptual... 30 3.3.2 Definisi Operasional... 30 3.4 Populasi Penelitian... 31 3.5 Instrumen Penelitian... 31 3.5.1 Tahap Elisitasi... 31 3.5.2 Tahap Penyusunan Alat Ukur... 34 3.5.3 Kisi-kisi Alat Ukur... 34 3.5.4 Sistem Penilaian Alat Ukur... 37 vi

3.5.5 Norma Alat Ukur... 37 3.5.6 Teknik Analiasi Data... 39 3.5.7 Reabilitas Alat Ukur... 43 3.5.8 Validitas Alat Ukur dan Analisis Item... 44 3.6 Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 45 3.6.1 Tahap Persiapan... 45 3.6.2 Tahap Pelaksanaan Pengambilan Data... 45 3.6.3 Tahap Pengolahan Data... 46 3.6.4 Tahap Pembahasan... 46 3.6.5 Tahap Penyelesaian... 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian... 48 4.1.1 Deskripsi Kategori Intensi Merokok... 48 4.1.2 Deskripsi Kategori Determinan-determinan Intensi Menurut Kategori Intensi... 49 4.1.3 Deskripsi Tabulasi Silang antara Kategori Determinan-determinan Intensi dengan Intensi Merokok... 51 4.1.4 Perhitungan Dalam Analisis Jalur... 53 4.1.5 Pengaruh Determinan-determinan Intensi Secara Parsial Terhadap Intensi Merokok... 59 4.2 Pembahasan... 64 vii

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan... 75 5.2 Saran... 76 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

DAFTAR TABEL Tabel 2.3 Tabel 2.3.6 Tabel 2.4 Tabel 3.5.3 : The Theory of planned behavior...13 : The role of background factors in the theory of planned behavior..25 : Kerangka pikir...28 : Kisi-kisi alat ukur belief, attitude and behavior dan intensi...35 Tabel 3.5.5 a : Norma Alat Ukur Intensi..38 Tabel 3.5.5 b : Norma Alat Ukur Sikap...38 Tabel 3.5.5 c : Norma Alat Ukur Norma Subjektif...38 Tabel 3.5.5 d : Norma Alat Ukur Perceived behavioral control...38 Tabel 4.1.1 Tabel 4.1.2 : Frekuensi dan Persentase Kategori Intensi Merokok Siswa...48 : Frekuensi dan Persentase Kategori Determinan-determinan Intensi (Attitude Toward Behavior (X1), Subjective norms (X2), dan Perceived behavior control (X3) ).49 Tabel 4.1.3 : Tabulasi Silang antara Kategori Determinan-determinan Intensi dengan Kategori Intensi...51 Tabel 4.1.4 : One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test...54 ix

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 : Hasil uji validitas dan reliabilitas : Rekapitulasi data mentah : Skor interval untuk setiap item : Hasil perhitungan statistik analisisi jalur : Hasil elisitasi : Alat ukur x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa menuju kedewasaan. Masa ini merupakan taraf perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat disebut anak kecil lagi, tetapi belum dapat disebut orang dewasa. Taraf perkembangan ini pada umumnya disebut masa pancaroba atau masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa ini, terjadi pencarian jati diri sehingga perilaku mereka sering terpengaruh oleh lingkungan yang ada disekitarnya terutama lingkungan luar. Terkadang, terjadi ketidaksesuaian antara perkembangan psikis dan sosial dimana upaya pencarian jati diri tidak selalu dapat berjalan sesuai dengan harapan masyarakat. Remaja umumnya berada pada tingkat pendidikan SMP dan SMA. Pada tingkat ini mereka merupakan sasaran didik yang memiliki sejumlah potensi. Potensi yang dimiliki remaja perlu dibina dan dimanfaatkan sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal menjadi manusia yang berkompeten. Saat berjalannya proses pendidikan, banyak yang didapat oleh individu baik berupa pengetahuan, keterampilan, serta kesempatan untuk bersosialisasi dengan individu lainnya. Pembelajaran di berbagai aspek yang mereka dapatkan, tak lain untuk menjadikan para remaja berguna baik bagi dirinya sendiri maupun bagi bangsa. 1

BAB I PENDAHULUAN 2 SMAN 22 Bandung adalah salah satu sekolah menengah atas negeri yang berada di Bandung, yang banyak diminati oleh siswa SMP yang akan memasuki Sekolah Menengah Atas. SMA ini memiliki akreditasi A (Baik Sekali) dan memiliki siswa yang berprestasi baik di bidang akademik maupun non akademik. Hal ini terlihat dari prestasi yang diraih antara lain Juara II Sains Se-Bandung, juara II lomba baca berita SMA Se-Bandung, Juara I Cheerleading Competition dan masih banyak prestasi lainnya. Dari adanya visi SMAN 22 Bandung yaitu, mewujudkan sumber daya manusia yang berakhlak mulia yang mampu bersaing secara global, harapannya adalah dapat menghasilkan siswa yang berkualitas dan memiliki kompetensi tidak hanya ditingkat nasional tetapi di tingkat internasional. SMAN 22 Bandung juga memiliki penyaringan yang ketat dalam menerima murid baru yang masuk yaitu memiliki standar NEM sekolah yang tinggi, yaitu 36,3 (Data passing grade SMAN 22 Bandung 2009/2010) selain itu, sekolah ini memiliki program jalur prestasi bagi siswa yang memiliki prestasi dibidang tertentu, seperti prestasi dibidang akademik maupun non akademik. Diharapkan nantinya dapat memiliki siswa-siswa yang unggul baik dalam proses belajarnya maupun lulusannya. Akan tetapi dalam dunia pendidikan yang sedang mereka jalani ini ditemukan sebuah fenomena yang telah menjadi kebiasaan dikalangan remaja, yaitu perilaku merokok. Hal ini terlihat jelas pada siswa SMA dan sudah menjadi semacam trend atau bukan merupakan suatu hal yang mengherankan lagi. Meskipun sekolah telah berupaya untuk menegakkan peraturan yang tertib dan ketat seperti mengadakan pemeriksaan dan razia yang

BAB I PENDAHULUAN 3 dilakukan secara berkala selama sebulan dua kali, namun tetap saja banyak siswa yang melanggar dan tidak peduli Fenomena merokok pada remaja di SMAN 22 Bandung ini banyak terlihat pada siswa-siswi kelas 2, banyak siswa yang ketahuan merokok oleh guru pada saat proses belajar berlangsung. Mereka sengaja keluar kelas dan mengajak siswa lain mencari tempat-tempat tersembunyi di sekolah untuk merokok seperti toilet, tempat mereka berkumpul dalam sekolah maupun di kantin sekolah. Siswa juga lebih memilih membeli rokok diwarung dekat sekolah dari pada membeli makanan atau minuman, dan jika siswa tidak memiliki rokok mereka akan berusaha meminta rokok kepada siswa yang membawa rokok. Menurut informasi dari guru BP, jumlah perokok siswa-siswi kelas 2 lebih banyak dibandingkan kelas 1 dan kelas 3, bahkan siswa kelas 2 lebih sering tertangkap basah sedang merokok saat mereka berada dalam kelompoknya di dalam sekolah. Siswa juga sering merokok di tempat berkumpul mereka diluar sekolah baik diwarung maupun minimarket yang ada disekitar SMA tersebut, dan ternyata rokok termasuk barang yang cukup laku, ada sekitar kurang lebih 30-40 batang rokok terjual setiap harinya pada setiap warung dan pembelinya adalah siswa yang masih berseragam sekolah. Sejak 1987, Depdiknas telah mengeluarkan larangan merokok di kawasan sekolah mulai SD hingga perguruan tinggi, sehingga para siswa, guru, karyawan dan mereka yang berada di ruang sekolah tidak dapat merokok seenaknya. Tingginya jumlah perokok di kalangan remaja sangat mengkhawatirkan. Menurut laporan Dr Budiono, Kepala Balitbang Depdiknas, (Gatra, 2001) sekitar

BAB I PENDAHULUAN 4 13,2 % dari remaja Indonesia usia 15-19 tahun telah merokok. Pada tahun 2007 jumlah perokok usia 10 tahun keatas hanya 23,7 persen. Berdasarkan hasil riset dasar kesehatan Kementerian Kesehatan tahun 2010 jumlah perokok anak berusia di atas 10 tahun sejak tahun 2007 mengalami peningkatan, dengan prevalensi mencapai 28,2 persen (Endang Rahayu Sedyaningsih, 2010). Artinya terjadi kenaikan sekitar lima persen dimana mereka memiliki resiko kanker paru-paru sebesar 20-25 persen. (Merokok akan mengakibatkan 25 jenis penyakit, antara lain kanker paru dan tenggorokan, jantung dan hipertensi). Karena itu, Depdiknas terus meningkatkan kampanye bahaya merokok bagi kesehatan, dimulai dari tingkat SD, SLTP, SLTA hingga perguruan tinggi melalui pembentukan kawasan bebas rokok di setiap sekolah. Profesional kesehatan juga melakukan pergeseran penekanan dalam mencegah pemberlakuan merokok di kalangan dewasa menjadi lebih terfokus pada kalangan remaja atau anak-anak (McCaul et al, 1982.), Karena hampir semua perokok dewasa memulai kebiasaan selama masa remaja, biasanya antara usia 12-14 (Evans, Henderson, Hill, & Raines, 1979). Selain itu pencegahan merokok di kalangan remaja dianggap penting bukan hanya karena efek merusak kesehatannya, tetapi karena bukti menunjukkan bahwa merokok dapat bertindak sebagai gateway untuk obat lain dan penggunaan alkohol dan penyalahgunaan (Kandel, 1975). Berdasarkan hasil survei dan wawancara awal kepada 375 siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung, terdapat 164 siswa yang merokok yaitu, 148 siswa pria dan 16 siswa wanita. Mereka menyatakan bahwa mereka pernah mencoba merokok baik sekedar hanya mencoba-coba, merokok karena ajakan teman, stress ataupun hanya

BAB I PENDAHULUAN 5 untuk kesenangan semata. Mereka juga mengatakan bahwa sering sembunyi atau diam-diam merokok di dalam toilet sekolah karena takut ketahuan oleh guru, sebab guru melarang siswa merokok saat berada di lingkungan sekolah. Guru atau pihak sekolah akan menghukum atau memberi peringatan apabila ada siswa tertangkap basah sedang merokok. Oleh karena itu, banyak siswa memilih merokok di tempat mereka berkumpul atau di warung dekat sekolah. Rata-rata rokok yang mereka konsumsi perhari adalah satu bungkus rokok untuk siswa pria sedangkan siswi wanita rata-rata 3-5 batang rokok. Smet (1994) mengklasifikasikan perokok berdasarkan jumlah rokok yang dihisap dalam sehari yaitu perokok ringan menghabiskan 1-4 batang rokok, perokok sedang menghabiskan 5-14 batang rokok dalam sehari dan perokok berat menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari. Perilaku merokok yang ditunjukkan siswa sering terlihat saat mereka sedang bersama dengan teman-temannya dan mereka mengatakan lebih memilih untuk membeli rokok dibandingkan untuk membeli makanan atau minuman. Selain itu siswa sering merokok saat tidak ada guru saat di sekolah. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, terlihat bahwa terdapat kecenderungan siswa untuk merokok. Untuk menjelaskan permasalahan tersebut, maka peneliti menggunakan Theory of Planned Behavior dari Ajzen & Fishbein untuk menjelaskan kemunculan suatu tingkah laku yang ditandai dengan adanya kecenderungan (intensi) individu untuk bertingkah laku tertentu. Maka, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui intensi untuk merokok pada siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung.

BAB I PENDAHULUAN 6 1.2 Identifikasi Masalah Setiap siswa yang memasuki usia remaja akan dihadapkan pada berbagai permasalahan, diantaranya adalah problematika pergaulan teman sebaya. Pembentukan sikap, tingkah laku dan perilaku sosial remaja banyak ditentukan oleh pengaruh lingkungan ataupun teman-teman sebaya. Dengan proses peralihan yang masih ada pada siswa SMAN 22 Bandung, terlihat perilaku yang tidak diharapkan yaitu perilaku merokok disekolah. Menurut laporan yang didapat dari guru BP, siswa-siswi kelas 2 jumlah perokoknya lebih banyak dari pada kelas 1 dan kelas 3. Intensi merupakan indikasi seberapa besar seorang individu akan berusaha untuk memunculkan tingkah laku tertentu ( Fishbein dan Ajzen, 1975:288). Menurut Theory of planned behavior, intensi merupakan fungsi dari tiga determinan dasar. Determinan pertama adalah faktor personal secara alami, yaitu sikap terhadap tingkah laku (Attitudes Toward Behavior). Determinan kedua adalah faktor merefleksikan pengaruh sosial, yaitu norma subyektif (Subjective norms). Determinan terakhir adalah berhubungan dengan kontrol, yaitu persepsi terhadap kontrol tingkah laku (Perceived behavioral control). Siswa-siswi kelas 2 SMAN 22 Bandung ini mengatakan bahwa dengan merokok mereka merasa lebih percaya diri, terbebas dari stres dan terlihat lebih dewasa, hal ini menggambarkan Attitudes Toward Behavior. Mereka mengajak siswa lain berkumpul untuk merokok dan saling menawarkan rokok satu sama lain, yang menggambarkan Subjective norms. Saat guru tidak ada, mereka juga secara diamdiam mencari tempat untuk merokok baik di toilet maupun dikantin sekolah, hal ini

BAB I PENDAHULUAN 7 mengambarkan Perceived behavioral control. Perilaku merokok pada siswa ini didasari oleh adanya dorongan teman sebaya, adanya tempat dan kesempatan serta keyakinan yang mereka yakini atau keyakinan kelompok remaja tersebut untuk merokok, hal ini menggambarkan bahwa siswa-siswi kelas 2 SMAN 22 Bandung ini memiliki keyakinan atau kecenderungan untuk merokok. Berdasarkan permasalahan yang telah peneliti kemukakan pada latar belakang masalah, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian Bagaimanakah gambaran intensi untuk merokok pada siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung?. 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, menggali, mengkaji dan mengorganisasikan informasi teoritik dan empirik tentang gambaran secara deskriptif mengenai intensi untuk merokok pada siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis Secara teoritis ingin memberikan informasi secara deskriptif mengenai intensi untuk merokok ditinjau dari Theory of planned behavior pada siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung.

BAB I PENDAHULUAN 8 b. Kegunaan Praktis Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan informasi kepada guru maupun orang tua, lembaga atau pihak yang terkait mengenai intensi untuk merokok yang dilakukan oleh siswa SMAN 22 Bandung.

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja Remaja (adolecence) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosioemosional (Santrock, 2003:26). Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia & Olds, 2001) 2.1.1 Tugas- Tugas Perkembangan pada Masa Remaja Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meningkatkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan remaja menurut Hurlock (dalam Muhammad Ali, 2008 : 10) adalah : 1. Mampu menerima keadaan fisiknya; 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa; 3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis; 4. Mencapai kemandirian emosional; 5. Mencapai kemandirian ekonomi; 6. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat; 7. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua; 8. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa; 9. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan; 10. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga. 2.1.2. Ciri- Ciri masa Remaja Ciri-ciri masa remaja menurut ahli psikologi remaja Hurlock (1992). Masa remaja mempunyai ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelumnya. Ciriciri remaja menurut Hurlock (1992), antara lain : a. Masa remaja sebagai periode yang penting b. Masa remaja sebagai periode pelatihan. c. Masa remaja sebagai periode perubahan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. f. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. g. Masa remaja sebagai masa dewasa. 2.2 Perilaku Merokok Perilaku merokok didefinisikan sebagai kegiatan menghisap asap tembakau yang telah menjadi cerutu kemudian disulut api. Tembakau berasal dari tanaman nicotiana tabacum. Ada dua tipe merokok, pertama adalah menghisap rokok secara langsung yang disebut perokok aktif, dan yang kedua mereka yang secara tidak langsung menghisap rokok, namun turut menghisap asap rokok disebut perokok pasif (Oskamp 1984). 2.2.1 Tipe Perilaku Merokok. Ada 4 tahap perilaku merokok sehingga seseorang menjadi perokok (Lavental & Clearly, dalam Komalasari & Helmi, 2000), yaitu : 1. Tahap Preparatory. Seorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk merokok. 2. Tahap Initiation. tahap perintisan merokok yaitu tahap apakan seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 3. Tahap Becoming a Smoker. Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak empat batang perhari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok. 4. Tahap Maintenance of Smoking. Pada tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari pengaturan diri (Self Regulation). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek psikologis yang menyenangkan. Menurut Smet (1994) Ada tiga tipe perokok yang dapat diklasifikasikan menurut banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe perokok tersebut adalah: 1. Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari. 2. Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari. 3. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari. 2.3 Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior berpijak pada asumsi bahwa individu pada umumnya bertingkah laku secara rasional, yakni selalu mempertimbangkan informasi-informasi dan implikasi dari tindakannya baik secara implisit maupun eksplisit. Teori ini mempostulatkan kecenderungan (intensi) seseorang untuk menampilkan atau tidak menampilkan tingkah laku, yang merupakan determinan paling dekat dengan tingkah laku yang ditampilkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 Fishbein dan Ajzen pada tahun 1975 (dalam Ajzen, 1988) mendefinisikan intensi sebagai lokasi dalam suatu dimensi kemungkinan subyektif individu untuk melakukan tingkah laku tertentu (Fishbein dan Ajzen, 1975:288). Intensi merupakan indikasi seberapa besar seseorang individu akan berusaha untuk memunculkan tingkah laku tertentu (Ajzen, 1988:113). Intensi akan tetap menjadi kecenderungan untuk bertingkah laku sampai sebuah usaha yang dilakukan oleh individu untuk merealisasi intensi menjadi tingkah laku. Intensi merupakan kecenderungan bertingkah laku yang paling dekat dengan tingkah laku itu sendiri. Menurut Theory of planned behavior, intensi merupakan fungsi dari tiga determinan dasar. Determinan pertama adalah faktor personal secara alami, yaitu sikap terhadap tingkah laku (Attitudes Toward Behavior). Determinan kedua adalah faktor merefleksikan pengaruh sosial, yaitu norma subyektif (Subjective norms). Determinan terakhir adalah berhubungan dengan kontrol, yaitu persepsi terhadap kontrol tingkah laku (Perceived behavioral control). Skema dari Theory of Planned Behavior disajikan pada bagan berikut ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14 Gambar 2.3. The Theory of planned behavior Seperti ditunjukkan pada bagan, kekuatan intensi ditentukan oleh tiga macam faktor. Faktor-faktor ini adalah sikap terhadap tingkah laku tertentu (Attitudes Toward the Behavior), norma subyektif (Subjektif Norms) dan persepsi mengenai kontrol tingkah laku (Perceived behavioral control). Ketiga faktor ini dipengaruhi oleh belief. Belief adalah informasi yang dimiliki individu mengenai dirinya sendiri dan dunianya (Ajzen, 1988:122). Ketiga belief ini antara lain belief tentang konsekuensi dari tingkah laku yang mungkin terjadi (behavioral belief), belief harapan tentang orang lain terhadap dirinya yang berkaitan dengan nilai-nilai (normative belief) dan belief tentang keberadaan faktor-faktor yang dapat memfasilitasi maupun menghalangi munculnya tingkah laku tersebut (control belief). Faktor-faktor penentu intensi, adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15 2.3.1 Sikap Terhadap Tingkah Laku (Attitudes toward behavior) a. Pengertian Sikap Attitude is a psychological tendency that expressed by evaluating a particular entity with some degree of favor or disafavor. (The Psychological of Attitude, 1993). Sikap merupakan kecenderungan yang dipelajari untuk berespon terhadap suatu obyek yang dinyatakan secara konsisten dalam perasaan menyukai atau tidak menyukai suatu obyek tersebut. (Attitudes, Personality, and Behavior, Icek Ajzen, 1988). Dari definisi yang dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein tersebut, terdapat tiga aspek dasar dari sikap: 1. Sikap merupakan hal yang dipelajari 2. Sikap merupakan predisposisi dari tindakan 3. Tindakan tersebut secara konsisten menunjukan perasaan suka atau tidak suka terhadap suatu obyek. Sikap terhadap tingkah laku (Attitudes toward behaviors) di definisikan sebagai,...the individual s positif or negative evaluation of performing the particular of interest. (Attitudes, Personality, and Behavior, Icek Ajzen, 1988).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 16 Sikap terhadap tingkah laku adalah evaluasi positif atau negatif terhadap konsekuensi dari tingkah laku yang akan dimunculkan. (Attitudes, Personality, and Behavior, Icek Ajzen, 1988). b. Obyek sikap (Attitudinal Objects) Suatu evaluasi selalu dibuat berdasarkan jumlah bentuk (entity) atau sesuatu yang menjadi obyek dari evaluasi (attitudinal objects). Segala sesuatu yang nyata dapat dibedakan, maka dapat dievaluasi dan berfungsi sebagai obyek sikap. Beberapa obyek sikap adalah abstrak dan beberapa lainnya adalah kongkrit. Bentuk tertentu dapat berfungsi sebagai obyek sikap seperti juga bentuk lainnya, tingkah laku dan jenis-jenis tingkah laku dapat berfungsi sebagai obyek sikap. c. Determinan dari sikap terhadap tingkah laku (Determinants of Attitude Toward Behavior) Fishbein (1993:168) menyebutkan Attitudes toward behaviors sebagai,...a function of behavioral beliefs, which represents the perceived consequences of the act. Dalam model ini, sikap ditentukan oleh dua hal, yaitu keyakinan (beliefs) dan evaluasi terhadap konsekuensi atau hasil (outcomes). Beliefs mempresentasikan konsekuensi yang didapat dari suatu tindakan (behavioral beliefs), dan beliefs ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 17 menghubungkan dengan evaluasi subjek terhadap konsekuensi dalam memunculkan suatu sikap. Beliefs yang berhubungan dengan sikap terhadap tingkah laku tertentu disebut behavioral beliefs. Individu yang yakin bahwa jika ia melakukan tingkah laku tertentu akan mengarahkannya pada konsekuensi tertentu, yaitu konsekuensi terhadap hasil yang positif, ia akan menganggapnya sebagai suatu tingkah laku yang disukai (favorable attitude). Individu yang yakin bahwa melakukan tingkah laku tertentu akan mengarahkannya pada konsekuensi terhadap hasil yang negatif, ia akan menganggapnya sebagai tingkah laku yang tidak disukai (unfavorable attitude). 2.3.2 Norma Subyektif a. Pengertian Norma Subyektif Norma subyektif berkaitan dengan pengaruh lingkungan sosial. Ajzen dan Fishbein (1975) mendefinisikan norma subyektif sebagai berikut:...is the person s perception that most people who important to him think he should or not perform the behavior in question. Norma subyektif adalah persepsi individu terhadap dorongan dari significant person yang mengharapkan individu menampilkan atau tidak menampilkan suatu tingkah laku.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 18 Ajzen (2005) mendefinisikan norma subjektif sebagai dorongan yang dipersepsikan oleh seseorang untuk melibatkan diri atau tidak melibatkan diri dalam sebuah perilaku. Dorongan ini dapat berasal dari orang-orang yang dianggap penting bagi individu (significant person) dan menjadi acuan (referent) yang memunculkan motivasi individu untuk memenuhi atau tidak memenuhi harapan orang-orang tersebut, misalnya orangtua, teman dalam kelompok, pasangan, dan sebagainya. Individu akan memiliki intensi untuk menampilkan suatu tingkah laku ketika ia mengevaluasi bahwa melakukan tingkah laku tersebut merupakan suatu hal yang positif dan ketika ia yakin bahwa orang-orang yang penting baginya (secara perorangan maupun kelompok) mengharapkan ia menampilkan tingkah laku yang diinginkan. Normative beliefs sendiri merupakan keyakinan individu bahwa orangorang tertentu dalam hidupnya berpikir bahwa individu tersebut harus melakukan atau tidak melakukan tingkah laku tertentu. Individu yang berpikir bahwa kebanyakan orang-orang yang menjadi rujukannya beranggapan ia seharusnya tidak melakukan tingkah laku tertentu, akan memiliki norma subyektif yang menekan individu untuk menghindari tingkah laku tersebut, demikian juga sebaliknya. Norma subyektif dapat langsung diketahui dengan cara menanyakan kepada subyek, sejauh mana orang yang dianggap berarti baginya akan setuju

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 19 atau mengharapkan untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu tingkah laku tertentu. b. Determinan dari Norma Subjektif (Determinant of Subjective norms) Dalam model ini, norma subyektif adalah fungsi dari normative beliefs dan motivasi. Normative beliefs mempresentasikan persepsi terhadap persetujuan orang yang signifikan mengenai apa yang seharusnya dan tidak seharusnya ditampilkan dalam suatu tingkah laku. Anggota keluarga (orang tua), teman dekat, pasangan, dan guru bisa menjadi rujukan seorang individu (remaja) dalam bertingkah laku. Motivation to comply merupakan dorongan seseorang untuk memenuhi harapan dari orang terdekat atau rujukan untuk menampilkan tingkah laku tersebut. Seorang individu akan mempersepsikan harapan atau keyakinan dari orang yang signifikan mengenai apa yang seharusnya dan yang tidak seharusnya dilakukan. Individu akan mencoba mempersepsikan apakah dirinya telah sesuai dengan harapan dari orang-orang yang signifikan bagi dirinya atau dipersepsikan memberi kesetujuan untuk bertingkah laku tertentu, maka hal tersebut akan menjadi acuan atau menjadi suatu belief bagi individu tersebut dalam melakukan tingkah laku tertentu. Begitu pula sebaliknya, jika kebanyakan orang yang signifikan dipersepsi seorang individu memberikan ketidaksetujuannya untuk bertingkah laku tertentu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 20 maka hal tersebut akan menjadi acuan atau menjadi suatu belief bagi individu untuk tidak melakukan tingkah laku tersebut. 2.3.3 Persepsi terhadap kontrol Tingkah Laku (Perceived Behavior Control) a. Pengertian Percieved Behavioral Control berikut, Ajzen (1988) mendefinisikan Perceived behavioral control sebagai...this factor refers to the perceived ease or difficulty of performing the behavior and it assumed to reflect past experience as well as anticipated impediment and abstracles. Faktor ini menggambarkan persepsi individu mengenai mudah atau sulitnya menampilkan tingkah laku tertentu yang diasumsikan sebagai refleksi pengalaman masa lalu dan hambatan yang diantisipasi. Gambar 2.1 menunjukkan dua hal penting dari Theory of Planned Behavior. Pada gambar diatas terdapat dua jalur hubungan antara Perceived behavioral control (PBC) dan perilaku : 1. Garis penuh menuju perantara intensi 2. Garis Putus-putus tanpa melalui intensi Hal penting pertama, teori ini berasumsi bahwa Perceived behavioral control memiliki sumber daya kesempatan untuk menampilkan perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 tertentu cenderung tidak membentuk intensi yang kuat untuk melakukannya walaupun jika ia memiliki sikap yang favorable terhadap perilaku itu dan ia percaya bahwa orang-orang terdekatnya akan mendukung perilakunya itu. Hal ini menggambarkan bahwa asosiasi antara Perceived behavioral control dan intensi tidak di tengahi oleh sikap dan norma subjektif. Hal ini di gambarkan oleh panah yang menghubungkan Perceived behavioral control dan intensi (Ajzen, 2005). Hal penting kedua adalah hubungan langsung antara Perceived behavioral control dan perilaku yang digambarkan dengan panah putus-putus. Dalam beberapa contoh menunjukkan bahwa perilaku tidak hanya tergantung pada motivasi untuk melakukannya, namun juga pada kontrol yang cukup kuat terhadap perilaku yang hendak diramalkan. Kontrol perilaku aktual (actual behavioral control) merupakan derajat sejauh mana seseorang memiliki keterampilan, sumber-sumber daya, dan prasyarat-prasyarat lain yang dibutuhkan untuk menampilkan sebuah perilaku. Keberhasilan dalam menampilkan sebuah perilaku tidak hanya bergantung pada intensi yang favorabel, tetapi juga tergantung pada tingkat Perceived behavioral control. Sejauh mana Perceived behavioral control itu akurat, maka Perceived behavioral control juga dapat menjadi wakil (proxy) dari kontrol perilaku akurat, serta dapat digunakan untuk meramalkan terjadinya perilaku (Ajzen, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 22 b. Determinan dari persepsi terhadap kontrol tingkah laku (Determinant of Perceived behavioral control) Pada dasarnya Perceived behavioral control mengindikasikan bahwa motivasi seseorang dipengaruhi oleh bagaimana tingkat kesulitan dari suatu perilaku yang disadari menjadi nyata, sebagaimana persepsi mengenai bagaimana seorang individu yang sukses mampu menampilkan suatu perilaku. Perceived behavioral control ditentukan oleh sejumlah control belief tertentu yang memberikan sarana bagi terbentuknya perilaku. Perceived control behavior, diasumsikan sebagai fungsi dari keyakinan, keyakinan ini tentang ada atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi atau menghambat kinerja perilaku (Ajzen, 2005). Misalnya keyakinan mengenai adanya faktor-faktor yang dapat memfasilitasi atau menghalangi munculnya suatu tingkah laku tertentu. Lebih fokus lagi kekuatan dari masing-masing control belief dipengaruhi oleh kekuatan dari adanya kesadaran akan faktor-faktor yang mampu dikontrol dan hasil-hasil yang mampu diperoleh (perceived power). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Perceived behavioral control terbentuk dari keyakinan-keyakinan (belief) yang disebut control belief dan persepsi individu terhadap hambatan realistis yang ada ketika menampilkan tingkah laku tertentu. Perceived behavioral control diasumsikan mempunyai implikasi motivasional terhadap intensi. Motivasi seseorang dipengaruhi oleh bagaimana tingkat kesulitan dari suatu perilaku yang disadari menjadi nyata, sebagaimana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 23 persepsi mengenai bagaimana seorang individu mampu menampilkan suatu perilaku. 2.3.4 Pembentukan nilai-nilai keyakinan (Belief Formation) Menurut Ajzen dan Fishbein (1975) keyakinan atau belief mengenai suatu objek merupakan dasar dari pembentukan sikap terhadap obyek yang pada akhirnya akan menentukan intensi perilakunya. Lebih lanjut dikemukakan bahwa keyakinan merupakan peluang penilaian individu terhadap aspek-aspek khusus dalam dunia yang dihayatinya. Secara khusus disebutkan bahwa keyakinan merupakan hubungan probabilitas subyektif antara individu dengan suatu obyek keyakinan seperti nilainilai, konsep-konsep, atau atribut-atribut tertentu. Dari definisi tersebut dapat dinilai bahwa pembentukan keyakinan melibatkan kaitan antara dua aspek dari dunia individu. Pembentukan keyakinan tergantung pada informasi yang diperoleh dan pengolahan informasi tersebut oleh individu. Keyakinan-keyakinan yang terbentuk berbeda, sesuai dengan informasi yang diperoleh. Proses pembentukan belief atau keyakinan ini dapat dibedakan menjadi tiga proses (Ajzen dan Fishbein, 1975), yaitu: a. Melalui pengalaman langsung dengan objek yang berhubungan yang akan membentuk descriptive beliefs. Descriptive beliefs diperoleh 25 melalui observasi langsung bahwa suatu objek memiliki airibut tertentu mengenai indera-indera yang dimiliki, misalnya seorang dapat merasakan atau melihat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 24 bahwa cincin itu bulat, atau dapat mencium sate kambing yang sedang dibakar, atau melihat wanita yang cantik. b. Melalui suatu proses penyimpulan dari data atau fenomena yang ada (logika berfikir individu) yang akan membentuk inferential beliefs. Belief yang terbentuk melalui proses ini biasanya berupa beliefs mengenai karakteristik yang tidak terobservasi langsung, misalnya jujur, ramah, tertutup, sopan atau pintar. Kesimpulan yang diambil mengenai beliefs tersebut didasarkan pada descriptive beliefs yang sudah ada, atau didasarkan pada inferesntial beliefs yang sudah ada. c. Melalui penerimaan informasi yang tersedia di luar dirinya yang akan membentuk informational beliefs. Informasi yang diterima bisa berasal dari koran, buku, majalah, televisi, radia, pengajat, teman, saudara, rekan kerja. Informasi yang terdia dapat juga menghasilkan descriptive beliefs artinya bahwa individu akan meyakini bahwa sumber tersebut akan menyediakan informasi mengenai hubungan suatu objek dengan beberapa atribut tertentu. Dapat disimpulkan bahwa beliefs dapat dibentuk melalui setidaknya dua cara yaitu melalui pengalaman langsung dalam suatu situasi sehingga individu akan menyedari atau mengetahui adanya hubungan antara objek dengan suatu atribut, dan atau individu dapat diberitahu melalui sumber yang ada di dalam dirinya bahwa suatu objek memiliki hubungan dengan atribut tertentu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 25 2.3.5 Intensi Ajzen dan Fisbein mendefinisikan intensi sebagai beliefs seseorang mengenai apa yang akan dilakukan dalam suatu tingkah laku, atau harapan seseorang mengenai apa yang akan dilakukan dalam suatu tingkah laku atau harapan seseorang mengenai tingkah laku mereka sendiri dalam setting yang ada (Eagly, 1993: 184). Berangkat dari Theory of planned behavior yang menyatakan bahwa intensi merupakan determinan langsung dari tingkah laku maka dapat disebutkan bahwa tingkah laku individu tertentu akan konsisten dengan intensinya terhadap tingkah laku tersebut. Jika ada intensi untuk bertingkah laku tertentu, maka ia akan melakukan perilaku tersebut. 2.3.6 Dampak Variabel Eksternal terhadap Intensi Banyak bukti yang menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti sikap terhadap target, sifat-sifat kepribadian, dan karakteristik-karakteristik demografis sering kali berhubungan dengan tingkah laku. Walaupun mengakui arti penting faktor-faktor tersebut. Ajzen dan Fishbein tidak memasukkan faktor-faktor tersebut sebagai bagian yang menyatu dalam teorinya, tetapi menempatkannya sebagai variabel eksternal. Menurut Ajzen dan Fishbein, secara tidak langsung variabel eksternal dapat mempengaruhi belief yang dipegang oleh individu atau relativitas derajat kepentingan belief yang berhubungan dengan sikap dan pertimbangan normatif (Azjen dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 26 Fishbein, 2005:134). Variabel eksternal tersebut dapat berupa jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, intelegensi, dan lain-lain. Berikut peranan background factors pada teori planned behavior dalam Azjen (2005): behavior Gambar 2.3.6 The role of background factors in the theory of planned Variabel eksternal akan mempengaruhi pembentukan beliefs dengan beberapa cara: 1. Mempengaruhi individu untuk memiliki beliefs tertentu 2. Mempengaruhi kekuatan satu atau beberapa beliefs yang dipegang oleh individu 3. Mempengaruhi penilaian atau evaluasi individu terhadap hasil tingkah laku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 27 2.4 Kerangka Pikir Masalah merokok pada remaja bukanlah suatu hal yang baru ditemukan di Indonesia, karena jumlah pelajar yang merokok semakin meningkat. Seperti halnya yang terjadi pada siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung, jumlah perokok pada siswa kelas 2, lebih banyak dari pada jumlah perokok pada siswa kelas 1 dan kelas 3 termasuk siswi wanita. Terdapat 164 siswa yang merokok yaitu, 148 siswa pria dan 16 siswa wanita yang melakukan perilaku merokok baik dikalangan sekolah maupun diluar sekolah. Meskipun sekolah telah berupaya untuk menegakkan peraturan yang tertib dan ketat seperti mengadakan pemeriksaan dan razia yang dilakukan secara berkala selama sebulan dua kali, namun tetap saja banyak siswa yang melanggar dan tidak peduli. Perilaku merokok siswa ini menggambarkan adanya kecenderungan atau intensi seperti yang dijelaskan Menurut Fishbein dan Ajzen (1975:288). Intensi merupakan indikasi seberapa besar seseorang individu akan berusaha untuk memunculkan tingkah laku tertentu (Ajzen, 1988:113). Intensi akan tetap menjadi kecenderungan untuk bertingkah laku sampai sebuah usaha yang dilakukan oleh individu untuk merealisasi intensi menjadi tingkah laku. Intensi merupakan kecenderungan bertingkah laku yang paling dekat dengan tingkah laku itu sendiri. Oleh karena itu, ekspresi intensi dari seorang individu dapat memberikan prediksi yang akurat akan tingkah laku yang muncul. Menurut Theory of planned behavior, intensi merupakan fungsi dari tiga determinan dasar. Determinan pertama adalah faktor personal secara alami, yaitu sikap terhadap tingkah laku (Attitudes Toward

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 28 Behavior). Determinan kedua adalah faktor merefleksikan pengaruh sosial, yaitu norma subyektif (Subjective norms). Determinan terakhir adalah berhubungan dengan kontrol, yaitu persepsi terhadap kontrol tingkah laku (Perceived behavioral control). Berdasarkan hasil wawancara pada siswa-siswi SMAN 22 Bandung, mereka mengatakan bahwa merokok dapat membuat mereka merasa lebih percaya diri, terlihat lebih hebat dari pada orang lain dan merasa lebih dewasa yang menggambarkan adanya sikap terhadap perilaku merokok (Attitude Toward Behavior), bahkan mereka secara diam-diam mencari tempat untuk merokok yang tidak diketahui oleh guru atau pihak sekolah, hal ini menggambarkan adanya persepsi terhadap faktor-faktor yang mengendalikan perilaku merokok siswa (Perceived behavioral control). Siswa siswi kelas 2 SMAN 22 Bandung ini sering terlihat merokok dan saling mengajak serta menawarkan rokok saat mereka sedang berkumpul dengan teman-temannya yang merokok, hal ini menggambarkan adanya dorongan sosial dari orang terdekat yang yang mempengaruhi subjek untuk merokok (Subjective norms). Selain itu, mereka mengatakan sering menghabiskan banyak rokok hingga sebungkus dalam sehari. Perilaku merokok pada siswa tersebut merupakan kecenderungan atau indikasi yang didasari oleh belief atau keyakinan terhadap tujuan yang mereka harapkan setelah melakukannya, hal ini juga karena mereka mendapatkan dukungan teman serta kesempatan atau kemudahan dalam melakukan perilaku merokok tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 29 Berangkat dari Theory of planned behavior yang menyatakan bahwa intensi merupakan determinan langsung dari tingkah laku maka dapat disebutkan bahwa tingkah laku individu tertentu akan konsisten dengan intensinya terhadap suatu tingkah laku. Jika ada intensi untuk bertingkah laku tertentu, maka ia akan melakukan tingkah laku tersebut. Sama halnya dengan perilaku merokok remaja dalam penelitian ini yaitu siswa yang berperilaku merokok akan terus berperilaku seperti itu, karena kecenderungan dan keyakinan yang dimilikinya untuk melakukan perilaku merokok. Bagan 2.4 Kerangka Pikir Behavioral Beliefs Siswa yakin merokok karena merasa lebih percaya diri, merasa nyaman dan terlihat lebih dewasa Normative Beliefs Siswa terlihat merokok saat sedang berkumpul bersama dengan teman-temannya dan saling menawarkan/ mengajak siswa lain untuk rokok Intensi siswa untuk merok Perilaku merokok siswa SMAN 22 Bandung Control Beliefs Siswa berusaha mencari tempat untuk merokok, seperti: di toilet sekolah, di kantin sekolah dan warung dekat sekolah saat sekolah sepi dan guru tidak ada

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif tidak memerlukan pengontrolan terhadap suatu perlakuan, juga tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, namun hanya menggambarkan keadaan yang sebenarnya tentang suatu variabel, keadaan atau suatu gejala (Suharsimi Arikunto:2006). Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui gambaran mengenai intensi untuk merokok pada siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung. Metode penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya (Sukmadinata, 2006:72). 3.2. Variabel Penelitian Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah Intensi untuk merokok pada siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung. 30

BAB III METODE PENELITIAN 31 3.3. Identifikasi Variabel 3.3.1 Definisi Konseptual Intensi adalah indikasi seberapa besar atau seberapa keras usaha seseorang untuk menampilkan atau melakukan suatu perilaku yang mereka rencanakan (Ajzen, 1988:113). intensi dipengaruhi secara langsung oleh sikap dan keyakinan yang dimiliki seseorang atau yang dimiliki oleh orang lain (Ajzen, 1975). 3.3.2 Definisi Operasional Dalam penelitian ini, intensi merupakan seberapa besar atau kecil usaha siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung untuk melakukan perilaku merokok. Aspek-aspek atau faktor-faktor penentu intensi yang akan diukur menurut Theory of planned behavior : 1. Sikap terhadap tingkah laku merokok (Attitude toward behavior) adalah keyakinan siswa terhadap konsekuensi positif atau negatif akan perilaku merokok serta evaluasi siswa atas konsekuensi yang didapat dari perilaku merokok tersebut. 2. Norma subyektif (Subjective norms) dalam penelitian ini adalah persepsi siswa terhadap harapan dari orang terdekat yang dianggap penting seperti: teman, keluarga, guru, kakak kelas untuk memunculkan perilaku merokok serta seberapa kuat dorongan siswa tersebut untuk memenuhi harapan dari orang-orang terdekat.

BAB III METODE PENELITIAN 32 3. Persepsi mengenai kontrol tingkah laku untuk merokok (Perceived behavioral control) adalah keyakinan akan faktor yang mengendalikan perilaku merokok serta penghayatan atau pemaknaan siswa terhadap faktor yang dipersepsikan mengendalikan perilaku merokok tersebut. 3.4 Populasi Penelitian 3.4.1 Populasi Menurut Suharsimi (1996: 115) populasi adalah keseluruhan obyek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas 2 SMAN 22 Bandung yang temasuk perokok ringan, sebanyak 44 orang. Oleh karena itu penelitian ini dikatakan studi terhadap populasi. 3.5 Instrumen Penelitian Instrumen pada penelitian ini terdiri dari dua alat ukur, yang pertama kuesioner elisitas belief yang digunakan untuk bisa melihat salient belief responden, dan kuesioner intensi (berdasarkan model Fishbein dan Ajzen, 2006) untuk merokok pada siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung yang digunakan untuk melihat determinandeterminan intensi serta intensi itu sendiri. 3.5.1 Pedoman Pernyataan Elisitas Belief Ajzen (2006) menyatakan bahwa dalam Theory of planned behavior terdapat dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, norma subjektif, persepsi terhadap kontrol tingkah laku dan intensi. Metode pertama