BAB I PENDAHULUAN. landasan pendiriannya yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PELAKSANAAN PEMBINAAN WBP (WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN) DI LEMBAGA KLAS IIA GORONTALO

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab negara yang dalam hal ini diemban oleh lembaga-lembaga. 1) Kepolisian yang mengurusi proses penyidikan;

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Setelah adanya Keputusan Konferensi Dinas Para

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

Institute for Criminal Justice Reform

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan hubungan hidup antara warga binaan dengan masyarakat.

1 dari 8 26/09/ :15

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Indie (Kitab Undang Undang Hukum pidana untuk orang orang. berlaku sejak 1 januari 1873 dan ditetapkan dengan ordonasi pada tanggal

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

BAB III HAMBATAN PROSES PEMBINAAN DAN UPAYA MENGATASI HAMBATAN OLEH PETUGAS LAPAS KELAS IIA BINJAI

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

BAB I PENDAHULUAN. I.1. JUDUL LEMBAGA PEMASYARAKATAN Yang Berorientasi Kepada Pembentukan Suasana Pendukung Proses Rehabilitasi Narapidana

BAB I PENDAHULUAN. yang menjalani masa pidana, hal ini sudah diatur dalam Undang undang tentang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lesi Oktiwanti, 2014 Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB V PENUTUP. dijabarkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUHAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah melindungi

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. tahanan, narapidana, anak Negara dan klien pemasyarakatan sebagai subyek

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pemasyarakatan yang berperan penting dalam proses penegakan hukum. Untung S. Radjab (2000 : 22) menyatakan:

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

FUNGSI SISTEM PEMASYARAKATAN DALAM MEREHABILITASI DAN MEREINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Sri Wulandari

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

PENDAHULUAN. dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia

Strategi RUTAN dan LAPAS yang ada di DKI Jakarta saat ini dalam mengatasi over capacity adalah melakukan penambahan gedung hunian dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Layanan perpustakaan..., Destiya Puji Prabowo, FIB UI, 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembinaan merupakan aspek penting dalam sistem pemasyarakatan yaitu sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlakuan terhadap para pelanggar hukum, merupakan masalah

BAB II PENGERTIAN ANAK PIDANA DAN HAK-HAKNYA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

2 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perampokan, pembunuhan, narkoba, penipuan dan sebagainya. Dari semua tindak

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi kebijakan..., Atiek Meikhurniawati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MENJALANI PIDANA PENJARA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Asimilasi. Pembebasan Bersyarat.

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan undang-undang Dasar 1945 pasal 28H ayat (1) tentang Hak

BAB 1 PENDAHULUAN. Problema dan solusi..., Djoni Praptomo, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah Negara Republik Indonesia. Negara Indonesia adalah negara

BAB I PENDAHULUAN. Pemasyarakatan, Pasal 9 Ayat (1) yang menegaskan : Pasal 2 sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9 Ayat (1) Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat- zat adiktif lainnya (NAPZA)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syofiyatul Lusiana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

BAB I PENDAHULUAN. merupakan tempat atau kediaman bagi orang-orang yang telah dinyatakan bersalah oleh

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (iptek), perilaku

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ingin meningkatkan pencapaian di berbagai sektor. Peningkatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara hukum Indonesia disebut sebagai negara hukum sesuai dengan landasan pendiriannya yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pasal 1 ayat 3, disebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Sedangkan hukum itu sendiri adalah himpunan peraturan-peraturan yang berisi perintah-perintah dan laranganlarangan yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu. 1) Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar negara Republik Indonesia. Ketentuan tersebut menjadi dasar pijak terhadap seluruh penyelenggaraan kekuasaan dalam Negara Hukum Indonesia. Sebagai negara hukum, maka penyelenggaraan kekuasaan di Indonesia tidak didasarkan pada pemegang kekuasaan tetapi berdasarkan atas hukum. Penyelenggaraan kekuasaan oleh pemegang kekuasaan atau pemerintah dibatasi oleh aturanaturan hukum yang berlaku di Negara Indonesia. Maka penegakan hukum di Indonesia sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara yang dalam hal ini diemban oleh lembaga-lembaga penegakan hukum di Indonesia, salah satu diantaranya adalah Lembaga Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang mengubah sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan. 1) Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum. PT Rineka Cipta. 2007:43 1

Sistem pemasyarakatan merupakan suatu rangkaian kesatuan penegakan hukum, oleh karena itu pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari pengembangan konsep umum mengenai pemidanaan. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dinyatakan bahwa Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan) dan anak didik pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan yang mengurusi perihal kehidupan WBP selama menjalani masa pidana. Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pidana penjara. Sejalan dengan UUD 1945, Pancasila sebagai dasar negara di dalam sila ke-2 yang berbunyi Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab menjamin bahwa manusia Indonesia diperlakukan secara beradab meskipun berstatus WBP. Selain itu, pada sila ke-5 mengatakan bahwa Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia berarti bahwa Warga Binaan Pemasyarakatanpun haruslah juga mendapatkan kesempatan berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain layaknya kehidupan manusia secara normal. Adanya model pembinaan bagi WBP di dalam Lembaga Pemasyarakatan tidak terlepas dari sebuah dinamika, yang bertujuan untuk lebih banyak memberikan bekal bagi Narapidana dalam menyongsong kehidupan setelah selesai menjalani masa hukuman (bebas). Seperti halnya yang terjadi jauh sebelumnya, peristilahan Penjara pun telah mengalami perubahan menjadi pemasyarakatan. Tentang lahirnya istilah Lembaga Pemasyarakatan dipilih sesuai dengan visi dan misi lembaga itu untuk menyiapkan para WBP kembali ke masyarakat. 2

Selanjutnya pembinaan diharapkan agar mereka mampu memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya. Kegiatan di dalam Lembaga Pemasyarakatan bukan sekedar untuk menghukum atau menjaga WBP tetapi mencakup proses pembinaan agar warga binaan menyadari kesalahan dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukan. Dengan adanya pemikiran modern tentang tujuan pemidanaan ini, pemerintah merumuskan suatu program untuk WBP agar tetap dapat bersosialisasi dengan kehidupan di luar tembok penjara. Program ini disebut dengan asimilasi, yang dari terminologi katanya dapat diartikan sebagai pembauran. Program asimilasi ini secara tertulis dituangkan dalam Undangundang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, sedangkan untuk peraturaan pelaksananya dan peraturan teknis terdapat dalam beberapa Peraturan Pemerintah dan Surat Edaran Menteri terkait. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, maka untuk pelaksanaan pembinaan WBP selanjutnya mengacu pada undang-undang tersebut. Pembinaan narapidana di LAPAS dilaksanakan dengan beberapa tahapan pembinaaan, yaitu tahap awal, tahap lanjutan, dan tahap akhir. Adapun pelaksanaan tahapan pembinaan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Pembinaan tahap awal bagi WBP dilaksanakan sejak narapidana tersebut berstatus sebagai narapidana hingga 1/3 (satu per tiga) masa pidananya. 3

2) Pembinaan tahap lanjutan terbagi kedalam dua bentuk, yaitu : a. Tahap lanjutan pertama, dimulai sejak berakhirnya pembinaan tahap awal sampai dengan ½ (satu per dua) masa pidananya. b. Tahap lanjutan kedua, dimulai sejak berakhirnya pembinaan tahap lanjutan pertama sampai dengan 2/3 (dua per tiga) masa pidananya. 3) Pembinaan tahap akhir, dilaksanakan sejak berakhirnya pembinaan tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pidana WBP yang bersangkutan. Setelah narapidana dibina di dalam LAPAS lebih kurang ½ (setengah) dari masa pidananya, maka untuk lebih menyempurnakan program pembinaan kepada WBP diberi kesempatan untuk berasimilasi. Pasal 14 huruf j Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan menyebutkan bahwa asimilasi merupakan salah satu hak yang dapat diperoleh WBP. Pada proses asimilasi terdapat beberapa masalah yang dihadapi di lembaga pemasyarakatan kelas IIA Gorontalo, diantaranya sebagai berikut: 1) Pada proses pembahasan program, petugas Pemasyarakatan dan masyarakat tidak pernah dilibatkan untuk mengikuti pembahasan program pembinaan. Demikian pula dalam mekanisme pelaksanaannya, terjadi penyimpangan yang merugikan warga binaan yang telah memenuhi syarat untuk diusulkan hak memperoleh asimilasi. Akibatnya target pemulangan warga binaan lebih awal melalui program asimilasi yang menjadi program nasional tidak efektif dilaksanakan oleh lembaga pemasayarakatan Gorontalo. 4

2) Faktor internal penghambat asimilasi yang paling menonjol yaitu tidak ada kemampuan pemimpin dalam mendorong motivasi kerja bawahan, membina dan memantapkan disiplin serta menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab tugas dan pekerjaan kepada bawahan tanpa melakukan pengontrolan. Sedangkan faktor eksternal yaitu ketiadaan Balai Pemasyarakatan dalam melakukan penelitian kemasyarakatan sebagai syarat utama program asimilasi. Faktor internal pendukung pelaksanaan asimilasi yaitu kesiapan petugas Lapas dalam mendukung program pembinaan yang diberikan bagi WBP baik yang dilaksanakan di dalam maupun di luar lembaga pemasyarakatan. Sedangkan faktor eksternal yaitu adanya dukungan dari masyarakat yang tinggal disekitar lembaga pemasyarakatan sebagai kegiatan awal narapidana dalam integrasi sosial. 3) Belum adanya suatu peraturan yang khusus mengatur sistim koordinasi antar lembaga penegakan hukum dan intansi pemerintah serta pihak swasta sebagai mitra lembaga pemasyarakatan di daerah untuk mengoptimalkan pelaksanaan asimilasi bagi warga binaan di Lapas Gorontalo. Berdasarkan uraian diatas peneliti melakukan penelitian dengan judul TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PELAKSANAAAN PEMBINAAN WBP (WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN) TAHAPAN ASIMILASI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A GORONTALO 5

1.2 Rumusan Masalah Berdasar dari latar belakang yang calon peneliti utarakan diatas, maka peneliti berupaya untuk membahas dua pokok pemasalahan perihal asimilasi narapidana yakni: 1. Bagaimana dampak kebijakan hukum pelaksanaan pembinaan WBP tahapan asimilasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Gorontalo? 2. Bagaimana kendala dan upaya dalam pembinaan WBP tahapan Asimilasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Gorontalo? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan dari masalah yang peneliti rumuskan di atas, maka yang menjadi tujuan adalah: 1. Tujuan Umum a. Dalam rangka melengkapi sebahagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Negeri Gorontalo. b. Untuk menambah dan mengembangkan wawasan berpikir serta pengetahuan peneliti secara sistematis dan ilmiah berdasarkan ilmu yang diterima selama kuliah di jurusan Ilmu Hukum Universitas Negeri Gorontalo. c. Untuk menambah dan memperluas pengetahuan peneliti yang berkaitan dengan pembinaan narapidana tahapan asimilasi di lembaga pemasyarakatan. 6

2. Tujuan Khusus Disamping tujuan umum di atas, peneliti juga memiliki tujuan khusus dalam penelitian ini, yakni: a. Untuk mengetahui dampak kebijakan hukum pelaksanaan pembinaan WBP tahapan asimilasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Gorontalo. b. Untuk mengetahui kendala dan upaya dalam pembinaan WBP tahapan asimilasi di lembaga pemasyarakatan Klas IIA Gorontalo. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : a. Bagi peneliti sendiri akan menambah pengetahuan dan pemahaman penulis mengenai asimilasi pembinaan WBP. b. Memberikan bahan masukan bagi masyarakat pada umumnya sehingga dapat mengetahui, menyadari, dan ikut membantu WBP agar nantinya setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan menjadi orang yang baik karena tidak dikucilkan dan tidak melakukan pelanggaran hukum lagi. c. Bagi ilmu pengetahuan hukum khususnya hukum pidana diharapkan agar dapat lebih memperhatikan masalah pemidanaan dalam artian cara penanganan para tahanan dan warga binaan, jangan hanya lebih bersifat memfokuskan diri terhadap proses formil beracara dalam penanganan sebuah kejahatan atau pelanggaran hukum belaka. 7